Analisis Pengaruh Laba Akuntansi dan Laba Tunai terhadap Dividen Kas dengan Likuiditas sebagai Variabel Moderasi pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia
SKRIPSI
ANALISIS PENGARUH LABA AKUNTANSI DAN LABA TUNAI TERHADAP DIVIDEN KAS DENGAN LIKUIDITAS
SEBAGAI VARIABEL MODERASI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI
BURSA EFEK INDONESIA (BEI)
OLEH
VORRIES FLOREENTA 110503093
PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2015
(2)
i PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pengaruh Laba Akuntansi dan Laba Tunai terhadap Dividen Kas dengan Likuiditas sebagai Variabel Moderasi pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/ atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/ atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, Juli 2015 Yang Membuat Pernyataan
Vorries Floreeenta 110503093
(3)
ii ABSTRAK
Analisis Pengaruh Laba Akuntansi dan Laba Tunai terhadap Dividen Kas dengan Likuiditas sebagai Variabel Moderasi pada Perusahaan Manufaktur
di Bursa Efek Indonesia
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh laba akuntansi dan laba tunai sebagai variabel independen dengan likuiditas sebagai variabel moderating terhadap dividen kas yang dibayarkan setiap tahun oleh perusahaan kepada investor. Populasi dalam penelitian ini adalah 131 perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia selama periode 2010 hingga 2012. Pemilihan sampel adalah dengan menggunakan purposive sampling dan hanya 21 perusahaan yang memenuhi kriteria.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah dividen kas dipengaruhi oleh laba akuntansi dan laba tunai. Namun, likuiditas tidak mampu memoderasi baik hubungan laba akuntansi dengan dividen kas ataupun hubungan laba tunai dengan dividen kas.
Kata Kunci: Laba Akuntansi, Laba Tunai, Likuiditas dan Dividen Kas
(4)
iii ABSTRACT
The Impact Analysis of Accounting Income and Cash income on Cash Dividend with Liquidity as Moderating Variable on Manufacturing Company listed in
Indonesia Stock Exchange
The aim of this research is to study the impacts of accounting income and cash income as independent variables, and liquidity as moderating variable towards cash dividend paid annually by company to investor. Population of this research is 131 manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange during the period of 2010 until 2012. The election of sample is using purposive sampling and only 21 companies that meet the criteria.
This research concludes that the amount of cash dividend is influenced by both accounting income and cash income. However, liquidity can moderate neither the relationship between accounting income and cash dividend nor the relationship between cash income and cash dividend.
Keywords: Accounting Income, Cash Income, Liquidity and Cash Dividend
(5)
iv KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul “Analisis Pengaruh Laba Akuntansi dan Laba Tunai terhadap Dividen Kas dengan Likuiditas sebagai Variabel Moderasi pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia”. Tujuan penyusunan skripsi ini adalah dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memeroleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Departemen Akuntansi Universitas Sumatera Utara.
Selama proses penyusunan skripsi ini, saya memeroleh banyak bimbingan, dukungan, nasehat, dan bantuan lain baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac., Ak., C.A., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univesitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, M.A.F.I.S., Ak., selaku Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs. Hotmal Jafar, M.M., Ak., selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si., Ak., selaku Ketua Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan Ibu Dra. Mutia Ismail, M.M., Ak., selaku Sekretaris Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
(6)
v 4. Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si., Ak., selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak., selaku Dosen Penguji dan Bapak Dr. Rustam, M.Si., Ak., selaku Dosen Pembanding, atas segala saran dan masukan yang telah diberikan selama ini. 5. Bapak Drs. Rustam, M.Si, Ak., selaku Dosen Wali yang telah membantu
saya dalam konsultasi akademik selama perkuliahan.
6. Seluruh Staf dan Karyawan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
7. Kedua orangtua penulis, Susanto Cahyadi dan Tan Pai Pin, ketiga saudara-saudara penulis, Erick Elfanso, Enddy Elfanso dan Jervis Victor dan teman-teman seperjuangan selama proses perkuliahan. Terima kasih atas dukungan doa, kasih sayang, dan motivasi yang selama ini diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membacanya serta dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan bahan masukan bagi penelitian selanjutnya. Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan berkat dan karunia-Nya.
Medan, 11 Juli 2015 Penulis
Vorries Floreenta NIM: 110503093
(7)
vi DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN ………...……….. i
ABSTRAK ………..... ii
ABSTRACT ………......iii
PENGANTAR ………..…….... iv
DAFTAR ISI ………...vi
DAFTAR GAMBAR ………... viii
DAFTAR TABEL ………...ix
DAFTAR LAMPIRAN ………...…..…x
BAB 1 PENDAHULUAN ……… 1
1.1 Latar Belakang ………. 1
1.2Perumusan masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.4Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1Tinjauan Pustaka ... 9
2.1.1 Dividen 9
2.1.2 Pengertian Laba 17
2.1.2.1Laba Akuntansi ... 18
2.1.2.2 Laba Tunai ... 20
2.1.3 Likuiditas 21
2.2Rincian Penelitian Terdahulu ... 22
2.3 Kerangka Konseptual ... 23
2.4 Hipotesis Penelitian ... 24
BAB III METODE PENELITIAN ... 26
3.1Jenis Penelitian ... 26
3.2 Definisi Operasional ... 26
3.2.1Variabel Dependen ... 26
3.2.2 Variabel Independen ... 26
3.2.3Variabel Moderasi ... 27
3.3 Skala Pengukuran ... 27
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ... 28
3.5 Jenis Data ... 28
3.6 Metode Pengumpulan Data ... 28
3.7 Teknik Analisis ... 29
3.7.1 Uji Asumsi Klasik ... 29
3.6.1.1 Uji Normalitas ... 29
3.6.1.2 Uji Multikoloniaritas ... 30
3.6.1.3Uji Heterokedastisitas ... 30
3.6.1.4Uji Autokorelasi ... 31
3.7.2 Uji Hipotesis ... 32
3.6.2.1 Analisis Regresi Berganda ... 32
3.6.2.2Analisis Regresi Moderasi ... 33 Universitas Sumatera Utara
(8)
vii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35
4.1Gambaran Umum ... 35
4.2 Uji Asumsi Klasik ... 35
4.2.1 Uji Normalitas ... 35
4.2.2Uji Multikolonieritas ... 39
4.2.3Uji Heteroskedastisitas... 40
4.2.4 Uji Autokorelasi ... 41
4.3 Uji Regresi Berganda... 42
4.4 Pengujian Hipotesis ... 43
4.4.1Analisis Koefisien Determinasi ... 43
4.4.2Uji Signifikansi Parsial (Uji t) ... 44
4.4.3Uji Signifikansi Simultan (Uji F) ... 45
4.5 Uji Regresi Moderasi ... 46
4.5.1 Uji Signifikan Likuiditas dalam Memoderasi Pengaruh Laba Akuntansi terhadap Dividen Kas ... 47
4.5.2Uji Signifikan Likuiditas dalam Memoderasi Pengaruh Laba Tunai terhadap Dividen Kas ... 48
4.6 Pembahasan Hasil Penelitian ... 49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52
5.1Kesimpulan ... 52
5.2 Keterbatasan Penelitian ... 52
5.3Saran ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 54
(9)
viii DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman Gambar 1.1
Gambar 2.1
Rasio Pembayaran Dividen Perusahaan Manufaktur di BEI………...………
Kerangka Konseptual ……..……… 23 4
Gambar 4.1 Histogram ……… 36
Gambar 4.2 Normal P-Plots………. 36
Gambar 4.3 Histogram Setelah Trimming………...… 37
Gambar 4.4 Normal P-Plots Setelah Trimming…...……… 38
Gambar 4.5 Uji Heterokesdastisitas………...…………... 40 Gambar 4.6
Gambar 4.7
Menentukan Nilai ttabel dengan Microsoft Excel……...
Menentukan Nilai Ftabel dengan Microsoft Excel……..
44 46
(10)
ix DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1 Rincian Penelitian Terdahulu ………. 22
Tabel 3.1 Skala Pengukuran ………... 27
Tabel 4.1 Uji Kolmogorov-Smirnov………... 39
Tabel 4.2 Uji Multikolonieritas ……….. 39
Tabel 4.3 Uji Autokorelasi ………. 41
Tabel 4.4 Uji Regresi Berganda. ……… 42
Tabel 4.5 Koefisien Determinasi. ………... 43
Tabel 4.6 Uji Signifikansi Parsial………….……... 45
Tabel 4.7 Uji Signifikansi Simultan ………...……… 46 Tabel 4.8
Tabel 4.9
Uji Moderasi I ……….………...
Uji Moderasi II ………... 47 48
(11)
x DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman Lampiran 1 Daftar Populasi Perusahaan Manufaktur di BEI ……... 56 Lampiran 2
Lampiran 3 Lampiran 4
Daftar Sampel Perusahaan Manufaktur di BEI ………. Daftar Dividen Kas Perusahaan Manufaktur di BEI … Daftar Laba Akuntansi Perusahaan Manufaktur di BEI
60 61 62 Lampiran 5
Lampiran 6 Lampiran 7
Daftar Laba Tunai Perusahaan Manufaktur di BEI ….. Rasio Pembayaran Dividen Kas Perusahaan
Manufaktur di BEI………. Current Ratio Perusahaan Manufaktur di BEI ………..
