1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dividen merupakan bentuk pengembalian return diluar capital gain yang diberikan kepada para pemegang saham yang menanamkan modalnya di
perusahaan. Namun, peranan dividen dalam menyediakan informasi tentang kinerja masa depan dari perusahaan masih menjadi perhatian berbagai kalangan,
baik manajemen, investor maupun peneliti. Sebagai penanam modal di perusahaan, investor seringkali tidak mendapatkan informasi yang akurat tentang
kinerja perusahaan karena ada kemungkinan perusahaan menyajikan laporan keuangan yang tidak benar, maka perhatian investor bergeser kepada sejarah
pembayaran dividen perusahaan. Oleh karena itu, pihak manajemen perlu menyiratkan informasi kepada pasar melalui pembayaran dividen dalam rangka
mengurangi kesenjangan informasi. Pembayaran dividen membutuhkan dana dan dana untuk kebutuhan itu
dapat berasal dari berbagai alternatif baik pendanaan internal maupun pendanaan eksternal. Jika dana pembayaran dividen diperoleh dari penerbitan saham baru,
maka akan ada pemegang saham baru yang masuk di perusaaan dan memengaruhi manajemen dalam pengambilan keputusan. Jika sumber dana untuk pembayaran
dividen berasal dari surat utang, maka akan ada pihak luar yang dapat menekan manajemen dalam pengelolaan sumber dana perusahaan.
Pada umumnya, investor lebih menyukai pembagian dividen kas daripada capital gain karena dividen kas dianggap lebih menjanjikan dalam mengurangi
ketidakpastian. Hal ini sesuai dengan teori “bird in the hand theory” oleh Gordon
Universitas Sumatera Utara
2 1959. Gordon mengemukakan bahwa dividen kas a bird in the hand lebih
disukai daripada laba ditahan a bird in the bush karena pada akhirnya laba ditahan tersebut mungkin tidak akan pernah terwujud sebagai dividen di masa
mendatang it can fly away, yang berarti tidak ada imbal hasil atas saham yang dimiliki. Teori ini juga menganggap bahwa perusahaan dengan dividen tinggi
cenderung memiliki risiko investasi perusahaan yang lebih rendah. Fischer 1974 dengan menggunakan data di Inggris antara tahun 1949 dan 1957, mendukung
teori ini dan menyimpulkan bahwa dividen lebih memiliki dampak pada harga saham daripada laba ditahan.
Miller dan Modigliani 1961 dengan teori ketidakrelevanan dividen irrelevant dividend proposition, mengkritisi teori burung di tangan dan
berpendapat bahwa risiko investasi perusahaan ditentukan oleh tingkat risiko arus kas dari aktivitas operasinya bukan oleh rasio pembayaran dividennya.
Konsekuensinya, Miller dan Modigliani menyebut argumentasinya sebagai salah kaprah burung di tangan the bird-in-the-hand fallacy. Selain itu, Bhattacharya
1979 juga menyatakan bahwa tingkat risiko aliran kas perusahaan akan memengaruhi besar kecilnya dividen. Sebaliknya, kenaikan dividen yang
dibayarkan tidak akan mempengaruhi harga saham ataupun nilai perusahaan. Asumsi yang digunakan oleh Gordon 1959, Miller dan Modigliani 1961
tentang pasar modal sempurna mengabaikan kemungkinan efek pajak yang terjadi antara dividen dan capital gain. Litzenberger dan Ramaswamy 1979
mencetuskan teori perbedaan pajak dan berpendapat bahwa investor lebihmenyukai capital gain daripada pembayaran dividen karena dapat menunda
pembayaran pajak sampai saham benar-benar sudah terjual. Litzenberger dan Ramaswamy juga menambahkan bahwa rasio pembayaran dividen yang rendah
Universitas Sumatera Utara
3 akan menurunkan biaya modal saham dan menaikkan harga saham. Teori ini juga
berlawanan dengan teori “bird in the hand” yang dikemukakan oleh Gordon. Lintner 1956 mencetuskan teori perataan dividen the smoothing theory
dan mengemukakan bahwa adanya upaya pihak manajemen untuk melakukan perataan atas besarnya dividen yang dibagikan agar mencapai target rasio
pembayaran dividen jangka panjang. Hal ini dikarenakan adanya kekhawatiran akan ketidakmampuan perusahaan dalam membayar dividen dengan besaran yang
tidak jauh berbeda dengan periode sebelumnya. Dividen juga mengandung informasi tentang aliran kas sekarang dan
mendatang perusahaan menurut teori “Signaling Hypothesis”. Kenaikan dividen
diartikan sebagai berita baik dan pasar akan menyesuaikan dengan mengapresiasi harga saham. Sedangkan penurunan dividen akan diartikan sebagai bentuk
penyiratan informasi yang kurang baik terhadap prospek perusahaan dan harga saham perusahaan akan cenderung turun. Dividen dianggap sebagai sinyal
prospek perusahaan yang cukup penting karena investor akan menyikapi pengumuman dividen sebagai proksi dari pertumbuhan laba di masa mendatang.
Jensen dan Meckling 1976 mengemukakan teori keagenan menjelaskan bahwa kepentingan manajemen dan kepentingan investor seringkali bertentangan,
sehingga bisa menyebabkan terjadinya konflik diantara keduanya. Hal tersebut terjadi karena manajer cenderung berusaha mengutamakan kepentingan pribadi.
Investor tidak menyukai kepentingan pribadi manajer karena hal tersebut akan menambah biaya bagi perusahaan sehingga akan menurunkan keuntungan yang
diterima. Konflik antara manajer dan pemegang saham dapat dikurangi dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan
dan mekanisme tersebutakan menimbulkan biaya yang disebut agency cost.
Universitas Sumatera Utara
4 Stabilitas kebijakan dividen kas umumnya dikaitkan dengan responsivitas
pembayaran dividen kas terhadap perubahan laba. Kebijakan dividen kas yang stabil artinya jika ada perubahan laba naik atau turun, dividen kas yang
dibayarkan tidak serta merta berubah naik atau turun sesuai perubahan laba tersebut. Sementara kebijakan dividen kas yang tidak stabil artinya jika ada
kenaikan laba, dividen yang dibayarkan pun akan serta merta naik, dan sebaliknya.
Pemegang saham umumnya lebih menyukai pembayaran dividen kas yang stabil karena dapat mengurangi ketidakpastian. Salah satu industri di Indonesia
yang membagikan dividen kas stabil adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari gambar 1.1 mengenai grafik
pembayaran dividen kas perusahaan manufaktur selama tahun 2010 hingga 2012. Rasio pembayaran dividen kas perusahaan manufaktur pada tahun 2010 dan 2011
adalah sama yaitu sebesar 44. Namun, rasio pembayaran dividen kas mengalami penurunan sebesar 2 dan menjadi 42 pada tahun 2012. Penurunan rasio
pembayaran dividen yang terjadi tidak begitu besar sehingga masih dapat dikatakan stabil.
Sumber data :lampiran 6 Data diolah oleh peneliti
Gambar 1.1 Rasio Pembayaran Dividen Perusahaan Manufaktur di BEI
44 44
42
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
2010 2011
2012 Tahun
P e
rs e
n ta
se
Universitas Sumatera Utara
5 Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dan kestabilan tingkat
laba yang diperoleh juga sangat menentukan berapa besarnya dividen kas yang dibagikan kepada pemegang saham karena dari laba inilah porsi pembagian
dividen kas ditentukan. Laba yang dimaksud disini adalah laba akuntansi atau biasanya disebut dengan laba bersih setelah pajak. Manajer tetap akan menjaga
kestabilan dan berusaha untuk menunjukkan kepada pemegang saham, bahwa perusahaan mampu memberi dividen sesuai dengan harapan pasar.
Perusahaan juga harus menganalisis faktor ketersediaan kas, karena walaupun perusahaan mendapat laba tapi tidak memiliki kas yang cukup maka ada
kemungkinan perusahaan menahan laba tersebut untuk diinvestasikan kembali dan tidak dibagikan dalam bentuk dividen. Oleh karena itu, mayoritas perusahaan
sering mempertimbangkan laba tunai yang pada dasarnya adalah laba akuntansi setelah disesuaikan dengan transaksi-transaksi non kas antara lain seperti beban
penyusutan, beban amortisasi, penjualan kredit, beban gaji, beban pajak, beban bunga yang belum dibayar serta pembelian kredit, dalam menentukan besarnya
dividen yang dibagikan. Faktor likuiditas juga ikut berpengaruh terhadap pembagian dividen kas,
dimana rasio likuiditas merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Watson dan Head
2007 dalam penelitiannya, menyatakan bahwa perusahaan harus memperhatikan tingkat likuiditas sebelum membayar dividen dan jumlah dividen yang dibayarkan
tidak hanya menunjukkan profitabilitas perusaahan tapi juga kemampuannya untuk membayarkan dividen. Hal ini didukung oleh Suharli 2007 yang
mengatakan bahwa perusahaan yang memiliki likuiditas lebih baik maka akan mampu membayar dividen lebih banyak.
Universitas Sumatera Utara
6 Harahap 2007 menganalisis perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta pada periode 1999 hingga 2003. Hasil penelitiannya menunjukkan laba akuntansi dan laba tunai berpengaruh signifikan terhadap
dividen kas baik secara parsial maupun simultan. Namun, apabila dibandingkan dengan laba akuntansi, variabel laba tunai memperoleh hasil korelasi yang lebih
kecil daripada hasil korelasi laba akuntansi terhadap dividen kas. Sebagian perusahaan manufaktur membagikan dividen kas kepada pemegang saham
berdasarkan laba akuntansi, namun beberapa perusahaan juga mempertimbangkan laba tunai dalam pembagian dividen kas kepada pemegang saham.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Siregar 2012 yang menganalisis pengaruh laba akuntansi, laba tunai dan likuiditas terhadap dividen
kas. Siregar menganalisis 44 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Hasil penelitian Siregar menunjukkan bahwa secara parsial, laba akuntansi bepengaruh
signifikan dan positif terhadap dividen kas, namun laba tunai dan likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap dividen kas. Laba akuntansi, laba tunai dan
likuiditas secara simultan berpengaruh signifikan dan positif terhadap dividen kas. Suharli 2007 menganalisis pengaruh profitability dan investment
opportunity set terhadap pembayaran dividen tunai dengan likuiditas sebagai variabel penguat. Hasil penelitian menggunakan current ratio yang merupakan
proksi dari likuiditas sebagai variabel penguat variabel moderating karena memberikan hasil
signifikan α = 0.10 dalam memengaruhi profitabilitas dan kesempatan investasi tetapi hanya profitabilitas yang dapat dimoderasi dengan
likuiditas dalam memengaruhi kebijakan jumlah pembagian dividen kas perusahaan. Dengan demikian, Suharli menyimpulkan bahwa kebijakan jumlah
Universitas Sumatera Utara
7 pembagian dividen kas perusahaan dipengaruhi oleh profitabilitas dan diperkuat
oleh likuiditas perusahaan. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk menganalisis
faktor-faktor yang memengaruhi pembayaran dividen kas yang stabil dengan menggunakan laba akuntansi dan laba tunai sebagai variabel independen. Objek
penelitian yang digunakan adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia karena perusahaan tersebut hampir tidak terpengaruh oleh
fluktuasi perekonomian dan tetap menghasilkan laba yang optimal untuk memenuhi pembayaran utang dan dividen kas.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian ini sebelumnya adalah adanya penambahan likuiditas sebagai variabel moderasi. Penambahan variabel moderasi
ini diduga dapat memperkuat atau memperlemah hubungan laba akuntansi dan laba tunai terhadap dividen kas secara parsial. Rasio likuiditas yang dijadikan
sebagai variabel moderasi adalah cash ratio. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul:
“Analisis Pengaruh Laba Akuntansi Dan Laba Tunai Terhadap Dividen Kas Dengan Likuiditas Sebagai Variabel Moderasi Pada Perusahaan
Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia
”.
1.2 Perumusan Masalah