Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal Investasi terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.
harus melepaskan 2K untuk memperoleh setiap 1G yang akan diterimanya dari AS dengan sendirinya tidak akan melakukan perdagangan jika harus melepaskan
lebih dari 2Kuntuk memperoleh setiap 1G. Untuk menunjukkan bahwa kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan, misalkan bahwa AS dapat
menukarkan 6G dengan 6K dari Inggris. AS kemudian dapat memperoleh keuntungan sebesar 2K atau menghemat ½ jam kerja karena AS hanya dapat
menukar 6G dengan 4K didalam negeri, untuk melihat Inggris juga memperoleh keuntungan, bahwa 6G yang diterima Inggris dari AS akan memerlukan 6 jam
untuk memproduksinya di dalam negeri. Namum Inggris dapat menggunakan 6 jam ini untuk memproduksi 12K dan hanya menyerahkan 6K untuk memperoleh
6G dari AS. Dengan demikian Inggris akan memperoleh keuntungan sebesar 6K atau dapat menghemat 3 jam kerja.
c. Teori H-O
Didalam kelompok teori-teori modern mengenai perdagangan internasional dikenal antara lain teori Hecksher dan Ohlin. Teori H-O ini disebut
juga factor propotion theory atau teori ketersediaan faktor. Dasar pemikiran dari teori ini adalah bahwa perdagangan internasional terjadi karena biaya alternatif
opportunity cost berbeda antar kedua negara, yang disebabkan oleh adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi tenaga kerja, modal, dan tanah yang
memiliki oleh kedua negara. Teori H-O mengatakan sebuah negara akan mengekspor komoditinya yang
produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu yang bersamaan ia akan mengimpor
Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal Investasi terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.
komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara itu. Singkatnya sebuah negara yang relatif kaya atau
berkelimpahan tenaga kerja akan mengekspor komoditi-komoditi yang relatif padat modal untuk mengimpor faktor produksi langka dan mahal di negara
bersangkutan. Model Heckscher-Ohlin seringkali disebut pula sebagai teori kepemilikan
faktor factor endowment theory atau teori produksi faktor factor-proportions theory. Teori tersebut mengatakan bahwa setiap negara akan melakukan
spesialisasi produksi dan mengekspor komoditi yang banyak menyerap faktor produksi yang tersedia di negara itu dalam jumlah dan berharga relatif murah serta
mengimpor komoditi yang banyak menyerap faktor produksi yang di negara itu relatif langka dan mahal.
2.3. EKSPOR 2.3.1. Pengertian Ekspor
Ekspor adalah kegiatan perdagangan internasional yang memberikan ransangan guna membutuhkan permintaan dalam negeri yang menyebabkan
timbulnya industri-industri pabrik besar bersama dengan struktur politik yang tidak stabil dan lembaga sosial yang fleksibel dengan kata lain, ekspor
memberikan dorongan dalam dinamika pertumbuhan penduduk internasional sehingga suatu Negara yang sedang berkembang kemungkinan untuk mencapai
kemajuan perekonomian setara dengan negara-negara yang lebih maju.M Todaro, 1983
Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal Investasi terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.
Kegiatan ekspor merupakan hal yang terpenting bahkan mendapat perhatian utama dalam kegiatan ekonomi mengingat peranan yang sangat besar
dalam mendorong setiap program pembangunan yang dilaksanakan yakni sebagai penggerak kegiatan ekonomi dan pembangunan generating sector alasan yang
mendasar mengapa suatu negara perlu menggalakkan ekspor adalah untuk meningkatkan kekayaan negara yang berarti pula meningkatkan pendapatan
perkapita masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi Ekspor
• Harga Internasioanal
Makin besar selisih antara harga di pasar internasional dengan harga domestik akan menyebabkan jumlah komoditi yang akan di ekspor
menjadi bertambah banyak. •
Nilai Tukar Makin meningkat nilai tukar mata uang suatu negara mengalami
apresiasi maka harga ekspor negara itu dipasar internasional menjadi lebih mahal.
• Quota Ekspor-Impor
Yakni kebijaksanaan perdagangan internasional berupa kuantitasjumlah barang diperdagangkan.
• Kebijaksanaan tarif dan non-tarif
Kebijakan tarif adalah untuk menjaga jumlah maupun harga produk dalam negeri dalam tingkatan tertentu yang dianggap mampu atau dapat
mendorong pangembangan komoditi tersebut.
Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal Investasi terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.
Industrialisasi adalah sebuah pilihan kebijakan yang dilaksanakan pemerintah Indonesia untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lestari sustainable.
Industrialisasi dianggap mempercepat pertumbuhan ekonomi, karena dalam sektor industri nilai tambah ekonomi yang tinggi akan selalu ada. Pilihan strategi
industrialisasi yang dilakukan pemerintah Indonesia adalah: 1.