63 64 65 Lampiran 8
Lampiran 9
Output SPSS ……….. Tabel Durbin-Watson (DW), α = 5% ………
66 70
(12)
ii ABSTRAK
Analisis Pengaruh Laba Akuntansi dan Laba Tunai terhadap Dividen Kas dengan Likuiditas sebagai Variabel Moderasi pada Perusahaan Manufaktur
di Bursa Efek Indonesia
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh laba akuntansi dan laba tunai sebagai variabel independen dengan likuiditas sebagai variabel moderating terhadap dividen kas yang dibayarkan setiap tahun oleh perusahaan kepada investor. Populasi dalam penelitian ini adalah 131 perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia selama periode 2010 hingga 2012. Pemilihan sampel adalah dengan menggunakan purposive sampling dan hanya 21 perusahaan yang memenuhi kriteria.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah dividen kas dipengaruhi oleh laba akuntansi dan laba tunai. Namun, likuiditas tidak mampu memoderasi baik hubungan laba akuntansi dengan dividen kas ataupun hubungan laba tunai dengan dividen kas.
Kata Kunci: Laba Akuntansi, Laba Tunai, Likuiditas dan Dividen Kas
(13)
iii ABSTRACT
The Impact Analysis of Accounting Income and Cash income on Cash Dividend with Liquidity as Moderating Variable on Manufacturing Company listed in
Indonesia Stock Exchange
The aim of this research is to study the impacts of accounting income and cash income as independent variables, and liquidity as moderating variable towards cash dividend paid annually by company to investor. Population of this research is 131 manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange during the period of 2010 until 2012. The election of sample is using purposive sampling and only 21 companies that meet the criteria.
This research concludes that the amount of cash dividend is influenced by both accounting income and cash income. However, liquidity can moderate neither the relationship between accounting income and cash dividend nor the relationship between cash income and cash dividend.
Keywords: Accounting Income, Cash Income, Liquidity and Cash Dividend
(14)
1 BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dividen merupakan bentuk pengembalian (return) diluar capital gain yang diberikan kepada para pemegang saham yang menanamkan modalnya di perusahaan. Namun, peranan dividen dalam menyediakan informasi tentang kinerja masa depan dari perusahaan masih menjadi perhatian berbagai kalangan, baik manajemen, investor maupun peneliti. Sebagai penanam modal di perusahaan, investor seringkali tidak mendapatkan informasi yang akurat tentang kinerja perusahaan karena ada kemungkinan perusahaan menyajikan laporan keuangan yang tidak benar, maka perhatian investor bergeser kepada sejarah pembayaran dividen perusahaan. Oleh karena itu, pihak manajemen perlu menyiratkan informasi kepada pasar melalui pembayaran dividen dalam rangka mengurangi kesenjangan informasi.
Pembayaran dividen membutuhkan dana dan dana untuk kebutuhan itu dapat berasal dari berbagai alternatif baik pendanaan internal maupun pendanaan eksternal. Jika dana pembayaran dividen diperoleh dari penerbitan saham baru, maka akan ada pemegang saham baru yang masuk di perusaaan dan memengaruhi manajemen dalam pengambilan keputusan. Jika sumber dana untuk pembayaran dividen berasal dari surat utang, maka akan ada pihak luar yang dapat menekan manajemen dalam pengelolaan sumber dana perusahaan.
Pada umumnya, investor lebih menyukai pembagian dividen kas daripada
capital gain karena dividen kas dianggap lebih menjanjikan dalam mengurangi ketidakpastian. Hal ini sesuai dengan teori “bird in the hand theory” oleh Gordon
(15)
2 (1959). Gordon mengemukakan bahwa dividen kas (a bird in the hand) lebih disukai daripada laba ditahan (a bird in the bush) karena pada akhirnya laba ditahan tersebut mungkin tidak akan pernah terwujud sebagai dividen di masa mendatang (it can fly away), yang berarti tidak ada imbal hasil atas saham yang dimiliki. Teori ini juga menganggap bahwa perusahaan dengan dividen tinggi cenderung memiliki risiko investasi perusahaan yang lebih rendah. Fischer (1974) dengan menggunakan data di Inggris antara tahun 1949 dan 1957, mendukung teori ini dan menyimpulkan bahwa dividen lebih memiliki dampak pada harga saham daripada laba ditahan.
Miller dan Modigliani (1961) dengan teori ketidakrelevanan dividen (irrelevant dividend proposition), mengkritisi teori burung di tangan dan berpendapat bahwa risiko investasi perusahaan ditentukan oleh tingkat risiko arus kas dari aktivitas operasinya bukan oleh rasio pembayaran dividennya. Konsekuensinya, Miller dan Modigliani menyebut argumentasinya sebagai salah kaprah burung di tangan (the bird-in-the-hand fallacy). Selain itu, Bhattacharya (1979) juga menyatakan bahwa tingkat risiko aliran kas perusahaan akan memengaruhi besar kecilnya dividen. Sebaliknya, kenaikan dividen yang dibayarkan tidak akan mempengaruhi harga saham ataupun nilai perusahaan.
Asumsi yang digunakan oleh Gordon (1959), Miller dan Modigliani (1961) tentang pasar modal sempurna mengabaikan kemungkinan efek pajak yang terjadi antara dividen dan capital gain. Litzenberger dan Ramaswamy (1979) mencetuskan teori perbedaan pajak dan berpendapat bahwa investor lebihmenyukai capital gain daripada pembayaran dividen karena dapat menunda pembayaran pajak sampai saham benar-benar sudah terjual. Litzenberger dan Ramaswamy juga menambahkan bahwa rasio pembayaran dividen yang rendah
(16)
3 akan menurunkan biaya modal saham dan menaikkan harga saham. Teori ini juga berlawanan dengan teori “bird in the hand” yang dikemukakan oleh Gordon.
Lintner (1956) mencetuskan teori perataan dividen (the smoothing theory) dan mengemukakan bahwa adanya upaya pihak manajemen untuk melakukan perataan atas besarnya dividen yang dibagikan agar mencapai target rasio pembayaran dividen jangka panjang. Hal ini dikarenakan adanya kekhawatiran akan ketidakmampuan perusahaan dalam membayar dividen dengan besaran yang tidak jauh berbeda dengan periode sebelumnya.
Dividen juga mengandung informasi tentang aliran kas sekarang dan mendatang perusahaan menurut teori “Signaling Hypothesis”. Kenaikan dividen diartikan sebagai berita baik dan pasar akan menyesuaikan dengan mengapresiasi harga saham. Sedangkan penurunan dividen akan diartikan sebagai bentuk penyiratan informasi yang kurang baik terhadap prospek perusahaan dan harga saham perusahaan akan cenderung turun. Dividen dianggap sebagai sinyal prospek perusahaan yang cukup penting karena investor akan menyikapi pengumuman dividen sebagai proksi dari pertumbuhan laba di masa mendatang.
Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan teori keagenan menjelaskan bahwa kepentingan manajemen dan kepentingan investor seringkali bertentangan, sehingga bisa menyebabkan terjadinya konflik diantara keduanya. Hal tersebut terjadi karena manajer cenderung berusaha mengutamakan kepentingan pribadi. Investor tidak menyukai kepentingan pribadi manajer karena hal tersebut akan menambah biaya bagi perusahaan sehingga akan menurunkan keuntungan yang diterima. Konflik antara manajer dan pemegang saham dapat dikurangi dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan dan mekanisme tersebutakan menimbulkan biaya yang disebut agency cost.
(17)
4 Stabilitas kebijakan dividen kas umumnya dikaitkan dengan responsivitas pembayaran dividen kas terhadap perubahan laba. Kebijakan dividen kas yang stabil artinya jika ada perubahan laba (naik atau turun), dividen kas yang dibayarkan tidak serta merta berubah (naik atau turun) sesuai perubahan laba tersebut. Sementara kebijakan dividen kas yang tidak stabil artinya jika ada kenaikan laba, dividen yang dibayarkan pun akan serta merta naik, dan sebaliknya.
Pemegang saham umumnya lebih menyukai pembayaran dividen kas yang stabil karena dapat mengurangi ketidakpastian. Salah satu industri di Indonesia yang membagikan dividen kas stabil adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari gambar 1.1 mengenai grafik pembayaran dividen kas perusahaan manufaktur selama tahun 2010 hingga 2012. Rasio pembayaran dividen kas perusahaan manufaktur pada tahun 2010 dan 2011 adalah sama yaitu sebesar 44%. Namun, rasio pembayaran dividen kas mengalami penurunan sebesar 2% dan menjadi 42% pada tahun 2012. Penurunan rasio pembayaran dividen yang terjadi tidak begitu besar sehingga masih dapat dikatakan stabil.
Sumber data :lampiran 6 Data diolah oleh peneliti
Gambar 1.1
Rasio Pembayaran Dividen Perusahaan Manufaktur di BEI
44% 44%
42%
0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00%
2010 2011 2012
Tahun
P
e
rs
e
n
ta
se
(18)
5 Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dan kestabilan tingkat laba yang diperoleh juga sangat menentukan berapa besarnya dividen kas yang dibagikan kepada pemegang saham karena dari laba inilah porsi pembagian dividen kas ditentukan. Laba yang dimaksud disini adalah laba akuntansi atau biasanya disebut dengan laba bersih setelah pajak. Manajer tetap akan menjaga kestabilan dan berusaha untuk menunjukkan kepada pemegang saham, bahwa perusahaan mampu memberi dividen sesuai dengan harapan pasar.
Perusahaan juga harus menganalisis faktor ketersediaan kas, karena walaupun perusahaan mendapat laba tapi tidak memiliki kas yang cukup maka ada kemungkinan perusahaan menahan laba tersebut untuk diinvestasikan kembali dan tidak dibagikan dalam bentuk dividen. Oleh karena itu, mayoritas perusahaan sering mempertimbangkan laba tunai yang pada dasarnya adalah laba akuntansi setelah disesuaikan dengan transaksi-transaksi non kas antara lain seperti beban penyusutan, beban amortisasi, penjualan kredit, beban gaji, beban pajak, beban bunga yang belum dibayar serta pembelian kredit, dalam menentukan besarnya dividen yang dibagikan.
Faktor likuiditas juga ikut berpengaruh terhadap pembagian dividen kas, dimana rasio likuiditas merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Watson dan Head (2007) dalam penelitiannya, menyatakan bahwa perusahaan harus memperhatikan tingkat likuiditas sebelum membayar dividen dan jumlah dividen yang dibayarkan tidak hanya menunjukkan profitabilitas perusaahan tapi juga kemampuannya untuk membayarkan dividen. Hal ini didukung oleh Suharli (2007) yang mengatakan bahwa perusahaan yang memiliki likuiditas lebih baik maka akan mampu membayar dividen lebih banyak.
(19)
6 Harahap (2007) menganalisis perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada periode 1999 hingga 2003. Hasil penelitiannya menunjukkan laba akuntansi dan laba tunai berpengaruh signifikan terhadap dividen kas baik secara parsial maupun simultan. Namun, apabila dibandingkan dengan laba akuntansi, variabel laba tunai memperoleh hasil korelasi yang lebih kecil daripada hasil korelasi laba akuntansi terhadap dividen kas. Sebagian perusahaan manufaktur membagikan dividen kas kepada pemegang saham berdasarkan laba akuntansi, namun beberapa perusahaan juga mempertimbangkan laba tunai dalam pembagian dividen kas kepada pemegang saham.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2012) yang menganalisis pengaruh laba akuntansi, laba tunai dan likuiditas terhadap dividen kas. Siregar menganalisis 44 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Hasil penelitian Siregar menunjukkan bahwa secara parsial, laba akuntansi bepengaruh signifikan dan positif terhadap dividen kas, namun laba tunai dan likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap dividen kas. Laba akuntansi, laba tunai dan likuiditas secara simultan berpengaruh signifikan dan positif terhadap dividen kas.
Suharli (2007) menganalisis pengaruh profitability dan investment opportunity set terhadap pembayaran dividen tunai dengan likuiditas sebagai variabel penguat. Hasil penelitian menggunakan current ratio yang merupakan proksi dari likuiditas sebagai variabel penguat (variabel moderating) karena memberikan hasil signifikan (α = 0.10) dalam memengaruhi profitabilitas dan kesempatan investasi tetapi hanya profitabilitas yang dapat dimoderasi dengan likuiditas dalam memengaruhi kebijakan jumlah pembagian dividen kas perusahaan. Dengan demikian, Suharli menyimpulkan bahwa kebijakan jumlah
(20)
7 pembagian dividen kas perusahaan dipengaruhi oleh profitabilitas dan diperkuat oleh likuiditas perusahaan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pembayaran dividen kas yang stabil dengan menggunakan laba akuntansi dan laba tunai sebagai variabel independen. Objek penelitian yang digunakan adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia karena perusahaan tersebut hampir tidak terpengaruh oleh fluktuasi perekonomian dan tetap menghasilkan laba yang optimal untuk memenuhi pembayaran utang dan dividen kas.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian ini sebelumnya adalah adanya penambahan likuiditas sebagai variabel moderasi. Penambahan variabel moderasi ini diduga dapat memperkuat atau memperlemah hubungan laba akuntansi dan laba tunai terhadap dividen kas secara parsial. Rasio likuiditas yang dijadikan sebagai variabel moderasi adalah cash ratio.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Analisis Pengaruh Laba Akuntansi Dan Laba Tunai Terhadap Dividen Kas Dengan Likuiditas Sebagai Variabel Moderasi Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah, maka perumusan masalah dalam penelitian ini, antara lain:
1. Apakah laba akuntansi dan laba tunai berpengaruh terhadap dividen kas baik secara simultan maupun parsial?
2. Apakah likuiditas dapat memoderasi hubungan laba akuntansi dengan
(21)
8 3. Apakah likuiditas dapat memoderasi hubungan laba tunai dengan dividen
kas?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. untuk menguji pengaruh laba akuntansi dan laba tunai terhadap dividen kas baik secara simultan maupun parsial,
2. untuk menguji apakah likuiditas dapat memoderasi hubungan laba akuntansi terhadap dividen kas,
3. untuk menguji apakah likuiditas dapat memoderasi hubungan laba tunai terhadap dividen kas.
1.4. Manfaat penelitian
Adapun manfaat penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. bagi perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan tentang kebijakan dividen kas agar mampu memaksimalkan nilai perusahaan,
2. bagi investor, penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dalam mempertimbangkan rencana investasinya terkait tingkat pengembalian berupa dividen kas,
3. bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang dividen kas,
4. bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian yang berkaitan dengan judul yang sedang diteliti.
(22)
9 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Dividen
Menurut Stice et.al. (2009 : 902), dividen adalah pembayaran kepada pemegang saham dari suatu perusahaan secara proporsional sesuai dengan lembar saham yang dipegang oleh masing-masing pemilik. Kebijakan dividen (dividend policy) adalah suatu keputusan untuk menentukan berapa besar dividen kas yang akan dibagikan kepada pemegang saham. Kebijakan tersebut mencakup besarnya bagian dari pendapatan perusahaan akan dibagikan kepada para pemegang saham dan akan diinvestasikan kembali (reinvesment) atau ditahan (retained) di dalam perusahaan.
Ada beberapa teori yang masih belum diketahui secara pasti memengaruhi kebijakan dividen suatu perusahaan, antara lain:
1. Teori Deviden Tidak Relevan
Teori deviden tidak relevan merupakan teori yang dikemukakan oleh Modigliani dan Miller (1961). Modigliani dan Miller (1961) mengatakan bahwa nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya rasio pembayaran dividen, tapi ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak dan kelas risiko perusahaan. Jadi dividen adalah tidak relevan. Namun, teori ini mempunyai beberapa kelemahan seperti :
a. Pasar modal sempurna dimana semua investor adalah rasional. b. Tidak ada biaya emisi saham jika menerbitkan saham baru. c. Tidak ada pajak.
(23)
10 d. Kebijakan investasi perusahaan tidak berubah.
2. Teori “The Bird In The Hand”
Gordon dan Lintner (1959) menyatakan bahwa biaya modal sendiri perusahaan akan naik jika rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) rendah karena investor lebih suka menerima dividen dibandingkan capital gain. Hal ini dikarenakan dividend yield lebih pasti dari capital gain yield. Namun, Modigliani dan Miller (1961) mengatakan bahwa argumen Gordon dan Lintner merupakan suatu kesalahan karena pada akhirnya investor akan kembali menginvestasikan dividen yang diterima pada perusahaan yang sama atau perusahaan yang memiliki risiko yang hampir sama.
3. Teori Perbedaan Pajak
Teori perbedaan pajak dikemukakan oleh Litzenberger dan Ramaswamy (1979). Mereka menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gain, para investor lebih menyukai
capital gain karena dapat menunda pembayaran pajak. Hal ini terjadi karena investor dapat menunda pembayaran pajak sampai saham benar-benar sudah terjual. Litzenberger dan Ramaswamy juga menambahkan bahwa rasio pembayaran dividen yang rendah akan menurunkan biaya modal saham dan menaikkan harga saham.
4. Teori “Clientele Effect”.
Teori ini menyatakan bahwa kelompok pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan pada saat ini lebih menyukai rasio pembayaran dividen yang tinggi. Sebaliknya kelompok pemegang saham yang tidak begitu membutuhkan
(24)
11 uang saat ini lebih senang jika perusahaan menahan sebagian besar laba bersih perusahaan.
Jika ada perbedaan pajak bagi individu maka kelompok pemegang saham yang dikenai pajak tinggi lebih menyukai capital gain karena dapat menunda pembayaran pajak. Kelompok ini lebih senang jika perusahaan membagi dividen yang kecil. Sebaliknya kelompok pemegang saham yang dikenai pajak relatif rendah cenderung menyukai dividen yang besar.
5. Teori “Signaling Hypothesis”
Pengumuman dividen diyakini mempunyai informasi dan membawa sinyal tentang laba bersih saat ini dan potensi perusahaan di masa mendatang. Ide dasar dalam model ini adalah bahwa perusahaan melakukan penyesuaian dividen untuk menunjukkan sinyal akan prospek perusahaan. Hal yang membuat metode ini menjadi kompleks adalah kenyataan bahwa dividen yang meningkat oleh suatu perusahaan dapat diterjemahkan sebagai sinyal positif, namun dapat pula diartikan sebagai sinyal negatif. Pembayaran dividen dapat digunakan sebagai sinyal bahwa perusahaan telah menunjukkan kinerjanya dengan baik dan penurunan dividen menunjukkan kinerja perusahaan yang buruk. Argumen ini dapat menjelaskan mengapa perusahaan membayarkan dividen yang disesuaikan dengan laba bersih. 6. Teori Keagenan
Jansen dan Meckling (1976) mengemukakan teori keagenan menjelaskan bahwa kepentingan manajemen dan kepentingan investor seringkali bertentangan, sehingga bisa menyebabkan terjadinya konflik diantara keduanya. Hal tersebut terjadi karena manajer cenderung berusaha mengutamakan kepentingan pribadi. Investor tidak menyukai kepentingan
(25)
12 pribadi manajer karena hal tersebut akan menambah biaya bagi perusahaan sehingga akan menurunkan keuntungan yang diterima.
Teori keagenan dilandasi oleh beberapa asumsi (Eisenhardt, 1989): “Teori keagenan ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan. Masalah keagenan timbul pada saat: (1) keinginan-keinginan atau tujuan-tujuan dari prinsipal dan agen berlawanan , dan (2) merupakan suatu hal yang sulit atau mahal bagi prinsipal untuk melakukan verifikasi tentang apa yang benar-benar dilakukan oleh agen”.
Menurut Sjahrial (2007 : 260), faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen suatu perusahaan adalah
1. posisi likuiditas perusahaan di mana jika makin kuat posisi likuiditas perusahaan makin besar dividen yang dibayarkan,
2. kebutuhan dana untuk membayar utang sebab apabila sebagian besar laba digunakan untuk membayar utang maka sisanya yang digunakan untuk membayar dividen semakin kecil,
3. rencana perluasan usaha karena makin besar perluasan usaha perusahaan, makin berkurang dana yang dapat dibayarkan untuk dividen,
4. pengawasan terhadap perusahaan seperti kebijakan pembiayaan seperti untuk ekspansi yang dibiayai dengan dana dari sumber internal antara lain laba.
Weston dan Copeland (1992) dalam Gumanti (2013), mengidentifikasi setidaknya ada 11 faktor yang dapat memengaruhi dividen yang dibayarkan perusahaan, yaitu :
1. Undang-undang (peraturan)
Sejumlah peraturan dengan sengaja ditetapkan untuk mengurangi kemungkinan tindakan semena-mena dari manajemen untuk membagi dividen secara berlebihan kepada pemegang saham dan melindungi kepentingan kreditor. Adanya peraturan yang ditetapkan memberikan
(26)
13 batasan-batasan tertentu yang dapat memengaruhi besar kecilnya dividen yang dibagikan perusahaan.
2. Posisi Likuiditas
Jika perusahaan memerlukan likuiditas yang tinggi, maka dividen yang akan dibagikan seharusnya dikurangi karena membayar dividen berarti pengeluaran kas dan pengeluaran kas berarti pengurangan kemampuan likuiditas. Dalam hal ini, likuiditas dapat memengaruhi dividen yang dibagikan.
3. Kebutuhan untuk Pelunasan Utang
Jika perusahaan memiliki kewajiban (utang) yang besar dan harus segera dibayar, maka sangat mungkin bahwa pemegang saham harus dikorbankan, yaitu menunda atau mengurangi pembayaran dividen. Semakin tinggi beban utang yang harus dibayar, semakin besar pula porsi laba yang harus dialihkan kepada pelunasan utang yang sekaligus berarti mengurangi porsi dividen termasuk juga sisa dana yang masuk kembali ke perusahaan (sisa laba).
4. Batasan-batasan dalam Perjanjian Utang (Debt Covenants)
Pihak pemberi pinjaman akan menetapkan syarat utang-piutang yang mampu menjamin kelancaran pembayaran piutangnya. Hal yang sering diutamakan adalah persyaratan untuk membatasi perusahaan dalam membayar dividen kas (tunai). Persyaratan tersebut diajukan oleh pemberi pinjaman tidak hanya dalam rangka menjamin, tapi juga melindungi pemberi pinjaman dari kemungkinan diabaikannya kewajiban membayar utang oleh peminjam.
5. Potensi Ekspansi Aktiva
(27)
14 Siklus kehidupan perusahaan memainkan peran penting dalam menentukan apakah sebagian besar dari laba bersih akan dibagikan dalam bentuk dividen atau tidak. Siklus kehidupan perusahaan akan menentukan kapasitas perusahaan yang tercermin pada skala usahanya dan jika skala usaha menunjukkan tren semakin besar yang konsekuensinya membuat perusahaan semakin membutuhkan tambahan dana untuk ekspansi, maka dividen akan terpengaruh.
6. Perolehan Laba
Keyakinan manajemen akan pertumbuhan laba di tahun mendatang juga menjadi faktor atas berapa besarnya dividen yang akan dibayarkan tahun ini. Jika keyakinan manajemen bahwa prospek laba tahun depan dapat diraih dan dalam upaya untuk memberikan jaminan atas prospek usaha, dividen akan mengalami peningkatan.
7. Stabilitas Laba
Jika perusahaan memiliki tingkat kestabilan laba yang baik, ada kecenderungan untuk berusaha mempertahankan bahkan menaikkan dividen. Stabilitas laba juga menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola perusahaan.
8. Peluang Penerbitan Saham di Pasar Modal
Jika suatu perusahaan dapat berjalan dengan baik, memperoleh laba dan memerlukan dana untuk kebutuhan investasi maka alternatif sumber pembiayaan dengan menerbitkan saham dapat menjadi salah satu cara efektif. Pada perusahaan yang masih relatif kecil dan baru berdiri, maka alternatif pembiayaan di pasar modal mengandung risiko yang tinggi karena ada kemungkinan bahwa saham yang ditawarkan tidak direspon dengan baik
(28)
15 oleh pasar. Sebaliknya, perusahaan berskala besar memiliki kesempatan yang lebih baik karena penerbitan saham baru akan menarik investor. Dengan kata lain, ukuran besar kecilnya perusahaan berbanding lurus dengan rasio pembayaran dividen.
9. Kendali Kepemilikan
Pemilik lama memiliki insentif untuk tetap mengoptimalkan penggunaan sumber dana internal daripada eksternal. Rasio pembayaran dividen akan menurun jika manajemen merasa yakin bahwa kebutuhan dana untuk investasi semakin tinggi.
10. Posisi Pemegang Saham
Jika jumlah pemegang saham institusi tidak banyak dan jumlah pemegang saham kecil yang ada banyak sekali (retail owners), pembayaran dividen kas akan meningkat. Sebaliknya, jika pemegang saham institusi lebih banyak, ada kemungkinan pembayaran dividen menurun.
11. Kesalahan Akumulasi Pajak atas Laba
Ada investor yang menyukai dividen, tapi ada yang tidak menyukai dividen karena tidak ingin dikenakan tarif pajak penghasilan yang tinggi. Oleh karena itu, mereka lebih memilih perusahaan untuk menumpuk labanya dalam bentuk laba ditahan. Namun, pemerintah menetapkan peraturan perpajakan yang menentukan pajak tambahan khusus terhadap penghasilan yang terakumulasi secara tidak benar sehingga perusahaan harus membayar dividen.
Berdasarkan hasil penelitian Brav et al. (2005), faktor – faktor yang memengaruhi keputusan dividen dari sudut pandang eksekutif keuangan perusahaan adalah sebagai berikut:
(29)
16 1. Pajak
Menurut pandangan para eksekutif, perbedaan pajak menjadi pertimbangan tapi bukan aspek utama dalam mengambil keputusan dividen. Implikasi dari survei penelitian Brav et al. adalah perbedaan besar kecilnya pajak antar negara tentu akan dapat memengaruhi manajer dalam menetapkan dividen yang akan dibayarkan. Artinya, variasi dividen dan menawarkan peluang tersendiri untuk melakukan kajian terhadap perbedaan dividen antar negara.
2. Klien
Keberadaan investor kecil merupakan faktor yang juga menjadi pertimbangan perusahaan dalam menetapkan dividen. Setidaknya hampir separuh dari jumlah responden yang disurvei oleh Brav et al. menyatakan bahwa perusahaan menggunakan dividen sebagai sarana untuk menarik investor kecil membeli saham.
3. Konflik keagenan
Pemegang saham dapat meminimalkan kas dalam kendali manajemen dan karenanya mengurangi peluang manajemen untuk menghamburkan kas dalam proyek yang kurang menguntungkan. Salah satu cara untuk menghindari penggunaan kas yang tidak perlu adalah dengan menaikkan dividen. Selain itu, dividen juga merupakan sarana untuk menghindari perampasan oleh pemegang saham mayoritas atas arus kas perusahaan yang pada akhirnya akan merugikan pemegang saham minoritas.
4. Informasi, sinyal dan harga saham
Dividen dianggap memiliki kandungan informasi. Salah satu kemungkinan yag dapat menjelaskan anggapan tersebut adalah dividen
(30)
17 mampu menyiratkan informasi yang sebelumnya tidak diketahui oleh pasar, misalnya melalui sumber dan penggunaan dana, walaupun manajer tidak secara eksplisit menyiratkan suatu informasi privat tersebut ke pasar. Namun demikian, ada anggapan bahwa dividen dapat digunakan sebagai suatu sinyal untuk merubah persepsi pelaku pasar berkenaan dengan prospek laba mendatang. Kenaikan dividen pada umumnya dianggap akan menaikkan harga saham tapi hasil penelitian Brav et al. menyatakan bahwa kebijakan dividen tidak dipengaruhi oleh harga saham.
5. Publik versus swasta
Respon yang berbeda antara perusahaan publik dan perusahaan privat mendukung anggapan bahwa masalah informasi dan keagenan menentukan kebijakan dividen. Brav et al. menemukan bahwa perusahaan privat memandang ada konsekuensi negatif atas pemotongan dividen tapi kurang berbahaya. Perusahaan privat juga memandang bahwa kebijakan dividen mengandung informasi yang kurang bermakna daripada perusahaan publik. Selain itu, perusahaan privat juga kurang tertarik membayar dividen sebagai ganti daripada investasi dan mereka lebih suka membayar dividen terkait dengan perubahan sementara dalam laba.
6. Faktor-faktor lain
Ada tiga faktor yang termasuk faktor-faktor lain, yaitu laba per saham (earnings per share) dan dilusi opsi saham (stock option dilution), biaya penerbitan dan likuiditas, dan rating kredit dan struktur modal.
2.1.2 Pengertian Laba
Laba merupakan angka yang termasuk diminati oleh pengguna laporan keuangan terutama dalam pasar uang. Laba merupakan ringkasan
(31)
18 hasil bersih aktivitas operasi usaha dalam periode tertentu yang dinyatakan dalam istilah keuangan (Subramanyam, 2012 : 109). Semua aktivitas operasi perusahaan dalam mengelola sumber daya perusahaan akan selalu memberikan hasil yang bernilai positif yang berarti laba bagi perusahaan dan bernilai negatif yang berarti rugi bagi perusahaan.
Menurut Stice et.al. (2009 : 240), laba adalah pengambilan atas investasi kepada pemilik. Hal ini mengukur nilai yang dapat diberikan oleh entitas kepada investor dan entitas masih memiliki kekayaan yang sama dengan posisi awalnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa laba merupakan selisih lebih pendapatan dikurangi dengan biaya yang digunakan sebagai indikator dalam mengukur kinerja perusahaan dan dasar dalam pengambilan keputusan investasi.
2.1.2.1 Laba Akuntansi
Menurut akuntansi, yang dimaksud dengan laba akuntansi itu adalah perbedaan antara revenue yang timbul dari transaksi pada periode tertentu dihadapkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan pada periode tersebut. Laba akuntansi mempunyai beberapa komponen pokok seperti laba kotor, laba usaha, laba sebelum pajak dan laba sesudah pajak. Sehingga dalam menentukan besarnya laba akuntansi, investor dapat melihat dari perhitungan laba setelah pajak
Laba akuntansi merupakan ukuran yang baik dari kinerja suatu perusahaan dan bahwa laba akuntansi dapat digunakan untuk meramalkan arus kas masa depan. Laba akuntansi diukur berdasarkan konsep akuntansi akrual. Tujuan utama dari akuntansi akrual adalah untuk pengukuran laba. Dua proses utama dalam
(32)
19 pengukuran laba adalah pengakuan pendapatan dan pengaitan beban. Pengakuan pendapatan (revenue recognition) adalah titik awal pengukuran laba.
Menurut Wild et.al. (2005 : 411), terdapat dua kondisi wajib agar pendapatan diakui, yaitu :
1. Telah atau dapat direalisasi (realized or realizable). Untuk dapat diakui, suatu perusahaan harus telah mendapatkan kas atau komitmen andal untuk mendapatkan kas, seperti piutang yang sah.
2. Telah dihasilkan (earned). Perusahaan harus menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada pembeli, yaitu proses perolehan laba harus telah selesai.
Selain itu, Belkaoui (2011 : 230) juga mengemukakan definisi tentang laba akuntansi itu mengandung lima sifat berikut:
1. Laba akuntansi didasarkan pada transaksi yang benar-benar terjadi, yaitu timbulnya hasil dan biaya untuk mendapatkan hasil tersebut.
2. Laba akuntansi didasarkan postulat “periodic” laba itu,
artinya merupakan prestasi perusahaan itu pada periode tertentu.
3. Laba akuntansi didasarkan pada prinsip revenue yang memerlukan batasan tersendiri tentang apa yang termasuk hasil.
4. Laba akuntansi memerlukan perhitungan terhadap biaya dalam bentuk biaya historis yang dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan hasil tertentu.
5. Laba akuntansi didasarkan pada prinsip matching artinya hasil dikurangi biaya yang diterima/dikeluarkan dalam periode yang sama.
Beberapa keunggulan laba akuntansi yang dikemukakan oleh Muqodim (2005 : 114) adalah
1. terbukti teruji sepanjang sejarah bahwa laba akuntansi bermanfaat bagi para pemakainya dalam pengambilan keputusan ekonomi,
2. laba akuntansi telah diukur dan dilaporkan secara obyektif dapat diuji kebenarannya sebab didasarkan pada transaksi nyata yang didukung oleh bukti,
3. berdasarkan prinsip realisasi dalam mengakui pendapatan laba akuntansi memenuhi dasar konservatisme,
(33)
20 4. laba akuntansi bermanfaat untuk tujuan pengendalian terutama berkaitan dengan pertanggungjawaban manajemen. 2.1.2.2 Laba Tunai
Menurut Soemarso (2004), laba tunai disebut juga dengan arus kas dari aktivitas operasi perusahaan. Laba tunai menggunakan dasar kas (cash basis) dalam penerapan akuntansinya, dimana pendapatan diakui pada saat kas diterima dan beban diakui pada saat kas dikeluarkan.
Laba tunai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah laba akuntansi setelah disesuaikan dengan transaksi-transaksi non kas, seperti beban penyusutan, beban amortisasi, penjualan kredit, pembelian kredit, utang gaji dan utang pajak utang bunga yang belum dibayar. Hal ini dikarenakan beberapa pendapatan dan beban yang tercantum dalam laporan laba rugi belum dibayar secara kas selama tahun tersebut, maka perusahaan harus mengurangi laba akuntansi dengan pendapatan non kas dan menambahkan kembali beban non kas untuk mendapatkan laba tunai. Dengan kata lain, laba tunai adalah arus kas dari aktivitas operasi.
Menurut Harahap (1999), perbedaan laba tunai dan laba akuntansi adalah:
a. Laba tunai hanya mengakui keuntungan (gain) atau kerugian (loss) pada periode itu, sedangkan laba akuntansi mengakui keuntungan (gain) atau kerugian (loss) pada periode sebelumnya atau lazim disebut “accrued”.
b. Laba tunai menggunakan dasar akuntansi kas (cash basis), dimana pendapatan diakui pada saat kas diterima dan beban diakui pada saat kas dikeluarkan, sedangkan laba akuntansi menggunakan dasar akuntansi akrual (accrual basis), dimana pendapatan dicatat ketika dihasilkan dan beban dicatat ketika terjadi.
(34)
21 c. Laba tunai lebih mengindikasikan keadaan laba sesungguhnya yang dimiliki perusahaan, sedangkan laba akuntansi tidak mengindikasikan keadaan laba sesungguhnya, karena terdapat transaksi-transaksi yang bersifat akrual.
2.1.3 Likuiditas
Menurut Irawati (2006), rasio likuiditas adalah rasio yang digunakan sebagai alat ukur kemampuan perusahaan dalam membayar pinjaman jangka pendeknya pada saat jatuh tempo atau dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Likuiditas suatu perusahan berhubungan erat dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang harus segera dipenuhi. Untuk dapat memenuhi kewajiban tersebut, maka perusahaan harus mempunyai alat-alat likuid yang berupa aset lancar yang jumlahnya harus lebih besar dari jumlah kewajiban-kewajiban yang harus segera dipenuhi. Semakin besar aset lancar yang dimiliki oleh suatu perusahaan dibandingkan dengan utang lancar, maka semakin besar tingkat likuiditas perusahaan tersebut. Tingkat likuiditas yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki jumlah dana yang banyak menganggur dan apabila terlalu rendah maka perusahaan dianggap tidak berhasil dalam membayar kewajiban lancarnya.
Menurut Kasmir (2008 : 135), apabila likuiditas rendah dapat dikatakan bahwa perusahaan kurang modal untuk membayar utang. Namun, apabila hasil pengukuran rasio tinggi, belum tentu kondisi perusahaan sedang baik dan akan membayar dividen.
Beberapa rasio yang dapat digunakan untuk mengukur dan mengetahui tingkat likuiditas yaitu current ratio, quick ratio dan cash ratio.
Aktiva perusahaan yang paling likuid untuk membayar utang jangka pendek Universitas Sumatera Utara
(35)
22 adalah kas dan surat berharga. Oleh karena itu, peneliti menggunakan cash ratio karena rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar utang jangka pendek dengan kas dan surat berharga yang dapat segera diuangkan.
2.2 Rincian Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Rincian Penelitian Terdahulu No
Nama Peneliti dan
Tahun
Variabel Penelitian Hasil Penelitian 1 Harahap
(2007)
Variabel independen : 1. Laba Akuntansi 2. Laba Tunai Variabel dependen: 1. Dividen Kas
Laba akuntansi dan laba tunai berpengaruh signifikan terhadap dividen kas. Namun jika dibandingkan dengan laba akuntansi, variabel laba tunai memperoleh hasil korelasi yang lebih kecil daripada hasil korelasi laba akuntansi terhadap dividen kas
2 Suharli (2007)
Variabel independen : 1. Profitability
2. Investment Opportutinity Set
Variabel penguat: 1. Likuiditas
Variabel dependen : 1. Kebijakkan
dividen tunai
Profitability berpengaruh secara positif terhadap kebijakan deviden sedangkan investment opportunity setberpengaruh secara negatif terhadap dividen kas. Likuiditas dapat digunakan sebagai variabelpenguat (variabel moderator) karena memberikanhasil yang signifikan pada α = 0.10. Namun, likuiditas hanya berpengaruh terhadap profitability
3 Siregar (2012)
Variabel independen: 1. Laba Akuntansi 2. Laba Tunai 3. Likuiditas Variabel dependen: 1. Dividen kas
Laba akuntansi bepengaruh positif dan signifikan terhadap dividen kas. Laba tunai dan likuiditas secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap dividen kas. Laba akuntansi, laba tunai dan likuiditas secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap dividen kas 4 Ahmed
(2014)
Variabel independen:
1. Net income 2. Net cash
3. Liquidity of the bank
Variabel dependen: 1. Dividends policy
Laba bersih dan total arus kas berpengaruh signifikan terhadap pembayaran dividen oleh perusahaan. Sedangkan likuiditas bank tidak berpengaruh terhadap pembayaran dividen.
