Unsur-unsur Puisi KARAKTERISTIK PUISI SISWA SMP NEGERI KELAS VIII DI KABUPATEN SLEMAN.

Berikut contoh puisi yang di dalamnya terdapat diksi berjudul “Karawang Bekasi” karya Chairil Anwar dalam Waluyo, 1987: 75. Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi Tidak bisa teriak Merdeka dan angkat senjata lagi Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami Terbayang kami maju dan berdegap hati? Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu Kenang, kenanglah kami Kami sudah coba apa yang kami bisa Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa Kami sudah beri kami punya jiwa Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa Kami cuma tulang-tulang berserakan Tapi adalah kepunyaanmu Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan Atau tidak untuk apa-apa Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak Kenang-kenanglah kami Menjaga Bung Karno Menjaga Bung Hatta Menjaga Bung Syahrir Kami sekarang mayat Berilah kami arti Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian Kenang-kenanglah kami Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi b. Pengimajian Menurut Waluyo 1987: 78, pengimajian adalah kata atau susunan kata- kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Pengimajian disebut juga pencitraan. Sejalan dengan pendapat Effendi dalam Waluyo, 1987: 80-81, menyatakan bahwa pengimajian dalam sajak dapat dijelaskan sebagai usaha penyair untuk menciptakan atau menggugah timbulnya imaji dalam diri pembacanya, sehingga pembaca tergugah untuk menggunakan mata hati untuk melihat benda-benda, warna, dengan telinga hati mendengar bunyi-bunyian, dan dengan perasaan hati dapat menyentuh kesejukkan dan keindahan benda dan warna. Berikut contoh puisi yang di dalamnya terdapat imaji visual dan auditif berjudul “Malam dalam Lamunan” karya Amie ES dalam Sarumpaet, 2002: 143. Di langit bintang bertebaran di ujungnya bulan tampak segelintir membisikkan sekelumit resahku mengulir kataku dalam bisu mendera sebuah angan-angan jengkerik menembang di balik rumput suara khas malam sunyi di batas lamunan kucari lagi rindu terpisah tak pernah ada dalam lamunan Pada kutipan puisi di atas, imaji penglihatan terdapat pada baris pertama dan imaji pendengaran terdapat pada baris keenam dan kedelapan. Menurut Waluyo 1987: 79, ada tiga macam imaji yang ditimbulkan, yaitu imaji visual, imaji auditif, dan imaji taktil cita rasa. c. Kata Konkret Kata konkret adalah kata-kata yang digunakan oleh penyair untuk menggambarkan lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud untuk membangkitkan imaji pembaca. Disini kata-kata konkrit dimaksudkan untuk menyaran kepada arti menyeluruh. Hubungannya dengan pengimajian, kata konkret merupakan syarat atau sebab terjadinya pengimajian. Waluyo 1987: 81, mengatakan bahwa dengan kata yang diperkonkret, dapat membuat seorang pembaca membayangkan secara jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan oleh penyair. Sebagai contoh dikemukakan oleh Waluyo 1987: 81 tentang bagaimana penyair melukiskan seorang gadis yang benar-benar pengemis gembel. Penyair mempergunakan kata- kata “gadis peminta - minta” contoh lainnya, untuk melukiskan dunia pengemis yang penuh kemayaan, penyair menulis: Hidup dari kehidupan angan-angan yang gembira dari kemayaan ruang. Untuk melukiskan kedukaa nnya, penyair menulis “bulan di atas tidak ada yang punyakotaku hidupnya tak punya tanda”. Untuk mengkonkretkan gambaran jiwa yang penuh dosa digunakan; aku hilang bentukremuk. Berikut contoh puisi yang di dalamnya terdapat kata konkret berjudul “Doa” ka rya Amir Hamzah dalam Waluyo, 1987: 82. Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku? Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama meningkat naik, setelah menghalaukan panas payah terik Angin malam menghembus lemah, menyejuk badan, melambung rasa menanyang pikir, membawa angan ke bawah kursimu. Hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya. Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap-malam menyirak kelopak Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku dengan cahayamu, biar bersinar mataku sendu, biar berbinar gelakku rayu d. Majas Kehadiran majas dalam sebuah puisi menjadikan sajak-sajak dalam puisi menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran hidup, dan menimbulkan kejelasan gambaran angan. Penyair menggunakan bahasa yang bersusun-susun atau berpigura sehingga disebut bahasa figuratif. Menurut Waluyo 1987: 83, majas atau figurative language merupakan bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna. Bahasa figuratif terdiri atas pengiasan yang menimbulkan makna kias dan pelambangan yang menimbulkan makna lambang. Kiasan atau gaya bahasa memiliki beberapa jenis, di antaranya metafora, simile, personifikasi, hiperbola, sinekdoce, dan ironi, sedangkan yang termasuk pelambangan, yakni lambang warna, lambang benda, lambang bunyi, dan lambang suasana Waluyo, 1987: 84-89. 1 Metafora Metafora adalah kiasan langsung, artinya benda yang dikiaskan tidak disebutkan jadi ungakpannya langsung berupa kiasan Waluyo, 1987: 84. Kiasan ini dapat dilihat dari kutipan puisi berjudul “Padamu Jua” karya Amir Hamzah dalam Sayuti, 2010: 198. Habis kikis Segala cintaku terbang hilang Pulang kembali aku padamu Seperti dahulu Kaulah kandil kemerlap Pelita jendela di malam gelap Melambai pulang perlahan Sabar, setia selalu Pada kutipan puisi di atas, upaya mengonkretkan Engkau Ilahiah dapat dicermati pada bait II. Di sana dimunculkan pembanding: kandil kemerlap, yaitu pelita yang menyala kelap-kelip. Perbandingan tersebut membuat sifat Tuhan Yang Maha Penerang menjadi lebih nyata dalam rongga imajinasi pembaca, sebab yang terlihat dan terasakan dalam diri pembaca adalah kandil yang kemerlap. 2 Simile Kiasan yang tidak langsung disebut perbandingan atau simile. Benda yang dikiaskan kedua-duanya ada bersama pengiasnya dan digunakan kata seperti, laksana, bagaikan, bagai, bak, seumpama Waluyo, 1987: 84. Kiasan ini dapat dilihat dari kutipan puisi yang berjudul “Kampung” karyaSubagio Sastrowardojo dalam Sayuti, 2010: 196. Kalau aku pergi ke luar negeri, dik Karena hawa di sini sudah pengap oleh pikiran-pikiran beku Hidup di negeri ini seperti di dalam kampung Di mana setiap orang ikin bikin peraturan mengenai lalu lintas di gang, jaga malam dan daftar diri di kemantren Pemakaian kiasan simile dalam kutipan di atas, tampak pada unit sintaksis “hidup di negeri ini seperti di dalam kampung” , yang kemudian diikuti oleh unit-unit sintaksis yang terdapat pada bait-bait berikutnya sebagai penjelas pemakaian simile tersebut: “Di mana setiap orang ikin bikin peraturan mengenai lalu lintas di gang, jaga malam dan daftar diri di kemantren” . Pemanfaatan kiasan ini menjadi lebih jelas apa yang hendak diungkapkan dalam puisi tersebut, yakni tentang ketidakbetahan seseorang menghadapi lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun psikis. 3 Personifikasi Personifikasi adalah keadaan atau peristiwa alam yang dikiaskan sebagai keadaan atau peristiwa yang dialami oleh manusia, benda mati dianggap sebagai manusia Waluyo, 1987: 85. Kiasan ini dapat dilihat dari puisi berjudul “Surat Untuk Ayah” yang diunduh melalui http:www.duniapuisi.com . Ayah, air mataku bermain-main di atas kertas Ditemani pena yang menari-nari Meninggalkan jejak tinta di kertas berhelai Aku rindu padamu Ayah. Mengapa waktu tak kunjung menyerah Sehingga takdir memberikan keindahan pertemuan Bukankah tak semua harta membahagiakan Terlebih ketika kesepian merajut sendu Ayah, jangan biarkan aku sendiri Karena memang aku tak sanggup sunyi Menerkam hampa Di dalam jiwa tanpa sang Imam keluarga Puisi di atas, personifikasinya berupa pemberian sifat-sifat manusia terdapat pada bait pertama. Pada baris pertama Ayah, air mataku bermain-main di atas kertas dan pada baris kedua Ditemani pena yang menari-nari. Ungkapan personifikatif tersebut berperan dalam membangun keseluruhan dan keutuhan ekspresi puitik. 4 Hiperbola Hiperbola adalah kiasan yang berlebih-lebihan, penyair merasa melebih- lebihkan hal yang dibandingkan agar mendapatkan perhatian dari pembaca Waluyo, 1987: 85. Berikut contoh kutipan puisi yang menggunakan kiasan hiperbola berjudul Kepada Peminta-minta karya Chairil Anwar dalam Pradopo, 2007: 97-98. Baik-baik, aku akan menghadap Dia Menyerahkan diri dan segala dosa Tapi jangan tentang lagi aku Nanti darahku jadi beku. Jangan lagi kau bercerita Sudah tercacar semua di muka Nanah meleleh dari muka Sambil berjalan kau usap juga. Bersuara tiap kau melangkah Mengerang tiap kau memandang Menetes dari suasana kau dating Sembarang kau merebah. Puisi di atas, kiasan hiperbola terdapat pada bait I baris ketiga dan keempat. Bait II dan III dikombinasi dengan penjumlahan, maksudnya untuk lebih mengintensifkan pernyataan. Dengan demikian, lukisan tersebut menjadi sangat mengerikan dan menakutkan, perasaan dosa menjadi sangat terasa. 5 Sinekdoce Sinekdoce merupakan kiasan yang menyebutkan sebagian untuk maksud keseluruhan, atau menyebutkan keseluruhan untuk maksud sebagian Waluyo, 1987: 85. Sinekdoce dibagi menjadi dua jenis yaitu totem pro parte dan part pro toto. Disebut totem pro parte apabila menyebut keseluruhan untuk maksud sebagian. Sinekdoce part pro toto apabila menyebutkan sebagian untuk keseluruhan. 6 Ironi Ironi adalah pernyataan yang maknanya bertentangan dengan apa yang dinyatakan atau bersifat berlawanan untuk memberikan sindiran Waluyo, 1987: 86. Berikut contoh kutipan puisi berjudul Sajak Seonggok Jagung karya W.S. Rendra dalam Waluyo, 1987: 85. Apakah gunanya pendidikan Bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing Di tengah kenyataan persoalannya Apakah gunanya pendidikan Bila hanya mendorong seseorang Menjadi laying-layang di ibu kota Kikuk pulang ke daerahnya? Kutipan puisi di atas bermaksud penyair ingin menggambarkan kehidupan seorang guru dengan tujuan untuk menyindir guru-guru yang menyelewengkan wewenangnya demi memenuhi kebutuhannya dan melalaikan tugasnya sebagai pendidik generasi muda. e. Versifikasi Rima, Ritma, dan Metrum Menurut Waluyo 1987: 90, bunyi dalam puisi menghasilkan rima dan ritma. Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi. Digunakan kata rima untuk mengganti istilah persajakan pada sistem lama karena diharapkan penempatan bunyi dan pengulangannya tidak hanya pada akhir setiap baris, namun juga untuk keseluruha baris dan bait. Dalam ritma pemotongan-pemotongan baris menjadi frasa yang berulang-ulang, merupakan unsur yang memperindah puisi. 1 Rima Rima adalah pengulangan bunyi puisi untuk membentuk musikalitas dan orkestrasi. Pengulangan bunyi bertujuan agar puisi menjadi merdu jika dibaca. Dalam rima terdapat onomatope, bentuk intern pola bunyi, dan pengulangan kataungkapan. Pertama, onomatope merupakan tiruan terhadap bunyi-bunyi yang ada. Menurut Sutradji dalam Waluyo, 1987: 91, contoh penggunaan kata-kata onomatope pada puisi seperti: ngiau, huss, puss, wau, haha, dan lain sebagainya. Kedua, bentuk intern pola bunyi. Menurut Boulton dalam Waluyo, 1987: 92, yang dimaksud bentuk internal ini adalah aliterasi, asonansi, persamaan awal, dan persamaan bunyi pada akhir baris sajak berselang, sajak berangkai, dan sajak berpeluk. Alietrasi merupakan persamaan bunyi konsonan pada suku kata pertama. Asonansi merupakan ulangan bunyi vokal pada kata-kata tanpa selingan persamaan bunyi konsonan. Sajak berselang ialah persamaan bunyi dengan pola ab, ab, cd, ef, ef. Sajak berangkai ialah persamaan bunyi dengan pola aa, bb, cc, dd. Sajak berpeluk ialah persamaan bunyi dengan pola abba, cddc, baab. Ketiga, pengulangan kataungkapan. Menurut Boulton dalam Waluyo, 1987: 93, menyatakan bahwa pengulangan bunyikatafrasa memberikan efek intelektual dan efek magis yang murni. 2 Ritma Ritma berhubungan dengan bunyi dan pengulangan bunyi, kata, frasa, dan kalimat. Menurut Muljana dalam Waluyo. 1987: 94, ritma merupakan pertentangan bunyi tinggirendah, panjangpendek, keraslemas, yang mengalun dengan teratur dan berulang-ulang sehingga membentuk keindahan. Ritma puisi berbeda dengan metrum mantra. Berikut adalah contoh puisi yang di dalamnya terdapat p erulangan bunyi berjudul “Salju” karya Wing Kardjo dalam Aminuddin, 2009: 136-137. Ke manakah pergi mencari matahari ketika salju turun pohon kehilangan daun Ke manakah jalan mencari lindungan ketika tubuh kuyup dan pintu tertutup Ke manakah lari mencari api ketika bara api padam tak berarti Ke manakah pergi selain mencuci diri Pada contoh puisi di atas, terdapat perulangan bunyi asonansi atau bunyi vokal e seperti pada baris pertama bait I ke manakah pergi. Perulangan bunyi aliterasi atau perulangan bunyi konsonan n terdapat pada baris keempat bait I pohon kehilangan daun. Puisi tersebut juga terdapat perpaduan bunyi-bunyi antara setiap akhir bait, sehingga menimbulkan pola persajakan aa, bb, cc, dd yang biasa disebut sajak berangkai. f. Tata Wajah Tipografi Menurut Waluyo 1987: 97, tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama. Larik-larik puisi membentuk bait. Baris puisi tidak bermula dari tepi kiri dan berakhir ke tepi kanan baris. Tepi kiri atau tepi kanan dari halaman yang memuat puisi belum tentu terpenuhi tulisan, yang biasa disebut sebagai ciri eksistensi sebuah puisi. Berikut adalah contoh tipografi yang terdapat pada puisi berjudul “Pergi” karya Ayudya W. dalam puisi terbaik siswa SMPN 9 Semarang yang diunduh melalui http:anitamisriyahmissy.blogspot.co.id . Aku ingin pergi Pergi sejauh planet berputar Aku ingin pergi Dari semua hal menyakitkan Aku ingin pergi Walau hanya sekejap Aku ingin pergi Walau masalah dating tiba-tiba Aku ingin pergi Merasakan hawa sejuk kedamaian Aku ingin pergi Untuk lebih bahagia Menurut Wiyatmi 2008: 71, bentuk visual merupakan salah satu unsur puisi yang paling mudah dikenal. Bentuk visual meliputi penggunaan tipografi dan susunan baris bait. Bait dalam puisi tidak terikat oleh aturan-aturan paragraf. Peranan bait adalah untuk menciptakan tipografi puisi dan penekanan gagasan serta loncatan gagasan. 2. Struktur Batin Puisi Menurut Waluyo 2002: 17, struktur batin mencakup tema, perasaan penyair, nada dan suasana penyair, dan amanat. Keempat unsur tersebut menyatu dalam wujud penyampaian bahasa penyair. a. Tema Tema adalah gagasan pokok subject-matter yang dikemukakan oleh penyair melalui puisinya Waluyo, 2002: 17. Pembaca harus mengetahui latar belakang penyair agar tidak salah menafsirkan tema puisi. Berikut contoh puisi dari Gema Tanah Air dalam Sarumpaet, 2002: 35. Rumput kering kemuning terhampar luas. Gemetar tampak hawa panas atas padang sunyi. Ah, rumput, akarmu jangan turut Mengering Puisi di atas bertemakan tumbuhan. Tema bersifat khusus diacu dari penyair, objektif semua pembaca harus menafsirkan sama, dan lugas bukan makna kias yang diambil dari konotasinya. Tema yang banyak terdapat dalam puisi adalah tema ketuhanan religius, tema kemanusiaan, cinta, patriotisme, perjuangan, kegagalan hidup, alam, keadilan, kritik sosial, demokrasi, dan tema kesetiakawanan. b. Nada dan Suasana Puisi Selain tema, puisi juga mengungkapkan nada dan susasana kejiwaan. Nada mengungkapkan sikap penyair terhadap pembaca Waluyo, 2002: 37. Ada puisi yang bernada sinis, protes, menggurui, memberontak, main-main, serius, patriotik, belas kasih, takut, mencekam, santai, masa bodoh, pesimis, humor bergurau, mencemooh, karismatik, filosofis, khusyuk, dan sebagainya. Nada patriotik misalnya terdapat dalam puisi “Diponegoro” kar ya Chairil Anwar. Di masa pembangunan ini tuan hidup kembali Dan bara kagum menjadi api Di depan sekali tuan menanti Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali. Pedang di kanan, keris di kiri Berselempang semangat yang tak bisa mati. MAJU Ini barisan tak bergenderang-berpalu Kepercayaan tanda menyerbu. Sekali berarti Sudah itu mati. MAJU Bagimu Negeri Menyediakan api. Punah di atas menghamba Binasa di atas ditindas Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai Jika hidup harus merasai Maju Serbu Serang Terjang c. Perasaan dalam Puisi Puisi mengungkapkan perasaan penyair. Pembacaan puisi dengan suara keras akan lebih membantu kita menemukan perasaan penyair yang melatarbelakangi terciptanya puisi. Perasaan yang menjiwai puisi bisa perasaan gembira, sedih, terharu, patah hati, tercekam, takut, dan menyesal Waluyo, 2002: 40. Perasaan terharu terhadap suatu peristiwa terdapat dalam puisinya Hartoyo Andangjaya yang berjudul “Dari Seorang Guru kepada Muridnya”. Adakah yang kupunya, anak-anakku selain buku-buku dan sedikit ilmu sumber pengabdianku kepadamu. Kalau hari Minggu kau datang ke rumahku aku takut, anak-anakku kursi-kursi tua yang di sana dan meja tulis sederhana dan jendela-jendela yang tak pernah diganti kainnya semua padamu akan bercerita tentang hidupku di rumah tangga Ah, tentang ini tak pernah aku bercerita depan kelas, sedang menatap wajah-wajahmu remaja horison yang selalu biru bagiku karena kutahu, anak-anakku engkau terlalu muda engkau terlalu bersih dari dosa untuk mengenal ini semua d. Amanat Puisi Amanat, pesan, atau nasihat merupakan kesan yang ditangkap pembaca setelah membaca puisi Waluyo, 2002: 40. Sikap dan pengalaman pembaca sangat berpengaruh kepada amanat puisi. Cara menyimpulkan amanat puisi sangat berkaitan dengan cara pandang pembaca terhadap suatu hal. Meskipun ditentukan berdasarkan cara pandang pembaca, amanat tidak dapat lepas dari tema dan isi puisi yang dikemukakan penyair. Puisi Hartoyo Andangjaya yang berjudul “Dari Seorang Guru kepada Murid- muridnya” menampilkan kemiskinan hidup seorang guru. Keceriaan di kelas tidak tergambar di rumahnya yang miskin dengan jendela-jendela yang tak pernah diganti kainnya, kursi-kursi tua, dan meja tulis sederhana yang tidak pernah diceritakan oleh guru itu di depan kelas. Tema puisi tersebut adalah kritik sosial terhadap pemerintah yang tidak memperhatikan nasib guru. Amanat dari puisi tersebut adalah perbaikilah nasib guru, muliakanlah guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, hormatilah guru yang hidupnya menderita namun tetap berbakti dengan penuh semangat, dan jangan menilai harkat guru dari harta kekayaan tetapi dari keseluruhan martabatnya.

E. Hubungan Perkembangan Kognitif dan Menulis Puisi Siswa

Perkembangan kognitif siswa berperan penting dalam tingkah laku dan hasil belajar siswa. Pola pikir dan tingkah laku siswa merupakan hasil dari fungsi kognitif. Fungsi kognitif siswa setelah diaplikasikan maka akan timbul implikasinya dalam pembelajaran, yaitu siswa menjadi lebih mudah dalam memproses informasi atau pengetahuan yang akan didapatkan, sehingga berdampak pada hasil belajar siswa. Menulis puisi pada hakikatnya merupakan proses pemberian bentuk pengalaman lewat bahasa pilihannya Sayuti, 2000: 65. Puisi itu sendiri memang merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, diubah dalam wujud yang paling berkesan Pradopo, 2007: 7. Dapat disimpulkan, bahwa menulis puisi adalah kegiatan menyampaikan ide, perasaan, pikiran, atau gagasan ke dalam sebuah bentuk kata-kata indah dalam susunan terindah yang memiliki makna daya imajinasi yang kuat berdasarkan pengamatan sepintas. Menurut Sulistyorini 2010: 12, pembelajaran menulis puisi memiliki manfaat, yaitu siswa dapat mengekspresikan pikirannya melalui bahasa yang indah dalam puisi dan siswa pun dapat menjadikan puisi sebagai media untuk menuangkan segala hal yang dirasakan. Siswa juga semakin terasah kreativitasnya melalui menulis puisi. Remaja bukanlah generasi yang berdiam diri melihat perubahan sosial. Remaja juga mampu menyuarakan ketimpangan – ketimpangan sosial. Tema dan ide-ide yang ditampilkan selaras dengan pikiran, emosi, cita – cita, hasrat, dan sikap kaum remaja. Puisi remaja tidak berarti memiliki nilai lebih rendah dari puisi para penyair yang sudah terkenal. Dengan demikian, puisi remaja tetap diperhitungkan dalam perpuisian Indonesia juga dalam pembelajaran karena dalam puisi remaja nilai – nilai sastra. Dilihat dari segi jenis puisi, karakteristik puisi siswa SMP yang sering muncul, yakni puisi lirik, puisi epik, puisi naratif, puisi dramatik, romance, dan ode. Hal tersebut dikarenakan siswa masih berada pada tahap proses berpikir logis. Pada tahap tersebut siswa meningkatkan daya nalar, kreativitas, daya kritis, dan membangkitkan rasa ingin tahu untuk dijadikan ide suatu karyanya.

F. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini yang dilakukan oleh Reny Astuti 2013 yang berjudul Karakteristik Gaya Bahasa dalam Puisi Karya Siswa Kelas VII SMPN 14 Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis konten. Sumber data penelitian ini adalah puisi karya siswa kelas VII B dan kelas VII D SMP Negeri 14 Yogyakarta. Objek dalam penelitian ini adalah jenis, wujud, dan makna gaya bahasa pada puisi siswa. Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif kualitatif. Keabsahan data diperoleh melalui validitas semantis, referensial, expert judgement dan reliabilitas intrarater. Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian Reny adalah sama-sama mendeskripsikan karakteristik puisi karya siswa dan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian Astuti menunjukkan bahwa terdapat 2 wujud satuan gaya bahasa yang ditemukan, yaitu satuan kata dan satuan kalimat atau sintaksis. Adapun menurut jenisnya, terdapat 11 jenis gaya bahasa, yaitu gaya bahasa retorik ritense, repetisi, metafora, simile, perumpamaan epos, personifikasi, metonimi, sinekdoke pars pro toto, pertanyaan retorik, pleonasme, dan paralelisme. Makna gaya bahasa diklasifikasikan menjadi sebanyak kenam, yaitu 1 mempertanyakan situasi jiwanya, 2 alam sebagai tempat tinggal, 3 perasaan yang takterungkap, 4 situasi keadaan yang tentram, 5 perbuatan manusia yang tidak menjaga kelestarian alam, dan yang ke 6 kekaguman pada keindahan alam. Penelitian kedua dilakukan oleh Muakibatul Hasanah 2013 dengan judul “Karakteristik Struktural -Semiotik Puisi- Puisi Karya D. Zawawi Imron”. Hasil penelitian Muakibatul bahwa karakteristik puisi-puisi karya D. Zawawi Imron ditandai hal-hal berikut. Pertama, diksi yang digunakan meliputi kata-kata konkret dan konotatif yang berhubungan dengan lingkungan alam, sosial, dan spiritual. Kedua, majas yang terbentuk dari diksi yang terbanyak adalah metafora, diikuti personifikasi, dan sedikit simile. Ketiga, gaya bahasa yang digunakan adalah gaya deskriptif, parafrastis, paradoks, simbolik, klimaks, dan ironi. Keempat, citraan yang terbentuk dari penggunaan majas dan gaya bahasa adalah citraan taktil, visual, dinamik, dan auditif. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Hasanah adalah sama-sama mendeskripsikan karakteristik puisi dan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Perbedaan penelitan ini dengan penelitian Muakibatul, yakni penelitian ini fokus pada karaktersitik puisi karya siswa bedasarkan struktur fisik bunyi, majas, citraan dan struktur batin tema, nada dan suasana, perasaan, amanat sedangkan penelitian Muakibatul fokus pada struktural-semiotik puisi-puisi karya D. Zawawi Imron. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Nur’aini 2014 dengan judul “Karakteristik Puisi Karya Siswa Kelas VIII Akselerasi SMPN 5 Malang”. P enelitian Nur’aini fokus pada karakteristik penggunaan diksi, karakteristik penggunaan gaya bahasa, karakteristik pemilihan Tata Wajah Tipografi puisi, karakteristik dalam penciptaan rima, dan karakteristik dalam hal penentuan tema. Hasil penelitian Nur ’aini menunjukkan bahwa puisi karya siswa kelas VIII Akselerasi SMPN 5 Malang memiliki karakteristik tersendiri dilihat dari segi penggunaan diksi, penggunaan gaya bahasa, pemilihan Tata Wajah Tipografi, penciptaan rima, dan penentuan tema. Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian Nur’aini adalah sama -sama mendeskripsikan karakteristik puisi karya siswa dan menggunakan metode deskriptif kualitatif.