Promosi ekspor. Strategi ini dilakukan dengan membangun industri- industri yang berorientasi ekspor. Pembangunan industri yang strategis ini
mengacu pada permintaan efektif di pasar global. Artinya pilihan untuk membangun suatu industri terkait dengan apakah produk yang dihasilkan
mampu diserap pasar internasional. 2.
Substitusi impor. Substitusi impor merupakan suatu alternatif strategi pembangunan yang mengutamakan peningkatan pertumbuhan ekonomi
tanpa menambah ekspor Rahayu dan Soebagiyo, 2004. Dalam strategi substitusi impor, pemerintah sebuah negara labih memilih untuk
membangun industri yang menghasilkan produk-produk yang selama ini harus diimpor dari negara lain.
2.3.2. Industrialisasi dan Peningkatan Ekspor
Kebijakan industrialisasi bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Resiko kegagalan dari kebijakan ini sangat besar, terutama apabila sebuah negara gagal
mengenali potensi industrinya. Apabila sebuah negara gagal mencari benang merah yang menghubungkan sektor tradisionalnya sektor pertanian dengan
sektor modern sektor industri maka kegagalan industrialisasi sudah berada di depan mata. Kegagalan untuk mensinergikan sektor tradisional dengan sektor
modern akan memunculkan dualisme ekonomi seperti dikemukakan Boeke lihat
Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal Investasi terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.
Koencoro, 2000. Dualisme ekonomi adalah suatu keadaan dimana sektor modern dan sektor tradisional berjalan sendiri-sendiri tanpa ada sinergi diantara keduanya.
Artinya sektor pertanian di sebuah negara tidak mendukung sektor industrinya. Gejala yang sering muncul sebagai akibat dualisme ekonomi adalah adanya
pengangguran struktural dan munculnya sektor informal. Indonesia adalah salah satu negara yang mengalami dualisme ekonomi. Hal ini bisa kita lihat dari
maraknya kemunculan sektor informal di negara ini. Dampak negatif dari dualisme ekonomi adalah rendahnya pertumbuhan
ekonomi dari negara bersangkutan. Selain itu, dualisme ekonomi mengakibatkan adanya disparitas dalam distribusi pendapatan Garcia-Penalosa dan Turnovsky,
2004. Thailand adalah salah satu negara yang dianggap berhasil melakukan sinergi antara sektor pertanian dengan sektor industri. Negara ini mampu
memperbaiki kesalahan yang dilakukakannya sebelum krisis ekonomi tahun 1998. Industri manufaktur di Thailand sebelum tahun 1997 didominasi oleh industri
otomotif yang tidak memiliki keterkaitan dengan potensi negara ini yaitu dibidang pertanian. Kesalahan investasi yang dilakukan ini harus ditebus dengan mahal,
yaitu kebangkrutan industri manufaktur di Thailand. Pemerintah Thailand kemudian melakukan reformasi dan penyesuaian mendasar di bidang manufaktur
yang ternyata berhasil dengan baik Dollar dan Hallward-Driemeier, 2000. Thailand menyadari bahwa potensi mereka adalah dalam sektor pertanian, mereka
kemudian mengubah orientasi industrinya menjadi agrobisnis. Keberhasilan ini menjadikan negara ini sebagai salah satu negara di Asia Tenggara yang paling
cepat pulih dari krisis. Bahkan, berdasarkan hasil survei dari UNCTAD tahun 2004, Thailand adalah negara tujuan investasi ketiga di Asia setelah RRC dan
Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal Investasi terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.
India. Indonesia saat ini dihadapkan pada masalah ekonomi yang serius yaitu lambannya pertumbuhan ekspor. Pertumbuhan ekspor yang lamban di Indonesia
salah satunya disebabkan karena ketidakjelasan kebijakan industrialisasi. Sebagai buktinya, meskipun saat ini semua indikator ekonomi makro menunjukkan adanya
perbaikan, namun sektor riil tidak mampu pulih. Bahkan ada gejala de- industrialisasi Ekspor Indonesia sebagian besar masih bergantung dari minyak
bumi dan gas. Selain itu ekspor non-migas yang menjadi andalan adalah komoditas elektronik, kayu lapis, karet dan tekstil. Adapun negara tujuan ekspor
terbesar Indonesia adalah Jepang, Amerika Serikat, Singapura, Korsel, China dan Malaysia. Dari sektor yang menjadi andalan ekspor ternyata juga tidak
menunjukkan keterkaitan dengan potensi Indonesia yaitu di sektor pertanian dan perikanan. Apabila tidak ada perbaikan maka sulit mengharapkan pemulihan
sektor riil dengan cepat. Kebijakan industrialisasi yang disarankan adalah membangun industri yang sesuai dengan potensi ekonomi Indonesia. Jawaban
yang kemudian muncul adalah membangun industri yang terkait dengan sektor pertanian. Akan tetapi, membangun sebuah industri perlu memperhatikan
beberapa hal,
Pertama, apakah produk yang dihasilkan mampu diserap oleh pasar
internasional. Tidak ada gunanya mengembangkan sebauh industri apabila produk yang
dihasilkan tidak bisa dijual.
