Struktur Anatomi Bibir Pewarna Kosmetik

Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009. USU Repository © 2009 lipstik dan menggantinya dengan bau dan rasa yang menyenangkan. Tranggono,2004

2.3 Struktur Anatomi Bibir

Bibir merupakan kulit yang memiliki ciri tersendiri karena lapisan jangatnya sangat tipis. Stratum germinatum tubuh dengan sangat kuat dan korium mendorong papila dengan aliran darah yang banyak tepat di bawah permukaan kulit. Pada kulit bibir tidak terdapat kelenjar keringat, tetapi pada permukaan kulit bibir sebelah dalam terdapat kelenjar liur, sehingga bibir tampak selalu basah. Sangat jarang terdapat kelenjar lemak, sehingga dalam cuaca yang kering dan dinginlapisan jangat akan cenderung mengering, pecah-pecah, yang memungkinkan zat yang melekat padanya mudah penetrasi ke staratum germinativum. Depkes RI, 1985 Karena ketipisan kulit jangat, lebih menojolnya statum germinativum dan aliran darah lebih banyak mengaliri di daerah permukaan kulit bibir, maka bibir menunjukkan sifat lebih peka dibandingkan dengan kulit lainnya. Kerena itu hendaknya berhati-hati dalam memilih bahan yang digunakan untuk sediaan bibir, terutama dalam hal memilih lemak, pigmen dan zat pengawet yang digunakan untuk maksud pembuatan sediaan itu. Depkes RI, 1985

2.4 Pewarna Kosmetik

Pewarna yang digunakan dalam kosmetika umumnya terdiri atas 2 jenis, yaitu : 1. Pewarna yang dapat larut dalam cairan soluble, air, alkohol, atau minyak. Contoh warna kosmetika adalah: Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009. USU Repository © 2009 Pewarna asam acid dyes yang merupakan golongan terbesar pewarna pakaian, makanan dan kosmetika. Unsur terpenting dalam pewarna ini adalah gugus azo. Solvent dyes yang larut dalam air atau alkohol, misalnya : merah DC, merah hijau No.17, violet, kuning. Xanthene dyes yang dipakai dalam lipstik, misalnya DC orange, merah dan kuning. 2. Pewarna yang tidak dapat larut dalam cairan insoluble, yang terdiri atas bahan organik dan inorganik, misalnya lakes, besi oksida Tidak semua zat warna dapat digunakan untuk kosmetika. Kulit di beberapa bagian tubuh sensitif terhadap warna tertentu, sehingga memerlukan warna khusus, seperti kulit di sekitar mata, kulit di sekitar mulut, bibir, dan kuku. Wasitaatmadja,1997 Penentuan mutu suatu bahan dapat diamati dengan warna. Warna hasil produksi suatu bahan sangat berpengaruh bagi pemakainya. Sebagai contoh, warna suatu kosmetika sangat berperan secara psikologis bagi pemakainya sebagai pembentuk kecantikan. Adapun maksud dan tujuan pemberian warna pada suatu bahan, baik obat maupun kosmetika bahkan makanan adalah supaya bahan atau hasil produksi itu menarik bagi pemakainya, menghindari adanya pemalsuan terhadap hasil suatu pabrik dan menjaga keseragaman hasil suatu pabrik. Sudarmadji, 2003 Yang penting adalah keamanan bagi para pemakai zat warna, sebab pemakaian yang keliru dapat menyebabkan hal-hal yang tidak dikehendaki seperti memberikan efek karsinogenik, teratogenik, alergi dan lain-lain. Sudarmadji,2003 Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009. USU Repository © 2009 Dalam pemakaian zat pewarna untuk membuat suatu produksi perlu diadakan persyaratan umum, meliputi: a. Dicantumkan dalam label hasil produksi b. Tidak boleh disembunyikan c. Tidak boleh membuat arti tentang mutu dan kualitas karena pemberian zat warna tersebut. Sebagai persyaratan khusus adalah : 1. Tercantum dosis pemakaian yang sering dikenal dengan ADI Acceprable Daily Intake 2. Zat warna yang terkandung harus dicantumkan secara resmi, nama umum dan indeks warna, misalnya : nama resmi Red No.2, nama umum Amaranth, indeks nomor 16:85 Berdasarkan masalah tersebut, maka perlu adanya analisis zat warna dari suatu bahan pemakai zat warna baik obat, kosmetika maupun makanan. Zat warna yang beredar sekarang dapat dibedakan menjadi dua yaitu zat warna alam seperti pandan, kunyit, arang dan zat warna sintetis. Sudarmadji, 2003 Pada abad pertengahan zat warna sintetis mulai ditemukan. Perkin pada tahun 1856 menemukan senyawa sintetis pertama kali berupa senyawa violet dan biru kehijauan. Pada tahun 1876 zat warna sintetis juga ditemukan oleh Witte berupa senyawa organik yang mengandung gugus kromofor. Selanjutnya senyawa organik ini berkembang meluas pada pemakaian zat warna sintetis. Sardjimah,1996 Dengan meluasnya pemakaian zat warna sintetis menimbulkan hal-hal yang negatif sehingga di negara yang telah maju misalnya Amerika Serikat Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009. USU Repository © 2009 pemakaian zat warna sintetis harus melalui berbagai prosedur pengujian sebelum dapat digunakan. Pengujian tersebut meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi dan analisis medis. Hal ini dilakukan sehubungan dengan proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan dengan pemberianasam sulfat atau asam nitrat sering terkontaminasi oleh logam berat yang bersifat racun. Di samping hal lain, perlu diingat dalam pembuatan zat warna organik sebelum mencapai produk akhir harus melalui senyawa-senyawa antara terlebih dahulu yang kadang-kadang berbahaya dan kadang-kadang tertinggal pada hasil akhir atau mungkin dapat terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Sardjimah, 1996 Untuk menganalisa suatu zat warna perlu mengetahui penggolongannya agar memudahkan dalam pelaksanaannya. Menurut Sardjimah 1996, zat warna dapat digolongkan menjadi 4 jenis yaitu : a. Berdasarkan asalnya dibagi menjadi dua yaitu zat warna alam dan zat warna sintetis. b. Berdasarkan penyusunnya dibagi menjadi dua yaitu zat warna pigmen dan lakes. c. Berdasarkan kelarutannya dibagi menjadi dua yaitu zat warna larut dalam pelarut lemakminyak dan zat warna larut air. d. Berdasarkan sifat keasamannya dibagi menjadi dua yaitu zat warna bersifat asam dan zat warna bersifat basa. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan makanan Nomor 00386CSKII90 bahwa zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya dalam obat, makanan dan kosmetika adalah sebagai berikut: Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.

Dokumen yang terkait

Pemeriksaan Cemaran Timbal (Pb) pada Sediaan Lipstik yang beredar di Pasar Ramai Medan secara Spektrofotometri Serapan Atom

11 184 93

Pemeriksaan Zat Warna Rhodamin B Pada Kosmetik Jenis Pemerah Pipi Yang Dijual Di Pusat Pasar Kota Medan

45 159 68

Pemeriksaan Asupan Timbal Pada Sediaan Pewarna Rambut Bentuk Serbuk Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan Secara Spektrofotometri Serapan Atom

8 42 73

Analisa Zat Pewarna Rhodamin B Pada Lipstik Dan Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Pedagang Kosmetik Tentang Bahaya Rhodamin B Di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013

10 99 103

ANALISA KANDUNGAN RHODAMIN B SEBAGAI PEWARNA PADA SEDIAAN LIPSTIK YANG BEREDAR DI MASYARAKAT TAHUN 2011.

3 9 8

Analisa Zat Pewarna Rhodamin B Pada Lipstik Dan Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Pedagang Kosmetik Tentang Bahaya Rhodamin B Di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013

0 0 10

Analisa Zat Pewarna Rhodamin B Pada Lipstik Dan Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Pedagang Kosmetik Tentang Bahaya Rhodamin B Di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013

0 2 35

Analisa Zat Pewarna Rhodamin B Pada Lipstik Dan Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Pedagang Kosmetik Tentang Bahaya Rhodamin B Di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2013

0 2 4

Pemeriksaan Cemaran Timbal (Pb) pada Sediaan Lipstik yang beredar di Pasar Ramai Medan secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 42

Pemeriksaan Cemaran Timbal (Pb) pada Sediaan Lipstik yang beredar di Pasar Ramai Medan secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 1 13