Transaksi Keuangan Mencurigakan PROSES PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB III PROSES PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

A. Transaksi Keuangan Mencurigakan

Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 memberikan kewajiban bagi pihak Penyedia Jasa Keuangan untuk melaporkan kepada PPATK. Sebagaimana disebutkan Pasal 23 UU No. 8 Tahun 2010: “Penyedia jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat 1 huruf a wajib menyampaikan laporan kepada PPATK yang meliputi: a. Transaksi Keuangan Mencurigakan; b. Transaksi Keuangan Tunai dalam jumlah paling sedikit Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah atau dengan mata uang asing yang nilainya setara, yang dilakukan baik dalam satu kali Transaksi maupun beberapa kali Transaksi dalam 1 satu hari kerja; danatau c. Transaksi Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri.” Berdasarkan Pasal 23 ayat 1 huruf a UU No. 8 Tahun 2010, memberikan pengertian lebih luas sebagaimana dapat dilihat di dalam Pasal 1 butir 5 UU No. 8 Tahun 2010, yang diistilahkan dengan Transaksi Keuangan yang Mencurigakan. Pengertian transaksi keuangan mencurigakan menurut ketentuan tersebut dijelaskan sebagai berikut : “Transaksi Keuangan Mencurigakan adalah: a. Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan; b. Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini; c. Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau Universitas Sumatera Utara d. Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana” Bank Indonesia dalam peraturan ini membuat 6 enam katagori terhadap transaksi yang bersifat mencurigakan suspicious transaction sebagaimana bisa digunakan dalam praktik money laundering, kategori itu adalah : 63 1. Transaksi dengan menggunakan pola tunai berupa antara lain penyetoran dalam jumlah besar yang tidak lazim, penyetoran tanpa penjelasan yang memadai, penyetoran dengan beberapa slip serta penyetoran dalam jumlah besar melalui rekening titipan setelah jam kerja kas; 2. Transaksi dengan menggunakan rekening bank. Termasuk dalam katagori ini antara lain pemeliharaan beberapa rekening bank atas nama pihak lain; 3. Transaksi yang berkaitan dengan insvestasi. Transaksi dengan jenis ini biasanya terkait dengan pembelian surat berharga untuk disimpan di bank sebagai kustodian; 4. Transaksi melalui aktivitas bank luar negeri yang diantaranya melalui penghimpunan saldo dalam jumlah besar yang tidak sesuai dengan karateristik perputaran usaha, serta transfer elektronis tanpa penjelasan yang memadai; 5. Transaksi yang melibatkan karyawan bank atau agen dengan melihat terjadinya peningkatan karyawan-karyawan dalam bank. Kecuali itu, hubungan transaksi melalui agen yang tidak dilengkapi dengan informasi yang memadai; 63 N.H.T Siahaan, Op Cit , hal 88. Universitas Sumatera Utara 6. Transaksi pinjam-meminjam yaitu terjadinya pelunasan pinjaman secara tidak terduga, serta permintaan pembiyaan yang porsi dana nasabahnya tidak jelas asal-usulnya; Laporan transaksi keuangan yang mencurigakan dilakukan paling lambat 3 tiga hari kerja setelah diketahui oleh Penyedia Jasa Keuangan. Sementara laporan transaksi keuangan secara tunai dilakukan paling lambat 14 empat belas hari kerja terhitung sejak transaksi dilakukan. 64 Selanjutnya Pasal 28 UU No.8 Tahun 2010 menyatakan : “Pelaksanaan kewajiban pelaporan oleh Pihak Pelapor dikecualikan dari ketentuan kerahasiaan yang berlaku bagi Pihak Pelapor yang bersangkutan.” Pengecualian dari ketentuan rahasia bank, petugas bank untuk membuat dan menyampaikan laporan keuangan nasabah, merupakan suatu hal yang sangat penting dalam pelaksanaan dari ketentuan pengecualian ini petugas bank akan dikenakan sanski yang serius karena melanggar rahasia bank. Kalau tidak ketentuan pelanggran terhadap rahasia bank, upaya pemberantasan pencucian uang tidak mungkin bisa optimal. Bahkan dikatakan bahwa ketentuan rahasia bank yang ketat dari suatu negara sebagai faktor utama yang mendorong praktik pencucian uang. 65 Kemudian Pasal 29 UU No. 8 Tahun 2010 menyatakan : “Kecuali terdapat unsur penyalahgunaan wewenang, Pihak Pelapor, pejabat, dan pegawainya tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana, atas pelaksanaan kewajiban pelaporan menurut Undang-Undang ini.” 64 Ibid , hal 67. 