Kedua,apakah industri yang baru dibangun memerlukan perlindungan.
Memberikan proteksi terhadap sebuah industri adalah bertentangan dengan prinsip perdagangan bebas. Namun demikian, trend yang terjadi dalam
Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal Investasi terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.
perdagangan internasional saat ini adalah pemberian proteksi pada industri tertentu yang dianggap strategis oleh negara bersangkutan. Kita bisa melihat
kegagalan perundingan WTO di Cancun beberapa waktu lalu adalah implikasi dari masalah proteksi perdagangan ini. Riset empirik yang dilakukan Konigs dan
Vandenbussche 2004 menunjukkan bahwa poteksi antidumping memberikan dampak positif terhadap perkembangan industri yang bersangkutan. Setting
penelitian ini adalah pada industri manufaktur di beberapa negara Eropa. Riset lain yang dilakukan oleh Zhu dan Trefler 2004 memperkuat perlunya proteksi
industri yang masih infant di negara berkembang karena negara berkembang secara teknologi tertinggal jauh dari negara maju.
Ketiga, keterkaitan dengan kebijakan investasi.
Kebijakan industrialisasi juga terkait dengan kebijakan investasi di sebuah negara. Pentingnya kebijakan investasi adalah untuk membangun mitra strategis
dengan investor. Penelitian yang dilakukan Blonigen, Ellis dan Fausten 2004, menunjukkan bahwa pengelompokan industri PMA tergantung dari siapa mitra
strategisnya. Menurut Dornbusch 1993 ada lima prinsip yang mempengaruhi daya tarik investasi di negara berkembang, yaitu:
1. Kesempatan. Tidak semua negara mempunyai kesempatan untuk menjadi
daerah tujuan investasi. Beberapa negara di Afrika dan Amerika Latin yang tergolong miskin, tidak mempunyai sumber daya dan stabilitas
kondisi politik tidak akan menarik investor. 2.
Prospek. Sebuah negara akan menjadi tujuan investasi apabila prospek ekonomi negara tersebut bisa diandalkan. Kotler dan Kertajaya 2000
mengemukakan sebuah contoh transformasi struktur ekonomi Jepang
Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal Investasi terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.
pasca PD II yang berubah dari pertanian menjadi industri manufaktur dengan biaya rendah. Model Jepang ini kemudian diadopsi oleh negara-
negara lain di Asia seperti Korsel, Taiwan, Singapura, Malaysia, Thailand dan Indonesia. Model pembangunan negara-negara industri baru ini yang
menjadi penyebab mereka mempunyai prospek ekonomi yang lebih baik. 3.
Koordinasi. Pasca krisis ekonomi pemerintah belum mampu memberikan sinyal positif kepada pengusaha yang terpaksa “memarkir” modalnya di
luar negeri untuk kembali ke tanah air. Sebuah usaha membangun kondisi politik dan kemanan yang stabil serta eliminasi ekonomi biaya tinggi bisa
menjadi sebuah sinyal bagi proses koordinasi ini. 4.
Kebijakan pemerintah dan regulasi. Kebijakan pemerintah dalam investasi merupakan hal yang mutlak diperlukan. Menurut Hamid 1999 kebijakan
pemerintah dalam perekonomian mutlak diperlukan, namun fleksibel dan perlu dukungan institusi. Salah satu keluhan investor saat ini adalah
ketidakjelasan regulasi pemerintah baik pusat maupun daerah. 5.
Kondisi keuangan. Kondisi keuangan ini terkait dengan tiga aspek penting yaitu utang pemerintah, masalah APBN dan kondisi sektor keuangan.
Investasi asing di negara berkembang berkembang diperlukan karena masalah umum yang terjadi di negara berkembang adalah angka
pengangguran yang tinggi, ketimpangan distribusi pendapatan dan ketidakseimbangan struktural Koncoro, 2000.
2.3.3. Investasi
Investasi akan mendorong pertumbuhan PDB. Investasi yang diharapkan adalah investasi langsung Foreign Direct Investment atau FDI karena investasi
Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal Investasi terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.
