Negara Republik indonesia menganut azas Desentralisasi ini sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18, yang konsekuensinya dikeluarkannya Undang-
Undang tentang pelaksanaan Desentralisasi yang dikenal dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah yang
menyangkut azas Desentralisasi dan Dekonsentrasi serta membuahkan dasar-dasar bagi penyelenggaraan berbagai urusan Pemerintahan di Daerah menurut Azas
Pembantuan. Dengan dianutnya azas Desentralisasi ini maka terbentuklah Daerah- Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah.
Dari uraian tersebut diatas maka jelaslah bahwa penerapan Desentralisasi menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 menempatkan Desentralisasi sama
pentingnya dengan Dekonsentrasi yang dilaksanakan secara bersama-sama dalam suasana keseimbangan. Dari pelaksanaan azas Desentralisasi ini, maka terbentuklah
Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II yang masing-masing tidak bersifat vertikal karena memiliki Otonomi Daerah masing-masing.
1.5.2. Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi Daerah merupakan persoalan inti dalam pelaksanaan mekanisme pemerintahan di daerah dengan sebaik-baiknya, oleh sebab itu Otonomi Daerah perlu
mendapat perhatian demi untuk kemajuan daerah menuju daerah mandiri yang dapat membiayai rumah tangganya sendiri.
Secara etimologi perkataan Otonomi berasal dari bahasa latin “autos” yang berarti “sendiri” dan “nomos” yang berarti “aturan”, akan tetapi pengertian secara
Universitas Sumatera Utara
etimologi saja tidak cukup untuk menjelaskan pengertian tentang Otonomi Daerah tersebut.
Menurut Abdurrahman 1987:3 “Otonomi Daerah adalah kebebasan untuk memelihara dan memajukan kepentingan khusus Daerah dengan keuangan sendiri
dan Pemerintahan sendiri”. Sedangkan pengertian Otonomi Daerah menurut Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1974 “Otonomi Daerah adalah hak dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan
yang berlaku”. Dari pengertian tersebut diatas yang dimaksud dengan menentukan hukum
sendiri dan Pemerintahan sendiri bukan berarti daerah bebas di dalam menentukan hukum dan pemerintahannya. Jadi yang dimaksud dengan menentukan hukum sendiri
dan Pemerintahan sendiri diartikan sebagai sesuatu yang digunakan untuk menyelenggarakan urusan rumah tangga Daerahnya.
Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa penyelenggara Otonomi Daerah didasarkan pada prinsip-prinsip :
1. Pelaksanaan pemberian Otonomi Daerah harus menunjang aspirasi
perjuangan rakyat, yakni memperkokoh negara kesatuan dan mempertinggi tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia seluruhnya.
2. Pemberian Otonomi kepada Daerah harus merupakan otonomi yang nyata
dan bertanggung jawab.
Universitas Sumatera Utara
3. Azas Desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan azas Dekonsentrasi,
dengan memberikan kemungkinan pula bagi pelaksanaan Azas Tugas Pembantuan.
4. Pemberian Otonomi kepada Daerah mengutamakan aspek keserasian dan
tujuan di samping aspek pendemokrasian. 5.
Tujuan pemberian Otonomi Daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan di daerah, terutama dalam
pelaksanaan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat serta untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa. CST.
1991:11. Mengenai titik berat Otonomi Daerah pada Daerah Tingkat II dengan
mempertimbangkan bahwa Daerah Tingkat II yang lebih langsung berhubungan dengan masyarakat sehingga diharapkan dapat lebih mengerti dan memenuhi aspirasi
masyarakat tersebut. Penyerahan urusan pemerintahan kepada Daerah dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah yang
bersangkutan. Meskipun berbagai urusan telah diserahkan kepada daerah sebagai
pelaksanaan azas Desentralisasi tetapi tanggung jawab terakhir terhadap urusan- urusan tersebut tetap berada ditangan Pemerintah dan apabila diperlukan urusan-
urusan yang telah diserahkan kepada daerah itu dapat ditarik kembali menjadi urusan Pemerintah pusat.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai konsekuensi prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1994 membuka kemungkinan penghapusan atau
penataan kembali daerah otonom.
1.5.3. Pendapatan Asli Daerah