Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana
27
kaitannya dengan putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim. Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam peringatan
bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi atau instink semata, tetapi harus dilengkapi sengan ilmu
pengetahuan hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus diputuskannya.
Hakim dituntut untuk menguasai berbagai ilmu pengetahuan, baik itu ilmu pengetahuan hukum maupun ilmu pengetahuan yang lain, sehingga putusan
yang dijatuhkannya dapat diprtanggungjawabkan dari segi teori-teori yang ada dalam ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan perkara yang diperiksa,
diadili, dan diputuskan oleh hakim. 4. Teori Pendekatan Pengalaman
Pengalaman seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, karena dengan
pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui bagaimana dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana, yang
berkaitan dengan pelaku, korban maupun masyarakat, ataupun dampak yang ditimbulkan dalam putusan perkara perdata yang berkaitan pula dengan pihak-
pihak yang berperkara dan juga bermasyarakat. 5. Teori Ratio Decidendi
Selain itu, dalam teori penjatuhan pidana di atas, dikenal pula suatu teori yang disebut dengan teori ratio decidendi. Teori ini didasarkan pada landasan
28
filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan, kemudian mencari Peraturan
Perundang-Undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim
harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara. Landasan filsafat
merupakan bagian dari pertimbangan seorang hakim dalam menjatuhkan putusan, karena filsafat itu biasanya berkaitan dengan hati nurani dan rasa
keadilan yang terdapat dalam diri hakim tersebut. 6. Teori Kebijaksanaan
Teori ini diperkenalkan oleh Made Sadhi Astuti, dimana sebenarnya teori ini berkenaan dengan putusan hakim dalam perkara di pengadilan anak. Aspek ini
menekankan bahwa pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua ikut bertanggungjawab untuk membimbing, membina, mendidik, dan melindungi
anak, agar kelak dapat menjadi manusia yang berguna bagi keluarga, masyarakat, dan bagi bangsanya.
Teori kebijaksanaan mempunyai beberapa tujuan, yaitu yang pertama, sebagai upaya perlindungan terhadap masyarakat dari suatu kejahatan, yang kedua,
sebagai upaya perlindungan terhadap anak yang telah melakukan tindak pidana, yang ketiga, untuk memupuk solidaritas antara keluarga dengan
masyarakat dalam rangka membina, memelihara, dan mendidik pelaku tindak pidana anak, dan yang keempat, sebagai pencegah umum dan khusus.
29
Pemidanaan adalah suatu proses. Sebelum proses itu berjalan, peranan hakim penting sekali. Hakim mengkonkretkan sanksi pidana yang terdapat dalam suatu
peraturan dengan menjatuhkan pidana bagi terdakwa dalam kasus tertentu. Dalam Pasal 55 ayat 1 Konsep RUU KUHP 2005 disebutkan pedoman pemidanaan
yang wajib dipertimbangkan hakim, antara lain : 1. Kesalahan pembuat tindak pidana;
2. Motif dan tujuan dilakukannya tindak pidana; 3. Cara melakukan tindak pidana;
4. Sikap batin pembuat tindak pidana; 5. Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pembuat tindak pidana;
6. Sikap dan tindakan pembuat setelah melakukan tindak pidana; 7. Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat tindak pidana;
8. Tindak pidana dilakukan dengan berencana; 9. Pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban;
10. Pemanfaatan dari korban danatau keluarganya; danatau; 11. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan.
Pedoman pemidanaan ini
akan sangat
membantu Hakim
dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan, sehingga hal ini
akan memudahkan Hakim dalam menerapkan takaran pemidanaan. Selain itu, Hakim dalam menjatuhkan pidana sangatlah banyak hal-hal yang mempengaruhi,
yaitu yang biasa dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk menjatuhkan putusan pemidanaan baik yang terdapat di dalam maupun di luar Undang-Undang.
30
Hakim mempunyai substansi untuk menjatuhkan pidana, akan tetapi dalam menjatuhkan pidana tersebut Hakim dibatasi oleh aturan-aturan pemidanaan,
masalah pemberian pidana ini bukanlah masalah yang musah menetapkan jenis pidana, cara pelaksanaan pidana dan tinggi rendahnya pidana.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak memuat pedoman pemberian pidana yang umum, ialah suatu pedoman yang dibuat oleh pembentuk Undang-Undang
yang memuat asas-asas yang perlu diperhatikan oleh Hakim dalam menjatuhkan pidana, yang ada hanyalah aturan pemberian pidana.
Kewenangan yang diberikan kepada Hakim untuk mengambil suatu kebijaksanaan dalam memutus perkara, diatur dalam Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Nomor
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menentukan : “Hakim dan Hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum
dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”. Berdasarkan aturan hukum tersebut, terdapat norma hukum “mewajibkan Hakim
untuk menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Untuk memenuhi norma tersebut, maka Hakim
harus mengambil kebijaksanaan hukum”. Penentuan atas tuntutan rasa keadilan yang harus diterapkan oleh Hakim dalam memutus suatu perkara, secara teori para
Hakim akan melihat “Konsep-konsep keadilan yang telah baku”.
28
Soerjono Soekanto, Op.cit. hlm.43.