D. Keaslian Penulisan
Skripsi dengan judul “Kesulitan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Di Indonesia Ditinjau Dari Sistem Pembuktian” belum pernah ditulis oleh
siapapun sebelumnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Pada prinsipnya dalam penulisan karya ilmiah ini penulis memperolehnya berdasarkan
literatur yang ada, baik dari perpustakaan, media masa cetak maupun elektronik, ditambahkan pemikiran penulis. Oleh karena itu skripsi ini adalah asli merupakan
karya ilmiah milik penulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral maupun akademik.
E. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Tindak Pidana
Pidana berasal dari kata straf Belanda, yang ada kalanya disebut dengan istilah hukuman. Istilah pidana lebih tepat dari istilah hukuman, karena hukum
sudah lazim merupakan terjemahan dari Recht. Sudarto mengemukakan bahwa istilah “hukuman” kadang-kadang digunakan untuk mengganti perkataan “straf”
namun menurut beliau “pidana” lebih baik dari pada “hukuman”.
4
Menurut Moelyatno, hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-
aturan untuk:
4
R.Soedarto, Hukuman dan Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1981, hal. 71-71.
Universitas Sumatera Utara
1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh, yang
dilarang, dengan disertai ancaman atau sangsi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.
2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang
telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenai atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
3. Menentukan dengan cara bagaimana penggunaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
5
Strafbaarfeit dalam bahasa Belanda berasal dari dua unsur pembentuk kata, yaitu strafbaar dan feit. Perkataan feit dalam bahasa Belanda diartikan
“sebagian dari kenyataan”, sedangkan strafbaar berarti “dapat dihukum”, sehingga secara harafiah perkataan strafbaarfeit berarti “sebagian dari kenyataan
yang dapat dihukum” yang sudah tentu tidak tepat. Bahwa di sini yang dapat dihukum adalah manusia pribadi bukan kenyataan, perbuatan atau tindakan.
6
Menurut J.E Jonkers, peristiwa pidana adalah perbuatan yang melawan hukum wederrechttelijk yang berhubungan dengan kesengajaan atau kesalahan
yang dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.
7
Mengenai definisi dari tindak pidana ada 2 pandangan yang berbeda dari para sarjana yakni pandangan dualisme dan pandangan monisme. Pertama,
Pandangan dualisme adalah pandangan yang memisahkan antara perbuatan dan
5
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 1993, hal.1
6
Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hal 5
7
Jonkers, dalam buku, Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, hal. 75
Universitas Sumatera Utara
orang yang melakukan. Salah satu sarjana terkenal penganut pandangan ini adalah Moeljatno.
8
Menurut Moeljatno, perbuatan pidana adalah “perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa
pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang hukum dan
diancam pidana, asal saja dalam hal itu diingat bahwa larangan ditujukan pada perbuatannya yaitu kejadian atau keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang,
sedang ancaman pidananya ditujukan pada orang yang menimbulkan kejahatan.
9
Kedua, pandangan monisme adalah pandangan yang tidak memisahkan antara unsur-unsur mengenai perbuatan dengan unsur-unsur mengenai diri
orangnya. Salah satu sarjana terkenal yang menganut pandangan ini adalah Simon.
10
Simon merumuskan strafbaarfeit itu adalah tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang
yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh Undang-Undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum. Alasan dari Simon
mengapa strafbaarfeit harus dirumuskan seperti di atas karena:
11
a. Untuk adanya suatu srafbaarfeit diisyaratkan bahwa disitu terdapat suatu
tindakan yang dilarang ataupun yang diwajibkan dengan Undang-Undang
8
Ibid, hal. 72
9
Evi Hartanti, Op.Cit, hal.7
10
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, hal.75
11
Evi Hartanti, Op.Cit, hal.5
Universitas Sumatera Utara
dimana pelanggaran terhadap larangan atau kewjiban seperti itu telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum.
b. Agar suatu tindakan seperti itu dapat dihukum, maka tindakan itu harus
memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan oleh Undang- Undang.
c. Setiap strafbaarfeit sebagai pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban
menurut Undang-Undang itu, pada hakikatnya merupakan tindakan melawan hukum atau suatu onrechtmatige handeling.
Adapun unsur-unsur dari tindak pidana adalah sebagai berikut : 1.
Unsur Subjektif, yaitu unsur yang ada dalam diri si pelaku itu sendiri, yaitu: kesalahan dari orang yang melanggar aturan-aturan pidana, artinya
pelanggaran itu harus dapat dipertanggungjawabkan kepada pelanggar. 2.
