2. Akta perkawinan yang telah ditanda tangani oleh mempelai itu,
selanjutnya ditanda tangani pula oleh kedua saksi dan Pegawai Pencatat yang menghadiri perkawinan, dan yang melangsungkan
perkawinan dan bagi yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, ditanda tangani pula oleh wali nikah atau yang
mewakili.
3. Dengan penandatanganan akta perkawinan, maka perkawinan
Ptelah tercatat secara resmi. ”
Ketentuan mengenai pencatatan di atas harus dipenuhi baik oleh pihak calon mempelai maupun oleh pihak Pegawai Pencatat Perkawinan, sebagaimana
ketentuan yang berkaitan dengan aturan pencatatan perkawinan Pasal 2 ayat 2 UUP. Pencatatan tiap-tiap perkawinan sama halnya dengan pencatatan peristiwa-
peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran dan kematian.
2. Syarat Sah Perkawinan Menurut Kompilasi Hukum Islam
Perkawinan merupakan wadah penyaluran kebutuhan biologis manusia yang wajar, karena itulah perkawinan yang sarat dengan nilai dan bertujuan untuk
mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah, perlu diatur dengan rukun dan syarat tertentu, agar tujuan yang disyaratkan dalam perkawinan
dapat tercapai. Rukun yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya
suatu pekerjaan ibadah, dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti membasuh muka untuk wudhu’ dan takbiratul ihram untuk shalat, atau
adanya calon laki-laki dan perempuan
99
Rukun nikah merupakan hal-hal yang harus dipenuhi pada waktu melangsungkan perkawinan. Rukun nikah merupakan bagian dari hakekat
99
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2003, Hal 45.
Universitas Sumatera Utara
perkawinan, artinya bila salah satu dari rukun nikah tidak terpenuhi maka perkawinan yang dilangsungkan tidak sah. Adapun rukun perkawinan menurut
Pasal 14 KHI adalah : 1.
Calon suami 2.
Calon Isteri 3.
Wali nikah 4.
Dua orang saksi 5.
Ijab dan Kabul Syarat yaitu adalah sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan
tidaknya suatu pekerjaan ibadah, tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu seperti menutup aurat untuk sholat.
100
Atau menurut Islam calon pengantin laki-lakiperempuan harus beragama Islam. Sah yaitu suatu
perbuatan pekerjaan ibadah yang memenuhi rukun dan syarat. Syarat-syarat perkawinan menurut hukum Islam antara lain adalah 1
persetujuan kedua belah pihak, 2 adanya mahar atau pun mas kawin, 3 tidak ada larangan-larangan perkawinan dan 4 pencatatan perkawinan
101
Setelah rukun terpenuhi, maka masih ada syarat-syarat yang tentunya harus dipenuhi juga, sebagai berikut :
1. Calon mempelai laki-laki dan perempuan .
Ketentuan mengenai calon mempelai laki-laki dan perempuan diatur dalam Pasal 15, 16, dan 39 KHI. Adanya calon mempelai yang akan melakukan
perkawinan, adapun syarat-syarat calon mempelai adalah : 1Harus cukup umur
100
Ibid
101
Mohammad Daud Ali, Agama Islam, Jakarta : Raja Grafindo, 2006, Hal. 139
Universitas Sumatera Utara
laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun 2 Harus ada persetujuan kedua belah pihak 3 Tidak ada larangan perkawinan.
Calon mempelai laki-laki dan perempuan adalah suatu syarat mutlak, absolut karena tanpa calon mempelai laki-laki dan perempuan tentu tidak akan ada
perkawinan. Calon mempelai ini harus bebas dalam menyatakan persetujuannya tidak dipaksa oleh pihak lain.
2. Wali bagi calon mempelai perempuan
Wali dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya, yang diatur dalam Pasal
19 KHI. Dalam arti lain wali adalah seseorang yang kedudukannya berwenang untuk bertindak atas nama perempuan dalam satu akad nikah. Aqad nikah
dilakukan oleh 2 pihak, yaitu pihak laki-laki yang dilakukan oleh mempelai laki- laki itu sendiri dan pihak perempuan yang dilakukan oleh walinya.
