Akibat hukum perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam

Kehadiran anak dalam rumah tangga suami isteri merupakan amanah yang besar yang dititipkan Tuhan Yang Maha Esa, untuk membimbing anak ke jalan yang benar dan memiliki perilaku yang terpuji. Maka sudah seharusnya anak membalas jasa orang tua dengan berbakti kepada mereka. Seorang anak yang menjalankan kewajibannya dengan baik terhadap orang tua merupakan tolak ukur bahwa anak tersebut berbakti terhadap orangtuanya.

2. Akibat hukum perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam

a. Hak dan kewajiban suami isteri dalam KHI Perkawinan sebagai perbuatan hukum antara suami dan istri, bukan saja bermakna untuk merealisasikan ibadah kepada Allah SWT. Tetapi sekaligus menimbulkan akibat hukum keperdataan di antara keduanya. Namun demikian, karena tujuan perkawinan yang begitu luhur, yakni untuk membina keluarga yang bahagia, kekal, abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perlu diatur hak dan kewajiban antara Suami istri. KHI mengatur hak dan kewajiban suami dan isteri dalam Pasal 77-84. Seperti halnya dalam UUP, KHI juga mengatur mengenai hak dan kewajiban suami isteri bersama-sama dan hak dan kewajiban masing-masing pihak. 1 Hak dan kewajiban suami isteri bersama-sama Suami isteri memiliki hak yang sama dalam menentukan tempat kediaman yang tetap Pasal 78 KHI. Hak dan kedudukan isteri adalah Universitas Sumatera Utara seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat, masing-masing pihak berhak melakukan perbuatan hukum Pasal 79 KHI, adapun isi kedua pasal ini mempertegas kembali ketentuan Pasal 31 dan 32 UUP. Sedangkan kewajiban suami isteri bersama-sama diatur dalam Pasal 77 KHI yaitu : a Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah yang menjadi sendi dasar dan susunan masyarakat. b Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain. c Suami isteri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan agamanya. d Suami isteri wajib memelihara kehormatannya. e Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama. 2 Kewajiban suami Tali perkawinan dalam Islam adalah sebuah ikatan yang kokoh yang menjalin pasangan suami isteri dalam rangka mencapai jalinan rumah tangga yang penuh cinta dan kasih. Allah menyifati hubungan perkawinan itu dengan istlah mitsaqan ghalizhan ikatan yang kokoh. Untuk menjaga perkawinan tersebut suami isteri memiliki tugas masing-masing, hak suami merupakan kewajiban dari isteri begitu juga sebaliknya hak isteri merupakan kewajiban suami. Kewajiban suami diatur dalam Pasal 80 KHI, yaitu : a Suami adalah pembimbing, terhadap isteri dan rumah tangganya, akan tetap mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting- penting diputuskan oleh suami isteri bersama. Universitas Sumatera Utara b Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. c Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada isterinya dan member kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa. d Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung : 1 Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri; 2 Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak; 3 Biaya pendididkan bagi anak. e Kewajiban suami terhadap isterinya seperti tersebut pada ayat 4 huruf a dan b di atas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari isterinya. f Isteri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya sebagaimana tersebut pada ayat 4 huruf a dan b. g Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat 5 gugur apabila isteri nusyuz. Suami wajib pula menyediakan tempat kediaman bagi isteri dan anak-anaknya atau bekas isteri. Tempat kediaman disediakan untuk melindungi isteri dan anak-anak dari pihak lain sehingga mereka merasa aman dan tentram. Tempat kediaman tersebut berfungsi sebagai tempat menyimpan harta kekayaan, sebagai tempat menata dan mengatur alat-alat rumah tangga. Kewajiban suami melengkapi tempat kediaman tersebut sesuai dengan kemampuannya. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 81 KHI. 3 Kewajiban isteri Kewajiban isteri yang merupakan hak suami diatur dalam Pasal 83 KHI, yaitu : a Kewajiban utama bagi seoarang isteri ialah berbakti lahir dan batin kepada suami di dalam yang dibenarkan oleh hukum Islam. b Isteri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya. Universitas Sumatera Utara Pembagian tanggung jawab antara suami dan isteri ini merupakan urusan yang vital, untuk menegakkan kehidupan keluarga dan mengatur urusan nya serta merealisasikan misinya, maka tolong menolong diantara mereka merupakan sesuatu yang vital juga, untuk kesempurnaan penunaian tanggung jawab tersebut dari satu sisi dan untuk memelihara rasa cinta kasih dari segi lain. b. Harta bersama dalam perkawinan dalam KHI Dalam konteks konvensional beban ekonomi keluarga adalah hasil pencarian suami, sedangkan isteri sebagai ibu rumah tangga bertindak sebagai menejer yang mengatur menejemen ekonomi keluarganya. Namun sejalan dengan tuntutan perkembangan, isteri juga bisa melakukan pekerjaan yang dapat mendatangkan kekayaan. Jika yang pertama digolongkan ke dalam syirkah al- abdan, modal dari suami, isteri andil jasa dan tenaganya. Yang kedua di mana masing-masing mendatangkan modal, dikelola bersama, disebut dengan syirkah ‘inan. 117 Bab XIII KHI menyebutkan mengenai terjadinya harta bersama, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 35 UUP. Akan tetapi dalam Pasal 1 huruf f disebutkan harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah adalah harta yang diperoleh sendiri-sendiri atau bersama suami-isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung dan selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun. Ujung kalimat mempunyai makna 117 Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, Hal 201 Universitas Sumatera Utara penting karena tidak hanya menyangkut hukum perkawinan akan tetapi juga hukum benda tentang pendaftaran yang masih memerlukan perhatian lebih jauh. Pasal 85 sampai dengan Pasal 97 KHI mengatur tentang harta kekayaan dalam perkawinan. Pasal-pasal tersebut dari KHI memberi pengaturan cukup rinci mengenai masalah harta bersama ini. Sayuti Thalib memberikan pengertian harta bersama adalah, kekayaan yang diperoleh selama perkawinan diluar hadiah atau warisan. Maksudnya adalah harta yang didapat atau usaha mereka atau sendiri-sendiri selama masa ikatan perkawinan. 118 KHI mengatur mengenai harta bersama secara berturut-turut dalam Pasal 85, 86 dan 87 yaitu Adanya harta bersama dalam perkawinan tersebut tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau isteri. Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan isteri karena perkawinan. disebutkan bahwa harta isteri tetap menjadi harta isteri dan dikuasai penuh olehnya, demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai penuh olehnya. Sedangkan mengenai harta bawaan, masing-masing suami isteri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Oleh karena itu suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hadiah, hibah, sedekah atau lainnya. 118 Sayuti Thalib Op.cit, Hal 89. Universitas Sumatera Utara Mengenai harta bersama suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak, suami atau isteri berhak membelanjakan harta bawaan masing- masing seperti yang diatur di dalam Pasal 87 ayat 2 KHI. Pengeturan lebih rinci masalah ini diatur dalam Pasal 88 , 89 dan 90, yaitu : Apabila terjadi perselisihan antara suami isteri tentang harta bersama, maka penyelesaian perselisihan itu diajukan kepada Pengadilan Agama. Suami mempunyai bertanggung jawab menjaga harta bersama, harta isteri maupun hartanya sendiri, demikian pula Isteri turut bertanggung jawab menjaga harta bersama maupun harta suami yang ada padanya. c. Lahirnya keturunan anak dalam KHI Anak-anak merupakan titipan dan amanah dari Allah Swt yang harus dijaga, dipelihara, dibimbing, dan dididik oleh kedua orang tuanya. KHI memberikan arti dari anak sah, dalam Pasal 99 KHI yang dimaksud dengan anak sah adalah : 1 Anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah 2 Hasil pembuahan suami isteri yang sah diluar rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut bayi tabung. KHI juga mengenal anak yang lahir di luar perkawinan yang sah atau anak tidak sah, seperti yang tercantum dalam Pasal 100 KHI yang menyebutkan anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarganya. Ini berarti jika anak yang lahir dari perkawinan atau anak sah memiliki hubungan nasab dari kedua orang tuanya, berbeda dengan anak tidak sah yang hanya memiliki hubungan nasab dari ibu dan keluarga ibunya saja. Universitas Sumatera Utara Pasal 101 KHI menyebutkan bahwa “seorang suami yang mengingkari sahnya anak sedang isteri tidak menyangkalnya, dapat meneguhkan pengingkarannya dengan li’an”. Kata “li’an” diambil dari kata Al-la’nu, yang artinya jauh dan laknat atau kutukan. Disebut demikian karena suami yang saling ber li’an berakibat saling dijauhkan oleh hukum dan diharamkan berkumpul sebagai suami isteri selama-lamanya. 119 Permohonan yang diajukan seorang suami untuk menceraikan istrinya dengan alasan karena istrinya telah melakukan zina. Apabila terjadi pengingkaran suami terhadap janin danatau anak yang dilahirkan isterinya, seorang ayah yang akan menyangkal sahnya anak yang dikandung isterinya harus mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama dalam jangka waktu 180 hari sesudah hari lahirnya atau 360 hari sesudah putusnya perkawinan atau setelah suami itu mengetahui bahwa isterinya melahirkan anak dan berada di tempat yang memungkinkan dia mengajukan perkaranya kepada Pengadilan Agama. Namun pengingkaran itu tidak akan berlaku apabila sudah lewat waktu, ini diatur dalam Pasal 102 KHI. Bilamana li’an terjadi maka perkawinan itu putus untuk selamanya dan anak yang dikandung dinasabkan kepada ibunya, sedang suaminya terbebas dari kewajiban memberi nafkah Pasal 162 KHI. Untuk membuktikan asal usul seorang anak dapat dilakukan atau dibuktikan dengan akta kelahiran namun bila akta kelahiran tidak ada maka pengadilan agama dapat mengeluarkan penetapan tentang asal asul anak tersebut, hal ini diatur dalam Pasal 103 KHI. 119 Abdul Rahman Gozali, Fiqih Munakahat, Jakarta, Kencana Prenada Media Grup, 2012 Hal 238 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan uraian di atas ketentuan mengenai pemeliharaan anak tidak jauh berbeda dengan ketentuan yang diatur dalam UUP dan batas usia anak yang sama dengan batas usia yang ditentukan dalam hukum perdata. Seorang suami juga diberikan hak untuk mengingkari anaknya sebagaimana diatur juga dalam UUP. Hanya saja dalam KHI dikenal usia mummayiz yang ditentukan dalam batas usia 12 tahun. Pasal 105 KHI huruf b menyatakan bahwa : “Pemeliharaan anak yang sudah mummayiz diserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah dan ibunnya sebagai pemegang pemeliharaan haknya.” Hak ini disebut hak khiyar hak memilih. Suami isteri memiliki hak yang sama untuk mengasuh, merawat dan mendidik anak akan tetapi lebih diutamakan kepada pihak perempuan karena biasanya lebih mampu mencurahkan kelembutan dan kasih sayang serta menjunjung anak, sedangkan laki-laki biasanya hanya punya kemampuan dan kewajiban untuk menjaga, melindungi dan memberikan yang terbaik kepada anak secara fisik. 120 120 Efendi Satria, Makna Urgensi Dan Kedudukan Nasab Dalam Perspekstif Hukum Islam, Jakarta, Al hikmah, 1999 Hal 42. Universitas Sumatera Utara

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG

QANUN NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG KHALWATMESUM A. Sejarah Pembentukan dan Pemberlakuan Qanun Nomor 14 Tahun 2003 Tentang KhalwatMesum Pada masa penjajahan Kolonial Belanda, Belanda menyerang ibu kota kesultanan Aceh pada April 1873 dan berhasil menaklukkan kesultanan Aceh dengan pimpinan sultan yang terakhir Muhammad Daud Syah 1874-1903. Dengan ditaklukkannya Kuta Raja sebagai pusat telah berakhir dan para administrasi ditempatkan untuk mengambil alih posisi dan hak-haknya. Akan tetapi dalam pandangan masyarakat Aceh, mereka belum ditaklukkan dan perang masih berlanjut. Dalam hal ini ulama menjadi inspirator nyata dalam perjuangan Aceh dan bersama masyarakat. 121 Setelah Indonesia merdeka tuntutan untuk menerapkan Syariah Islam kembali muncul. Masyarakat Aceh yang sebelumnya telah menyatakan kepada Seokarno bahwa Aceh mau membantu dan bergabung dengan RI melawan penjajahan Belanda dengan diberikan hak untuk melaksanakan syariat Islam menurut pelaksanaannya 122 . Teungku Daud Beureh, tokoh pergerakan Aceh 121 Yuni Roslaili, Formalisasi Hukum Pidana Islam Di Indonesia, Analisis Khusus Terhadap Hukum Pidana Islam Di Nanggroe Aceh Darussalam, Disertasi SPS UIN, Jakarta, 2009 Hal 116 122122 Muhammad Umar, Peradaban Aceh: Kilasan Sejarah Aceh Dan Adattamaddun I, Yayasan Busafat Banda Aceh, 2006, Hal 63 Universitas Sumatera Utara berkali-kali menuntut penerapan syariat Islam kepada Presiden dan pihak Presiden hanya memberi janji-janji. 123 Pada masa Reformasi Aceh kembali menuntut pemberlakuan syariat Islam, tuntutan referendum kepada Aceh mendominasi tuntutan pemberlakuan syariat Islam. Pemerintah pusat memberi respon dengan mengundangkan Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Ada 4 keistimewaan yang termaktub dalam undang-undang ini yaitu : 1. Penyelenggaraan kehidupan beragama, 2. Penyelenggaraan kehidupan adat, 3. Penyelenggaraan pendidikan dan 4. Peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah. Pada Juli 2001 di masa kepemimpinan Megawati Soekarno Putri pemerintahan mengeluarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Propinsi Nangroe Aceh Darussalam dan mengatur lebih jauh otonomi khusus bagi NAD, seperti adanya Mahkamah Syaiyyah, Qanun, Zakat, Kepemimpinan Adat dan lain-lain. Gempa bumi dan tsunami di Aceh pada tanggal 24 Desember 2004, membuka pintu hikmah bagi rakyat Aceh, pada tanggal 17 Juli 2005 kedua belah pihak yaitu GAM dan RI bersepakat untuk berdamai dengan beberapa ketentuan yang tertuang dalam MoU. 123 Ibid, Hal 70 Universitas Sumatera Utara Salah satu tuntutan yang disetujui oleh Pemerintah pusat yang tertuang dalam MoU adalah penerapan syariat Islam. Penerapan Syari‘at Islam di Aceh adalah tentang Qanun yang berfungsi sebagai Peraturan Daerah Perda . Ide penyusunan qanun bagi dunia Islam bukanlah merupakan sesuatu yang baru bagi dunia Islam. Dapat dirujuk Piagam Madinah yang dibuat oleh Nabi Muhammad saw. Piagam Madinah bila dicermati sebenarnya sudah menggunakan bahasa undang-undang dasar sebagaimana dikenal zaman modern ini. Kemudian pada tahun 775 M, dicetuskan kembali ide tersebut ketika Ibn al- Muqaffa’ menyaksikan adanya kesenjangan hukum dan pertentangan keputusan pengadilan pada masa hidupnya. Qanun secara etimologis, berasal dari bahasa yunani yang masuk menjadi bahasa Arab yang melalui bahasa Siryani yang berarti alat pengukur. Dalam bahasa Inggris qanun disebut canon, yang antara lain sinonim artinya dengan peraturan regulation, rule, atau ordinance, hukum law, norma norm, undang- undang statute atau code, dan peraturan dasar basic rule. Dalam konteks Indonesia, istilah ‘qanun’ digunakan tidak hanya untuk hukum yang berkaitan dengan masyarakat, tapi juga untuk hukum yang bertalian dengan masalah ibadah seperti zakat dan haji. Perlu digaris bawahi, di samping dapat berarti hukum atau hal-hal yang berisi hukum, qanun juga dapat digunakan istilah bagi pendaftaran dan list daftar, rekaman pajak tanah register and list recording land taxes 124 . 124 Ahmad Sukardja, dan Mujar Ibnu Syarif, Tiga Kategori Hukum: Syariat, Fikih, Qanun, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, Hal 120. Universitas Sumatera Utara Dalam perkembangannya, qanun dapat dikatakan identik dengan undang- undang di negara Islam atau negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, berupa : 1. Mengatur hal-hal yang berkaitan antar sesama manusia, terutama wilayah muamalat atau hal-hal keduniaan. Ada qanun undang-undang mengatur masalah-masalah yang substansinya berkaitan dengan ibadah. Di Indonesia misalnya ada kanun yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan zakat, wakaf dan haji. 2. Berisi hukum Islam yang sudah jelas ketentuan pokoknya dari nasnya dan dalam waktu bersamaan kebijakan publik atas dasar urf adattradisi yang baik, istihsan penetapan hukum yang dilakukan oleh seorang mujtahid terhadap suatu masalah yang menyimpang dari ketetapan yang diterapkan pada masalah-masalah yang serupa, karena ada alasan yang lebih kuat yang menghendaki dilakukannya penyimpangan tersebut. Pada mulanya diteorikan bahwa qanun mengatur hal-hal yang belum ada ketentuan hukumnya di dalam syariah namun perkembangan berikutnya lebih menekankan kepada istilah di atas. 3. Qanun yang secara eklektis memilah dan memilih materi yang berasal dari sekian banyak perbedaan pendapat di kalangan ahli hukum Islam untuk kemudian disusun dan ditetapkan sebagai peraturan yang harus ditaati oleh seluruh masyarakat terutama ketika qanun ini merupakan produk lembaga legislatif, maka qanun juga berarti mempunyai nilai konsensus, meski dianggap terbatas pada negara tertentu saja. Universitas Sumatera Utara 4. Dalam beberapa hal terkadang melewati ketentuan hukum Islam yang berlaku dengan alasan untuk kepentingan umum dengan dalih politik hukum Islam. Dengan alasan ini, terkadang kepentingan negara atau bahkan pemerintah tampak sangat menonjol. Di sini sering terjadi konflik antara pendukung konsep qanun, yang terkadang dengan alasan reinterpretasi terhadap hukum Islam yang dipahami selama ini, dengan para ulama yang mengikat dirinya untuk konsep dengan hukum Islam yang juga mereka pahami selama ini. Dalam suasana seperti ini pula ketika qanun di Turki pertama-tama muncul. 5. Berupa undang-undang resmi produk legislatif atau lembaga eksekutif yang mempunyai fungsi legislatif. Dalam sejarahnya memang tidak selalu bernama undang-undang dan juga tidak selalu produk legislatif, namun dapat berupa ‘Titah Raja’ atau penguasa. Dengan demikian, maka qanun memiliki kekuatan mengikat dan sekaligus final jika sudah diputuskan oleh adat dan negara untuk eksekusi terhadap putusan atas dasar qanun tersebut. 125 Dalam perkembangan selanjutnya pelaksanaan syariat Islam di Aceh diperkuat lagi dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh. Dengan diberlakukan undang-undang dan qanun sebagaimana tersebut di atas maka pelaksanaan Syariat Islam mulai berjalan sekalipun masih tertatih. Mengingat Provinsi Aceh merupakan salah satu daerah di Negara Republik Indonesia yang selalu bergejolak, dan telah menghancurkan 125 Ibid, Hal 125 Universitas Sumatera Utara seluruh tatanan sosial masyarakatnya maka pengamalan Syariat Islam secara kaffah kembali membutuhkan waktu panjang. Hasil yang sangat menonjol dalam penerapan syariat Islam menurut data di kepolisian adalah berkurangnya tindak kriminal yang disebabkan oleh minuman yang memabukkan. Data lain juga menunjukkan penurunan yang signifikan dalam kasus perjudian. 126 Aceh diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk melaksanakan Syariat Islam secara kaffah. Sebagai usaha menindak lanjuti Undang-undang Otonomi Khusus dan konsisten dengan kesepakatan MoU, maka dibentuklah beberapa qanun di Aceh yang berkaitan dengan Hukum Jinayat, yakni : Qanun Nomor 11 Tahun 2002 tentang Aqidah, Ibadah, Syiar Islam, Qanun Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Khamar minuman, Qanun Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Maisir perjudian, dan Qanun Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Khalwatmesum 127 Qanun Nomor 7 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Zakat 128 Sebenarnya, jauh sebelumnya, bahkan sebelum terjadi bencana tsunami, Provinsi Aceh sudah memiliki tiga qanun mengenai jinayah. Pertama, Qanun Nomor 12 Tahun 2003 tentang Khamar dan Sejenisnya. Kedua, Qanun Nomor 13 Tahun 2003 tentang Maisir. Ketiga, Qanun Nomor 14 Tahun 2003 tentang Khalwat. Aturan hukum diperlukan dalam melindungi masyarakat dan setiap anggota masyarakat. Aturan tersebut harus dipahami oleh masyarakat dan sesuai 126 Tgk. Faisal Ali, Identitas Aceh Dalam Perspektif Syariat Adat, Badan Arsip Dan Perpustakaan Aceh, Banda Aceh, 2013 Hal 36 127 Ibid, Hal 35 128 Himpunan Undang-undang Keputusan Presiden Peraturan Daerah Qanun Intruksi Gubernur Berkaitan Pelaksanaan Syariat Islam Universitas Sumatera Utara dengan kebutuhan masyarakat. 129 . Diberlakuan qanun khalwat karena khalwatmesum termasuk salah satu perbuatan mungkar yang dilarang dalam syariat Islam dan bertentangan pula dengan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat Aceh. Perbuatan tersebut dapat menjerumuskan seseorang kepada perbuatan zina. Hal ini berarti mesum adalah segala kegiatan, perbuatan dan keadaan yang mengarah kepada perbuatan zina. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Ahmad Al Faruqy yang menyatakan, “dibentuknya qanun khalwat merupakan suatu upaya untuk mengisi kebutuhan hukum positif dalam pelaksanaan syariat Islam”. Gagasan larangan khalwat adalah tuntutan masyarakat aceh, karena pergaulan bebas dalam merupakan hal yang selalu dihindari dan tidak sesuai dengan kebudayaan Aceh. 130 Pertimbangan diatas dibentuklah qanun khalwat ini karena secara umum perbuatan mesum yang dilarang oleh Islam tidak memiliki pengertian yang sama dengan unsur zina yang dimiliki oleh KUHP. Hal ini disebabkan karena KUHP didominasi dengan ruh Kristiani sedangkan qanun berdasarkan pada Al- qur’an dan hadist. Merujuk kepada asas lex specialis derogat lex generalis, maka semenjak diberlakukan qanun di Aceh berlaku pula asas personalitas dan asas keislaman yaitu : 129 Ismail Suny, “Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia” dalam Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional Jakarta, Gema Insani Press, 1996, Hal 133-134 130 Ahmad Al Faruqy, Op.Cit, Hal 3 Universitas Sumatera Utara 1. Untuk masyarakat muslim NAD yang melakukan tindak pidana di NAD secara otomatis berlaku hukum Islam qanun. 2. Untuk masyarakat muslim lainnya masyarakat bukan Aceh yang melakukan tindak pidana di NAD tetap berlaku hukum Islam qanun. 3. Untuk masyarakat NAD non-muslim yang melakukan tindak pidana di NAD atau diluar NAD tidak berlaku hukum Islam qanun. 4. Untuk masyarakat muslim NAD yang melakukan tindak pidana di luar NAD juga tidak berlaku hukum Islam qanun. 131