ini memberikan dampak berupa pembukaan lapangan kerja baru sekaligus adanya kemungkinan transfer teknologi. Indonesia sejak masa orde baru berusaha untuk
mengundang investor asing demi kepentingan pertumbuhan ekonomi. Menurut Chandra 1996 ada beberapa faktor yang mempengaruhi investasi langsung, yaitu
permintaan, perubahan struktur perekonomian, kebijakan ekonomi makro dan ekonomi daerah, akses terhadap biaya faktor yang lebih rendah, akses terhadap
SDM dan local sourcing dan akses terhadap lokasi input produksi dan penghematan eksternal. Pemerintah harus memfokuskan perhatiannya pada
faktorfaktor tersebut. Investasi terdiri dari dua jenis, yaitu investasi portofolio dan investasi langsung. Investasi portofolio adalah penanaman modal melalui bursa
saham. Investasi jenis ini tidak mempunyai multiplier effect yang luas, karena perpindahan modal hanya terjadi di bursa saham dan tidak berimplikasi terhadap
sektor riil. Selain itu, investasi jenis ini rentan terhadap perubahan. Aliran modal masuk dan keluar bisa terjadi setiap saat. Investasi langsung adalah proses
investasi dimana penanaman modal dilakukan dengan membangun pabrik di negara tujuan investasi. Investasi langsung mempunyai multiplier effect luas,
yaitu penyediaan lapangan pekerjaan dan bergeraknya industri pendukung. Sejak krisis ekonomi melanda Indonesia lima tahun lalu, terjadi penurunan
realisasi investasi di Indonesia, terutama investasi langsung. Realisasi investasi akan menyelesaikan salah satu masalah krusial dalam perekonomian yaitu,
penyediaan lapangan kerja. Dalam sebuah artikel utama majalah Far Eastern Economic Review edisi 1 Agustus 2002 diulas masalah pengangguran di
Indonesia. Dalam artikel itu disebutkan bahwa untuk mengatasi masalah pengangguran, maka dibutuhkan angka pertumbuhan yang tinggi. Tentu saja,
Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal Investasi terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.
pertumbuhan ekonomi yang diharapkan adalah dengan kontribusi besar dari eksport dan angka investasi. Orientasi pemulihan ekonomi dengan mengejar
peningkatan angka investasi bukannya tanpa kritik. Beberapa ekonom terutama mereka yang berasal dari mazhab strukturalis menganggap keputusan untuk
mengundang investor asing bisa berdampak negatif. Hal ini terkait dengan kepentingan nasional negara bersangkutan. Kelompok ekonom strukturalis
percaya bahwa investasi asing yang berarti aliran modal masuk ke Indonesia lebih kecil jumlahnya dibandingkan dengan nilai repatriasi yang selisihnya sering
disebut dengan net transfer Arief, 2001.
Tabel 2.3.3.a Perkembangan Persetujuan Penanaman Modal
Tahun PMDN
PMA Proyek
Nilai Rp. Miliar
Proyek Nilai
US juta 1997
723 119.877,2
781 33.788,8
1998 327
57.973,6 1.034
13.649,8 1999
237 53.540,7
1.177 10.884,5
2000 392
93.897,1 1.541
16.075,9 2001
264 58.816
1.334 15.056,3
2002 188
25.230,5 1.151
9.795,4 2003
181 48.484,8
1.024 13.207,2
Sumber: Jetro Kompas, 2006. Tabel diatas menunjukkan penurunan angka persetujuan investasi di Indonesia
dalam preiode krisis ekonomi sampai sekarang. Penurunan angka ini terjadi baik pada penanaman modal asing PMA maupun penanaman modal dalam negeri
PMDN. Pada periode tahun 2000 sampai dengan tahun 2003, persetujuan investasi mengalami kenaikan namun demikian belum bisa kembali seperti
persetujuan investasi sebelum krisis. Investasi langsung akan berpengaruh terhadap penyediaan lapangan kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Lipsey dan
Sjoholm 2004 dengan setting industri manufaktur di Indonesia menunjukkan
Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal Investasi terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.
adanya kecenderungan bahwa perusahaan manufaktur PMA lebih diminati oleh tenaga kerja Indonesia.
Hal ini dikarenakan perusahaan manufaktur PMA memberikan tingkat upah yang lebih tinggi dan memberikan penghargaan terhadap tingkat pendidikan
karyawannya daripada perusahaan manufaktur PMDN. Penelitian lain yang dilakukan Markusen 2001 menyimpulkan bahwa proses investasi langsung
dalam bentuk MNC multi national company atau perusahaan multinasional mempunyai dampak positif terhadap negara berkembang berupa transfer teknologi
dan penghargaan terhadap hak cipta intelektual. Maraknya relokasi industri negara maju ke negara berkembang dalam wujud investasi langsung di negara
berkembang memicu munculnya perusahaan multinasional. Perusahaan multinasional tersebut ada kalanya melakukan kerja sama dalam bentuk joint
venture dengan mitra perusahaan lokal. Ada beberapa faktor sukses joint venture perusahaan multi nasional
dengan perusahaan lokal yaitu, hubungan antar perusahaan yang bermitra, konflik antar perusahaan yang bermitra, komitmen antar perusahaan yang bermitra,
kinerja perusahaan joint venture dan kepuasan perusahaan induk Demirbag dan Mirza, 2000. Secara teoritis investasi akan mempengaruhi pendapatan nasional
sebuah negara. Pendapatan nasional suatu negara biasanya diukur dengan PDB atau GDP. Komponen lain dari GDP adalah konsumsi, investasi, belanja
pemerintah apabila asumsi yang digunakan adalah sistem perekonomian tertutup. Bila asumsi yang digunakan adalah sistem perekonomian terbuka maka ditambah
dengan angka ekspor dikurangi angka impor.
Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal Investasi terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.
Fenomena di negara berkembang yang mempunyai beberapa aspek khsusus menyebabkan kritik terhadap indikator ekonomi dengan GDP ini.
Kasliwal 1995 mengemukakan sebuah ukuran yang lebih tepat untuk menghitung pendapatan nasional negara berkembang, yaitu dengan formula
berikut NI= GDP-B+K+P+A. NI adalah pendapatan nasional dalam harga pasar. Dalam formula diatas GDP konvensional masih harus dikurangi dengan angka
pembayaran bunga hutang luar negeri B, keuntungan yang dibawa investor asing ke luar negeri K, penyusutan P dan pembayaran cicilan pokok hutang luar
negeri A. Ada beberapa isu penting yang menjadi focus kerja pemerintah berkaitan
dengan program investasi yang direncanakan kedepan, antara lain : kelembagaan, regulasi, Bea cukai, Pajak, tenaga kerja, dan UKMK. Paket Kebijakan dan
Program yang dijalankan pemerintah dapat dilihat pada table di bawah. Selain Program, pemerintah juga menurunkannya dalam bentuk poin-poin tindakan yang
akan direalisasikan. Dari sekian program tersebut maka ada kurang lebih 85 tindakan yang akan diambil untuk mendorong keberhasilan investasi. Beberapa
program tersebut antara lain revisi terhadap regulasi yang ada, membuat regulasi kembali, evaluasi terhadap wewenang pemerintah daerah sebagai daerah otonom,
koordinasi serta pengawasan dan pengendalian.
Tabel 2.3.3.b. Paket Kebijakan Investasi Indonesia
Kebijakan Program
UMUM A.
Memperkuat kelembagaan
pelayanan investasi. 1.
Mengubah Undang-Undang UU Penanaman Modal yang memuat prinsip-
prinsip dasar, antara lain: perluasan definisi modal, transparansi, perlakuan sama investor
Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal Investasi terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.
domestik dan asing di luar Negative List dan Dispute Settlement.
2. Mengubah peraturan yang terkait dengan
penanaman modal. 3.
Revitalisasi Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi.
4. Percepatan perizinan kegiatan usaha dan
penanaman modal serta pembentukan perusahaan
B. Sinkronisasi Peraturan
Pusat dan Peraturan Daerah Perda.
Peninjauan Perda-Perda yang Menghambat investasi.
C. Kejelasan Ketentuan
mengenai kewajiban analisa mengenai
dampak lingkungan AMDAL.
Perubahan keputusan Menteri Negara Kepmeneg Lingkungan Hidup tentang Jenis
Rencana Usaha danatau Kegiatan Wajib AMDAL.
KEPABEANAN DAN CUKAI A.
Percepatan arus barang. 1. Percepatan Proses pemeriksaan kepabeanan.
2. Percepatan Pemrosesan kargo dan
pengurangan biaya di Pelabuhan Tanjung Priok dan Bandara Internasional Soekarno
Hatta.
B. Pengembangan
Peranan Kawasan Berikat.
1. Perluasan fungsi Tempat Penimbunan
Berikat TPB dan perubahan beberapa konsep tentang Kawasan Berikat agar
menarik bagi investor untuk melakukan investasi.
2. Penyempurnaan Ketentuan TPB.
3. Otomasi kegiatan di TPB
4. Peningkatan Pemberian fasilitas kepabeanan
di kawasan berikat. C.
Pemberantasan Penyelundupan.
Peningkatan Kegiatan pemberantasan penyelundupan.
D. Debirokratisasi di
Bidang Cukai. Mempercepat proses registrasi dan permohonan
fasilitas cukai.
PERPAJAKAN A.
Insentif Perpajakan Untuk investasi.
1. Melakukan penyempurnaan atas UU tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak Penghasilan, dan Pajak Pertambahan
Nilai Barang Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
2. Pemberian fasilitas pajak penghasilan
kepada bidang-bidang usaha tertentu. 3.
Menurunkan tarif pajak daerah yang berpotensi menyebabkan kenaikan
Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal Investasi terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.
hargajasa. B.
Melaksanakan sistem self assesment secara
konsisten. 1.
Mengubah tariff PPh. 2.
Peninjauan Ketentuan pembayaran pajak bulanan prepaymentinstallment.
3. Perbaikan jasa pelayanan pajak untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pembayaran pajak.
C. Perubahan Pajak
Pertambahan Nilai PPN untuk
mempromosikan ekspor.
1. Menghapus penalti PPN.
2. Meningkatkan daya saing ekspor jasa.
3. Meningkatan daya saing produk pertanian
Primer.
D. Melindungi hak wajib
pajak. 1.
Menerapkan Kode Etik PetugasPejabat Pajak
2. 3.
Mereformasi Sistem Pembayaran Pajak. E.
Mempromosikan Transparansi dan
disclosure. 1.
Tax Audit, Investigation dan Disclosure. 2.