102
Adanya keharusan wali nikah dari pihak perempuan diatur dalam Pasal 20 KHI seba gai
berikut :
a. Yang bertindak sebagai wali nikah ialah laki-laki yang memenuhi syarat-
syarat hukum Islam yakni muslim, aqil dan baligh. b.
Wali nikah terdiri dari a wali nasab b wali hakim
Dalam Pasal 21 KHI terdapat 4 kelompok dalam urutan kedudukan, yaitu :
102
Amir Syarifudin, Op.Cit. Hal 69
Universitas Sumatera Utara
a. Pertama, kelompok kerabat laki-laki garis lurus ke atas yakni ayah, kakek
dari pihak ayah dan seterusnya. b.
Kedua, kelompok kerabat saudara laki-laki kandung, atau saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka.
c. Ketiga, kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung seayah
dan keturuan laki-laki mereka. d.
Keempat, kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah sekakek dan keturunan laki-laki mereka.
3. Saksi
Kesaksian untuk suatu perkawinan hendaknya diberikan kepada 2 dua laki-laki dewasa dan adil serta dapat dipercaya. Harus ada saksi dalam
pelaksanaan akad. Pelaksanaan akad nikah akan sah apabila dua orang saksi yang menyaksikan akan nikah tersebut. Saksi merupakan rukun sehingga apabila tidak
ada saksi maka perkawinan itu tidaklah sah. Ketentuan mengenai saksi diatur dalam Pasal 24 KHI yaitu :
a. Saksi dalam perkawinan merupakan rukun pelaksanaan akad nikah.
b. Setiap perkawinan harus disaksikan oleh dua orang saksi
Adapun syarat-syarat menjadi saksi adalah ditentukan dalam Pasal 25 KHI yaitu :
a. Muslim
b. Adil
Universitas Sumatera Utara
c. Harus Aqil baligh
d. Tidak terganggu ingatan
e. Tidak tuna rungu atau tuli
4. Ijab dan Kabul
Ijab Qobul, adalah bagian akhir dari rukun perkawinan. Ijab yang diucapkan oleh wali dan qabul yang diucapkan oleh mempelai pria atau wakilnya
disaksikan oleh dua orang saksi. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan sebagaimana diatur dalam Pasal 27, 28, 29 KHI adalah sebagai berikut :
a. Ijab dan qobul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas beruntun
dan tidak berselang waktu. b.
Akad nikah dilakukan secara pribadi oleh wali yang bersangkutan. Wali nikah dapat diwakilkan kepada orang lain.
c. Yang mengucapkan qabul adalah calon mempelai pria secara pribadi.
103
Di samping ijab qabul hal yang harus ada dalam pelaksanaan sebuah perkawina adalah mahar. Pasal 1 KHI huruf d menyebutkan, mahar adalah
pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang, atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Isla m.
Mahar yang diberikan kepada calon mempelai wanita yang dinikahi akan menjadi miliknya secara penuh. Dasar hukum memberi mahar adalah Al-quran, yang
menyebutkan “Berikan kepada isteri-isteri mahar mereka sebagai pemberian”
103
Asmin, Status Perkawinan Antar Agama Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Jakarta : PT. Dian Rakyat, 1986 Hal 31
Universitas Sumatera Utara
Surat Annisa : 4 “Dan kawinilah wanita-wanita dengan izin keluarganya dan
berikan pada mereka maharnya” Surat Annisa : 24.
104
Mahar bukan merupakan rukun perkawinan tetapi kedudukan mahar adalah hal yang sangat penting dalam suatu perkawinan. Mahar dapat dibagi
menjadi 2 dua, yaitu :
a. Mahar musamma, mahar yang bentuk dan jumlahnya ditetapkan dalam
sighad akad nikah, mahar ini bisa dibayar secara tunai atau ditangguhkan dengan persetujuan kedua pihak.
b. Mahar mitsil, mahar yang dipertimbangkan atas dasar kelayakan umum
yang dipertimbangkan di mana wanita tinggal.
105
Dengan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu perkawinan yang sah hanya dapat dilangsungkan dengan memenuhi syarat dan rukun yang telah
ditetapkan hukum Islam.