B. Tugas Dan Wewenang Wilayatul Hisbah

Dokumen yang terkait

Perkawinan Campuran Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Tentang Perkawinan

2 93 97

Perkawinan Dibawah Umur Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Hukum Adat Serta Kompilasi Hukum Islam

6 131 125

NIKAH TAFWIDH MENURUT HUKUM ISLAM DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM.

1 5 1

PERBANDINGAN HUKUM TENTANG AKIBAT PEMBATALAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM.

0 0 12

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

0 0 35

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN A. Pengertian Perkawinan Dan Asas Perkawinan Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam 1. Pengertian Perkawinan Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 - Pelaksanaa

0 0 42

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pelaksanaan Perkawinan Sebagai Sanksi Bagi Pelaku Khalwat Dalam Persepektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (Atudi di Kota Langsa)

0 0 13

Pelaksanaan Perkawinan Sebagai Sanksi Bagi Pelaku Khalwat Dalam Persepektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (Atudi di Kota Langsa)

0 0 11

PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN HUKUM ADAT SERTA KOMPILASI HUKUM ISLAM SKRIPSI

0 0 13

BAB IV ANALISIS PENGATURAN USIA PERKAWINAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN PERSPEKTIF POLITIK HUKUM ISLAM - Pengaturan Usia Perkawinan Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Perspektif Politik Hukum Islam. - Ra

0 0 37