BAB IV PELAKSANAAN PERKAWINAN SEBAGAI SANKSI BAGI PELAKU
KHALWAT DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN
KOMPILASI HUKUM ISLAM
A. Dasar Hukum Penjatuhan Sanksi Perkawinan Bagi Pelaku Khalwat
Pada dasarnya perkawinan di Indonesia adalah suatu peristiwa yang sakral, karena dalam suatu perkawinan hidup nilai-nilai agama dan kepercayaan masing-
masing individu. Dengan perkawinan diharapkan akan menciptakan pergaulan laki-laki dan perempuan menjadi terhormat. Perkawinan juga ikatan yang diatur
secara hukum oleh karenanya menimbulkan akibat hukum bagi para pihak yang terlibat.
149
Pemerintah menaruh perhatian besar terhadap peristiwa perkawinan, ini dilihat dengan diberlakukan Undang-undang Perkawinan dan beberapa ketentuan
lainnya berkaitan dengan perkawinan. Ikatan perkawinan terjadi karena didasarkan pada cinta kasih antara kedua
belah pihak, maka seharusnya perkawinan merupakan suatu peristiwa yang membahagiakan. Dengan demikian apa yang menjadi tujuan perkawinan yaitu
membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dapat tercapai. Namun bertempat di Kota Langsa, terdapat suatu
perkawinan yang terjadi berdasarkan pemberian sanksi penderitaan yang diberikan oleh petugas WH bagi pelaku khalwat.
Salah satu implementasi dari penerapan syari’at Islam adalah dengan diberlakukan qanun khalwat mesum. Hukum melakukan khalwatmesum adalah
149
Martiman Prodjohamijojo, Op.Cit. Halaman 8
Universitas Sumatera Utara
haram. Ini sesuai dengan bunyi Pasal 4 Qanun Nomor 14 Tahun 2003, yaitu menyebutkan khalwatmesum hukumnya haram.
Sanksi terhadap perbuatan khalwatmesum terdapat dalam Pasal 22 Qanun Nomor 14 Tahun 2003 menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan
perbuatan khalwat mesum dikenai sanksi dengan ‘uqubat ta’zir berupa dicambuk
paling tinggi 9 sembilan kali, paling rendah 3 tiga kali danatau denda paling banyak Rp. 10.000.000-, Sepuluh Juta Rupiah, paling sedikit Rp. 2.500.000-,
Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah. Sedangkan bagi setiap orang atau kelompok masyarakat, atau aparatur
pemerintah dan badan usaha yang memberi fasititas kemudahan danatau melindungi orang melakukan khalwatmesum
dikenai sanksi berupa ‘uqubat ta’zir berupa kurungan paling lama 6 enam bulan, paling singkat 2 dua bulan
danatau denda paling banyak Rp. 15.000.000-, Lima Belas Juta Dupiah, paling sedikit Rp. 5.000.000-, Lima Juta Rupiah.
Demikianlah sanksi ta’zir yang diberikan bagi pelaku khalwat. Saat ini
yang menjadi persoalan adalah kekosongan hukum mengenai perbuatan zina. Hingga kini qanun yang mengatur perbuatan zina belum berlaku efektif, masih
terjadi pro dan kontra dalam penerapannya. Keadaan inilah yang menjadikan qanun khalwat masih dipakai sebagai pedoman oleh petugas WH untuk menindak
pelaku khalwat maupun zina. Petugas WH akan menangkap mereka dan mengadilinya dengan qanun khalwat. Kemudian jika dalam pemeriksaan berita
acara salah satu pihak mengaku telah melakukan zina, maka pada pelaku tersebut diberlakukan sanksi untuk melangsungkan perkawinan.
Universitas Sumatera Utara
Qanun jinayat yang belum efektif diberlakukan adalah Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat. Dalam ketentuan penutup qanun
ini dinyatakan qanun mulai berlaku 1 tahun setelah diundangkan, yaitu tepatnya Oktober 2015, dan mencabut Qanun Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Khamar dan
sejenisnyar, Qanun Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Maisir dan Qanun Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Khalwatmesum. Dengan demikian kekosongan hukum
terhadap pelaku zina bukanlah sebuah masalah lagi pada Oktober 2015, hal itupun jika pemerintah dan masyarakat telah siap dengan pemberlakuan qanun jnayat
tersebut, karena hukuman bagi pelaku zina cambuk 100 kali, denda 1000 gram emas murni dan penjara paling banyak 100 bulan.