(36)
23 2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Laba akuntansi adalah laba bersih setelah pajak yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Selain laba akuntansi, laba tunai perusahaan juga harus diperhatikan. Laba tunai adalah laba akuntansi setelah diperhitungkan dengan transaksi non kas. Walaupun perusahaan memperoleh laba, tetapi tidak memiliki kas yang cukup maka ada kemungkinan perusahaan tidak membagikan dividen kas dan laba tersebut akan ditahan perusahaan untuk kegiatan reinvestasi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa laba akuntansi dan laba tunai berpengaruh terhadap dividen kas.
Likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Suharli (2007) mengatakan bahwa perusahaan yang memiliki likuiditas lebih baik maka akan mampu membayar dividen lebih banyak. Okpara (2009) dalam jurnal Al-Khadhiri (2013), mengatakan bahwa current ratio
adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kebijakkan pembayaran dividen di Nigeria selain laba dan dividen tahun sebelumnya. Dalam hal ini, likuiditas diduga
Laba Akuntansi
(X1)
Laba Tunai (X2)
Likuiditas (Z)
Dividen Kas (Y)
(37)
24 dapat memoderasi hubungan laba dengan dividen kas. Rasio likuiditas yang digunakan dalam penelitian ini berbeda dengan rasio yang digunakan Suharli (2007) dan Okpara (2009). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan cash ratio
karena rasio ini menggambarkan kemampuan kas yang dimiliki dalam memenuhi kewajiban lancar pada tahun yang bersangkutan.
2.3 Hipotesis Penelitian
1. Hubungan Laba Akuntansi dan Laba Tunai terhadap Dividen Kas Perusahaan umumnya menetapkan porsi dividen yang akan dibagikan dari laba akuntansi. Dalam penelitian Harahap (2007), apabila laba akuntansi yang diperoleh perusahaan semakin tinggi maka semakin tinggi dividen kas yang akan dibagikan kepada investor. Sebaliknya, apabila laba akuntansi yang diperoleh rendah maka dividen kas yang dibagikan juga rendah. Berdasarkan analisis di atas, maka hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H1a = Laba Akuntansi berpengaruh terhadap Dividen Kas.
Ketersediaan laba tunai yang besar dalam perusahaan akan memampukan perusahaan membayarkan dividen tunai dalam jumlah yang besar. Sebaliknya jika laba tunai yang di peroleh perusahaan kecil maka dividen yang dibagikan juga kecil. Berdasarkan analisis di atas, maka hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H1b= Laba Tunai berpengaruh terhadap Dividen Kas.
H1c= Laba Akuntansi dan Laba Tunai berpengaruh terhadap
Dividen Kas secara simultan
(38)
25 2. Likuditas dapat memoderasi hubungan laba akuntansi terhadap
dividen kas
Semakin tinggi laba bersih yang diperoleh perusahaan maka dividen kas yang dibagikan akan semakin besar karena dividen biasanya ditetapkan dari porsi laba bersih. Perusahaan juga perlu memperhatikan tingkat likuiditas sebelum membayar dividen (Waston dan Head, 2007). Jika tingkat likuiditas terlalu rendah, ada kemungkinan kreditur membatasi pembayaran dividen oleh perusahaan (Kibet, 2012). Dengan kata lain, walaupun perusahaan memperoleh laba bersih tapi tingkat likuiditas rendah, jumlah dividen yang akan dibagikan perusahaan juga rendah. Jika tingkat likuiditas tinggi, maka jumlah dividen kas yang dibagikan juga tinggi. Berdasarkan analisis di atas, maka hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H2= Likuiditas dapat memoderasi pengaruh Laba Akuntansi
terhadap Dividen Kas.
3. Likuiditas dapat memoderasi hubungan laba tunai terhadap dividen kas
Pembayaran dividen kas berarti pengeluaran kas oleh perusahaan. Namun, jika perusahaan mempunyai tingkat likuiditas yang rendah maka ada kemungkinan kas perusahaan tersebut dialihkan untuk membayar utang. Hal ini berarti mengurangi jumlah dividen kas yang akan dibagikan. Sebaliknya, jika likuiditas tinggi maka dividen yang dibayarkan juga semakin tinggi.
H3= Likuiditas dapat memoderasi pengaruh Laba Akuntansi
terhadap Dividen Kas.
(39)
26 BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Menurut Erlina (2007 : 62), desain penelitian merupakan suatu rancangan dan struktur penelitian yang dibuat sedemikian rupa agar memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh laba akuntansi dan laba tunai terhadap dividen kas dengan likuiditas sebagai variabel moderasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang menghasilkan data riil berupa angka dan dapat diukur dengan pasti.
3.2 Definisi Operasional 3.2.1 Variabel Dependen
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel lain. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dividen kas yang dibayarkan kepada pemegang saham berdasarkan RUPS ( Rapat Umum Pemegang Saham).
3.2.2 Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab atau memengaruhi variabel lain. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Laba akuntansi adalah laba bersih setelah pajak yang dilaporkan dalam laporan keuangan.
2. Laba tunai adalah laba yang diperoleh dari aktivitas operasi perusahaan ataupun arus kas operasi.
(40)
27 3.2.3 Variabel Moderasi
Variabel moderasi adalah variabel yang memperkuat atau memperlemah hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Variabel moderasi juga sering disebut dengan variabel independen kedua dan sering dipergunakan dalam analisis regresi linear. Pengukuran variabel ini menggunakan rasio likuiditas yaitu cash ratio yang berasal dari aktiva lancar dibagi dengan utang lancar.
ℎ = ℎ + � ℎ � �� %
Penambahan variabel likuiditas tersebut akan mempengaruhi hubungan antara laba akuntansi dan laba tunai terhadap dividen kas dengan menganalisis nilai koefisien yang dihasilkan.
3.3 Skala Pengukuran
Tabel 3.1 Skala Pengukuran
Variabel Indikator Skala
Laba Akuntansi (X1)
Laba bersih setelah pajak yang tercantum dalam laporan keuangan perusahaan manufaktur di BEI (2010-2012)
Rasio
Laba Tunai (X2)
Total arus kas dari aktivitas operasi yang tercantum di laporan keuangan (2010-2012)
Rasio
Dividen Kas (Y)
Dividen kas yang tercantum dalam catatan laporan keuangan perusahaan tahun berikutnya (2011-2013)
Rasio
Likuiditas (Z) ℎ =
cash + cash equivalents
current liabilities Rasio
(41)
28 3.4 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah 131 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan periode pengamatan mulai tahun 2010-2012. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah penarikan sampel secara purposive sampling yaitu penetapan sampel didasari pada kriteria tertentu.
Dengan pertimbangan peneliti, maka kriteria dalam pengambilan sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2010 hingga tahun 2013.
2. Perusahaan manufaktur yang memperoleh laba akuntansi dan laba tunai serta mempublikasikan laporan keuangannya dalam mata uang rupiah. 3. Perusahaan manufaktur yang membayar dividen kas untuk tahun buku
2010, 2011 dan 2012. Sumber : lampiran 1
3.5 Jenis Data
Jenis data yang digunakan peneliti adalah data sekunder.Data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif yaitu data yang diukur dalam skala nominal dan skala rasio.Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui situs
www.idx.co.id.
3.6 Metode Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode dokumentasi yaitu pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data sekunder dari laporan keuangan yang telah dipublikasikan di BEI dari tahun 2010 hingga
(42)
29 2013. Setelah dilakukan penentuan kriteria sampel terhadap populasi, akhirnya didapatkan jumlah sampel sebanyak 25 perusahaan manufaktur dari jumlah populasi sebanyak 131 perusahaan.
Sumber : lampiran 2
3.7 Teknik Analisis
Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis statistik dengan menggunakan software SPSS 18. Penelitan melakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu sebelum melakukan uji hipotesis.
3.7.1 Uji Asumsi Klasik 3.7.1.1 Uji Normalitas
Menurut Ghozali (2006 : 110), uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Cara yang dapat digunakan untuk menguji apakah variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal adalah dengan melakukan uji Kolmogorov-Smirnov
terhadap model yang diuji. Kriteria pengambilan keputusan adalah apabila nilai signifikansi atau probabilitas > 0,05, maka residual memiliki distribusi normal dan apabila nilai signifikansi atau probabilitas < 0,05, maka residual tidak memiliki distribusi normal. Selain itu, uji normalitas juga dapat dilakukan dengan melakukan analisis grafik normal probability plot dan grafik histogram. Dasar pengambilan keputusan dalam uji normalitas menurut Ghozali (2006 : 112) sebagai berikut:
1. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan
(43)
30 pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2. Jika data menyebar jauh dari diagonal dan / atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas
3.7.1.2 Uji Multikoloniaritas
Menurut Ghozali (2006 : 91), uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai (1)
tolerance dan lawannya, dan (2) variance inflation factor (VIF). Jika nilai tolerance lebih kecil dari 0,10 atau nilai VIF lebih besar dari 10, maka terjadi multikolinearitas di antara variabel bebas (independen).