Unsur Objektif, terdiri dari: a.
Perbuatan manusia, yaitu perbuatan yang positiv, atau suatu perbuatan yang negativ yang menyebabkan pidana.
b. Akibat perbuatan manusia, yaitu akibat yang terdiri atas merusakkan
atau membahayakan kepentingan-kepentingan hukum, yang menurut norma hukum itu perlu ada supaya dapat dihukum.
c. Keadaan-keadaan sekitar perbuatan itu, keadaan-keadaan ini bisa jadi
terdapat pada waktu melakukan perbuatan.
Universitas Sumatera Utara
d. Sifat melawan hukum dan sifat dapat dipidanakan perbuatan itu
melawan hukum, jika bertentangan dengan Undang-Undang.
12
Sehubungan dengan kepentingan pidana Soedarto mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pidana ialah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada
orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
13
Roeslan Saleh menyatakan pidana adalah reaksi atas delik dan ini berwujud suatu Nestapa
yang sengaja ditimpakan negara pada pembuatan delik itu.
14
Tentang penentuan perbuatan mana yang dipandang sebagai perbuatan pidana, kita menganut azas yang dinamakan azas legalitas principle of legality,
yakni suatu perbuatan hanya merupakan tindak pidana, jika ditentukan terlebih dahulu dalam suatu ketentuan perundang-undangan Pasal 1 ayat 1 KUHP.
Dalam bahasa latin, berbunyi: Nullum delictum nulla poena sine previa legi poenalli tiada kejahatan, tiada hukuman pidana tanpa undang-undang hukum
pidana terlebih dahulu.
15
Akan tetapi, dalam memidana seseorang yang telah disangka melakukan perbuatan pidana tersebut, dikenal asas yang berbunyi : “Tindak pidana tanpa
kesalahan”. Dalam bahasa Belanda: “Geen straf zonder schuld”. Penentuan mengenai dengan cara bagaimana melakukan perbuatan pidana diatur didalam
hukuman pidana formal atau Hukum Acara Pidana. Van Bemmelen mengatakan:
12
M. Hamdan, Tindak Pidana Suap dan Money Politics, Medan: Pustaka Bangsa Pers, 2005, hal.10
13
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, 1984, hal. 2.
14
Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia, Jakarta: Aksara Baru, 1983, hlm .2.
15
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2003, hal.42
Universitas Sumatera Utara
Ilmu Hukum Acara Pidana mempelajari peraturan-peraturan yang diciptakan oleh negara, karena adanya dugaan terjadi pelanggaran Undang-undang.
16
2. Pengertian Pencucian Uang
Jika melihat pengertian money laundering yang diartikan secara terpisah akan mendapatkan kata money dan laundering. Sehingga kata money noun
dalam Kamus Lengkap Inggris-Indonesia :
17
“Money adalah uang “ Dan arti Laundering berasal dari kata dasar Laundry verb dalam Kamus
Lengkap Inggris-Indonesia : “Laundry adalah pencucian ; cucian”
Sehingga jika digabungkan kata money laundering akan menjadi suatu istilah dan akan memperoleh pengertian sebagai kata kerja verb yaitu
“Pencucian Uang” yang diartikan lebih luas lagi adalah uang yang telah dicuci, dibersihkan atau diputihkan.
Secara umum pencucian uang dapat dirumuskan sebagai suatu proses dimana seseorang menyembunyikan penghasilannya yang berasal dari sumber
ilegal dan kemudian menyamarkan penghasilan tersebut agar tampak legal money laundering is the proces by which once conceals the existence of it’s illegals
sources, or it illegal application of income and the disquises that income, to make it appear legimate. Dengan perkataan lain perumusan tersebut berarti suatu
16
Mohammad Taufik Makarao, Suhasril, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Preaktek, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004, hal. 2
17
S. Wijowasito-Tito Wasito, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia Indonesia Inggris Dengan Ejaan Yang Disempurnakan, Malang , C.V Hasta : 1980, hal 117.
Universitas Sumatera Utara
proses merubah uang haram dirty money atau uang yang diperoleh dari aktivitas ilegal menjadi halal legimate money.
18
Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 dalam Pasal 1 Angka 1 mencantumkan pengertian dari Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang
memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang- Undang ini.
3. Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang
Kejahatan pencucian uang adalah suatu kejahatan yang berdimensi internasional sehingga penaggulangannya harus dilakukan secara kerja sama
internasional, prinsip dasar pencucian uang adalah menyembunyikan sumber dari segala pencucian uang dari aktivitas ilegal dengan melegalkan uang tersebut.