Meningkatkan Pengetahuan masyarakat mengenai Pajak.
KETENAGAKERJAAN A.
Menciptakan Iklim Hubungan Industrial
yang Mendukung perluasan lapangan
kerja. 1.
Mengubah UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
2. Mengubah peraturan Pelaksanaan UU
Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
B. Perlindungan Dan
penempatan TKI di luar negeri.
Mengubah UU Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri
C. Penyelesaian Berbagai
perselisihan hubungan industrial secara cepat,
murah dan berkeadilan. Implementasi UU Nomor 2 tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
D. Mempercepat
Menkum HAM. Proses penerbitan
perizinan ketenagakerjaan.
Mengubah UU PeraturanSurat KeputusanSurat Edaran terkait.
E. Penciptaan pasar
tenaga kerja fleksibel dan produktif.
Pengembangan Bursa Kerja dan Informasi Pasar Kerja.
F. Terobosan Paradigma
pembangunan transmigrasi dalam
rangka perluasan lapangan kerja.
Mengubah UU Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian.
USAHA KECIL, MENENGAH DAN KOPERASI
Pemberdayaan Usaha 1.
Penyempurnaan peraturan yang terkait
Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal Investasi terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.
Kecil, Menengah dan KoperasiUKMK
dengan perijinan bagi UKMK. 2.
Pengembangan Jasa Konsultasi Bagi Industri Kecil dan Menengah IKM.
3. Peningkatan akses UKMK kepada sumber
daya financial dan sumber daya produktif lainnya.
4. Penguatan Kemitraan Usaha Besar dan
UKMK. Sumber: Jetro Kompas, 2006.
Keluarnya paket kebijakan investasi tersebut diharapkan mampu mendongkrak kinerja investasi di Indonesia. Sebab, pemerintah menyadari bahwa
investasi dapat diharapkan memberikan nilai bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kisaran angka 6-7 merupakan target pertumbuhan ekonomi di era
pemerintahan Kabinet Persatuan. Hal ini wajar, karena sebelum dilanda krisis pada 1997, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada 7,8. Untuk
mendongrak pertumbuhan ekonomi, tak pelak bahwa investasi harus menjadi program yang dikelola secara serius. Berdasarkan sumber di Bappenas dan BKPM
untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 4,8 di tahun 2004 dibutuhkan nilai investasi Rp 479,9 triliun, pertumbuhan ekonomi 5,0 di tahun 2005 dibutuhkan
investasi Rp 379,8 triliun, dan pada tahun 2006 untuk pertumbuhan ekonomi 5,5 dibutuhkan investasi Rp 471,4 triliun. Pikiran Rakyat, 20 Maret 2006
Selain Inpres No. 3 tahun 2006, Indonesia juga sebenarnya sudah mempunyai peraturan khusus yang mengatur mengenai investasi atau penanaman
modal, baik asing maupun dalam negeri. bahkan saat ini pemerintah dan DPR sedang membahas Rancangan UU Penanaman Modal sebagai pengganti UU
Penanaman Modal yang lama. UU penanaman modal yang sekarang berlaku adalah UU Nomor 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing yang kemudian
diubah dengan UU 11 tahun 1970 dan UU Nomor 6 tahun 1968 tentang
Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal Investasi terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.
penanaman modal dalam negeri yang kemudian diubah juga dengan UU nomor 12 tahun 1970. Selain itu juga banyak peraturan pelaksana dari kedua UU tersebut
serta UU sektoral yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan investasi. Saat ini kedua UU tersebut dirasakan kurang relevan lagi dalam
perkembangan perekonomian baik nasional, regional maupun gobal. Oleh sebab itu DPR dan pemerintah sedang membahas mengenai UU baru RUU penanaman
modal untuk mengganti kedua UU sebelumnya. UU yang baru nanti dirasakan dapat mewakili kehendak dan kepentingan pemerintah dalam mengatur
pengelolaan investasi baik yang bersumber dari luar maupun dalam negeri. Sehingga akan ada penyatuan kedua substansi UU yang lama kedalam UU yang
baru nanti. Penyebab tidak relevannya UU penanaman modal yang lama adalah adanya
beberapa isu penting yang muncul selama beberapa tahun proses reformasi dan demokrasi selama ini. Beberapa isu penting tersebut berada dalam bidang
ekonomi regional dan global, munculnya UU 22 tahun 1999 dan UU 25 tahun 1999 yang kemudian diganti dengan UU 32 tahun 2004 dan U 33 tahun 2004,
peningkatan kesejahteraaan masyarakat dan pengurangan tingkat kemiskinan, peningkatan daya saing dan perekonomian local daerah, lingkungan hidup
sustainable environment, adanya wacana Corporate Social Responsibility, dan yang terpenting adalah pembangunan ekonomi nasional dan daerah. Itu artinya
UU yang baru diharapkan dapat menyesuiakan dengan peraturan-peraturan yang baru serta mewakili isu-isu penting kontemporer lainnya.
