Pengertian Asas Concurcus Idealis

Indonesia Corruption Watch adalah sebuah organisasi non-pemerintah NGO yang mempunyai misi mengawasi dan melaporkan kepada publik mengenai aksi korupsi yang terjadi di Indonesia. 2. Transparancy International IT Transparancy International adalah sebuah lembaga internasional yang bertujuan memerangi korupsi publik. Organisasi in bersifat nirlaba tidak mencari keuntungan.

C. Hubungan Tindak Pidana Perpajakan dan Tindak Pidana Korupsi 1. Asas Pidana Concurcus Idealis

1. Pengertian Asas Concurcus Idealis

Gabungan perbuatan yang dapat dihukum mempunyai tiga bentuk,concursus ini diatur didalam KUHP Bab. VI, adalah sebagai berikut : 79 1. Concursus Idealis Pasal 63 KUHP 2. Concursus Berlanjut Pasal 64 KUHP 3. Concursus Realis Pasal 65 – 71 KUHP KUHP mengatur perbarengan tindak pidana dalam Bab. VI Pasal 63 – 71. Dalam rumusan pasal maupun Bab. IX, KUHP tidak memberikan definisi perbarengan tindak pidana Concursus. Namun, dari rumusan pasal-pasalnya dapat diperoleh pengertian dan sistem pemberian pidana bagiconcursus sebagai berikut. 1. Concursus Idealis Pasal 63 KUHP Concursus idealis yaitu suatu perbuatan yang masuk ke dalam lebih dari aturan pidana. Sistem pemberian pidana yang dipakai dalam concursus idealis adalah sistem absorbsi, yaitu hanya dikenakan pidana pokok yang terberat. Jadi misalnya terjadi pemerkosaan di jalan umum, maka pelaku dapat diancam dengan pidana penjara 12 tahun menurut Pasal 285, dan pidana penjara 2 tahun 8 bulan menurut Pasal 281. 79 P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya 1997, hlm. 677. Dengan sistem absorbsi, maka diambil yang terberat yaitu 12 tahun penjara. Namun, apabila ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis dan maksismumnya sama, maka menurut VOS ditetapkan pidana pokok yang mempunyai pidana tambahan paling berat. Sebaliknya, jika dihadapkan pada tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis, maka penentuan pidana terberat didasarkan pada urutan jenis pidana menurut Pasal 10 KUHP. Selanjutnya dalam Pasal 63 ayat 2 terkandung adagium lex specialis derogat legi generali aturan undang-undang yang khusus meniadakan aturan yang umum. Jadi misalkan ada seorang ibu melakukan aborsipengguguran kandungan, maka dia dapat diancam dengan Pasal 338 tentang pembunuhan dengan pidana penjara 15 tahun. Namun karena Pasal 341 telah mengatur secara khusus tentang tindak pidana ibu yang membunuh anaknya, maka dalam hal ini tidak berlaku sistem absorbsi. Ibu tersebut hanya diancam dengan Pasal 341. 2. Concursus Berlanjut Pasal 64 KUHP Perbuatan berlanjut terjadi apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan kejahatan atau pelanggaran, dan perbuatan-perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut. Dalam MvT Memorie van Toelichting, kriteria “perbuatan-perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut” adalah: 80 80 Adami Chazawi, SH, Pelajaran Hukum Pidana Bagian, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2005, hlm. 129. a. harus ada satu keputusan kehendak b. masing-masing perbuatan harus sejenis c. tenggang waktu antara perbuatan-perbuatan itu tidak terlalu lama. Sistem pemberian pidana bagi perbuatan berlanjut menggunakan sistem absorbsi, yaitu hanya dikenakan satu aturan pidana terberat, dan bilamana berbeda-beda maka dikenakan ketentuan yang memuat pidana pokok yang terberat. Pasal 64 ayat 2 merupakan ketentuan khusus dalam hal pemalsuan dan perusakan mata uang, sedangkan Pasal 64 ayat 3 merupakan ketentuan khusus dalam hal kejahatan- kejahatan ringan yang terdapat dalam Pasal 364 pencurian ringan, 373 penggelapan ringan, 407 ayat 1 perusakan barang ringan, yang dilakukan sebagai perbuatan berlanjut. 3. Concurcus Realis Concursus realis terjadi apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan, dan masing- masing perbuatan itu berdiri sendiri sebagai suatu tindak pidana tidak perlu sejenis dan tidak perlu berhubungan. Sistem pemberian pidana bagi concursus realis ada beberapa macam, yaitu: 81 b. Apabila berupa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis, maka semua jenis ancaman pidana untuk tiap-tiap kejahatan dijatuhkan, tetapi jumlahnya tidak a. Apabila berupa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok sejenis, maka hanya dikenakan satu pidana dengan ketentuan bahwa jumlahmaksimum pidana tidak boleh melebihi dari maksimum terberat ditambahsepertiga. Sistem ini dinamakan sistem absorbsi yang dipertajam. Misal A melakukan tiga kejahatan yang masing-masing diancam pidana penjara 4 tahun, 5 tahun, dan 9 tahun, maka yang berlaku adalah 9 tahun + 13 x 9 tahun = 12 tahun penjara. Jika A melakukan dua kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 1 tahun dan 9 tahun, maka berlaku 1 tahun + 9 tahun = 10 tahun penjara. Tidak dikenakan 9 tahun + 13 x 9 tahun, karena 12 tahun melebihi jumlah maksimum pidana 10 tahun. 81 Ibid, hlm. 141 boleh melebihi maksimum pidana terberat ditambah sepertiga. Sistem ini dinamakan sistem kumulasi diperlunak. Misalkan A melakukan dua kejahatan yang masing-masing diancam pidana 9 bulan kurungan dan 2 tahun penjara. Maka maksimum pidananya adalah 2 tahun + 13 x 2 tahun = 2 tahun 8 bulan. Karena semua jenis pidana harus dijatuhkan, maka hakim misalnya memutuskan 2 tahun penjara 8 bulan kurungan. Jadi dalam kasus tindak pidana perpajakan yang dilakukan oleh Gayus Halomoan P Tambunan ini terdapat hubungan dengan tindak pidana korupsi yang dapat dibuktikan melalui Bab VII Ketentuan Khusus Pasal 36A ayat 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan: 82 Pasal 43A ayat 3: “pegawai pajak yang dengan masud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaanya memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk mmbayar, atau menerima pembayaran, atau untuk mengerjaka sesuatu untuk dirinya sendiri, diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentng Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”. 83 82 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan KUP, Bandung: Fokus Media, 2010, hlm. 54. 83 Ibid, hlm. 61. “Apabila dari bukti permulaan ditemukan unsur tindak pidana korupsi, pegawai Diektorat Jendral Pajak yang tersangkut wajib diproses diproses menurut ketentuan hukum tindak pidana korupsi”. BAB III REALISASI PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG KORUPSI A. Penegakan dan Kedudukan Hukum Pidana Dalam Pajak

