dikenakan karena tidak ditentukan dalam UUKUP. Namun, hukuman disiplin sebagaimana diatur dalam PP No. 53 Tahun 2010 boleh dikenakan terhadap wajib pajak orang pribadi
dalam kedudukan sebagai pegawai negeri sipil berdasarkan pertimbangan bahwa telah melanggar sumpahjanji sebagai pegawai negeri sipil.
48
Tindak pidana itu meliputi: Perundang-undangan perpajkan dengan jelas menyebutkan perbuatan pidana di
bidang perpajakan dengan istilah “Tindak Pidana Perpajakan”.
49
Tindak Pidana di bidan perpajakan atau dalam peristilah lain disebut tindak Pidana Fiskal antara lain:
a. Tindak Pidana Surat Pemberitahuan SPT; b. Tindak Pidana NPWP Nomor Pokok Wajib Pajak;
c. Tindak Pidana Pembukuan; d. Tindak Pidana tidak Menyetorkan Pajak yang telah dipotong atau dipungut;
e. Tindak Pidana Pembocoran Rahasia;
50
Hukum pajak sebagai hukum positif merupakan bagian tak terpisahkan dari hukum publik. Substansi hukum pajak memuat kaidah hukum tertulis karena dalam kenyataannya
a. Perbuatan yang dilakukan oleh orang atau oleh badan melalui orang; b. yang memenui perumusan Undang-Undang;
c. yang oleh Undang-Undang diancam dengan pidana; d. yang melaan atau bertentangan dengan hukum;
e. yang merugikan masyarakat oarang f. yang dilakukan dibidang perpajakan
2. Kaidah Hukum Pajak
48
Ibid
49
Bambang Waluyo, Tindak Pidana Perpajakan, Jakarta: Pradnya Paramita, 1989, hlm. 95
50
Ibid
bahwa kelahirannya didasarkan pada Undang-Undang Pajak sebagai produk politik dari Dean Perwakilan Rakyat bersama dengan Presiden. Ketentuan ini tersebar dalam berbagai Undang-
Undang pajak yang bersifat formal maupun bersifat materiil. Hal ini bertujuan untuk mengingatkan kepada pihak-pihak yang terkait dengan hukum pajak agar memahami kaidah
hukum pajak dalam pelaksanaan dan penegakannya, baik diluar maupun dilembaga peradilan pajak, dengan demikian hukum pajak tidak mengenal keberadaan kaidah hukum pajak tidak
tertulis karena kelahirannya tidak dilandasi dengan praktik perpajakan didalam masyarakat.
51
Di samping itu, dikenal pula kaidah hukum pajak yang bersifat umum maupun bersifat abstrak dan terarah kepada pihak-pihak yang diharapkan menaati hukum pajak.
Sehingga menurut Jimly Asshiddiqie karena ditujukan kepada semua subjek yang terkait tanpa menunjuk atau mengaitkannya dengan subjek konkret, pihak atau individu tertentu.
52
Munculnya kejahatan di bidang perpajakan, didasarkan pada kaidah hukum pajak yang berupaya membedakan dalam bentuk seperti “karena kelalaian” atau “dengan
kesengajaan”. Kaida hukum yang bersifat umum maupun bersifat abstrak, inilah yang biasanya menjadi
materi peraturan hukum yang berlaku bagi setiap orang atau siapa saja yang dikenai perumusan kaidah ukum yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang terkait.
53
Adanaya perbedaan itu tergantung pada niat dari pelaku untuk mewujudkan perbuatannya yang terjaring dalam kaida hukum pajak. Sebenarnya kejahatan dibidang
perpajakan muncul karena didasarkan pada niat pelakunya saat melaksanakan tugas dan kewajiban masing-masing.
54
Kejahatan yang terkait dalam pelaksanaan hukum pajak memiliki keanekaragaman, karena didasarkan pada berbagai kepentingan yang hendak dilindungi terutama kepentingan terhadap
3. Jenis Kejahatan di Bidang Perpajakan
51
Muhammad Djafar Saidi, Eka Merdekawati Djafar, Kejahatan Di Bidang Perpajakan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011, hlm. 7.
52
Ibid
53
Ibid
54
Ibid
pendapatan negara. Keanekaragaman kejahatan dibidang perpajakan sangat terkait dengan kaidah hukum pajak yang wajib dilaksanakan oleh pihak-pihak berdasarkan tugas da
kewajiban di bidang perpajakan.
55
Kaidah hukum pajak yang memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan tugas merupakan tanggung jawab pegawai pajak maupun pejabat pajak.
Sementara itu, kaidah hukum pajak yang terkait dengan pemenuhan kewajiban merupakan tanggung jawab wajib pajak dan pihak lain.
56
Kejahatan dibidang perpajakan tidak boleh digolongkan kedalam kejahatan yang bersifat menimnulkan kerugian pada keuangan negara dan perekonomian negara.
57
Oleh karena itu unsur, unsur kerugian dan keuangan negara atau pereonomian negara merupakan
salah satu unsur delik korupsi, sebaliknya kejahatandi bidang perpajakan memiliki unsur “dapat menimbulkan kerugian pada pendatapan negara”.
58
Dalam arti delik pajak memiliki unsur kerugian yang berbeda dengan usnur kerugian pada delik korupsi. Walaupun demikian,
baik delikpajaknmaupun delik korupsi, keduanya merupakan kejahatan yang berada diluar jangkauan KUHP kerena diatur secara tersendiri dalam Undang-Undang yang berbeda.
59
Pertimbangannya adalah pada adanya asas hukum “lex specialis derogat legi generali”. Misalnya, delik pajak telah diatur dalam hukum pajak, khususnya dalam UUKUP, sementara
itu delik korupsi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Kedua jenis delik ini diatur dalam peraturan hukum yang berbeda sehingga tida boleh disamakan antara delik pajak dan delik korupsi, walaupun salah satu unsur delik
hampir sama, tetapi tetap memiliki perbedaan substansif.
60
55
Ibid, hlm. 8
56
Ibid
57
Ibid
58
Ibid
59
Ibid
60
Ibid
Kejahatan di bidang perpajakan merupakan awal dari delik pajak yang terkait dengan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Adapun jenis kejahatan
dibidang perpajakan, antara lain sebagai berikut:
61
61
Ibid, hlm. 10.
1. Menghitung atau menetapkan pajak; 2. Bertindak diluar kewenangan;
3. Melakukan pemerasan dan pengancaman; 4. Penyalahgunaan kekuasaan;
5. Tidak mendaftarkan diri tau melaporkan usahanya; 6. Tidak menyampaikan surat pemberitahuan;
7. Pemalsuan suart pemberitahuan; 8. Menyalahgunakan nomor pokok wajib pajak;
9. Menggunakan tanpa hak nomor pokok wajib pajak; 10. Menyalahgunakan pengukuhan pengusaha kena pajak;
12. Menolak untuk diperiksa; 13. Pemalsuan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain;
14. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan
buku, catatan, atau dokumen lain; 15. Tidak menyimpan buku, catatan atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan; 16. Tidak menyetor pajak yang telah dipotong atau dipungut;
17. Menerbitkan danatau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, danatau bukti setoran pajak;
18. Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak;
19. Tidak memberikan keterangan atau bukti; 20. Menghalangi atau mempersulit penyidikan delik pajak; dan
21. Tidak memenuhi kewajiban memberikan data atau informasi; 22. Tidak terpenuhi kewajiban pejabat pajak dan pihak lain;
23. Tidak memberikan data dan informasi perpajakan; 24. Menyalahgunakan data dan informasi perpajakan;
25. Tidak memenuhi kewajiban merahasiakan rahasia wajib pajak; 26. Tidak dipenuhi kewajiban merahasiakan wajib pajak;
Upaya untuk menghindari agar tidak terjadi kejahatan dibidang perpajakan tergantung kepada perilaku dan kepatuhan untuk melaksanakan tugas, kewajiban, dan larangan.
Penghindaran untuk tidak melakukan kejahatan merupakan tindakan atau perbuatan hukum yang dihararapkan menjadi dasar panutan agar tidak dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara.
62
Inilah yang merupakan substansi hukum pajak berupa terwujudnya keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum dalam berbangsa dan bernegara.
63
Kalau dicermati secara seksama, berbagai kejahatan di bidang perpajakan karena pelaksanaan hukum pajak, korbannya lebih banyak terarah kepada negara dibandingkan
kepada wajib pajak. Keberadaan hukum pajak sebagai hukum positif pada hakikatnya bertujuan untuk melindungi kepentingan negara dengan tidak mengabaikan kepentingan
wajib pajak.
64
62
Ibid, hlm. 11
63
Ibid
64
Ibid, hlm. 12.
Perlindungan kepada negara selalu mengarah kepada penerapan sanksi pidana maupun sanksi disiplin terhadap kejahatan yang dapat menimbulkan kerugian pada negara.
B. Ketentuan Tindak Pidana Korupsi 1. Undang-Undang Korupsi dalam Ruang Lingkup Perpajakan