95
Bab VI - Manajemen Resistensi Vektor Terhadap Insektisida
Pedoman Penggunaan Insektisida Pestisida Dalam Pengendalian Vektor
memungkinkan proporsi yang kecil dari populasi kurang dari 1dari 100.000 individu mampu bertahan dan tetap hidup akibat insektisida.
Bila hal ini terjadi secara terus menerus dengan menggunakan insektisida yang sama, serangga yang telah resistent akan bereproduksi dan akan
terjadi perubahan genetika yang menurunkan keturunan resistance filialnya, yang pada akhirnya akan meningkatkan proporsi vektor
resistan pada populasi. Proses seleksi akibat penggunaan insektisida terjadi serupa dengan perubahan evolusi lainnya, dan proses akan terjadi
lebih lama jika frekuensi gena pembawa resistant rendah. Gena resistant berkisar dari dominant, semidominan sampai resesif.
Mekanisme resistensi dapat digolongkan dalam dua kategori,
yaitu 1 biokimiawi dan 2 perilaku behavioural resistance. 1.
Mekanisme biokimiawi berkaitan dengan fungsi enzimatik
di dalam tubuh vektor yang mampu mengurai molekul insektisida menjadi molekul-molekul lain yang tidak toksik
detoksifikasi. Molekul insektisida harus berinteraksi dengan molekul target dalam tubuh vektor sehingga
mampu menimbulkan keracunan terhadap sistem kehidupan vektor untuk dapat menimbulkan kematian.
Detoksifikasi insektisida terjadi dalam tubuh spesies vektor karena meningkatnya populasi yang mengandung enzim
yang mampu mengurai molekul insektisida. Tipe resistensi dengan mekanisme biokimiawi ini sering disebut sebagai
resistensi enzimatik.
2. Resistensi perilaku behavioural resistance.
Individu dari populasi mempunyai struktur eksoskelet
96
Bab VI - Manajemen Resistensi Vektor Terhadap Insektisida
Pedoman Penggunaan Insektisida Pestisida Dalam Pengendalian Vektor
sedimikian rupa sehingga insektisida tidak mampu masuk dalam tubuh vektor. Secara alami vektor menghindar
kontak dengan insektisida, sehingga insektisida tidak sampai kepada “targetnya”.
VI.4. Pelaksanaan Manajemen resistensi
Sebagai dasar dalam mengatur penggunaan insektisida untuk pengendalian vektor diperlukan data atau informasi tentang status
kerentanan spesies sasaran di setiap populasi yang berbasis eko- epidemiologi. Pemantauan status kerentanan dilakukan secara berkala
untuk setiap spesies sasaran di satuan eko-epidemiologi.
VI.4.1. Monitoring Status Kerentanan Vektor
Pengujian kerentanan vektor bertujuan untuk mengetahui status dan peta kerentanan spesies vektor terhadap insektisida yang telah dan
akan digunakan untuk pengendalian vektor di daerah penyebaran dan satuan eko-epidemiologinya. Dengan mengetahui status kerentanan
spesies vektor, maka akan memberikan masukan terhadap kebijakan program dalam menentukan jenis insektisida dan strategi yang akan
digunakan. Disamping itu hasil uji kerentanan dapat digunakan dalam memahami mekanisme terjadinya perubahan kerentanan vektor.
Pemantauan status kerentannan vektor terhadap insektisida pada setiap species vektor di setiap strata eko-epidemiologi seharusnya dilakukan
97
Bab VI - Manajemen Resistensi Vektor Terhadap Insektisida
Pedoman Penggunaan Insektisida Pestisida Dalam Pengendalian Vektor
secara berkala 1-2 tahun oleh sektor kesehatan tingkat Provinsi dan KabupatenKota.
Pengujian kerentanan insektisida dapat dilakukan menggunakan beberapa cara yaitu:
1. Menggunakan metode uji kerentanan sesuai panduan
WHO dengan impregnated paper untuk setiap insektisida yang akan diuji. Metode uji ini dapat dilakukan oleh petugas
entomologi di tingkat Provinsi dan KabupatenKota. 2.
Menggunakan uji MPA microplate assays 3.
Menggunakan marker DNA Metode uji kerentanan pada butir 2 dan 3 lebih rumit dan
memerlukan peralatan laboratorium, ketelitian dan keahlian khusus. Oleh karena itu uji metode tersebut sebaiknya dikerjakan
oleh entomologist dan atau molekuler biologist yang mempunyai peralatan, laboratorium dan kemampuan yang memadai. Kriteria
tersebut sudah dimiliki oleh lembaga penelitian dan Universitas.
VI.6.2. Satuan Eko-epidemiologi.
Pengendalian vektor harus dilakukan dengan menggunakan insekisida dan metode yang sama dalam satu satuan eko-epidemiologi.
Satu satuan eko-epidemiologi bisa terletak dalam wilayah administrasi yang sama atau berbeda. Oleh karena itu diperlukan koordinasi lintas
batas antar daerah administrasi seperi antar KabupatenKota dan atau