1. Tujuan Penegakan Hukum Pidana dalam Pajak

Dokumen yang terkait

Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Perpajakan Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Dalam Memberantas Tindak Pidana Perpajakan Dihubungkan Dengan Undang-Undang N0. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberan

2 52 115

Tinjauan Normatif Terhadap Pembatasan Berlakunya Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan dan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Dalam Penyelesaian Kasus Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan Uang Merugikan Keuangan Negara.

0 0 36

EFEKTIVITAS SANKSI PIDANA BAGI WAJIB PAJAK YANG MELANGGAR KETENTUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN.

0 0 114

Efektivitas Sanksi Pidana Bagi Wajib Pajak Yang Melanggar Ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.

0 1 114

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ( KUP ) Undang-undang nomor 28 tahun 2007

0 0 46

EFEKTIVITAS SANKSI PIDANA PAJAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (Studi di Pengadilan Pajak Jakarta)

0 0 9

Bab II - Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Perpajakan Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Dalam Memberantas Tindak Pidana Perpajakan Dihubungkan Dengan Undang-Undang N0. 20 Tahun 2001 Tentang

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Perpajakan Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Dalam Memberantas Tindak Pidana Perpajakan Dihubungkan Dengan Undang-Und

0 1 18

EFEKTIVITAS SANKSI PIDANA BAGI WAJIB PAJAK YANG MELANGGAR KETENTUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SKRIPSI

0 0 49

EFEKTIVITAS SANKSI PIDANA BAGI WAJIB PAJAK YANG MELANGGAR KETENTUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SKRIPSI

0 0 49