C. Akibat Hukum Perkawinan Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam
1 . Akibat Hukum Perkawinan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan
Sebagai subjek hukum manusia tidak pernah lepas dari hak dan kewajiban. Sama halnya dalam perkawinan. Perkawinan amat penting dalam kehidupan
104
Jafizham, Persentuhan Hukum Di Indonesia Dengan Hukum Perkawinan Islam, Medan, Cv. Percetakan Mestika, 1977 Hal 205
105
Hamid Sarong, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia,Banda Aceh : PeNA, 2010 Hal 96
Universitas Sumatera Utara
manusia, perorangan maupun kelompok. Perkawinan mewujudkan perdamaian dan ketentraman hidup serta menumbuhkan kasih saying antara suami isteri,
kalangan keluarga yang lebih luas bahkan dalam kehidupan umat manusia umumnya.
106
Mereka adalah insan yang berasal dari pola kehidupan yang berlainan, mereka datang dari dua tipe karakter, sifat, tabiat, perilaku, kebiasaan
dari dua keluarga yang berbeda. Kehidupan kedua insan yang berbeda itu hakikatnya adalah saling berkorban demi tegaknya, utuhnya dan keharmonisan
rumah tangga. Setelah menikah dan sah menjadi suami dan isteri, mereka mempunyai
beban yang tidak lain adalah kewajiban yang diberikan hukum kepada subjek hukum. Mempunyai kewajiban yang sama dan seimbang dalam kehidupan rumah
tangga, juga dalam pergaulan dalam masyarakat. Tidak boleh saling mengekang dan menghalangi satu sama lain karena masing-masing berhak melakukan
perbuatan hukum. Namun undang-undang menetapkan suami adalah kepala rumah tangga.
Dia adalah kapten sebuah kapal yang sedang mengarungi samudra yang luas, menuju ke pantai yang bahagia sedangkan isteri adalah ibu rumah tangga.
Pelaksanaan sebuah perkawinan akan menimbulkan akibat hukum bagi suami dan isteri tersebut, sehingga munculah hak dan kewajiban antara suami isteri itu. Hak
suami isteri berkedudukan seimbang dalam rumah tangga, demikian juga dalam pergaulan sosial kemasyarakatan. Sebagai kepala rumah tangga, suami berhak
106
Ibid, Hal 3
Universitas Sumatera Utara
untuk menetapkan tempat tinggal bersama atau kediaman yang merupakan rumah tinggal bersama dengan anak-anak.
Di dalam UUP terdapat akibat-akibat yang timbul dalam perkawinan terhadap suami isteri yaitu :
a. Hak dan kewajiban suami isteri
1 Hak dan kewajiban suami isteri bersama-sama
Hak adalah apa yang diterima seseorang dari orang lain, sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban adalah apa yang dilakukan
seseorang terhadap orang lain. Berkaitan dengan hubungan suami isteri dalam rumah tangga suami mempunyai hak begitu juga isteri
memiliki hak, di sisi lain suami memiliki beberapa kewajiban dan isteri juga memiliki kewajiban.
Hak suami isteri secara bersama-sama diatur didalam Pasal 31 UUP yaitu, hak dan kedudukan isteri seimbang dengan hak dan
kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat, masing-masing pihak berhak untuk
melakukan perbuatan hukum, dan suami adalah kepala keluarga dan ibu rumah tangga. Suami isteri mempunyai hak untuk menentukan
kediaman bersama. Sedangkan kewajiban suami isteri bersam-sama adalah suami isteri
memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susuanan masyarakat Pasal 30 UUP.
Dalam Pasal 32 UUP juga disebutkan kewajiban suami isteri yaitu,
Universitas Sumatera Utara
harus mempunyai tempat kediaman yang tetap, rumah tempat kediaman yang ditentukan oleh suami isteri bersama.
Rumah tangga sebagai unit yang menjadi susunan masyarakat adalah hal yang tak dapat dipungkiri baik hal itu ditinjau dari sosiologi
budaya keluarga rumah tangga. Serta rumah tangga itu pula yang menjadi pelanjutan kehidupan bangsa dan masyarakat yang
melahirkan keturunan yang akan melanjutkan masyarakat yang baik di masa yang akan datang. Dalam arti keluhuran tersebut adalah sesuatu
kaitan yang lebih bersifat human soul yang melekat pada kesadaran spiritual dari pada seseorang dan pada suatu norma hukum yang dapat
dipaksakan.
