Pembelajaran Sastra di SMP

terutama puisi secara detail kepada siswa sebagai salah satu dasar mereka dalam kegiatan menulis puisi. Pembelajaran menulis puisi dapat terlaksana dengan baik apabila ada kerjasama yang baik antara guru dan siswa. Cara guru dalam mengajar puisi diduga masih menggunakan cara tradisional seperti ceramah dan penugasan. Guru mengajarkan puisi hanya dari buku-buku sastra berupa kumpulan puisi ataupun contoh puisi. Guru juga jarang mengunakan media dalam pembelajaran sastra termasuk pembelajaran puisi. Menurut Sulistyorini 2010: 11, menulis puisi merupakan kegiatan untuk menciptakan dan mengungkapkan perasaan, ide, gagasan dalam wujud tulisan dengan memperhatikan syarat-syarat unsur pembangun puisi. Kemuadian, Sulistyorini 2010: 11 mengemukakan bahwa pembelajaran menulis puisi memiliki manfaat, yaitu siswa dapat mengekspresikan pikirannya melalui bahasa yang indah dalam puisi dan siswa dapat menjadikan puisi sebagai media untuk menuangkan segala hal yang dirasakan. Siswa juga semakin terasah kreativitasnya melalui menulis puisi. Pada kurikulum Kompetensi Tingkat Satuan Pendidikan KTSP disebutkan bahwa menulis merupakan keterampilan yang harus dibelajarkan dan dikuasai oleh siswa Sulistyorini, 2010: 12. Berdasarkan pembelajaran menulis puisi kelas VIII semester II, terdapat dua kompetensi dasar. KD 16.1 Siswa mampu menulis puisi bebas dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai. KD 16.2 Siswa mampu menulis puisi bebas dengan memperhatikan unsur persajakan. Pada KD 16.1 siswa dapat menulis puisi dengan tema bebas serta menggunakan diksi atau pilihan kata yang sesuai dan pada KD 16.2 siswa dapat menulis puisi bebas dengan memperhatikan unsur persajakan. Tema bebas ini nantinya akan mempermudah siswa menuangkan hasil imajinasinya ke dalam bentuk tulisan serta memudahkan siswa dalam memahami dan menulis puisi.

C. Perkembangan Kognitif dan Karakteristik Siswa SMP

Memahami perkembangan kognitif remaja tidak bisa terlepas dari tokoh terkemuka Jean Piaget 1896-1980. Perkembangan kognitif merupakan dasar bagi kemampuan anak untuk berpikir. Hal ini sesuai dengan pendapat Susanto 2011: 48 bahwa kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecderdasan intellegence yang menandai seseorang dengan berbagai minat terutama sekali ditujukan kepada ide-ide belajar. Proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangannya sesuai dengan usianya. Pola dan tahap-tahap ini bersifat hierarki. Artinya, harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya. Piaget dalam Budiningsih, 2004: 37-40 membagi tahap-tahap perkembangan kognitif menjadi empat, pertama tahap sensorimotor usia 0-2 tahun, keduatahap preoperasional usia 2-7 tahun, ketiga tahap operasional konkret usia 7-11 tahun, dan keempattahap operasional formal usia 11-18 tahun. Perkembangan intelektual remaja rata-rata pada tahap keempat kemampuan berpikir abstrak yang menunjukkan perhatian seseorang kepada kejadian dan peristiwa yang tidak kekal Baharuddin, 2014: 118. Tahap operasional formal, diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Menurut Baharuddin 2014: 117, remaja memiliki karakteristik intelektual pada tahapan operasional formal. Pertama, mampu memecahkan masalah yang abstrak. Artinya, mampu menemukan sebuah cara yang sesuai untuk mencapai suatu tujuan. Misalnya, struktur fisik puisi siswa pada bunyi tidak beraturan, belum bisa memilih majas, terdapat citraan yang belum jelas sedangkan struktur batin puisi siswa tema masih terlalu monoton, nada dan suasana yang digunakan hanya yang tengah dirasakan. Kedua, dapat berpikir logis, artinya meningkatkan daya nalar, kreativitas, daya kritis, dan membangkitkan rasa ingin tahu. Misalnya, siswa dapat menyusun puisi dengan memperhatikan struktur fisik berupa bunyi, majas, citraan, serta struktur batin berupa tema yang berkesinambungan dengan amanat yang disampaikan. Ketiga, mengembangkan kepribadian, artinya adanya dorongan untuk mengembangkan potensi yang dimilik dengan kegiatan yang sesuai dengan kepribadian individu masing-masing. Misalnya, seorang penyair akan selalu mempunyai dorongan untuk dapat menciptakan karya baru dengan memperhatikan struktur fisik berdasarkan bunyi, majas, citraan dan struktur batin berdasarkan tema, nada dan suasana, perasaan, amanat yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Dari teori di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir dalam menghasilkan karya sastra dipengaruhi oleh kematangan otak yang mampu menunjukkan fungsinya secara baik. Selain itu, pikiran remaja juga dipengaruhi