Dalam Rencana Kerja Pemerintah RKP tahun 2007, paket kebijakan investasi juga menjadi salah satu substansi penting. Kebijakan tersebut dituangkan
Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal Investasi terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.
dalam Perpres 19 tahun 2006, langkah-langkah yang akan direncanakan pemerintah dalam kaitanya dengan kebijakan investasi terutama untuk perbaikan
iklim investasi adalah
a. Penyusunan dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan
penanaman modal, yang diharapkan dapat diundangkan pada tahun 2006; b.
Penyederhanaan prosedur dan peningkatan pelayanan penanaman modal baik di tingkat pusat maupun daerah;
c. Peningkatan promosi investasi terintegrasi baik di dalam maupun di luar
negeri; d.
Peningkatan fasilitasi terwujudnya kerjasama investasi PMA dan PMDN dengan UKM match-making;
e. Penanganan pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat penegakan hukum dan kerja sama dengan instansi terkait;
f. Penyusunan rancangan amandemen UU No. 5 Tahun 1999;
g. Memprakarsai dan mengkoordinasikan pembangunan kawasan industri.
Selain itu sejumlah kebijakan lain pun telah digulirkan oleh pemerintah dalam hal ‘cepat tanggap’ perbaikan investasi. Dalam hal ini, kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah tersebut antara lain Keputusan Presiden Nomor 3 tahun 2006 tentang tim nasional peningkatan ekspor dan peningkatan investasi, dan
Keputusan Presiden Nomor 29 tahun 2004 tentang penyelenggaraan penanaman modal melalui sistem satu atap, serta peraturan-peraturan lainnya yang relevan.
Namun tetap saja sejumlah permasalahan terjadi dan pada akhirnya mengahambat
Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal Investasi terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.
proses perbaikan investasi tersebut. peraturan-peraturan yang dikeluarkan tidak mampu menanggulangi permasalahan-permasalahan itu.
Munculnya sebuah kebijakan memang pada dasarnya untuk menanggulangi dan melancarkan setiap tindakan pemerintah kedepan. Namun yang perlu
digarisbawahi adalah kebijakan tersebut hendaknya merupakan bagian dari perencanaan menyeluruh, artinya sebelum kebijakan itu benar-benar dilaksanakan
pemerintah sudah mempunyai ‘planning map’ yang memandu secara manajerial. Pembangunan ekonomi sudah pasti bersifat menyeluruh walaupun
pelaksanaannya dilaksanakan secara leluasa dan bertahap. leluasa berarti pemerintah perlu memberikan sedikit kebebasan kepada daerah dalam
merumuskan hal-hal yang paling prioritas dalam membangun daerah dan dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan.
Paket kebijakan tersebut merupakan bagian kecil dari sejumlah peranan pemerintah dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, good will
pemerintah dalam segala bidang sangat diperlukan sebab pembangunan sifatnya menyeluruh meskipun dijalankan secara bertahap. beberapa hal tersebut adalah
perubahan terhadap kerangka kelembagaan, perubahan organisasi, pembangunan overhead social dan ekonomi infrastruktur social dan ekonomi, pembangunan
pertanian untuk menunjang kesediaan pangan dalam negeri, memacu perkembangan industri, kebijaksanaan moneter dan fiscal, dan peningkatan
perdagangan luar negeri Jhingan, 1997:431. Beberapa Permasalahan dalam Kebijakan Investasi Dalam Kaitannya Dengan
Daerah
Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal Investasi terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.
Ada sejumlah faktor yang sangat berpengaruh pada baik-tidaknya iklim berinvestasi di Indonesia. Faktor-faktor tersebut tidak hanya menyangkut
stabilitas politik dan sosial, tetapi juga stabilitas ekonomi, kondisi infrastruktur dasar listrik, telekomunikasi dan prasarana jalan dan pelabuhan, berfungsinya
sektor pembiayaan dan pasar tenaga kerja termasuk isu-isu perburuhan, regulasi dan perpajakan, birokrasi dalam waktu dan biaya yang diciptakan, masalah good
governance termasuk korupsi, konsistensi dan kepastian dalam kebijakan pemerintah yang langsung maupun tidak langsung mempengaruhi keuntungan
neto atas biaya resiko jangka panjang dari kegiatan investasi, dan hak milik mulai dari tanah sampai kontrak. Dalam hal ini permasalahan tersebut dilihat dalam
konteksnya dengan daerah. Patut diakui bahwa rencana dan pelaksanaan sejumlah kebijakan invetasi
selama ini belum menunjukkan hasil yang maksimal. Meskipun pemerintah sudah melalakukan beberapa tindakan konkret untuk menarik investasi masuk ke
Indonesia. Beberapa permasalahan tersebut menyangkut kesiapan pemerintah dalam hal ini kualitas SDM, kelembagaan, kemampuan dalam manajemen
pembangunan daerah, dan regulasideregulasi. Dalam Laporan WEF The World Economic Forum tahun 2005 terlihat ada
sejumlah factor-faktor yang mempengaruhi masuknya investasi ke dalam negeri.