Kamaruzzaman membenarkan hal tersebut. Beliau menyatakan bahwa qanun zina memang belum diberlakukan secara efektif. Larangan dan hukuman
bagi pelaku zina akan diatur dalam qanun hukum jinayat. Sehingga untuk saat ini, setiap pasangan yang bukan muhrim atau belum halaltidak halal berdua -duaan
ditempat sunyi dan tertutup maka kepada mereka dikenakan qanun khalwat, terlepas apakah mereka melakukan zina atau tidak, tapi asal perbuatan adalah
mesum.
150
Pemberlakuan qanun hukum jinayat tersebut memang akan menutupi kekosongan hukum yang selama ini ada, tetapi menjadi tantangan besar bagi
pemerintah Aceh untuk menerapkannya, di mana hukuman yang diberikan jauh lebih berat dibandingkan qanun sebelumnya, serta memerlukan peningkatan
aparatur penegak hukum yang professional dan terpercaya agar pelaksanaan hukum dapat berjalan efektif.
150
Wawancara dengan Khamaruzzaman, Kasubbag TU, Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah Kota Langsa tanggal, 30 Desember 2014.
Universitas Sumatera Utara
Menanggapi mengenai sanksi yang diberikan adalah perkawinan bukannya cambuk danatau denda sesuai ketentuan
‘uqubat yang diatur dalam qanun khalwat, maka Kamaruzzaman menerangkan bahwa perkawinan bukanlah suatu
bentuk dari sanksi, tetapi hasil penyelesaian adat dengan mengarahkan kedua pelaku untuk melangsungkan perkawinan. Dalam hal ini perkawinan adalah usaha
penyelesaian kasus khalwat secara non yustisial. Para pelaku tidak ditindaklanjuti oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil
PPNS berada dalam Dinas Syari’at Islam ke proses peradilan tetapi diarahkan melangsungkan perkawinan. Perkawinan
dimaksudkan sebagai upaya agar terhindar dari perbuatan zina, karena pemberian nasehat tidak menjamin pelaku tidak mengulangi lagi perbuatan zina.
77
Penyelesaian adat yang dimaksud di atas adalah penyelesaian yang melibatkan perangkat gampong yaitu geuchik
78
, teungku imum
79
dan tuha peut.
80
Melalui pemberlakuan Qanun Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat, ada beberapa tindak pidana yang diselesaikan
melalui penyelesaian adat. Penyelesaian ini bersifat musyawarah. Sanksi yang diberikan biasanya, pesusijuk gampong,
81
pelaku dimandikan di mesjid, denda yang diberikan kepada gampong yang dicemarkan dan perkawinan.
82
Pada dasarnya pernyataan di atas mengandung arti mendekatkan pada maslahah yang berarti kebaikan dan menjauhkan dari mudarat yang berarti rugi,
77
Wawancara dengan Khamaruzzaman, Kasubbag TU, Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah Kota Langsa tanggal, 30 Desember 2014.
78
Kepala Desa
79
Imam mesjid desa
80
Lembaga adat gampong atau lembaga perwakilan masyarakat gampong yang merupakan perwakian dari segenap unsur masyarakat
81
memberi tepung tawar
82
Wawancara dengan Khamaruzzaman, Kasubbag TU, Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah Kota Langsa tanggal, 30 Desember 2014.
Universitas Sumatera Utara
buruk atau kerusakan.
83
Perkawinan bagi pelaku dipandang lebih bermanfaat agar terhindar dari dosa dari pada hukuman lainnya. Karena tidak ada jaminan bahwa
pelaku tidak mengulangi lagi perbuatan zina tersebut. Selanjutnya beliau menegaskan bahwa tidak semua pelaku khalwat
diharuskan untuk menikah, ada juga pelaku yang dikenai hukuman denda dan hukum cambuk. Pertimbangannya adalah jika pelaku belum cukup umur untuk
melangsungkan perkawinan, belum mandiri dan terikat perkawinan, maka bagi mereka dikenai hukum cambuk. Pelaksanaan bagi pelaku yang dihukum cambuk
adalah pertama penyidik PPNS menemukan tersangka dan mengumpulkan alat bukti, Kedua setelah selesai berkas dari penyidik dilanjutkan ke Penuntut umum,
Penuntut Umum membuat dakwaan berdasarkan ketentuan sank si dalam qanun khlawat, Ketiga
berkas perkara dilimpahkan ke Mahkamah Syar’iyah kemudian hakim memutuskan jumlah hukuman cambuk dan penentuan hari eksekusi
hukuman bagi pelaku, Keempat pelaksanaan eksekusi pelaku masih berada dalam kewenangan Kejaksaan, namun algojo yang melakukan cambuk berasal dari
Dinas Syari’at Islam yang dirahasiakan identitasnya. Kelima pelaksanaan eksekusi dilakukan di halaman Mesjid Raya Baiturrahman Langsa.