3.7.1.3 Uji Heterokedastisitas
Menurut Ghozali (2006 : 105), uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah tidak terjadinya heterokedastisitas. Cara mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel dependen. Menurut Ghozali (2006 : 105) dasar analisis untuk menentukan ada atau tidaknya heteroskedastisitas yaitu:
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian
(44)
31 menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas,
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
3.7.1.4 Uji Autokorelasi
Menurut Ghozali (2006 : 95), uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Apabila terjadi korelasi maka akan
ada problem autokorelasi. Cara yang dapat dilakukan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi adalah dengan melakukan uji Durbin Watson, yaitu uji yang digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya
intercept (konstanta dalam model regresi dan tidak ada variabel lag di antara variabel independen (Ghozali, 2006 : 96) .
Dasar pengambilan keputusan uji Durbin-Watson adalah dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Jika d < dl atau d > (4-dl) maka hipotesis nol ditolak, yang berarti terdapat autokorelasi.
2. Jika du < d < (4-du) maka hipotesis nol diterima, yang berarti tidak ada autokorelasi.
3. Jika dl ≤ d ≤ du atau (4-du) ≤ d ≤ (4-dl), maka tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti.
(45)
32 3.7.2 Pengujian Hipotesis
3.7.2.1 Analisis Regresi Berganda
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda untuk mengetahui pengaruh variabel laba akuntansi dan laba tunai terhadap dividen kas digunakan uji statistik F dengan rumus :
= + + + �
Keterangan :
Y = Dividen Kas
α = Konstanta
β = Koefisien regresi X = Laba Akuntansi
X2 = Laba Tunai
� = error (pengganggu)
a. Uji koefisien determinasi (R2)
Menurut Ghozali (2006 : 83), koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Besarnya koefisien determinasi ini adalah 0 sampai dengan 1. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas.
Nilai yang mendekati satu berarti variabel- variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
(46)
33 dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali 2006 : 83).
b. Uji Signifikansi Parsial (t-test)
Uji t pada dasarnya digunakan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2006 : 84). Variabel independen dikatakan memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen apabila variabel dependen tersebut memiliki nilai signifikansi (sig) di bawah 0,05.
c. Uji Signifikansi Simultan (F-test)
Uji F pada dasarnya digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Ghozali, 2006 : 84). Variabel-variabel independen tersebut dikatakan mempunyai pengaruh secara simultan dan signifikan terhadap variabel dependen apabila memiliki nilai signifikansi (sig) di bawah 0,05.
3.7.2.2 Analisis Regresi Moderasi
Uji regresi moderasi ada tiga cara yaitu uji interaksi, uji nilai selisih mutlak, dan uji residual. Peneliti menggunakan uji residual dalam penelitian ini. Menurut Ghozali (2006 : 164), pengujian variabel moderating dengan uji interaksi maupun uji selisih nilai absolut mempunyai kecenderungan akan terjadi multikolonoeritas yang tinggi antar variabel independen dan hal ini
(47)
34 akan menyalahi asumsi klasik dalam regresi ordinary least square
(OLS). Uji residual menguji pengaruh deviasi (penyimpangan) dari suatu model. Fokusnya adalah ketidak cocokkan (lack of fit) yang dihasilkan dari deviasi hubungan linear antara variabel independen. Pengujian residual dilakukan dengan rumus berikut :
= + + �
|�| = +
= + + �
|�| = +
Keterangan:
= Dividen Kas = Konstanta
X = Laba Akuntansi
X = Laba Tunai
Z = Cash Ratio (Moderating variable)
(48)
35 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI 2010 sampai 2012. Perusahaan yang dijadikan sampel berjumlah 25 perusahaan dengan time series 3 tahun sehingga jumlah observasi penelitian berjumlah 75 perusahaan. Variabel independen yang digunakan adalah laba akuntansi dan laba tunai. Variabel dependen yang digunakan adalah dividen kas dan variabel moderating yang digunakan adalah likuiditas.
Peneliti menggunakan uji asumsi klasik, uji regresi berganda dan uji regresi moderasi. Uji regresi yang digunakan untuk variabel moderating adalah uji residual. Uji residual menguji pengaruh deviasi (penyimpangan) dari suatu model. Fokusnya adalah ketidak cocokkan (lack of fit) yang dihasilkan dari hubungan linear antar variabel independen. Lack of fit ditunjukkan oleh nilai residual didalam regresi. Likuiditas dianggap variabel moderating kalau nilai koefisien parameternya negatif dan signifikan.
4.2 Uji Asumsi Klasik 4.2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel independen, variabel dependen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik hendaknya berdistribusi normal atau mendekati normal. Uji ini akan dideteksi melalui dua cara yaitu, analisis grafik (histogram dan Normal P-Plots) dan analisis statistik (Non-Parametrik Kolmogorov-Smirnov).
(49)
36 1. Analisis Grafik
Analisis grafik dilakukan dengan melihat grafik histogram dan grafik Normal Probability-Plots berikut ini:
Sumber : lampiran 8
Gambar 4.1 Histogram
Sumber : lampiran 8
Gambar 4.2 Normal P-Plots
Dengan melihat tampilan grafik histogram yang tersaji pada Gambar 4.1 maupun grafik normal plot yang tersaji pada Gambar 4.2, dapat disimpulkan bahwa grafik histogram memberikan pola distribusi yang normal. Sedangkan pada grafik normal plot terlihat titik- titik penyebaran data menyebar jauh dari garis diagonal serta tidak mengikuti arah garis
(50)
37 diagonal. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan terhadap data yang tidak normal ,antara lain:
1. Melakukan transformasi data ke dalam bentuk lainnya.
2. Melakukan trimming. Trimming adalah membuang data yang outlier.
3. Melakukan winsorizing, yaitu dengan mengubah nilai data yang outlier ke suatu nilai tertentu.
Dalam menanggulangi ketidaknormalan data, peneliti melakukan transformasi data yang menggunakan trimming, dimana data yang outlier
dikeluarkan dari penelitian. Outlier merupakan data-data yang memiliki nilai ekstrim yang cukup tinggi dan berada di luar rentang normal. Data yang outlier umumnya memiliki nilai z residu di antara rentang -3 sampai +3. Setelah diteliti, ternyata ada 12 data outlier yang harus dikeluarkan dari penelitian yaitu data dengan kode perusahaan ASII, HMSP, LION dan TCID. Oleh karena itu, hanya 63 jumlah observasi yang akan diuji dalam penelitian ini. Analisis grafik menggunakan histogram dan Normal P-Plots setelah dilakukan trimming yaitu:
Sumber : lampiran 8
Gambar 4.3
Histogram Setelah Trimming
(51)
38 Sumber : lampiran 8
Gambar 4.4
Normal P-Plots Setelah Trimming
Dengan melihat tampilan grafik histogram yang tersaji pada Gambar 4.3 maupun grafik normal plot yang tersaji pada Gambar 4.4, dapat disimpulkan bahwa grafik histogram memberikan pola distribusi yang normal. Sedangkan pada grafik normal plot terlihat titik- titik menyebar di sekitar diagonal, serta penyebarannya mendekati garis diagonal. Kedua grafik ini menunjukkan bahwa model regresi tidak menyalahi asumsi normalitas.
2. Analisis Statistik
Peneliti menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dimana uji ini membuktikan kenormalan suatu data dalam penelitian dengan angka. Suatu data dinyatakan normal apabila nilai signifikansi atau probabilitas > 0,05, dan apabila nilai signifikansi atau probabilitas < 0,05, maka data tidak terdistribusi normal.
(52)
39 Tabel 4.1
Uji Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 63
Kolmogorov-Smirnov Z 1.260 Asymp. Sig. (2-tailed) .084 a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data. Sumber : lampiran 8
Hasil dari pengolahan data penelitian dengan menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov yang tersaji dengan Tabel 4.1 diperoleh signifikansi variabel dividen kas lebih besar dari 0,05 yaitu 0,084 yang menunjukkan bahwa data penelitian terdistribusi secara normal.
4.2.2 Uji Multikolonieritas
Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai VIF dan tolerance antar variabel independen. Jika nilai VIF > 10 dan nilai tolerance < 0,1, hal ini berarti terdapat gejala multikolinearitas.
Tabel 4.2 Uji Multikolinearitas
Model
Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (Constant)
Laba Akuntansi .198 5.040
Laba Tunai .198 5.040
Sumber : lampiran 8
Data yang disajikan pada tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa nilai tolerance dan VIF dari variabel Laba Akuntansi sebesar 0,198 dan 5,040 dan
(53)
40 untuk variabel Laba Tunai adalah sebesar 0,198 dan 1,250. Oleh karena itu, dapat disimpulkan dalam model ini tidak terdapat masalah multikolonieritas antara variabel bebas karena nilai tolerance berada di bawah 1 dan nilai VIF di bawah angka 10.
