Signaling Theory Trade Off Theory

14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Signaling Theory

Pada mulanya Modigliani-Miller MM berasumsi bahwa antara investor dan manajemen memiliki informasi yang sama, namun pada kenyataannya manajemen memiliki informasi yang lebih besar dibandingkan dengan investor sehingga manajer dapat: a. menjual saham jika saham overvalued harga saham dinilai optimis. b. membeli obligasi jika saham undervalued harga saham dinilai pesemis. Investor akhirnya mengetahui hal ini dan menganggap terjadi asimetri informasi diantara mereka sehingga menjadikan kejadian itu sebagai sinyal negatif Ambarwati, 2010 . Asimmetric information merupakan kondisi dimana suatu pihak memiliki informasi yang lebih banyak daripada pihak lain. Misalnya pihak manajemen perusahaan memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan pihak investor di pasar modal. Tingkat asimmetric information ini bervariasi dari sangat tinggi ke sangat rendah dan memberikan efek yang nyata pada keputusan keuangan maupun pasar financial Atmaja, 2008:261. Signaling theory dalam penelitian ini lebih mengarah kepada suatu pertanda mengenai informasi atau peristiwa penerbitan sukuk mudharabah dan obligasi konvensional yang masuk ke pasar modal yang dapat ditangkap oleh investor untuk keputusan investasinya. Signal tersebut dapat bernilai positif maupun negatif. Signal positif akan membuat investor tertarik untuk berinvestasi pada perusahaan penerbit sukuk mudharabah dan obligasi konvensional tersebut. Sedangkan signal negatif akan membuat investor beralih untuk berinvestasi pada perusahaan lain yang lebih menguntungkan.

2.2 Trade Off Theory

Model ini dikembangkan oleh Baxter 1967, Kraus dan Litzenberger 1973 dan Kaoro 2002 yang mencoba menguji pendapat MM dengan menghubungkan asumsi-asumsi MM dengan biaya kebangkrutan financial distress cost yang dapat meningkat sebanding dengan leverage yang digunakan: 1. pada tingkat leverage yang rendah manfaat penghematan pajak akibat penggunaan utang dapat melebihi biaya kebangkrutan perusahaan, dan 2. pada tingkat leverage yang tinggi biaya kebangkrutan justru bisa melebihi manfaat penghematan pajak akibat penggunaan utang tersebut. 3. Semakin besar hutang maka semakin besar pula keuntungan akibat hutang tersebut namun PV biaya financial distress dan agency juga besar bahkan lebih besar Ambarwati, 2010 . Berdasarkan teori ini perusahaan dapat menggunakan hutang sebagai salah satu alternatif pendanaan yang menguntungkan tetapi hanya pada sampai titik tertentu. Investor akan menginvestasikan dananya pada perusahaan yang akan memberikan tingkat pengembalian atau return yang tinggi sehingga investor akan menganalisis tingkat hutang perusahaan, bagaimana perusahaan mengelola hutang tersebut untuk menghasilkan laba atau keuntungan serta kemampuan perusahaan untuk mengembalikan hutang tersebut.

2.3 Obligasi Syariah Sukuk