BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex,
4
yang dapat menyerang paru dan organ tubuh lainnya.
1
M. tuberculosis memiliki ukuran dengan panjang 1-4 mm dan lebar 0,3-0,6 mm. Bakteri ini berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan
tidak berkapsul. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi 60 . Struktur dinding sel yang kompleks menyebabkan bakteri tersebut
bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam-alkohol.
14
2.2. Defenisi TB- Multi Drug Resistant
Tuberkulosis-Multi Drug Resistant TB-MDR atau Resistensi ganda adalah M. tuberculosis yang resisten minimal terhadap rifampisin dan isoniazid INH dengan atau
tanpa Obat Anti Tuberkulosis OAT lainnya. Resistensi terhadap obat anti TB dibagi menjadi :
4
1. Resistensi primer ialah apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat
pengobatan OAT atau telah mendapat pengobatan OAT kurang dari 1 bulan. 2.
Resistensi inisial ialah apabila tidak diketahui pasti apakah pasien sudah ada riwayat pengobatan OAT sebelumnya atau belum pernah.
3. Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah mempunyai riwayat pengobatan
OAT minimal 1 bulan.
Universitas Sumatera Utara
Terdapat lima jenis kategori resistensi terhadap OAT, yaitu :
4
1. Mono-resistance yaitu kekebalan terhadap salah satu OAT.
2. Poly-resistance yaitu kekebalan terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi
isoniazid dan rifampisin. 3.
Multidrug-resistance MDR yaitu kekebalan terhadap sekurang-kurangnya isoniazid dan rifampisin.
4. Extensive drug-resistance XDR yaitu Tb MDR ditambah kekebalan terhadap
salah satu obat golongan fluorokuinolon, dan sedikitnya salah satu dari OAT injeksi lini kedua kapreomisin, kanamisn, dan amikasin.
5. Total Drug Resistance TDR yaitu resisten baik dengan lini pertama maupun
lini kedua. Pada kondisi ini tidak ada lagi obat yang bisa dipakai.
2.3. Patogenesis