40
3. Strategi Dakwah
Setelah membahas pengertian strategi dan dakwah, maka langkah selanjutnya yang perlu dibahas adalah strategi dakwah, yaitu
penggambungan dari strategi dan dakwah.
a. Pengertian Strategi Dakwah
Strategi dakwah adalah perencanaan yang berisi rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan dakwah tertentu.
34
Menurut Asmuni Syukir di dalam buku ‘Dasar-Dasar Strategi
Dakwah Islam’, mengartikan strategi dakwah merupakan “sebagai metode, siasat, taktik atau maniuvers yang dipergunakan dalam
aktivitas kegiatan dakwah”.
35
Al-Bayanuni mendefisinikan strategi dakwah manabij al- dakwah adalah ketentuan-ketentuan dakwah dan rencana-rencana
yang dirumuskan untuk kegiatan dakwah.
36
Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini, yaitu: 1. Strategi merupakan rencana tindakan rangkaian kegiatan
dakwah termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan. Dengan demikian, strategi
merupakan proses penyusunan rencana kerja, belum sampai pada tindakan.
34
Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah Edisi Revisi, Jakarta: Kencana, 2009, Cet. ke-2, h. 349.
35
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1983, h. 32.
36
Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah Edisi Revisi, Jakarta: Kencana, 2009, Cet. ke-2, h. 351.
41
2. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian
tujuan. Oleh sebab itu, sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan
tujuan yang
jelas serta
dapat diukur
keberhasilannya.
37
b. Asas-Asas Strategi Dakwah
Strategi dakwah artinya sebagai metode, siasat, taktik atau maniuvers yang dipergunakan dalam aktivitas kegiatan dakwah.
Strategi dakwah yang dipergunakan di dalam usaha dakwah harus memperhatikan beberapa azas dakwah antara lain :
1 Asas filosofis: Asas ini terutama membicarakan masalah yang erat hubungannya dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai
dalam proses atau dalam aktifitas dakwah. 2
Asas kemampuan dan keahlian da’i: Asas ini menyangkut pembahasan mengenai kemampuan dan profesionalisme da’i
sebagai subjek dakwah. 3 Asas sosiologis: asas ini membahas masalah-masalah yang
berkaitan dengan situasi dan kondisi sasaran dakwah. Misalnya politik pemerintahan setempat, mayoritas agama di
daerah setempat, mayoritas agama setempat, filosofis sasaran
dakwah. Sosio kultural sasaran dakwah dan sebagainya.
37
Ibid. h. 349.
42
4 Asas psikologis: asas ini membahas masalah yang erat hubungannya dengan kejiwaan
manusia. Seseorang da’i adalah manusia, begitupun sasaran dakwahnya yang memiliki
karakter kejiwaan yang unik yakni berbeda satu sama lainnya. Apalagi masalah agama, yang merupakan masalah
idiologi atau kepercayaan tak luput dari masalah-masalah
psikologis sebagai asas dasar dakwahnya.
5 Asas efektifitas dan efesiensi: Asas ini maksudnya adalah didalam aktivitas dakwah harus berusaha meseimbangkan
antara biaya, waktu maupun tenaga yang dikeluarkan dengan pencapaian hasilnya yang semaksimal mungkin. Dengan kata
lain ekonomis biaya, tenaga dan waktu tapi dapat mencapai hasil yang semaksimal munkin atau setidak-tidaknya
seimbang antara keduanya.
Melihat asas-asas strategi dakwah atas , seorang da’i perlu
sekali memiliki pengetahuan-pengetahuan yang erat hubungannya dengan asas-asas tersebut.
38
B. Badan Kontak Majelis Taklim
1. Pengertian Majelis Taklim
Secara etimologis arti kata, kata „majelis taklim’ berasal dari bahasa Arab, yakni majlis dan taklim. Kata
‘majlis’ berasal dari kata
38
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1983, h. 32-33.
43
jalasa, yajlisu, julusan, yang artinya duduk atau rapat. Adapun arti lainnya jika di kaitkan dengan kata yang berbeda seperti majlis wal
majlimah berarti tempat duduk, tempat sidang, dewan, atau majlis asykar yang artinya mahkamah militer.
39
Selanjutnya kata „taklim’ sendiri berasal dari kata ‘alima, ya’lamu, ilman, yang artinya mengetahui sesuatu, ilmu, ilmu
pengetahuan.Arti taklim adalah hal mengajar, melatih. Berasal dari kata ‘alama,’allaman yang artinya, mengecap, memberi tanda, dan ta’alam
berarti terdidik, belajar. Dengan demikian, arti majelis taklim adalah tempat mengajar, tempat mendidik, tempat melatih, atau tempat belajar,
tempat berlatih dan tempat menuntut ilmu. Sementara secara terminologis maknapengertian, majelis
taklim mengandung beberapa pengertian yang berbeda-beda. Effendy Zarkasyi menyatakan,
“majelis taklim bagian dari model dakwah dewasa ini dan sebagai forum belajar untuk mencapai suatu tingkat pengetahuan
agama”. Syamsuddin Abbas juga mengemukakan pendapatnya, dimana ia mengartikannya sebagai
“Lembaga pendidikan non-formal Islam yang memiliki kurikulim sendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur,
dan diikuti oleh jamaah yang relatif banyak”.
Sedangkan musyawarah majelis taklim se-DKI pada tanggal 9-10 juli 1980 merumuskan definisi
ta’rif majlis taklim yaitu lembaga pendidikan Islam non-formal yang memiliki kurikulum tersendiri,
39
Muhsin MK, Manajemen Majelis Taklim: Petunjuk Praktis Pengelolaan Dan Pembentukannya, Jakarta: Inter Massa, 2009, Cet. ke-1, h. 1.