Untuk melaksanakan hal tersebut uang diisyaratkan disalurkan melalui suatu penyesatan imaze guna menghapus jejak peredarannya dan orang-orang yang
mempunyai uang tersebut menyalurkan bisnis yang fiktif yang tampaknya sebagai sumber penghasilan.
19
Sepanjang penyimpangan, investasi, penghibahan dan sebagainya uang itu di dalam negeri, penelusuran masih agak mudah, meskipun dengan mengadakan
ketentuan-ketentuan khusus dalam pengumpulan bukti-bukti atau barang-barang bukti dengan penuntutan serta dalam pemeriksaan peradilan. Namun apabila uang
kotor itu dicucikan ke luar negeri, maka penelusurannya memerlukan bantuan atau kerjasama atau dengan Interpol asing. Sejauh uang itu hasil kejahatan narkotika,
maka telah ada perangkat pengaturannya yaitu adnya : “Convention Against Illict
18
Suparapto, Money Laundering, Warta BRI , hal 8.
19
Siahaan, N.H.T, Op. Cit, hal 7.
Universitas Sumatera Utara
Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substance” dimana money laundering dikualifikasikan sebagai kejahatan Internasional.
20
4. Pengertian Pembuktian
Menurut Sudikno Mertokusumo pembuktian adalah: pembuktian secara juridis tidak lain merupakan pembuktian secara historis. Pembuktian yang bersifat
juridis ini mencoba menetapkan apa yang telah terjadi secara konkret. Baik dalam pembuktian secara juridis maupun ilmiah, maka membuktikan pada hakikatnya
berarti mempertimbangkan secara logis mengapa peristiwa-peristiwa tertentu dianggap benar.
21
Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan
kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang
membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-
undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan. Persidangan pengadilan tidak boleh sesuka hati dan semena-mena
membuktikan kesalahan terdakwa dalam mencari dan meletakkan kebenaran yang akan dijatuhkan dalam putusan, harus berdasarkan alat-alat bukti yang telah
20
Andy Hamzah, Korupsi dalam Pengelolaan Proyek Pembangunan, Edisi 1, Jakarta, Akademik Pressindo : 1985, hal 56.
21
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1999, hal.109.
Universitas Sumatera Utara
ditentukan undang-undang secara “limitatif” sebagaimana yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP.
22
Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan di sidang pengadilan, dimana melalui pembuktian ditentukan nasib terdakwa. Apabila hasil
pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, terdakwa dibebaskan
dari hukuman. Sebaliknya, kalau kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat bukti yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP maka terdakwa dinyatakan bersalah
dan kepadanya akan dijatuhkan sanksi. Oleh karena itu, hakim harus berhati-hati, cermat, dan matang menilai dan mempertimbangkan nilai pembuktian meneliti
sampai dimana batas minimum “kekuatan pembuktian” atau Bewijs Kracht dari setiap alat bukti yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP.
23
F. Metode Penelitian
Untuk mengumpulkan bahan-bahan di dalam penyusunan skripsi ini dipergunakan suatu cara atau metode yaitu :
a. Jenis penelitian.
Dalam penulisan skripsi ini, agar tujuan lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan,dipergunakan metode penelitian hokum Normatif atau
penelitian Yuridis Normatif b.
Data dan Sumber Data
22
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahn dan Penerapan Kuhap Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Jakarta: Sinar Grafika, hal.252-
253.
23
Ibid, hal.252
Universitas Sumatera Utara
Sebagaimana umumnya,penelitian normative dilakukan dengan penelitian pustaka,yaitu penelitian yang dilakukan ddengan mempelajari bahan pustaka
atau data sekunder. Data sekunder diperoleh dari bahan hukum primer,bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.
a. Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan
b. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku,artikel,Koran dan majalah
c. Bahan hukum tertier,seperti kamus yang relevan dengan skripsi ini.
c. Metode Pengumpulan Data
Data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan library research,yakni melakukan penelitian menggunakan data dari berbagai
sumber bacaan seperti peraturan perundang-undangan,buku-buku,majalah,dan internet yang dinilai relevan dengan permasalahan yang akan dibahas penulis
dalam skripsi ini. 4. Analisis Data
Data-data yang diperoleh dari sumber-sumber tersebut diatas dianalisis secara kualitatif dan disajikan secara deskriptif. Analisa kualitatif ini ditujukan untuk
mengungkapkan secara mendalam tentang pandangan dan konsep yang diperlukan dan akan diurai secara komprehensif untuk menjawab berbagai
permasalahan yang telah dirumuskan dalan skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara
G. Sistematika Penulisan