4.2.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah di dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dalam suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah terjadi homokedastisitas dalam model atau dengan kata lain tidak terjadi heterokesdastisitas. Uji heterokesdastisitas ini dapat dilihat dari grafik scatterplot berikut ini:
Sumber : lampiran 8
Gambar 4.5 Uji Heteroskedastisitas
Dari grafik scatterplot yang tersaji pada gambar 4.5 dapat dilihat bahwa bahwa titik-titik menyebar secara acak dan tidak membentuk pola tertentu serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini disimpulkan tidak terdapat gejala heteroskedastisitas pada model regresi penelitian ini sehingga model regresi ini layak dipakai untuk
(54)
41 memprediksi variabel Dividen Kas berdasarkan masukan variabel independen Laba Akuntansi dan Laba Tunai. Adanya titik-titik yang menjauh dari titik-titik lain dikarenakan adanya data observasi yang sangat berbeda dengan data observasi yang lain.
4.2.4 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Durbin Watson, yaitu uji yang digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept dalam model regresi dan tidak ada variabel lag di antara variabel independen (Ghozali, 2006: 96). Dasar pengambilan keputusan uji Durbin-Watson adalah dengan melihat nilai d dimana jika du < d < (4-du) maka hipotesis nol diterima, yang berarti tidak ada autokorelasi. Jumlah obeservasi dalam penelitian ini sebanyak 63 (n) dan jumlah variabel bebas sebanyak 3 (k=3), maka dari tabel Durbin Watson akan didapatkan nilai du sebesar 1,6932 dan nilai 4-du sebesar 2,3068. (sumber : lampiran 9)
Tabel 4.3 Uji Autokorelasi Model Durbin-Watson
1 2.234
Sumber : lampiran 8
Berdasarkan Tabel 4.3, nilai dari statistik Durbin-Watson adalah 2,234. Perhatikan bahwa nilai statistik Durbin-Watson terletak di antara du dan 4-du ( 1,6581 < 2,234 < 2,3068), maka asumsi non-autokorelasi terpenuhi. Ini menunjukkan bahwa tidak terjadi autokorelasi antara variabel dependen dengan variabel independen.
(55)
42 4.3 Uji Regresi Berganda
Analisis regresi berganda dilakukan untuk mengetahui seberapa besar ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independen (bebas). Hasil analisis regresi berganda adalah berupa koefisien untuk masing-masing variabel independen. Hasil regresi linear berganda dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Uji Regresi Berganda
Model
Unstandardized Coefficients B Std. Error
1 (Constant) 2.579E10 3.299E10
Laba Akuntansi .312 .045
Laba Tunai .071 .032
Sumber : lampiran 8
Berdasarkan nilai koefisien yang ada pada tabel 4.4, maka dapat dihasilkan persamaan regresi sebagai berikut :
= , × -10 + , + , + �
Keterangan :
= Dividen Kas X = Laba Akuntansi
X2 = Laba Tunai
� = error (pengganggu)
Berikut interpretasi dari model persamaan regresi berganda di atas:
a. nilai konstanta sebesar , × -10 yang menunjukkan apabila semua variabel independen dianggap konstan atau nol, maka nilai dari Dividen Kas adalah sebesar , × -10,
b. variabel Laba Akuntansi berpengaruh positif terhadap Dividen Kas sebesar
, , menunjukkan bahwa setiap kenaikan Laba Akuntansi 1% dengan asumsi variabel bebas lainnya dianggap konstan, maka akan meningkatkan Dividen Kas sebesar , .
(56)
43 c. variabel Laba Tunai berpengaruh positif terhadap Dividen Kas sebesar
, , menunjukkan bahwa setiap kenaikan Laba Tunai 1% dengan asumsi variabel bebas lainnya dianggap konstan, maka akan meningkatkan Dividen Kas sebesar , .
4.4 Pengujian Hipotesis
Pada pengujian hipotesis, akan dilakukan analisis koefisien determinasi, pengujian signifikansi koefisien regresi parsial secara menyeluruh atau simultan (uji �), dan uji signifikansi koefisien regresi parsial secara individu (uji ).
4.4.1 Analisis Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (�2) merupakan suatu nilai (nilai proporsi) yang mengukur seberapa besar kemampuan variabel-variabel bebas yang digunakan dalam persamaan regresi, dalam menerangkan variasi variabel tak bebas. Nilai koefisien determinasi berkisar antara 0 dan 1. Nilai koefsien determinasi �2 yang kecil (mendekati nol) berati kemampuan variabel-variabel tak bebas secara simultan dalam menerangkan variasi variabel-variabel tak bebas amat terbatas. Nilai koefisien determinasi �2 yang mendekati 1 berarti variabel-variabel bebas memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel tak bebas.
Tabel 4.5
Koefisien Determinasi Model R R Square
Adjusted R Square
1 .934a .873 .868
Berdasarkan Tabel 4.5, nilai koefisien determinasi �2 terletak pada kolom Adjusted R-Square. Diketahui nilai koefisien determinasi sebesar
�2= , . Nilai tersebut berarti seluruh variabel bebas secara simultan Universitas Sumatera Utara
(57)
44 mempengaruhi variabel Dividen Kas sebesar 86,8%, sisanya sebesar 13,2% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
4.4.2 Uji Signifikansi Parsial (Uji t)
Uji parsial (uji t) dilakukan untuk mengetahui pengaruh apakah setiap variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Nilai dari uji t dapat dilihat dengan membandingkan nilai thitung dan ttabel.. Sebelum
menghitung nilai tabel, terlebih dahulu menghitung nilai derajat. Berikut rumus untuk menghitung nilai derajat bebas.
� � = − .
Perhatikan bahwa menyatakan jumlah elemen dalam sampel, sedangkan merupakan jumlah variabel. Diketahui jumlah elemen dalam sampel sebanyak 63 dan jumlah variabel adalah 3, sehingga derajat bebas adalah
– = . Misalkan tingkat signifikansi yang digunakan adalah 5%, sehingga nilai tabel dengan derajat bebas 60 dan tingkat signifikansi % adalah ± , . Gambar 4.6 merupakan penghitungan tabel berdasarkan Microsoft Excel.
Sumber : lampiran 8
Gambar 4.6
Menentukan Nilai �tabel dengan Microsoft Excel
Suatu variabel dikatakan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen jika:
(1)
65
Lampiran 7
Cash Ratio Perusahaan Manufaktur di BEI
No Kode perusahaan
2010
2011
2012
1
AMFG
1,660
1,762
1,519
2
ARNA
0,130
0.039
0,162
3
ASII
0,189
0,271
0,204
4
AUTO
0,388
0,193
0,237
5
CPIN
0,001
0,556
0,440
6
HMSP
0,328
0,244
0,066
7
ICBP
1,261
1,479
1,532
8
IGAR
3,763
2,465
0,826
9
INDF
1,058
1,017
1,020
10 INTP
3,476
4,649
4,330
11 KAEF
0,565
0,434
0,589
12 KLBF
1,659
1,405
0,983
13 LION
5,184
3,751
4,790
14 LMSH
0,054
0,197
1,376
15 MAIN
0,334
0,169
0,106
16 MERK
2,052
3,878
1,198
17 MLBI
0,033
0,376
0,124
18 SKLT
0,106
0,151
0,051
19 SMCB
0,789
0,669
0,357
20 SMGR
1,455
1,168
0,638
21 SMSM
0,047
0,063
0,128
22 TCID
2,258
1,570
1,356
23 TOTO
0,596
0,481
0,446
24 TRST
0,132
0,097
0,069
25 TSPC
1,783
1,589
1,505
(2)
66
Lampiran 8
Hasil Output SPSS
Descriptive Statistics
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Dividen Kas
63
480000000
2.E12
4.40E11
5.626E11
Laba Akuntansi
63
4833531934
5.E12
1.04E12
1.301E12
Laba Tunai
63
5100086069
7.E12
1.27E12
1.831E12
Valid N (listwise)
63
(3)
67
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N
63
Normal Parameters
a,,bMean
-.0000036
Std. Deviation
2.00741995E11
Most Extreme Differences Absolute
.159
Positive
.140
Negative
-.159
Kolmogorov-Smirnov Z
1.260
Asymp. Sig. (2-tailed)
.084
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
(4)
68
Model Summary
bModel
R
R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1
.934
a.873
.868
2.041E11
2.234
a. Predictors: (Constant), Laba Tunai, Laba Akuntansi
b. Dependent Variable: Dividen Kas
ANOVA
bModel
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1
Regression
1.713E25
2
8.564E24
205.668
.000
aResidual
2.498E24
60
4.164E22
Total
1.963E25
62
a. Predictors: (Constant), Laba Tunai, Laba Akuntansi
b. Dependent Variable: Dividen Kas
Coefficients
aModel
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t
Sig.
Collinearity
Statistics
B
Std. Error
Beta
Tolerance
VIF
1 (Constant)
2.579E10 3.299E10
.782
.437
Laba Akuntansi
.312
.045
.721
6.970
.000
.198
5.040
Laba Tunai
.071
.032
.232
2.243
.029
.198
5.040
a. Dependent Variable: Dividen Kas
(5)
69
Uji Signifikan Likuiditas dalam Memoderasi Pengaruh Laba Akuntansi terhadap
Dividen Kas
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 3.442E11 1.085E11 3.173 .002
Laba Akuntansi (Cash Ratio) 1.252E11 1.079E11 .147 1.160 .250 a. Dependent Variable: DividenKas
Uji Signifikan Likuiditas dalam Memoderasi Pengaruh Laba Tunai terhadap
Dividen Kas
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 3.503E11 1.085E11 3.227 .002
Laba Tunai (Cash Ratio) 1.142E11 1.052E11 .138 1.086 .282
a. Dependent Variable: DividenKas
(6)