65 Mark Irvine. R and Daniel R. King, The Money Laundering Control Act 1986 : Tainted Money And The Criminal Lawyers . Pacific Law Journal. Vol 19 : 1987, hal 381. Universitas Sumatera Utara Pasal ini hanya menegaskan Pasal 28 UU No. 8 Tahun 2010 yaitu tentang Bank, pejabat serta pegawainya tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana, karena adanya pengecualian yang diatur dalam Pasal 28 UU No. 8 Tahun 2010. Ketentuan tersebut diatas menunjukkan bahwa Indonesia telah melonggarkan ketentuan rahasia bank. Ketentuan pelonggaran rahasia bank di berbagai negara seperti, di Amerika, Perancis dan Swiss disebut sebagai safe habour yang isinya memberikan perlindungan bagi petugas lembaga keuangan yang beritikad baik. Pada akhirnya ketentuan mengenai kewajiban pelaporan dari pengecualian atas pelanggaran rahasia bank yang menyiratkan adanya suatu hak atas kerahasiaan bank. 66 Kewajiban Penyedia Jasa Keuangan ini antara lain harus menerapakan prinsip mengenal nasabah dan melaporkan transaksi keuangan mencurigakan serta transaksi tunai. Menurut peraturan Bank Indonesia, 67 Salah satu faktor penting untuk memberantas money laundering adalah diperlukannya suatu badan khusus untuk menangani upaya-upaya ilegal dalam yang dimaksud dengan Prinsip Know Your Customer adalah prinsip yang diterapkan Bank untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi mencurigakan. Disamping itu, penerapan prinsip ini dimaksudkan untuk mencegah dipergunakannya Bank sebagai sarana pencucian uang oleh nasabah Bank. 66 Ibid, hal 268. 67 Peraturan Bank Indonesia No.3PBI2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Know Your Customer Principles tanngal 18 Juni 2001 dan Peraturan Bank Indonesia No.23PBI2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Know Your Custumer Principles tanggal 13 Desember 2001, dalam Zulkarnaen Sitompul, Problematika Perbankan, . Book Trance Library, Jakarta : 2005, hal 272. Universitas Sumatera Utara praktik money laundering. 68 Dengan adanya perubahan atas undang-undang tersebut, maka kewenangan PPATK telah diperluas. Lembaga ini memiliki kelembagaan yang independen, yang bebas dari campur tangan yang bersifat politik seperti Lembaga Negara, Penyelenggaraan pihak lain, selain itu dalam menjalankan tugasnya wajib menolak campur tangan dari pihak siapa pun. Prinsip ini bisa ditafsirkan dari ketentuan Pasal 18 ayat 2 UUTPPU dan ditegaskan kembali dalam Pasal 25 ayat 1 UUTPPU. Memang dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 telah dirumuskan dibentuknya suatu badan yang disebut Pusat Analisis Transaksi Keuangan PPATK namun kewenangannya masih sangat terbatas. 69 Demi untuk memberantas pencucian uang di Indonesia, undang-undang memberikan keleluasaan bagi PPATK untuk menjalankan tugasnya seperti yang diatur dalam pasal 39 UU No. 8 Tahun 2010 yaitu PPATK mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang. Untuk mendukung tugas di atas, undang-undang juga memberikan kewenangan kepada PPATK sebagaimana tersebut diatur dalam Pasal 41 Ayat 1 UU No. 8 Tahun 2010 yang meliputi : a. meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah danatau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi, termasuk dari instansi pemerintah danatau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu; 68 N.H.T Siahaan, Op Cit , hal 107. 69 Ibid , hal 107. Universitas Sumatera Utara b. menetapkan pedoman identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan; c. mengoordinasikan upaya pencegahan tindak pidana Pencucian Uang dengan instansi terkait; d. memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya pencegahan tindak pidana Pencucian Uang; e. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi dan forum internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang; f. menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan antipencucian uang; dan g. menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang.

B. Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang