Pengertian Sistem Pembuktian Sistem Pembuktian

didapatkan indikasi terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang, dan Penyidik melanjutkan proses penyidikan.

C. Sistem Pembuktian

1. Pengertian Sistem Pembuktian

Tujuan Hukum Acara Pidana ialah menemukan kebenaran materil. Mencari kebenaran materil itu tidaklah mudah, Hakim yang memeriksa suatu perkara dalam menjatuhkan putusan banyak mengalami kesulitan karena faktor alat bukti untuk menjatuhkan putusan disamping kadang-kadang peristiwa pidana terjadi beberapa bulan lampau atau kadang-kadang berselang beberapa tahun. Proses ini mencakup sistem pembuktian dalam hukum pembuktian. Sistem pembuktian adalah pengaturan tentang macam-macam alat bukti yang boleh digunakan, penguraian alat bukti dan dengan cara-cara bagaimana alat-alat bukti itu dipergunkan dengan cara bagaimana Hakim harus membentuk keyakinannya, sedangkan yang dimaksud dalam hukum pembuktian adalah merupakan sebagaian dari hukum pidana yang mengatur macam-macama alat bukti yang sah menurut hukum, sistem yang dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta kewenangan Hakim untuk menerima, menolak dan menilai suatu pembuktian. 75 Sumber hukum pembuktian adalah : 76 75 Hari Sasangka dan Lily Rosita, Op Cit, hal 10. 76 Ibid, hal 10. Universitas Sumatera Utara 1. Undang-undang; 2. Doktrin atau ajaran; 3. Yurispudensi Karena Hukum pembuktian merupakan sebagian dari Hukum Acara Pidana, maka sumber hukum yang utama adalah Undang-Undanag Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76 dan penjelasannya yang dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209, apabila dalam praktik menemui kesulitan dalam penerapannya atau menjumpai kekurangan atau untuk memenuhi kebutuhan maka digunakan doktrin atau yurispudensi. Pengajuan alat bukti yang sah menurut undang-undang di dalam persidangan dilakukan oleh : 1. Penuntut Umum dengan tujuan untuk membuktikan dakwaannya; 2. Terdakwa atau Penasihat Hukum, jika ada alat bukti yang bersifat meringankan, untuk meringankan atau membebaskan Terdakwa Pada dasarnya yang mengajukan alat bukti dalam persidangan adalah alat bukti yang memberatkan dan Terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian. Hal ini merupakan jelmaan azas praduga tak bersalah Pasal 66 KUHAP. Dalam perkara pidana Hakim bersifat aktif, apabila Hakim merasa perlu dapat memerintahkan Penuntut Umum untuk menghadirkan Saksi tambahan dan sebaliknya juga Hakim dapat menolak alat-alat bukti yang diajukan jika dianggap tidak diperlukan dalam pembuktian persidangan dengan alasan yang dapat diterima dan bersifat yuridis. Universitas Sumatera Utara

2. Teori sistem Pembuktian