Komunikasi  dalam  komunikasi  massa  bersifat  satu  arah,  seperti  saat seseorang membaca  koran, menonton televisi, mendengarkan  radio orang
tersebut  tidak  bisa  memberikan  respon  secara  langsung  kepada  media massa.
5. Komunikasi massa menimbulkan keserempakan
Komunikasi  massa  memungkinkan  informasi  atau  pesan  tersebar  secara serempak,saat  kita  menonton  suatu  acara  televisi  tidak  hanya  kita  yang
menonton tetapi juga ribuan pemirsa lainnya.
6. Media massa mengandalkan peralatan teknis
Sebagai  alat  utama  untuk  menyampaikan  pesannya,  media  massa membutuhkan  peralatan  teknis  seperti  pemancar,  satelit,  internet  dan
sebagainya
7. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper
Gatekeeper  atau  yang  sering  disebut  penapis  informasipalang pintupenjaga  gawang  adalah  orang  yang  berperan  dalam  penyebaran
informasi melalui media massa.
84
B. Fatwa Majlis Ulama Indonesia MUI
1. Pengertian Fatwa dan Majelis Ulama Indonesia
Di dalam syariah Islam, ijtihad memiliki kedudukan yang sangat penting. Tujuan
syari’ah  tidak  akan  dapat  direalisasikan  dalam  kehidupan  individu, keluarga, jama’ah dan umat, kecuali dengan memaksimalkan ijtihad dalam ranah,
level  dan  jenisnya  yang  beragam.
85
Salah  satu  bentuk  ijtihat  itu  adalah  fatwa. Secara etomologi, fatwa berasal dari bahasa arab, bentuk kata masdar yang dapat
dieja  fitya,  futwa  dan  fatwa.  Dikatakan  dalam  bahasa  arab istaftahu  fa’aftahu
fatwa . diaseorang laki-laki menjelaskan fatwa kepadanya maka diapun memberi
fatwa  kepadanya.  Maka  afta  ialah  menjelaskan.  Fatwa,  futwa  atau  fitya  berarti penjelasan.
86
Orang  mungkin  menyimpulkan  bahwa,  berdasarkan  definisi  ini,  sebuah fakta  memerlukan  tiga  komponen,  yaitu  seseorang  untuk  memberikan  pendapat
84
Nuruddin,  Pengantar Komunikai Massa  Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007,h. 14.
85
Yusuf  al-Qardhawi,  Mujibat  Taghasyyur  al-fatwa  fi  ashrina,  faktor-faktor  pengubah fatwa, terj. Arif Munandar Riswanto
Jakarta: Pustaka al-Kausar, 2009, h. 15.
86
Ibid, h. 16.
yang disebut dengan mufti, orang yang meminta fatwa yang disebut mustafti, dan tindakan memberikan fatwa yang disebut futya atau ifta.
Ifta merupakan  kata  yang  lebih  khusus  dibanding  kata  ijtihad.  Ijtihad
merupakan  istimbath  hukum  dari  nashnya,  baik  ada  pertanyaan  berkenaan  topik yang diijtihadkan atau tidak ada pertanyaan. Sedangkan ifta merupakan istimbath
hukum yang dilatari adanya suatu kasus yang terjadi atau pertanyaan orang awam dan  menuntut  seorang  fakih  untuk  mencari  tahu  hukumnya,  dan  menjelaskan
hukum tersebut kepada penanya itu sebagai suatu fatwa yang dijadikan pegangan dalam pengalaman.
87
Selanjutnya mufti’ adalah mujtahid atau ahli fiqih dalam istilah ushul fiqih.
Fatwa  yang  benar  disamping  menuntut  beberapa  syarat  lain,  yaitu:  pengetahuan tentang  kasus  yang  dimintakan  fatwanya,  kajian  psikologis  sipeminta  fatwa,  dan
situasi  dan  kondisi  sosiologis  masyarakat  dimana  peminta  fatwa  itu  hidup  agar dapat  diketahui  pengaruh  fatwa  itu,  baik  positif  maupun  negatif.
88
Akan  tetapi kenyataan  yang  terjadi  belakangan  ini,  mufti  tidak  lagi  dibatasi  dengan  batasan
pengertian  di  atas,  mufti  juga  dipergunakan  untuk  menunjuk  kepada  orang  yang mengetahui  fiqih  mazhab-mazhab,  dimana  kerja  mereka  sekedar  mengutip  teks
kitab-kitab fiqih. Dalam  alquran,  banyak  ayat  yang  mengindikasikan  adanya  fatwa  yang
akan muncul ditengah-tengah kehidupan, petunjuk tersebut dapat kita tangkap dari banyaknya  ayat  memunculkan  pertanyaan-pertanyaan  yang  kemudian  dijawab
oleh  alquran  sendiri  dengan  jawaban  yang  kongkret,  namun  kadang-kadang muncul  juga  pertanyaan  yang  diajukan  oleh  alquran  agar  manusia  mampu
menjawabnya  dengan  dasar-dasar    pengetahuan  agamis  dan  pengetahuan  umum yang bersifat rasional dan dapat dapat dipertanggungjawabkan .  beberapa  contoh
ayat-ayat tersebut antara lain
Q.S
al-Baqoroh ayat 189.
87
Ahmad Qarib, Ushul fiqh 1 Jakarta: PT. Simas Multima, 1997, h. 214.
88
Ibid , h. 214.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: Bulan sabit itu  adalah  tanda-tanda  waktu  bagi  manusia  dan  bagi  ibadat  haji;  dan
bukanlah  kebajikan  memasuki  rumah-rumah  dari  belakangnya,  akan tetapi  kebajikan  itu  ialah  kebajikan  orang  yang  bertakwa.  dan  masuklah
ke  rumah-rumah  itu  dari  pintu-pintunya;  dan  bertakwalah  kepada  Allah agar kamu beruntung.
89
Selanjutnya An-Nisa ayat 127 dan 176
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 Artinya  :  Dan  mereka  minta  fatwa  kepadamu  tentang  Para  wanita.  Katakanlah:
Allah  memberi  fatwa  kepadamu  tentang  mereka,  dan  apa  yang dibacakan kepadamu dalam Al Quran juga memfatwakan tentang Para
wanita  yatim  yang  kamu  tidak  memberikan  kepada  mereka  apa  yang ditetapkan  untuk  mereka,  sedang  kamu  ingin  mengawini  mereka  dan
tentang  anak-anak  yang  masih  dipandang  lemah.  dan  Allah  menyuruh kamu  supaya  kamu  mengurus  anak-anak  yatim  secara  adil.  dan
kebajikan  apa  saja  yang  kamu  kerjakan,  Maka  Sesungguhnya  Allah adalah Maha mengetahuinya
.
90
89
Depag RI, Alquran dan Terjemahan  Jakarta: Departemen Agama, 1984, h. 29.
90
Depag RI, Alquran dan Terjemahan  Jakarta: Departemen Agama, 1984, h. 98.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 Artinya: Mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah. Katakanlah: Allah
memberi fatwa kepadamu tentang kalalah yaitu: jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan,
Maka  bagi  saudaranya  yang  perempuan  itu  seperdua  dari  harta  yang ditinggalkannya,  dan  saudaranya  yang  laki-laki  mempusakai  seluruh
harta  saudara  perempuan,  jika  ia  tidak  mempunyai  anak;  tetapi  jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari
harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka ahli waris itu  terdiri  dari  saudara-saudara  laki  dan  perempuan,  Maka  bahagian
seorang  saudara  laki-laki  sebanyak  bahagian  dua  orang  saudara perempuan.  Allah  menerangkan  hukum  ini  kepadamu,  supaya  kamu
tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu
.
91
Majlis  Ulama  Indonesia  adalah  wadah  atau  majelis  yang  menghimpun para ulama, Zu’ama dan cendikiawan muslim indonesia untuk menyatukan gerak
dan langkah-langkah umat Islam Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama. Majelis Ulama Indonesia MUI adalah wadah musyawarah bukan ormas. Majelis
Ulama  Indonesia  tidak  memiliki  stelsel  keanggotaan  .  Majelis  Ulama  Indonesia juga bukan merupakan federasi ormas-ormas kelembagaan Islam.
92
Berbeda dengan organisasi Islam yang lain, Majelis Ulama Indonesia yang berdasarkan  UU  nomor  8  tahun  1985  dimasukkan  dalam  kategori  organisasi
kemasyarakatan,  Majelis  Ulama  Indonesia  tidak  mempunyai  anggota  dan  tidak mempunyai garis  organisatoris vertikal terhadap Majelis Ulama Indonesia tingkat
I  dan  tingkat  II,  serta  tidak  operasional  dalam  arti  mengadakan  kegiatan  seperti organisasi  Islam  lazimnya  misalnya  menyelenggarakan  majlis  ta’lim,  madrasah,
ke mesjid dan sebagainya.
93
91
Depag RI, Alquran dan Terjemahan  Jakarta: Departemen Agama, 1984, h. 106.
92
Tim  Penyusun,  Pedoman  Penyelenggaraan  Organisasi  Majelis  Ulama  Indonesia Jakarta: Majelis Ulama Indonesia, 2010, h. 45.
93
Ibid, h. 46.
Menurut  pedoman  dasarnya.  Majelis  Ulama  Indonesia  adalah  wadah musyawarah  para  ulama  Zu’ama,  pemimpin  organisasi  Islam  dan  cendikiawan
muslim. Usahanya memberi nasihat kepada  pemerintah dan masyarakat, bekerja sama  dengan  organisasi-organisasi  Islam  dalam  memberikan    bimbingan  dan
tuntunan  kepada  umat,  memperkokoh  ukhuwah  Islamiyah  dan  memantapkan kerukunan  antar  umat  beragama,  serta  mengkoordinasikan  dan  memberikan
bimbingan  kepada  Majelis  Ulama  Indonesia  daerah  tingkat  II.  Koordinasi  dan bimbingan  di  sini  tidaklah  seperti  yang  dikerjakan  oleh  suatu  pengurus  besar
Organisasi  Islam  kepada  cabang-cabangnya,  karena  Majelis  Ulama  Indonesia daerah tingkat I dan daerah tingkat II itu berdiri sendiri, dan dalam pembentukan
dewan pimpinan tidak ada pengesahan dari Majelis Ulama Indonesia pusat.
94
2. Kedudukan Fatwa