Tabel 2.3.3.c. Problem Utama dalam Investasi
Problem Th
M S
ID F
V In
Kondisi infrastruktur buruk
Kebijakan tidak jelas tidak pasti
Perpajakan sulit dan rumit
15,6 9,5
46,3 62,8
41,6
7,1 23,6
16,5 11,0
33,9 52,1
6,6 3,1
6,3 12,5
21,4 54,0
1,1 54,7
67,7 72,0
67,6 86,4
37,0 75,5
47,9 20,9
37,1 36,5
25,7 63,8
61,3 40,0
56,8 29,5
11,5 72,2
14,8 55,6
58,5 55,7
26,6
Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal Investasi terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.
Kesulitan rumitnya prosedur perdagangan
Upah makin mahal Isu tenaga kerjaburuh
seperti demonstrasi, dll.
Sumber: Jetro Kompas, 2006.
2.3.4.Peranan dan Mamfaat Ekspor
Ekspor adalah salah satu sektor yang memegang peranan penting melalui perluasan pasar, dimana dapat mengandalkan perluasan sektor industri
sehingga mendorong sektor industri lain, selanjutnya mendorong sektor lainnya perekonomian. Baldwin, 1965
Dari defenisi diatas, dapat dilihat peranan sektor ekspor yaitu: 1.
Pasar diseberang lautan memperluas pasar bagi barang-barang tertentu, sebagaimana detekankan oleh para ahli ekonomi klasik, suatu industri
dapat tumbuh dengan cepat jika industri itu dapat menjual hasilnya siberang lautan dari pada hanya pasar didalam negeri yang lebih sempit.
2. Ekspor menciptakan permintaan yang efektif yang baru, akibatnya
permintaan akan barang-barang di pasar dalam negeri meningkat. Terjadinya persaingan mendorong industri-industri dalam negeri mencari
inovasi yang ditujukan untuk meningkatkan produktifitas. 3.
Perluasan kegiatan ekspor mempermudah pembangunan, karena industri tertentu tumbuh tanpa memerlukan investasi dalam kapital sosial sebanyak
yang dibutuhkannya seandainya barang-barang itu akan dijual di dalam negeri misalnya karena sempitnya pasar dalam negeri akibat tingkat
Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal Investasi terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.
pendapatan riil yang rendah atau hubungan transportasi yang belum memadai.
Dengan demikian selain menambah peningkatan produksi untuk dikirim ke luar negeri, ekspor juga menambah permintaan dalam negeri sehingga secara
langsung ekspor memperbesar output industri-industri itu sendiri dan secara tidak langsung permintaan luar negeri mempengaruhi industri untuk menggunakan
faktor produksinya, misalnya modal dan juga menggunakan metode-metode produksi yang lebih murah dan efisien sehingga harga dan mutu dapat bersaing di
pasar perdagangan internasional.
2.3.5. Pajak Ekspor
Bentuk hambatan perdagangan yang paling penting atau menonjol secara histories adalah tarifftariff. Tarif pajak adalah pajak atau cukai yang dikenakan
untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas batas territorial. Tarif merupakan bentuk kebijakan perdagangan yang paling tua dan secara tradisional
telah digunakan sebagai sumber pemerintah sejak lama. Ditinjau dari segi aspek asal komoditi, ada dua macam tarif, yakni tarif
imporimpor tariff yakni pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang di impor dari negara lain, dan tarif eksporexport tariff yang merupakan pajak untuk
suatu komoditi yang di ekspor. Kemudian, apabila ditinjau dari mekanisme perhitungannya ada beberapa
jenis tariff, yaitu spesifik, gabungan dan ad valorem. Apa yang disebut dengan ad valoremad valorem tariff adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka
persentase tertentu dari nilai barang-barang yang di impor misalnya suatu negara memungut tariff 25 atas nilai atau harga dari setiap mobil yang di impor.
Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal Investasi terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.
Sedangkan tarif spesifikspecific tariff dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang di impor missal, pungutan 3 dolar untuk setiap barel minyak dan terakhir
tarif campurancompound tariff adalah gabungan dari keduanya.
2.4. EKSPOR SEKTOR INDUSTRI
Industrialisasi di Negara sedang berkembang sama sekali bukan hal baru. Amerika Latin sudah memulai industrialisasi sejak dekade tiga puluhan akibat
menurunnya sumber-sumber alam di kawasannya. Saat itu, ada kepercayaan bahwa untuk maju, suatu Negara harus melaksanakan industrialisasi. Spealisasi di
bidang pertanian identik dengan kolonialisme dan keterbelakangan. Industrialisasi dianggap sebagai resep meningkatkan aktivitas ekonomi, produktivitas, dan
peningkatan standar hidup. Keinginan lepas dari ketergantungan terhadap Negara maju membuat negara-negara Amerika Latin melakukan Industrialisasi.
2.5. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI