Amar Putusan Gambaran Umum Putusan Nomor 126Pdt.G2013PTJK 1. Kasus Posisi

1, menegaskan bahwa “Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta istri dan suami karena perkawinan”. Pada ayat 2 disebutkan bahwa “Pada dasarnya harta istri tetap menjadi hak istri dan dikuasai penuh olehnya, demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai penuh olehnya”. Konsideransi dari pasal ini adalah untuk melindungi hak masing- hak masing dan menghargai hasil jerih payah satu pihak dengan pihak lain. Oleh karena itu perjanjian perkawinan sangatlah penting jika di kemudian hari terpaksa harus membagi harta bersama karena perceraian. Konsep harta bersama pada awalnya berasal dari adat istiadat atau tradisi yang berkembang di Indonesia. Walaupun kata “gono-gini” berasal dari konsep adat jawa, namun ternyata di daerah lain juga dikenal dengan konsep yang sama dengan istilah-istilah yang berbeda, seperti “hareuta sirakeat” dari Aceh, “harta suarang” dari bahasa Minagkabau, “guna kaya” dari bahasa Sunda, dan “duwe gabro” dari Bali. 2 Konsep ini kemudian didukung oleh hukum positif di negara kita di dalam undang-undang dan aturan hukum lainnya. Kompilasi Hukum Islam Inpres Nomor 1 Tahun 1991 pasal 85 disebutkan bahwa : “Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan ada harta masing-masing suami dan istri”. Pasal ini telah menyebutkan adanya harta bersama dalam perkawinan. Dengan kata lain, Kompilasi Hukum Islam mendukung adanya harta bersama dalam 2 Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-gini Saat Terjadi Perceraian, Jakarta : Transmedia Pustaka, 2008, h.10. perkawinan, walaupun sudah menikah tetap tidak tertutup kemungkinan ada harta masing-masing dari suami dan istri. 3 Penulis menyoroti tentang dasar hukum adanya harta masing-masing dalam harta bersama, yakni Kompilasi Hukum Islam Inpres Nomor 1 Tahun 1991 pasal 85 disebutkan bahwa : “Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan ada harta masing-masing suami dan istri”. Dalam perkara Nomor 126Pdt.G2013PTA.JK, Pembanding dalam hal ini adalah istri dari Terbanding yang sebelum melaksanakan pernikahan, Pembanding mempunyai perusahan PT. PGA yang bergelut di bidang pengadaan bibit jati yang sukses dan lancar. Hasil dari perusahaan itu ternyata tidak hanya dinikmati sendirian oleh Pembanding. Pembanding yang menafkahi keluarga bahkan anak dari istri pertama Terbanding pun ikut diayomi oleh Pembanding dari hasil peruasahaan yang Pembanding jalankan. Seharusnya jika mengacu pada peran dan tanggung jawab suami-istri, apa yang dimiliki istri baik itu dari harta bawaan atau harta bersama, tidak wajib untuk dipakai menghidupi keluarga. Hanya dalam hal ini, Pembanding mempunyai itikad baik dalam menghidupi keluarga. Tanggung jawab suami memberi nafkah tertuang dalam pasa 34 ayat 1 UU Perkawinan. Dalam pasal tersebut dikatakan bahwa suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Hal serupa juga telah diatur di dalam 3 Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-gini Saat Terjadi Perceraian, Jakarta : Transmedia Pustaka, 2008, h.13.