107
Yahya Harahap berpendapat dalam suatu titik pertautan dalam mengartikan keluhuran terdapat persamaan di dalam kehidupan
manusia dari dulu sampai sekarang yaitu : a
Setiap hak yang luhur menghendaki pengorbanan dalam rumah tangga ditentukan oleh skala rumah tangganya. Yang
paling jelas dalam maksud tersebut perkawinan adalah pembinaan penyatuan dua jenis manusia yang mempunyai
perbedaan, perbedaan tersebut seperti dalam status sosial, ekonomis, dan perbedaan pendidikan, semua ini akan
membawa akibat yang tak dapat dipertemukan tanpa saling adanya pengorbanan yang selaras dengan tujuan tersebut.
107
Gatot Suparmono, Segi-segi hubungan luar nikah, Jakarta, Djambatan, 1998 Hal 15
Universitas Sumatera Utara
b Keluhuran tidak terlepas dari pengertian akhlak dan moral,
karena itu suami-isteri berkewajiban memiliki budi pekerti yang tinggi sebagai sarana mewujudkan rumah tangga,
maka tujuan Pasal 30 UU Perkawinan tersebut bahwa rumah tangga di Indonesia haruslah rumah tangga yang
berbudi dan bernurani luhur.
108
Selanjutnya, kewajiban suami isteri bersama diatur juga dalam Pasal 33 UUP yang berbunyi, suami isteri wajib saling cinta
mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.
Tujuan diaturnya ketentuan ini adalah untuk mencapai tujuan perkawinan. Sebab suatu perkawinan tanpa dilandasi kewajiban yang
bertimbal balik di antara suami dan isteri, perkawinannya akan bubar, ibaratnya masing-masing pihak bertepuk sebelah tangan
2 Kewajiban suami
Dalam UUP Pasal 34 1 disebutkan bahwa kewajiban suami melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup
berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Melindungi isteri dalam arti moral termasuk memperlakukan istri dengan kasih sayang
dan kelembutan serta menjamin keselamatan isteri dari segala macam ancaman yang berupa apapun yang datangnya dari luar sesuai dengan
kemampuan suami, juga memperlindungi kehormatan isteri dalam
108
M. Yahya Harahap Op.Cit, Hal 88
Universitas Sumatera Utara
kehidupan masyarakat dan menjamin ketentraman isteri dalam keadaan kedamaian jasmani dan rohani dengan jalan menghindarkan perlakuan
yang menyakiti, baik secara kekerasan dan tindakan yang bersifat kasar.
Kewajiban suami memberi sesuatu keperluan hidup rumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Hal ini merupakan tugas utama,
pemenuhan kebutuhan yang meliputi pemberian nafkah dan tempat kediaman serta pakaian yang wajar sesuai dengan kemampuan standar
sosial ekonomi oleh suami.
109
3 Kewajiban Isteri
Selain dari kewajiban-kewajiban suami yang kata lain disebut sebagai hak isteri, seorang isteri juga memiliki kewajiban-kewajiban
yang merupakan hak dari suami.
110
UUP hanya menyebutkan kewajiban isteri sebatas mengatur rumah tangga dengan sebaik -
baiknya Pasal 34 ayat 2. Dalam hal ini isteri melakukan kerjasama dengan suami. Suami mencari nafkah dan isteri yang melakukan
pengaturan keuangan dalam rumah tangganya. Sebenarnya sepintas lalu hal ini sudah disinggung sewaktu membicarakan Pasal 31 ayat 3
yang telah menempatkan kedudukan isteri dalam perkawinan sebagai ibu rumah tangga.
Di samping dalam pasal tersebut ada juga kewajiban istri dalam rumah tangga sebagai berikut :
109
Ibid. Hal. 103
110
Ibid, Hal 102
Universitas Sumatera Utara
a Menyiapkan makananhidangan keluarga sesuai dengan
cara dan kebiasaan waktu makan di mana mereka hidup. b
Pemeliharaan dan pengasuhan anak-anak. c
Pemeliharaan dan pengaturan rumah tempat kediaman yang sempurna, rapi dan bersih sebagaimana selayaknya sebagai
rumah tempat kediaman yang baik. d
Kewajiban istri untuk menjaga hak milik kekayaan suami secara jujur sewaktu suami tidak ada. Hal ini adalah
kewajiban bilateral, yang artinya suamipun harus dan wajib memelihara harta istri.
e Kewajiban istri untuk tinggal dan hidup bersama dalam
rumah yang telah ditetapkan bersama.
111
Maka dalam segi hukum keluarga adalah kewajiban bagi istri untuk hidup tinggal bersama suami, meninggalkan tempat tinggal bersama berarti istri telah
melanggar ketentuan hukum sebab akan membawa akibat tidak dapat melaksanakan kewajibannya mengurus rumah tangga dalam arti yang luas
sebagaimana selayaknya
b. Harta bersama dalam perkawinan dalam Undang-undang Perkawinan
111
Ibid. Hal 110
Universitas Sumatera Utara
Berkaitan kedudukan harta benda dalam perkawinan pengaturan harta tersebut diatur dalam Pasal 35 UUP. Berdasarkan pasal tersebut terdapat 2
penggolongan harta benda dalam perkawinan, yaitu : 1
Harta bersama Pasal 35 ayat 1. 2
Harta bawaan yang dibedakan atas harta bawaan masing-masing suami dan isteri dan harta bawaan yang diperoleh dari hadiah atau warisan
Pasal 35 ayat 2. Asas harta bersama ini pokok utamanya adalah harta pencarian bersama
dan dengan sendirinya menjadi harta bersama yang lazim disebut harta syarikat. Dalam arti yang umum harta bersama itu ialah barang-barang yang diperoleh
selama perkawinan di mana suami isteri itu hidup berusaha untuk memenuhi kepentingn kebutuhan hidup keluarga.
Menurut UUP, harta bersama perkawinan diurus oleh suami istri secara bersama-sama, yaitu suami dengan isteri atau isteri dengan suaminya, artinya
bahwa dalam melakukan pengurusannya itu salah satu pihak dapat bertindak atas persetujuan dari pihak lain.
Selain harta bersama dikenal juga harta bawaan yaitu harta yang dibawa oleh suami isteri ke dalam perkawinan. Harta ini adalah milik pribadi suami atau
isteri. Menurut UUP terhadap harta bawaan ini ada dua kemungkinan: Pertama : Harta bawaan dimaksudkan ke dalam harta bersama, sehingga
menjadi milik bersama suami isteri. Misalnya sebelumnya kawin si laki-laki telah memiliki sebuah rumah dan rumah tersebut dijadikan milik bersama.
Universitas Sumatera Utara
Kedua : Harta bawaan itu tetap menjadi milik pribadi, dan tidak dimasukkan ke dalam harta bersama.
112
c. Lahirnya anak dalam Undang-undang Perkawinan
Anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat seutuhnya. Kehadiran anak adalah karunia terbesar bagi
keluarga, agama, bangsa, dan negara. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, anak merupakan penerus keturunan juga penerus cita-cita bagi kemajuan suatu
bangsa. Anak dikategorikan sebagai keturunan kedua setelah ayah dan ibu orang tua.
113
Dalam Perundang-undangan di Indonesia pengaturan mengenai anak tepatnya terdapat dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak, dalam Pasal 1 angka 1 menyebutkan, anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Menurut ketentuan Undang-undang Perkawinan kedudukan anak diatur
secara otentik resmi di dalam undang-undang dan rinci. Pertama yang ditegaskan adalah : Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat
perkawinan yang sah Pasal 42 UUP. Anak sah memiliki hubungan keperdatakan dari kedua orang tuanya dan anak yang tidak memenuhi kriteria Pasal 42 UUP itu
disebut anak yang tidak sah. Pasal 43 ayat 2 UUP dikatakan bahwa Anak tidak sah atau anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan bukan dari perkawinan yang
sah, sehingga memiliki konsekuensi, yaitu anak tersebut hanya mempunyai
112
M Yahya Harahap, Op.Cit Hal 117
113
WJS. Poerdarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1992 Hal 38-39
Universitas Sumatera Utara
hubungan perdata dengan ibunya dengan ibu dengan keluarga ibunya Pasal 43 ayat 1.