84
NR, selaku orang tua dari pelaku khalwat menjelaskan bahwa beliau diharuskan menandatangani surat pernyataan yang isinya memberikan jawaban
bersedia melangsungkan perkawinan anaknya dan memberikan jawaban tegas dalam tempo waktu 1 satu minggu. Keputusan ini merupakan hal yang berat
bagi NR, dikarenakan ia menginginkan anaknya menyelesaikan kuliahnya terlebih dahulu, memperoleh pekerjaan dan kemudian baru memikirkan
83
www.academia.edu6767570pengertian_maslahat Tanggal 16 Mei 2015
84
Wawancara dengan Khamaruzzaman, Kasubbag TU, Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah Kota Langsa tanggal, 30 Desember 2014.
Universitas Sumatera Utara
pernikahan. Ditambah lagi pihak laki-laki menurut NR belum mandiri untuk memimpin sebuah keluarga karena usia yang belum matang.
85
LS 19 menyatakan bahwa ia belum siap untuk melangsungkan perkawinan, ia mengaku tidak melakukan perbuatan zina. Pengakuan LS berbeda
dengan pengakuan DD 21 yang menjadi pasangannya, dalam pemeriksaan yang berlangsung lama DD mengaku telah melakukan perbuatan zina tersebut sehingga
petugas menjatuhkan sanksi perkawinan. Selanjutnya LS menerangkan bahwa ia belum siap untuk melaksanakan perkawinan, bahkan belum pernah berfikir untuk
menikah karena masih pendidikannya
86
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penyelesaian kasus khalwat oleh petugas WH yaitu dengan memutuskan melangsungkan perkawinan
berdasarkan adanya bukti pengakuan salah satu pihak telah melakukan perbuatan zina, penjatuhan sanksi perkawinan yang diberikan kepada pelaku khalwat pada
dasarnya tidak sesuai dengan ketentuan qanun khalwat, serta kewenangan menjatuhkan hukuman bukan berada pada WH. WH bertugas melakukan
pembinaan bukan memberikan hukumansanksi. Kewenangannya menjatuhkan hukuman ad
a pada Mahkamah Syar’iyah. Sanksi perkawinan tersebut menurut pandangan petugas adalah bentuk putusan dari musyawarah antara kedua belah
pihak. Sudah tentu dalam musyawarah kesepakatan menjadi hal yang utama, tidak benar jika keputusan yang diambil memberatkan salah satu pihak atau tidak
mempertimbangkan pendapat salah satu pihak. Karena tujuan musyawarah adalah win-win solution. Sedangkan menurut pengakuan orang tua pelaku dan pelaku
85
Wawancara dengan NR orang tua pelaku khalwat pada tanggal 6 Januari 2015.
86
Wawancara dengan LS pelaku khalwat pada tanggal 6 Januari 2015
Universitas Sumatera Utara
sendiri mereka keberatan dengan keputusan yang mengharuskan melangsungkan perkawinan.
Musyawarah adalah suatu bentuk penyelesaian mediasi. Kesepakatan merupakan syarat utama dalam musyawarah. Jika keputusan perkawinan yang
diambil memberatkan salah satu pihak atau memberatkan kedua pihak dari pelaku khalwat maka itu bukan hasil dari suatu musyawarah. Dengan demikian
perkawinan menjadi hal yang sangat memberatkan pihak pelaku. Suatu hal yang memberi penderitaan sebagai bentuk tanggung jawab dari suatu perbuatan
lazimnya disebut sanksihukuman. Apabila dikaji dalam hukum Islam diatur mengenai syarat pembuktian
bagi pelaku zina, dalam firman Allah surat An-nisa ayat 15-16 yang artinya berbunyi:
“Dan terhadap para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu yang menyaksikannya. Kemudian
apabila mereka telah memberikan persaksian, maka kurunglah mereka wanita-wanita itu dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau
sampai Allah memberi jalan kepadanya. Dan terhadap dua orang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah hukuman kepada
keduanya kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah maha penerima taubat lagi maha
penyayang.”
87
Perkawinan bukanlah termasuk dalam hukuman ta’zir. Penegakan suatu
hukum akan menjadi efektif apabila aparat penegak hukum konsisten dalam menjalankan hukum tersebut. Oleh karenanya pelaku khalwat seharusnya
dihukum sesuai dengan ketentuan. Di Kota Langsa pelaksanaan syariat Islam sangat erat hubungannya
dengan penegakan nilai-nilai adat masyarakat, sehingga melalui peran masyarakat
87
Assalamah, Al-quran dan terjemahannya transliterasi ArabLatin model kanan kiri, Op.cit Hal 170-171
Universitas Sumatera Utara
adat perbuatan khalwat tersebut dialihkan hukumannya menjadi dikawinkan. Hal inilah yang dimaksudkan Khamaruzzaman sebagai penyelesaian non yustisial.
Dalam hal ini terjadi ketumpangtindihan pelaksanaan qanun khalwat dengan hukum adat sehingga pelaku khalwat dengan terpaksa melakukan perkawinan.
Teungku
88
Yusuf, menanggapi permasalahan ini dengan menerangkan suatu perkawinan pada dasarnya dilaksanakan dengan kesediaan kedua belah
pihak. Dalam sebuah hadist Rasulullah saw bersada yang artinya: “Tidak boleh dinikahkan seseorang janda hingga dia diajak musyawarah
dan tidak boleh dinikahkan seorang gadis hingga dia dimintai izinnya.” Mereka para sahabat bertanya “ Wahai Rasulullah, bagaimana izinnya?,
“Yaitu jika dia diam saja.” HR Bukhari dan Muslim
89
.
Selanjutnya dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas bahwa Nabi saw. bersabda, yang artinya :
“Janda itu berhak terhadap daripada walinya, dan anak gadis itu harus dimintai izinnya mengenai perkawinan dirinya, dan izinnya ialah
diamnya.” HR Muslim
90
Berdasarkan hadist di atas, bahwa seseorang wanita mempunyai kehendak bebas dalam memutuskan untuk melaksanakan pernikahan. Selanjutnya UU
Perkawinan dalam Pasal 6 mengatur syarat melangsungkan perkawinan ya ng salah satunya adalah bahwa perkawinan harus atas persetujuan kedua calon
mempelai.
88
Teungku merupakan panggilan bagi tokoh ulamaustad di Aceh.
89
Abdullah Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita, Jakarta : Gemma Insani Press, 1998, Hal 104
90
Ibid, Hal 105.
Universitas Sumatera Utara
Lebih lanjut di dalam penjelasan pasal tersebut menguraikan : “Oleh karena perkawinan mempunyai maksud agar suami dan isteri dapat
membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, dan sesuai pula dengan hak azasi manusia, maka perkawinan harus disetujui oleh kedua belah pihak
yang melangsungkan perkawinan tersebut tanpa ada paksaan dari pihak
manapun”. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan syariat Islam di
Aceh salah satunya dengan diberlakukannya Qanun Nomor 14 Tahun 2003 Tentang KhalwatMesum, sedangkan qanun yang mengatur zina belum
diberlakukan. Hukuman bagi pelaku khalwat menurut ketentuan adalah hukuman cambuk danatau denda. Tetapi masih ada hukuman lain di luar ketentuan qanun
yang diberikan kepada pelaku khalwat yaitu melangsungkan perkawinan. Hukuman perkawinan tersebut pada dasarnya melanggar salah satu syarat
perkawinan, yaitu persetujuan kedua belah calon mempelai serta tidak sesuai dengan yang hadist yang menerangkan diperlukan kebebasan kehendak dari
seorang wanita yang akan dinikahkan. Perkawinan yang dipaksakan adalah suatu hal yang tidak sesuai dengan
apa yang disunnahkan oleh Nabi Muhammad Saw. Karena perkawinan dalam paksa akan memicu terjadinya perceraian, dan diragukan kedua belah pihak dalam
perkawinannya akan bahagia.
B. Status Perkawinan Yang Dilakukan Sebagai Sanksi Khalwat