Anak di luar kawin tersebut tidak dapat dinasabkan kepada ayahnya sehingga tidak akan memiliki hubungan baik secara hukum maupun kekerabatan
kepada bapaknya. Secara yuridis ayah tidak wajib memberi nafkah terhadap anak itu walaupun secara biologis adalah anaknya sendiri. Selanjutnya untuk anak hasil
perzinahan oleh isteri seorang ayah diberikan hak oleh UUP untuk menggungat keabsahan anak tersebut, seperti yang dinyatakan dalam Pasal 44 UUP bahwa
seorang suami dapat menggugat sahnya anak yang dilahirkan oleh isterinya bilamana ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina dan anak itu berasal
daripada perzinaan tersebut Pasal 44 ayat 1, dengan demikian pengadilan memberikan
keputusan tentang
sahtidaknya anak
atas pihak
yang berkepentingan.
114
Namun pada tanggal 17 Februari 2012 Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan No. 46PUU-VIII2010 mengenai status anak di luar
kawin. MK berpendapat bahwa Pasal 43 ayat 1 UUP bertentangan dengan UUD NRI 1945, yaitu Pasal 28b ayat 2 yang menyatakan setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan dikriminasi dan Pasal 28 d ayat 1 yang menyatakan setiap orang
berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta pengakuan yang sama dihadapan hukum. Keputusan tersebut menyatakan
anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya memiliki hubungan perdata
114
Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta , 1991, Hal 204.
Universitas Sumatera Utara
dengan ibu dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi danatau alat bukti lain
menurut hukum mempunyai hubungan darah termasuk hubungan perdata dengan ayahnya.
Menurut pertimbangan MK, hukum harus memberikan perlindungan dan kepastian hukum yang adil terhadap status seorang anak yang dilahirkan dan hak-
hak yang ada padanya, termasuk kepada anak yang dilahirkan meskipun keabsahan perkawinan masih disengketakan.
Dengan adanya keputusan MK tersebut hubungan anak di luar kawin dengan ayahnya adalah hubungan darah dalam arti biologis yang dikukuhkan
berdasarkan proses hukum. Putusan MK membuka kemungkinan hukum bagi ditemukannya subjek hukum yang harus bertanggung jawab terhadap anak di luar
kawin untuk bertindak sebagai bapaknya. 1
Hak dan kewajiban orang tua dan anak dalam Undang-undang Perkawinan Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat. Keluarga
merupakan kehidupan masyarakat terkecil yang memiliki tujuan bersama. Di dalamnya terdapat orang-orang yang memiliki ikatan batin dan biologi.
Orang yang ada di dalam keluarga disebut anggota keluarga biasanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Kehidupan keluarga bagi umat manusia
adalah kehidupan mutlak. Oleh karena itu pasangan suami isteri atau orang tua pasti dituntut untuk dapat menjalankan bahtera rumah tangganya
dengan baik. Di dalam keluarga masing-masing anggota memiliki peranan
Universitas Sumatera Utara
juga hak dan kewajiban masing-masing. UUP telah mengatur hak dan kewajiban orang tua sebagai berikut :
a Hak dan kewajiban orang tua
Orang tua dan anak memiliki hak dan kewajiban timbal balik, kewajiban orang tua merupakan hak anak begitu pula
sebaliknya kewajiban anak merupakan hak orang tua. Hak orang tua menurut UUP diatur dalam Pasal 46 yang merupakan
kewajiban anak yaitu : 1
Anak berkewajiban menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik.
2 Setelah dewasa anak berkewajib memelihara orang tua
dan dan keluarga dalam garis lurus ke atas sesuai dengan kemampuannya.
Sedangkan kewajiban orang tua menurut UUP Pasal 45 ayat 1 berbunyi :
“Kedua orang tua wajib mendidik anak-anak mereka sebaik-
baiknya.” Ayat 2 disebutkan :
“Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri
kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara orang tua putus.”
Universitas Sumatera Utara
Jadi secara rinci kewajiban orang tua terhadap anaknya dapat dijelaskan sebagai berikut :
1 Memberikan perlindungan.
2 Memberikan pendidikan.
3 Mewakili anak dalam segala perbuatan hukum bagi
yang umurnya 18 tahun kebawah dan belum pernah kawin.
4 Memberikan biaya pemeliharaan anak walaupun
kekuasaan orang tua telah dicabut Berdasarkan pasal di atas berarti orang tua memiliki
kewajiban memelihara dan mendidik anak dengan sebaik-baiknya. Bila orang tua tidak melaksanakannya atau orang tua berlalu buruk
terhadap anak, maka orang tua dapat dicabut kekuasaannya. Alimentasi diatur dalam Pasal 45-49 UUP. Setiap anak
yang belum mencapai umur 18 delapan belas atau belum pernah melangsungkan perkawinan berada di bawah kekuasaan orang
tuanya selama orang tuanya tidak dicabut dari kekuasaannya. Kekuasaan orang tua memberi wewenang kepada orang tua untuk
mewakili anaknya dalam melakukan perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan. Meskipun demikian dalam Pasal 48 UUP
menentukan orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau mengadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang
Universitas Sumatera Utara
berada di bawah kekuasaannya tersebut kecuali apabila kepentingan anak menghendaki.
115
Pada dasarnya kekuasaan orang tua berada pada kedua orang tua yaitu ayah dan ibu, kecuali jika kekuasaan tersebut
dicabut. UUP telah menjelaskan bahwa kekuasaan orang tua terhadap anaknya adakalanya dapat dicabut apabila orangtua
sangat melalaikan kewajiban terhadap anaknya atau berkelakuan buruk sekali. Pasal 49 UUP menentukan bahwa yang dapat
meminta pencabutan kekuasaan orangtua adalah : 1
Orang tua yang lain. 2
Keluarga anak dalam garis lurus ke atas. 3
Saudara kandung yang telah dewasa. 4
Pejabat yang berwenang Meskipun telah diatur mengenai pencabutan kekuasaan
orangtua sebagaimana tersebut di atas, Pasal 49 ayat 2 UUP menyatakan meskipun kekuasaan orang tua dicabut tetapi orang tua
masih berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan anak tersebut.
b Hak dan kewajiban anak.
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat, keluarga minimal terdiri dari ayah ibu dan anak. Hak dan
115
http:www.jurnalhukum.comhak-dan-kewajiban-antara-orang-tua-dan-anak. Diakses Tanggal 23 November 2014
Universitas Sumatera Utara
kewajiban antar anggota keluarga berbeda-beda.
116
Anak dalam suatu keluarga mempunyai kedudukan sebagai anggota keluarga,
oleh karena itu anak memiliki kewajiban terhadap orang tua yang harus dilaksanakan oleh anak meskipun kedua orang tua telah
bercerai. Hal ini sejalan dengan kewajiban orang tua yang tetap harus dilaksanakan terhadap anak meskipun perkawinannya telah
putus cerai. Anak sudah semestinya memberikan segala hal yang dapat membahagiakan orang tua.
Seorang anak juga memiliki hak serta kewajiban terhadap orang tuanya. Anak memiliki hak untuk dipelihara dan dididik oleh
kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Hak tersebut dimiliki oleh anak sebelum anak mencapai usia dewasa, usia dewasa yang
dimaksud adalah belum mencapai 18 tahun dan selama anak belum pernah melangsungkan perkawinan. Seorang anak berhak diwakili
orang tua mengenai segala perbuatan hukum di dalam maupun di luar pengadilan. Pasal 47 UUP.
Sedangkan kewajiban anak adalah anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik, jika anak telah
dewasa dia wajib memelihara menurut kemampuannya orang tua dan keluarga dalam garis lurus keatas, bila mereka itu memerlukan
bantuannya Pasal 46 UUP.
116
pitikuye.blogspot.com201405hak-dan-kewajiban-anggota-dala.html?m=1
Universitas Sumatera Utara
Kehadiran anak dalam rumah tangga suami isteri merupakan amanah yang besar yang dititipkan Tuhan Yang Maha
Esa, untuk membimbing anak ke jalan yang benar dan memiliki perilaku yang terpuji. Maka sudah seharusnya anak membalas jasa
orang tua dengan berbakti kepada mereka. Seorang anak yang menjalankan kewajibannya dengan baik terhadap orang tua
merupakan tolak ukur bahwa anak tersebut berbakti terhadap orangtuanya.
2. Akibat hukum perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam