Hubungan Karakteristik Perawat Dan Pasien Dengan Tindakan Medik Perawat Di Kota Medan Tahun 2008
HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERAWAT DAN PASIEN
DENGAN TINDAKAN MEDIK PERAWAT
DI KOTA MEDAN
TAHUN 2008
TESIS
OLEH
JASMEN MANURUNG 067023007/AKK
S
E K O L A H
P A
S
C A S A R JAN
A
S
U
U
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
(2)
HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERAWAT DAN PASIEN
DENGAN TINDAKAN MEDIK PERAWAT
DI KOTA MEDAN
TAHUN 2008
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (MKes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
JASMEN MANURUNG 067023007/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
(3)
Judul Tesis :HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERAWAT DAN PASIEN DENGAN TINDAKAN MEDIK PERAWAT DI KOTA MEDAN TAHUN 2008
Nama Mahasiswa : Jasmen Manurung
Nomor Pokok : 067023007
Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Konsentrasi : Administrasi Kebijakan Komunitas/Epidemiologi
Menyetujui Komisi Pembimbing:
(Prof. drg. Lina Natamihardja, MKes) (dr. Yusniwarti Yusad, MSi)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)
(4)
Telah diuji pada Tanggal: 2 Mei 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Drg. Lina Natamiharja, SKM Anggota : 1. dr. Yusniwarti Yusad, Msi
2. dr. Fauzi, SKM
(5)
PERNYATAAN
HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERAWAT DAN PASIEN DENGAN TINDAKAN MEDIK PERAWAT DI KOTA MEDAN
TAHUN 2008
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Oktober 2008
(6)
ABSTRAK
Keputusan Menteri Kesehatan No. 1239/Menkes/Sk/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan, pasal 15 (d) menyatakan bahwa perawat tidak dapat melakukan tindakan medik. Tindakan medik hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari dokter. Kenyataanya, banyak ditemukan kasus tindakan medik yang dilakukan oleh perawat. Pada tahun 2006-2008 ada 252 kasus malpraktik profesi keperawatan pada perawat yang terjadi di Kota Medan..
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan karakteristik perawat (tingkat pengetahuan, pendapatan dan lama praktik) dan karakteristik pasien (tingkat pengetahuan, pendidikan dan keyakinan terhadap kemampuan perawat) dengan tindakan medik perawat praktik.Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Sampel adalah perawat yang bekerja pada balai pengobatan di Kota Medan yang berjumlah 118 perawat dan 118 pasien. Sampel pada perawat diperoleh dengan cara simple random sampling, sedangkan sampel pada masyarakat (pasien) diperoleh dengan cara purposive sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Spearman Rank.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang tidak berhubungan dengan tindakan medik perawat adalah tingkat pengetahuan perawat (p>0,05). Faktor yang berhubungan dengan tindakan medik perawat adalah tingkat pendapatan (p<0,05), lama kerja (p<0,05), tingkat pengetahuan pasien (p<0,05), tingkat pendidikan pasien (p<0,05) dan keyakinan terhadap kemampuan perawat (p<0,05).
Disarankan perlu adanya pengawasan yang lebih baik dari Dinas Kesehatan Kota Medan terhadap balai pengobatan, khususnya kepada dokter penanggungjawab yang bertugas untuk mengawasi kinerja perawat. Selain itu, perlu dilakukan pendidikan kesehatan kepada perawat dan masyarakat menyangkut batasan kewenangan perawat, untuk mengurangi kemungkinan akibat malpraktik yang dilakukan oleh perawat.
(7)
ABSTRACT
The decision of Ministry of Health No. 1239/Menkes/SK/XI/2001 about Registration and Nursing Practice, chapter 15 (d) stated that a nurse is not allowed to do medical action. Medical action can only be done based on written need by a doctor. In fact, there are many cases found in medical action, which done by nurses. In 2006-2008 there were 252 cases of nursing malpractice in Indonesia.
The study is aimed to analyze the relationship of nursing practice (knowledge level, income and length of practice) and patient characteristic (level education and belief to nurse ability) with medical action of nurse. This is an analytic study, with a cross sectional approach. Sample is nurses who worked at polyclinic in Medan city, which are 118 nurses and 118 patients. The sample of nurse was obtained by means of simple random sampling, whereas patient sample by quota sampling. Data analysis was done by Spearman Rank correlation test.
The result shows that, factor which has not relationship with medical action of nurse is knowledge level of nurse (p>0,05). The factors which have relationship with nurse medical action are income (p<0,05), length of work (p<0,05), patient knowledge level (p<0,05), educational patient level (p<0,05) and belief to nurse ability (p<0,05)
It is suggested that is necessary to have better monitoring from the Medan District of Health policlinic especially to doctor who are on duty to control nurse work. Beside it is necessary to do health education to nurse and society concerning to the limitation of nurse, to reduce the possibility of malpractice which is done by nurse.
(8)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Dia Sang Pencipta, atas semua karunia dan berkatNya yang selalu menyertai saya dalam penulisan tesis ini. Keyakinan dan kepercayaan saya adalah semua ini bisa terjadi atas campur tangan Tuhan, sehingga saya dimampukan untuk mengerjakan tesis yang berjudul: Hubungan Karakteristik Perawat dan Pasien Terhadap Tindakan Medik Perawat di Kota Medan pada Tahun 2008.
Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui salah satu polemik pelayanan kesehatan, yaitu tindakan medik yang dilakukan perawat. Dalam situasi bangsa yang masih mengalami krisis tenaga medis yang bertanggung jawab pada tindakan medik, perawat muncul sebagai alternatif “tenaga medik” yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Secara administratif, perawat sesungguhnya tidak diperbolehkan melakukan tindakan medik, kecuali telah mendapat persetujuan dari dokter atau pada situasi krisis. Namun, tingginya permintaan masyarakat terhadap pelayanan medik pada perawat menjadikan para perawat melakukan tindakan medik meskipun belum mendapat persetujuan dari dokter. Mengapa hal-hal tersebut terjadi? Hal inilah yang hendak dijawab dalam penelitian ini.
Penulisan ini merupakan tugas akhir pada Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Kosentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/ Epidemiologi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
(9)
Pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana USU yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Kosentrasi Administrasi Kebijakan Kesehatan Komunitas/Epidemiologi Sekolah Pascasarjana USU.
2. Dr. Drs. Surya Utama, MS, sebagai Ketua Program Studi, serta seluruh jajarannya yang telah memberikan bimbingan dan dorongan selama penulis mengikuti pendidikan.
3. Prof. drg. Lina Natamihardja, SKM sebagai dosen pembimbing I. Ucapan
terimakasih ini saya sampaikan atas semua kritik, saran, dukungan moral serta perannya yang tidak hanya membimbing dengan intelektual tetapi juga dengan hati selama penulisan tesis ini.
4. Dr. Yusniwarti Yusad, MSi sebagai dosen pembimbing II atas saran yang telah
melengkapi penulisan tesis ini. Saya juga sangat berterimakasih atas ketersediaan waktu para pembimbing yang telah diberikan kepada penulis di antara kesibukannya.
5. Dr. Fauzi, SKM selaku penguji I, yang telah banyak membagikan pengalaman
dalam bentuk pertanyaan dan saran dalam penulisan tesis ini.
6. Drh. Rasmaliah, MKes, selaku penguji II, yang telah banyak memberikan kritikan dan masukan demi peningkatan kualitas dan esensi penelitian ini.
(10)
7. Dr. Umar Zein, Sp.PD selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di wilayah kerja instansi tersebut.
8. Kedua orang tuaku yang senantiasa mendukung secara moril dan materil.
Dukungan ini juga sekaligus menjadi inspirasi bagi penulis untuk senantiasa berusaha menyelesaikan studi.
9. Kepada istri tercinta Nora Siagian, yang selalu memberi dukungan dan perhatian selama proses penulisan tesis ini
10. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu dalam penulisan ini. Kiranya penelitian ini mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya pada berbagai pihak yang berkepentingan. Penulis juga sangat terbuka pada saran dan kritikan yang bersifat membangun dari semua pihak demi peningkatan kualitas penelitian ini. Terimakasih.
(11)
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR……….…….……….... iii
RIWAYAT HIDUP... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Permasalahan... 6
1.3 Tujuan Penelitian... 6
1.4 Hipotesis... 7
1.5 Manfaa Penelitian... 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 8
2.1 Perawat dan Keperawatan... 8
2.2 Hak dan Kewajiban Perawat... 9
2.3 Fungsi dan Peran Perawat... 11
2.3.1 Fungsi Perawat ... 11
2.3.2 Peran Perawat ... 13
2.4 Standar Kompetensi Perawat ... 15
2.5 Tindakan Medik ... 17
2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Tindakan Medik... 20
2.6.1 Karakteristik Perawat ... 20
2.6.2 Permintaan Masyarakat ... 24
2.7 Landasan Teori ... 27
2.8 Kerangka Konsep Penelitian ... 29
BAB 3 METODE PENELITIAN... 30
3.1 Jenis Penelitian... 30
3.2 Lokasi dan Waktu Peneliti.n... 30
3.3 Populasi dan Sampel... 30
3.3.1 Populasi... 31
3.3.2 Sampel... 31
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 32
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 32
3.5.1 Variabel... 32
(12)
3.6 Metode Pengukuran ... 36
3.7 Metode Analisis Data ... 37
BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 39
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 39
4.2 Karakteristik Perawat... 41
4.3 Karakteristik Pasien... 42
4.4 Tindakan Medik Perawat... 43
4.5 Hubungan Karakteristik Perawat dengan Tindakan Medik... 44
4.6 Hubungan Karakteristik Pasien dengan Tindakan Medik... 45
BAB 5 PEMBAHASAN... 48
5.1 Hubungan Karakteristik Perawat dengan Tindakan Medik... 48
5.2 Hubungan Karakteristik Pasien dengan Tindakan Medik... 51
5.3 Keterbatasan Penelitian... 54
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 55
6.1 Kesimpulan... 55
6.2 Saran... 56
(13)
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1.1 Aspek Pengukuran Variabel Independen (Karakteristik Perawat) ... 36 1.2 Aspek Pengukuran Variabel Independen (Karakteristik Pasien) ... 36 1.3 Aspek Pengukuran Variabel Dependen (Tindakan Medik)... 37
4.1 Jumlah Penduduk, Laju Pertumbuhan Penduduk, Luas Wilayah dan
Kepadatan Penduduk Kota Medan Pada Tahun 2001-2007... 40
4.2 Fasilitas Kesehatan di Kota Medan Berdasarkan Kecamatan
Tahun 2007 ... 41 4.3 Karakteristik Perawat Berdasarkan Tingkat Pengetahuan, Tingkat
Pendapatan, dan Lama Kerja Perawat di Kota Medan Tahun 2008 ... 42 4.4 Karakteristik Pasien Berdasarkan Tingkat Pengetahuan, Tingkat
Pendidikan dan Keyakinan Terhadap Kemampuan Perawat Melakukan Tindakan Medik di Kota Medan Tahun 2008 (n=118)... 43 4.5 Tindakan Medik Perawat di Kota Medan Tahun 2008 ... 43
4.6 Tindakan Medik Perawat Berdasarkan Jenis Tindakan Medik di Kota
Medan Tahun 2008... 44
4.7 Hasil Analisis Hubungan Karakteristik Perawat dengan Tindakan Medik
Perawat di Kota Medan Tahun 2008 ... 45
4.8 Hasil Analisis Hubungan Karakteristik Pasien dengan Tindakan Medik
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Informed Consent... 59
2. Kuesioner Penelitian... 60
3. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuisioner... 67
4. Master Data Hasil Penelitian... 69
5. Hasil Pengolahan Data Penelitian... 73
6. Tabel Alasan Perawat Praktik Melakukan Tindakan Medik... 78
(15)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
(16)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Visi Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam rencana strategis 2005-2009 adalah masyarakat yang mandiri dan sehat, yaitu suatu kondisi dimana masyarakat Indonesia menyadari, mau dan mampu untuk mengenali, mencegah, dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi, sehingga dapat bebas dari gangguan kesehatan akibat bencana, lingkungan dan perilaku yang tidak mendukung untuk hidup sehat. Upaya mencapai kondisi tersebut, pemerintah khususnya Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah melaksanakan upaya-upaya pengembangan sumber daya kesehatan yang bertujuan meningkatkan jumlah, jenis, mutu dan penyebaran tenaga kesehatan termasuk SDM kesehatan, serta pemberdayaan profesi kesehatan, sesuai dengan kebutuhan pembangunan kesehatan. Beberapa upaya pengembangan sumber daya kesehatan tersebut adalah melalui pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan (Depkes RI, 2005).
Perawat sebagai bagian dari tenaga kesehatan juga harus meningkatkan profesionalisme dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. Perawat juga dituntut untuk melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesinya, yang terdiri atas: pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan. Tindakan keperawatan yang dimaksud meliputi: intervensi keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling
(17)
keperawatan, sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi (Kep Menkes no. 1239/Menkes/SK/XI/2001).
Secara filosofis, peran dan fungsi keperawatan terdiri atas dua hal. Pertama, perawatan merupakan bantuan diberikan karena ada kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemauan menuju kemampuan melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari. Kedua, kegiatan keperawatan dilakukan dalam upaya penyembuhan, pemulihan, serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan kepada upaya pelayanan utama sesuai dengan wewenang, tanggung jawab dan etika keperawatan (Ibrahim, 2003).
Dalam tatanan klinis, ada dua jenis tindakan yang dilakukan oleh perawat yaitu, tindakan yang dilakukan secara mandiri dan tindakan yang dilakukan berdasarkan pesanan dokter. Tindakan yang dilakukan secara mandiri adalah tindakan yang bukan medik sebagaimana diatur dalam standar kompetensi keperawatan, sedangkan tindakan medik hanya dapat dilakukan perawat setelah memperoleh persetujuan dari dokter (Kozier, 1990).
Namun karena berbagai faktor, peran perawat sebagaimana yang tertuang dalam kebijakan tersebut sering sekali menjadi kabur dengan peran melakukan tindakan medik. Masalah antara peran sebagai perawat yang memberikan asuhan keperawatan dan sebagai tenaga kesehatan yang melakukan tindakan medik banyak dialami di Indonesia, terutama oleh para perawat yang tinggal di daerah perifer (Priharjo, 1995).
(18)
Berbagai masalah etis yang dihadapi perawat dalam praktik keperawatan tersebut telah menimbulkan dilema. Di satu sisi perawat diminta untuk melakukan praktik sesuai dengan standar, di sisi lain masyarakat meminta perawat untuk melakukan tindakan medik yang berada di luar kewenangannya. Sehingga banyak terjadi kesalahan dalam pelaksanaan tindakan medik yang dilakukan oleh perawat, meskipun wewenang tersebut telah jelas diuraikan dalam Keputusan Menteri Kesehatan no. 1239/Menkes/SK/XI/2001 (Depkes RI, 2005).
Beberapa kesalahan yang sering dilakukan perawat dalam tindakan medik adalah keliru/salah dalam memberikan obat atau salah dosis, salah membaca label, salah menangani pasien, dan yang lebih berat lagi adalah salah memberikan transfusi darah sehingga mengakibatkan hal yang fatal (Priharjo, 1995).
Pada tahun 2006 -2008 ada sekitar 252 kasus malpraktek profesi keperawatan yang terjadi di Kota Medan. Dari 252 kasus malpraktik tersebut, 126 kasus terjadi akibat pelanggaran hukum administrasi atau yang digolongkan dalam malpraktik administratif, 45 kasus terjadi akibat tindakan perawat yang tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang disepakati dan digolongkan dalam malpraktik sipil, dan 81 kasus terjadi akibat tindakan medik tanpa persetujuan dari dokter yang dilakukan dengan tidak hati-hati yang menyebabkan luka dan kecacatan kepada pasien atau yang digolongkan dalam malpraktik kriminal dengan unsur kelalaian (PPNI, 2008).
Banyaknya tindakan medik yang dilakukan oleh perawat dipengaruhi oleh peluang yang dimiliki oleh perawat, khususnya perawat di daerah pedesaan. Selain
(19)
itu, jumlah dokter yang terbatas dan tindak menyebar dengan merata juga menyebabkan perawat melakukan tindakan medik. Sedikitnya jumlah dokter yang mau ditempatkan di daerah terpencil menjadi kendala, sehingga masyarakat memilih upaya medik kepada perawat praktik (Anonim, 2008).
Pelanggaran terhadap kewenangan yang dilakukan oleh perawat juga banyak disebabkan oleh rendahnya imbalan jasa yang diperoleh oleh perawat. Bahkan kalau dibandingkan dengan beberapa negara di Asia Tenggara, imbalan yang diterima oleh perawat Indonesia jauh berbeda dengan negara lain. Banyak perawat yang bergaji di bawah upah minimum regional (UMR), sedangkan perawat di negara lain (misalnya Philipina) telah memperoleh gaji tidak kurang dari 3,5 juta perbulannya. Hal inilah yang menyebabkan para perawat berusaha untuk memperoleh tambahan pendapatan dari usaha praktik dalam bentuk tindakan medik tanpa persetujuan dari dokter (Nilawaty, 2003).
Hasil penelitian kualitatif Supriadi di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Propinsi Jambi pada tahun 2005, menyatakan bahwa ada empat faktor yang menjadi penyebab para perawat melakukan tindakan medik antara lain: (1) posisi praktik pengobatan perawat, yaitu posisi perawat sebagai ujung tombak pembangunan kesehatan menyebabkan mereka banyak berhubungan dengan masyarakat dan mendapat kepercayaan medik dari masyarakat, (2) rasio dokter dengan penduduk yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perawat menjadikan perawat sebagai alternatif pilihan berobat masyarakat, (3) lemahnya pengawasan praktik pribadi
(20)
perawat, (4) kebiasaan masyarakat yang meminta perawat melakukan kewajiban diluar kewenangan (Supriadi, 2005).
Menurut hasil penelitian Sudiro (2005), banyaknya kasus tindakan medik yang dilakukan oleh perawat, khususnya perawat yang berada di daerah pedesaaan, disebabkan oleh rendahnya tingkat pengetahuan perawat terhadap fungsi dan perannya. Menurut hasil penelitian tersebut juga ditemukan bahwa, penyebab utama rendahnya tingkat pengetahuan perawat terhadap fungsi dan perannya disebabkan oleh rendahnya paparan tentang materi etika dan hukum pada perawat selama menjalani pendidikan (Sudiro, 2005).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suharto (2001) di Propinsi Jawa Barat menemukan bahwa beberapa faktor penyebab tindakan medik yang dilakukan oleh perawat adalah tekanan sosial budaya lokal/sanksi sosial, kedekatan emosional/kepercayaan masyarakat terhadap petugas kesehatan, peluang/permintaan dari masyarakat, dan tingkat pengetahuan terhadap hak, tanggung jawab, peran, serta kewenangan (Suharto, 2001).
Tinggi rendahnya permintaan masyarakat pada pelayanan kesehatan tersebut sangat dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu: faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal adalah meliputi: fasilitas kesehatan, jarak dan keadaan sosio-budaya, sedangkan yang termasuk faktor internal adalah persepsi, pengetahuan, tingkat pendapatan, keyakinan, keinginan, motivasi, niat dan sikap (Notoadmojo, 2005).
Bagaimana dengan perawat di daerah perkotaan? Menjadi pertanyaan yang menjadi dasar pentingnya penelitian ini dilakukan. Sebagai bagian dari wilayah yang
(21)
dikategorikan sebagai perkotaan, Kota Medan juga menjadi dasar dari pelaksanaan penelitian ini.
1.2Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan karakteristik perawat (tingkat pengetahuan, tingkat pendapatan, lama kerja) dan karakteristik pasien (tingkat pengetahuan, kepercayaan terhadap kemampuan perawat, dan tingkat pendidikan) dengan tindakan medik perawat di Kota Medan pada tahun 2008.
1.3 Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui karakteristik perawat berdasarkan tingkat pengetahuan,
tingkat pendapatan dan lama kerja di Kota Medan.
b. Untuk mengetahui karakteristik pasien berdasarkan tingkat pengetahuan,
kepercayaan terhadap kemampuan perawat, dan tingkat pendidikan di Kota Medan.
c. Untuk mengetahui gambaran frekwensi tindakan medik yang dilakukan oleh
perawat.
d. Untuk mengetahui hubungan karakteristik perawat (tingkat pengetahuan,
tingkat pendapatan, lama kerja) dan karakteristik pasien (tingkat pengetahuan, kepercayaan terhadap kemampuan perawat, dan tingkat pendidikan) dengan tindakan medik yang dilakukan oleh perawat di Kota Medan.
(22)
1.4 Hipotesis
Ada hubungan karakteristik perawat (tingkat pengetahuan, tingkat pendapatan, lama kerja) dan karakteristik pasien (tingkat pengetahuan, kepercayaan terhadap kemampuan perawat, dan tingkat pendidikan) dengan tindakan medik yang dilakukan oleh perawat di Kota Medan.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai sumber informasi pengembangan ilmu analisis kebijakan kesehatan
terhadap peningkatan profesionalisme perawat.
2. Sebagai bahan masukan untuk intansi pendidikan keperawatan dalam upaya
pendidikan tentang batas-batas kewenangan perawat.
3. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Medan dalam
pengawasan pelaksanaan tindakan keperawatan bagi perawat yang bekerja di berbagai fasilitas kesehatan.
(23)
`BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perawat dan Keperawatan
Perawat adalah seorang yang telah mampu menempuh serta lulus pendidikan formal dalam bidang keperawatan yang program pendidikannya telah disahkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, sedangkan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan biopsiko, sosiokultural, dan spiritual yang komprehensif, baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Keperawatan berupa bantuan yang diberikan karena adanya kelemahan fisik dan atau mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemauan melaksanakan kegiatan sehari-hari secara mandiri (Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 2008).
Keperawatan juga dapat dipahami sebagai pelayanan/asuhan profesional yang bersifat humanistik, menggunakan pendekatan holistik, dilakukan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang berorientasi pada kebutuhan obyektif klien, mengacu pada standar profesional keperawatan dan menggunakan etika keperawatan sebagai tuntunan utama. Sebagai profesi, keperawatan dituntut untuk memiliki kemampuan intelektual, interpersonal, kemampuan teknis, dan moral. Hal ini dapat ditempuh dengan meningkatkan kualitas perawat melalui pendidikan lanjutan pada program pendidikan Ners (Nursalam, 2007).
(24)
2.2. Hak dan Kewajiban Perawat
Hak dan kewajiban perawat telah diatur secara rinci dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat. Hak dan kewajiban tersebut adalah:
a. Hak perawat adalah:
1. Memperoleh perlindungan hukum yang melaksanakan tugas sesuai dengan
standar profesi.
2. Mendapat jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang berkaitan dengan
tugasnya.
3. Mendapat perlakuan adil dan jujur oleh pimpinan sarana kesehatan,
klien/pasien, dan atau keluarganya.
4. Menerima imbalan jasa pelayanan keperawatan.
5. Mendapat hak cuti dan hak kepegawaian.
6. Memperoleh kesempatan mengembangkan diri melalui pendidikan formal dan
informal.
7. Menjaga privasi profesional sebagai perawat.
8. Mendapat pelayanan pemeriksanaan secara rutin.
9. Menuntut jika nama baiknya dicemarkan oleh klien/pasien atau tenaga
kesehatan lainnya.
10.Menolak pihak lain yang memberi anjuran atau permintaan tertulis untuk
melakukan tindakan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, standar profesi, dan kode etik profesi.
(25)
11.Mendapat informasi yang benar dan jujur dari klien.
12.Dilibatkan secara aktif dalam penyusunan kebijakan kesehatan di sarana
kesehatan.
13.Memperoleh kesempatan dalam pengembangan karir sesuai bidang profesi di
sarana kesehatan.
b. Kewajiban perawat adalah:
1. Perawat wajib memiliki Surat Ijin Perawat (SIP), Surat Ijin Kerja (SIK), dan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP).
2. Perawat wajib menghormati hak pasien.
3. Perawat wajib merujuk pada kasus yang tidak dapat ditangani. 4. Menyimpan rahasia klien.
5. Memberikan informasi kepada klien sesuai batas kewenangannya.
6. Meminta persetujuan setiap tindakan keperawatan.
7. Mencatat/mendokumentasikan semua tindakan keperawatan.
8. Mematuhi standar profesi dan kode etik keperawatan.
9. Meningkatkan pengetahuan.
10.Melakukan pertolongan darurat yang mengancam jiwa pasien/klien.
11.Melaksanakan program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan.
12.Menaati semua peraturan perundang-undangan.
(26)
14.Menjaga hubungan kerja dengan sesama perawat dan tenaga kesehatan lainnya.
2.3. Fungsi dan Peran Perawat 2.3.1. Fungsi Perawat
Perawat adalah tenaga profesional di bidang perawatan kesehatan yang terlibat dalam kegiatan perawatan. Perawat bertanggung jawab untuk perawatan, perlindungan, dan pemulihan orang yang luka atau pasien penderita penyakit akut atau kronis, pemeliharaan kesehatan orang sehat, dan penanganan keadaan darurat yang mengancam nyawa dalam berbagai jenis perawatan kesehatan. Perawat juga dapat terlibat dalam riset medis dan perawatan serta menjalankan beragam fungsi non-klinis yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi perawatan kesehatan (Depkes, 2005).
Dalam prakteknya, fungsi perawat terdiri atas tiga fungsi, yaitu: independen, interdependen, dan dependen (Praptianingsih, 2007).
a. Fungsi Independen
Fungsi independen perawat adalah those activities that are considered to be within nursing’s of diagnosis and treatment. Dalam fungsi ini, tindakan perawat tidak memerlukan perintah dokter. Tindakan perawat bersifat mandiri, berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan. Oleh karena itu, perawat bertanggung jawab terhadap akibat yang timbul dari tindakan yang diambil. Contoh tindakan perawat dalam menjalankan fungsi independen adalah:
(27)
1) Pengkajian seluruh sejarah kesehatan pasien/keluarganya dan menguji secara fisik untuk menentukan status kesehatan.
2) Mengidentifikasi tindakan keperawatan yang mungkin dilakukan untuk
memelihara atau memperbaiki kesehatan.
3) Membantu pasien dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
4) Mendorong untuk berperilaku secara wajar.
b. Fungsi Interdependen
Fungsi interdependen perawat adalah carried out conjuction with other health team members. Tindakan perawat berdasar pada kerja sama dengan tim perawatan atau tim kesehatan. Fungsi ini tampak ketika perawat bersama tenaga kesehatan lainnya berkolaborasi mengupayakan kesembuhan pasien. Mereka biasanya tergabung dalam sebuah tim yang dipimpin oleh seorang dokter. Sebagai sesama tenaga kesehatan, masing-masing tenaga kesehatan mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien sesuai dengan bidang ilmunya.
Dalam kolaborasi ini, pasien menjadi fokus upaya pelayanan kesehatan. Contohnya, untuk menangani ibu hamil yang menderita diabetes, perawat bersama tenaga gizi berkolaborasi membuat rencana untuk menentukan kebutuhan makanan yang diperlukan bagi ibu dan perkembangan janin. Ahli gizi memberikan kontribusi dalam perencanaan makanan dan perawat mengajarkan pasien memilih makan sehari-hari. Dalam fungsi ini, perawat bertanggung jawab secara bersama-sama dengan tenaga kesehatan lain terhadap kegagalan pelayanan kesehatan terutama untuk bidang keperawatannya.
(28)
c. Fungsi Dependen
Fungsi dependen perawat adalah the perfomed based on the physician’s order. Dalam fungsi ini, perawat bertindak membantu dokter dalam memberikan pelayanan medik. Perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan dan tindakan khusus yang menjadi wewenang dokter dan seharusnya dilakukan dokter, seperti pemasangan infus, pemberian obat, dan melakukan suntikan. Oleh karena itu, setiap kegagalan tindakan medis menjadi tanggung jawab dokter. Setiap tindakan perawat yang berdasarkan perintah dokter, dengan menghormati hak pasien tidak termasuk dalam tanggung jawab perawat.
2.3.2. Peran Perawat
Aktifitas keperawatan meliputi peran dan fungsi pemberi asuhan keperawatan, praktek keperawatan, pengelola institusi keperawatan, pendidikan klien, serta kegiatan penelitian di bidang keperawatan (Nursalam, 2007):
a. Peran Pelaksana
Peran ini dikenal dengan peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara langsung atau tidak langsung kepada klien sebagai individu, keluarga, dan masyarakat, dengan metoda pendekatan pemecahan masalah yang disebut proses keperawatan. Dalam melaksanakan peran ini, perawat bertindak sebagai comforter, protector, advocate, communicator, dan rehabilitator.
Sebagai comforter, perawat berusaha memberi kenyamanan dan rasa aman pada klien. Peran protector dan advocate lebih berfokus pada kemampuan perawat
(29)
melindungi dan menjamin hak dan kewajiban klien agar terlaksana dengan seimbang dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Peran sebagai communicator, perawat bertindak sebagai penghubung antara klien dengan anggota kesehatan lainnya. Peran ini erat kaitannya dengan keberadaan perawat mendampingi klien sebagai pemberi asuhan keperawatan selama 24 jam, sedangkan rehabilitator, berhubungan erat dengan tujuan pemberian keperawatan, yakni mengembalikan fungsi organ atau bagian tubuh agar sembuh dan dapat berfungsi normal.
b. Peran sebagai Pendidik
Sebagai pendidik, perawat berperan dalam mendidik individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat serta tenaga kesehatan yang berada di bawah tanggung jawabnya. Peran ini berupa penyuluhan kepada klien, maupun bentuk desiminasi ilmu kepada peserta didik keperawatan.
c. Peran sebagai Pengelola
Dalam hal ini, perawat mempunyai peran dan tanggung jawab dalam mengelola pelayanan maupun pendidikan keperawatan sesuai dengan manajemen keperawatan dalam kerangka paradigma keperawatan. Sebagai pengelola, perawat melakukan pemantauan dan menjamin kualitas asuhan atau pelayanan keperawatan serta mengorganisasikan dan mengendalikan sistem pelayanan keperawatan. Secara umum, pengetahuan perawat tentang fungsi, posisi, lingkup kewenangan, dan tanggung jawab sebagai pelaksana belum maksimal. Mayoritas perawat hampir tidak berpengaruh dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.
(30)
d. Peran sebagai Peneliti
Sebagai peneliti di bidang keperawatan, perawat diharapkan mampu mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsip dan metode penelitian, serta memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan pendidikan keperawatan. Penelitian di dalam bidang keperawatan berperan dalam mengurangi kesenjangan penguasaan teknologi di bidang kesehatan, karena temuan penelitian lebih memungkinkan terjadinya transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, selain itu penting dalam memperkokoh upaya menetapkan dan memajukan profesi keperawatan.
2.4. Standar Kompetensi Perawat
Berdasarkan Surat Keputusan DPP PPNI No. 03/DPP/SK/I/1996, maka standar keperawatan di Indonesia dikategorikan menjadi empat jenis standar, yaitu:
1) Standar Pelayanan Kesehatan
2) Standar Praktik Keperawatan
3) Standar Pendidikan Keperawatan
4) Standar Pendidikan Berkelanjutan Bagi Keperawatan.
Dalam praktik keperawatan, standar tersebut terdiri atas:
a. Standar 1 : Pengumpulan data tentang kesehatan klien/pasien dilakukan
secara sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dikomunikasikan dan dicatat.
(31)
b. Standar 2 : Diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan data status kesehatan.
c. Standar 3 : Rencana asuhan keperawatan meliputi tujuan yang dibuat
berdasarkan diagnosis keperawatan.
d. Standar 4 : Rencana asuhan keperawatan meliputi prioritas dan
pendektatan tindakan keperawatan yang ditetapkan untuk mencapai tujuan yang disusun berdasarkan diagnosis keperawatan.
e. Standar 5 : Tindakan keperawatan memberi kesempatan klien atau pasien
untuk berpartisipasi dalam peningkatan, pemeliharaan, dan pemulihan kesehatan.
f. Standar 6 : Tindakan keperawatan membantu klien atau pasien untuk
mengoptimalkan kemampuannya untuk hidup sehat.
g. Standar 7 : Ada tidaknya kemajuan dalam pencapaian tujuan ditentukan
oleh klien atau pasien dan perawat.
h. Standar 8 : Ada tidaknya kemajuan dalam pencapaian tujuan memberi
arah untuk melakukan pengkajian ulang, pengaturan kembali urutan prioritas, penetapan tujuan baru, dan perbaikan rencana asuhan keperawatan (Nursalam, 2007).
2.5. Tindakan Medik
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1976) disebutkan bahwa tindakan adalah aturan yang dilakukan, melakukan/mendengarkan
(32)
aturan-aturan untuk mengatasi sesuatu atau perbuatannya. Dalam dunia medis, tindakan medik dapat diartikan sebagai tindakan pemberian suatu substansi/bahan yang digunakan untuk mendiagnosa, menyembuhkan, mengatasi, membebaskan, atau mencegah penyakit. Beberapa tindakan medik yang sering dilakukan oleh perawat antara lain; melakukan suntikan, infus, pemasangan NGT, dan pemberian resep obat. Tindakan medik sebagaimana yang disebutkan di atas, hanya dapat dilakukan oleh orang yang telah memiliki kompetensi (Priharjo, 1995).
Dalam dunia keperawatan, harus benar-benar dipahami bahwa ada sebuah batasan yang jelas dalam hal melakukan tindakan medik. Tindakan medik hanya dapat dilakukan oleh perawat setelah memperoleh persetujuan dari dokter dan dokter gigi sebagai pihak yang dianggap memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan medik. Segala sesuatu tindakan medik yang dilakukan oleh perawat tanpa memperoleh persetujuan dari dokter dan dokter gigi terlebih dahulu, dianggap sebagai tindakan medik yang bersifat ilegal (Priharjo, 2005).
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan. Dalam pasal 15 dinyatakan bahwa perawat berwenang untuk:
a. Melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan
diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan, dan evaluasi keperawatan.
b. Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada butir a meliputi: intervensi
(33)
c. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud pada butir a dan b harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi.
d. Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan
tertulis dari dokter.
Berdasarkan pasal tersebut, dapat dijelaskan bagaimana batasan kewenangan perawat dan hubungannya dengan dokter sebagai penanggung jawab tindakan medik. Tindakan medik hanya dapat dilakukan oleh dokter dan dokter gigi, sedangkan perawat hanya berperan sebagai pembantu dokter, karena yang dilakukannya sesuai dengan perintah dan petunjuk doker. Kalau dokter terutama menghadapi penyakit pasiennya, maka perawat terutama lebih memusatkan perhatian pada reaksi penderita pada penyakitnya dan berupaya untuk membantu mengatasi penderitaan pasien, mengatasi penderitaan bathin pasien, dan bila mungkin mengupayakan jangan sampai penyakitnya menimbulkan komplikasi. Ia juga mencatat segala kegiatan tubuh penderita, seperti detak jantung, suhu badan, berat badan, pernafasan, buang air besar, dan buang air kecil. Di bawah pengawasan dokter ia pun memberi suntikan, memasang infus, atau memberi pengobatan lain. Pada penderita yang baru selesai dibedah, ia harus memantau kesadarannya, pernafasan, menjaga aliran infus, dan mencatat detak jantung. Perawat mau mendengarkan dengan sabar keluhan pasiennya dan memberikan harapan yang besar akan kesembuhan penyakitnya (Praptianingsih, 2007).
(34)
Demikianlah uraian kewenangan yang dimiliki oleh perawat. Penjelasan tersebut juga menunjukkan dengan jelas bahwa sesungguhnya perawat tidak diijinkan untuk melakukan tindakan medik tanpa persetujuan dari dokter. Namun kenyataannya, masih banyak ditemukan tindakan medik yang dilakukan oleh perawat di berbagai daerah di Indonesia, khususnya di daerah perifer, yang tidak memperoleh persetujuan dari dokter terlebih dahulu (Priharjo, 1995).
Menurut Sciortino (1992), pertentangan antara peran formal dan aktual perawat merupakan salah satu bukti bagaimana transmisi yang terganggu antara tingkat nasional dan lokal dapat mempengaruhi fungsi pelayanan. Walaupun tidak diketahui oleh pemerintah, pertentangan ini mempunyai implikasi yang sangat besar. Perawat tidak melakukan apa yang secara formal diharapkan atau diajarkan pada mereka. Lebih lanjut Scortiono menjelaskan, bahwa ketidakcukupan pengetahuan daerah perifer, seperti penegakan diagnosa yang salah, penggunaan antibiotika yang tidak benar, dan penggunaan injeksi yang tidak sesuai prosedur.
2.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Tindakan Medik
Perawat
2.6.1. Karakteristik Perawat a. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
(35)
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek (Notoatmodjo, 2005).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan itu berasal dari kata tahu yang berarti: mengerti sesudah (melihat, mengalami). Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung, maupun dari pengalaman orang lain yang sampai kepadanya. Selain itu, dapat juga melalui media komunikasi, seperti: radio, televisi, majalah, atau surat kabar (Poerwadarminta, 1976).
Menurut Benjamin Bloom (1908), yang dikutip oleh Notoadmojo (2005) pengetahuan dibagi menjadi beberapa tingkatan yang selanjutnya disebut dengan Taksonomi Bloom. Menurut Bloom, pengetahuan dibagi atas: tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation).
Menurut beberapa ahli, pengetahuan merupakan salah satu penyebab utama timbulnya tindakan atau perubahan perilaku. Menurut Fritz Heider (1946), perubahan perilaku terjadi karena disposisi internal, misalnya pengetahuan, motif, sikap, dan sebagainya. Menurut Finer (1957) timbulnya tindakan terjadi akibat ketidakseimbangan kognisi (cognitive dissonance). Ketidakseimbangan ini terjadi karena dalam diri individu terdapat dua elemen kognisi (pengetahuan, pendapat, atau keyakinan) yang bertentangan. Apabila individu menghadapi suatu stimulus atau obyek, dan stimulus tersebut menimbulkan keyakinan bertentangan di dalam diri individu sendiri, maka terjadilah ketidakseimbangan. Ketidakseimbangan inilah yang menyebabkan lahirnya sebuah perilaku baru. Menurut Rogers (1962), tindakan dapat
(36)
timbul melalui kesadaran. Kesadaran yang dimaksud berawal dari tingkat pengetahuan seseorang. Kesadaran tersebut kemudian akan berlanjut mengikuti empat tahap berikutnya, yaitu keinginan, evaluasi, mencoba, dan menerima (penerimaan) atau dikenal juga dengan AIETA (Awareness, Interest, Evaluation, Trial, and Adoption) (Nursalam, 2007).
Demikian juga dengan tindakan medik yang dilakukan oleh perawat. Timbulnya tindakan medik yang dilakukan oleh perawat sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuannya terhadap wewenang perawat. Selama menempuh pendidikan, perawat mendapat ilmu dan pola pikir yang hampir sama dengan profesi dokter. Sehingga bukan sesuatu yang aneh bila setelah lulus, para perawat akan praktek melakukan hal yang sama seperti yang didapatkan dalam pendidikan (Nursalam, 2007).
Menurut hasil penelitian Sudiro (2005), banyaknya kasus tindakan medik yang dilakukan oleh perawat khususnya perawat yang berada di daerah pedesaan, disebabkan oleh rendahnya tingkat pengetahuan perawat terhadap fungsi dan peranannya. Menurut hasil penelitian tersebut juga ditemukan bahwa, penyebab utama rendahnya tingkat pengetahuan perawat terhadap fungsi dan perannya adalah rendahnya paparan tentang materi etika dan hukum pada perawat selama menjalani pendidikan (Sudiro, 2005).
(37)
b. Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan adalah satuan atau satuan materi yang diperoleh dari hasil pekerjaan seseorang. Tingkat pendapatan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan tindakan, khususnya tindakan yang berhubungan dengan pekerjaan seseorang (Notoadmojo, 2005).
Menurut Katz (1960), sebagaimana yang dikutip oleh Notoadmojo, timbulnya tindakan seseorang dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan. Lebih lanjut Katz mengatakan bahwa tindakan itu memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang dapat bertindak terhadap obyek demi pemenuhan kebutuhan hidupnya (Notoadmojo, 2005).
Sebagai salah satu faktor kebutuhan, tingkat pendapatan juga menjadi salah satu penyebab timbulnya tindakan medik yang dilakukan oleh perawat. Rendahnya tingkat pendapatan perawat menyebabkan banyaknya kasus-kasus tindakan medik yang dilakukan oleh perawat. Banyak perawat bergaji di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Sebagai gambaran, gaji perawat pemerintah di Indonesia antara Rp 300.000,- - Rp 1.000.000,- per bulan tergantung golongan, sementara perawat di Filipina tak kurang dari Rp 3.500.000,-. Wajar jika para perawat melakukan tindakan medik mandiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Kompas, 2007).
Hal ini masih melihat perawat secara individual. Sebagai bagian dari manusia yang layak, maka para perawat juga akan menjalankan fungsi hidupnya untuk membangun kehidupan dalam keluarga. Akibat yang mungkin terjadi adalah
(38)
bertambahnya beban ekonomi dengan pertambahan anggota keluarga. Hal ini akan meningkatkan tekanan untuk melakukan tindakan-tindakan medik yang diluar kewenangan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan hidup (Nursalam, 2007).
c. Lama Kerja
Waktu yang telah dilalui oleh seorang perawat dalam menjalankan tugas keperawatan pada berbagai fasilitas kesehatan dapat disebut sebagai lama kerja. Lama kerja bagi setiap perawat merupakan variabel yang sangat penting. Lama waktu kerja juga sangat mempengaruhi kemampuan seorang perawat, hal ini berkaitan erat dengan pengulangan secara sistematis beberapa hal atau langkah-langkah tindakan medik yang dilakukan. Lama kerja seorang perawat juga sangat berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan dan pengenalan dari masyarakat. Kecendurungan yang terjadi adalah, semakin lama waktu kerja seorang perawat, maka semakin tinggi juga kemampuan dan tingkat kepercayaan masyarakat (Prihardjo, 2005).
Disisi lain, lama kerja juga dapat memberikan implikasi yang berbeda terhadap kemungkinan berbagai tindakan keperawatan lainnya. Semakin lama seorang perawat menjalankan tugasnya, maka semakin banyak juga tindakan medik yang mampu untuk dilakukan. Kepercayaan akan kemampuan sendiri mengakibatkan para perawat tidak meminta persetujuan tindakan medik dari seorang dokter lagi. Hal ini banyak dijumpai pada penanganan penyakit yang bersifat umum (diare, influenza dan berbagai penyakit lainnya) (Sudiro, 2005).
(39)
2.6.2. Karakteristik Pasien
Menurut Dever (1984) yang dikutip Ulina (2004) dalam “Determinants of Health Service Utilization”, faktor karakteristik pasien atau masyarakat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan disamping faktor-faktor lain. Lebih jelas Dever menjelaskan faktor-faktor tersebut adalah:
1. Faktor Sosio Kultural
a. Norma dan nilai yang ada di masyarakat adalah norma, nilai sosial, dan
keyakinan yang ada di masyarakat akan mempengaruhi seseorang dalam bertindak, termasuk dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Seorang wanita hamil cenderung akan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ditangani oleh seorang wanita. Hal ini berhubungan dengan norma yang ada dalam masyarakat yang menyatakan bahwa aurat seorang wanita hanya dapat dilihat oleh pasangannya. Hal ini menyebabkan banyak wanita tidak nyaman untuk bersalin pada fasilitas kesehatan yang ditangani oleh dokter laki-laki.
b. Teknologi yang digunakan dalam pelayanan kesehatan, dalam hal ini
kemajuan di bidang teknologi di satu sisi dapat meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan, seperti: transplantasi organ, inseminasi, operasi dan kemajuan teknologi dalam bidang alat-alat deteksi penyakit. Sedangkan di sisi lain, kemajuan teknologi dapat menurunkan pemanfaatan pelayanan kesehatan, sebagai contoh dengan ditemukannya berbagai macam vaksin pencegahan penyakit menular yang dapat mengurangi angka kesakitan
(40)
sehingga masyarakat tidak lagi memanfaatkan pelayanan kesehatan karena disebabkan oleh berbagai penyakit menular.
2. Faktor Organisasional
a. Ketersediaan sumber daya yang mencakup segi kualitas maupun kuantitas
sangat mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan. Suatu pelayanan hanya bisa digunakan apabila jasa tersebut tersedia.
b. Keterjangkauan lokasi, peningkatan akses yang dipengaruhi oleh
berkurangnya jarak, waktu tempuh, maupun biaya tempuh yang mengakibatkan peningkatan pemanfaatan pelayanan kesehatan.
c. Keterjangkauan sosial, konsumen memperhitungkan sikap dan karakteristik
provider terhadap konsumen, seperti etnis, jenis kelamin, umur, ras, dan hubungan keagamaan. Akses ini terdiri atas dua dimensi, yaitu dapat diterima dan terjangkau. Dimensi dapat diterima mengarah kepada faktor psikologi, sosial, dan budaya, sedangkan dimensi terjangkau mengarah kepada faktor ekonomi.
d. Karakteristik struktur organisasi pelayanan dan proses, berbagai macam
bentuk praktek pelayanan kesehatan dan cara memberikan pelayanan kesehatan mengakibatkan pola pemanfaatan yang berbeda-beda.
3. Faktor Interaksi Konsumen dan Provider (penyedia pelayanan)
(41)
1) faktor sosio demografi, meliputi: umur, seks, ras, bangsa, status perkawinan, jumlah anggota keluarga, status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan),
2) faktor sosio psikologi, meliputi: persepsi sakit, gejala sakit, dan keyakinan terhadap perawatan medis/dokter, dan
3) faktor epidemiologis, meliputi mortalitas, morbilitas, disability, dan faktor resiko.
b. Faktor yang berhubungan dengan provider, dipengaruhi oleh:
1) Faktor ekonomi, yaitu adanya keterbatasan konsumen untuk mengakses
pelayanan kesehatan.
2) Faktor karakteristik provider, meliputi tiga tipe pelayanan kesehatan, sikap petugas, keahlian petugas, dan fasilitas yang dimiliki oleh pelayanan kesehatan tersebut.
Sebagai salah satu bentuk pelayanan kesehatan, tindakan medik yang dilakukan oleh perawat banyak terjadi akibat tingginya permintaan dari masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan. Masyarakat di pedesaan sering beranggapan bahwa perawat mempunyai peran yang sama dengan dokter. Merubah perilaku masyarakat terhadap kepercayaan pelayanan kesehatan tidaklah mudah, contohnya kepercayaan tentang anggatapan bahwa penyakit hanya bisa disembuhkan dengan pemberian suntikan. Masyarakat tetap meminta perawat untuk mengobati mereka meskipun sudah ada dokter. Bila perawat tidak mau memenuhi harapan masyarakat, mereka akan mendapatkan sanksi sosial (Sciortino, 1992).
(42)
2.7. Landasan Teori
Tindakan medik adalah tindakan pemberian suatu substansi/bahan yang digunakan untuk mendiagnosa, menyembuhkan, mengatasi, membebaskan, atau mencegah penyakit (Priharjo, 2005).
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1239/Menkes/Sk/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan, pasal 15 (d) dinyatakan bahwa perawat tidak dapat melakukan tindakan medik. Tindakan medik hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari dokter. Namun dalam kenyataanya, banyak ditemukan kasus tindakan medik yang dilakukan oleh perawat (Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 2008)
Timbulnya tindakan medik perawat juga berhubungan dengan tingkat pengetahuan perawat. Menurut hasil penelitian Sudiro (2005), banyaknya kasus tindakan medik yang dilakukan oleh perawat khususnya perawat yang berada di daerah pedesaan, disebabkan oleh rendahnya tingkat pengetahuan perawat terhadap fungsi dan peranannya. Menurut hasil penelitian tersebut juga ditemukan bahwa, penyebab utama rendahnya tingkat pengetahuan perawat terhadap fungsi dan perannya adalah rendahnya paparan tentang materi etika dan hukum pada perawat selama menjalani pendidikan.
Sebagai salah satu faktor kebutuhan, tingkat pendapatan juga menjadi salah satu penyebab timbulnya tindakan medik yang dilakukan oleh perawat. Rendahnya tingkat pendapatan perawat menyebabkan banyaknya kasus-kasus tindakan medik
(43)
yang dilakukan oleh perawat. Banyak perawat bergaji di bawah Upah Minimum Regional (UMR) (Kompas, 2007).
Disisi lain, lama kerja juga dapat memberikan implikasi yang berbeda terhadap kemungkinan berbagai tindakan keperawatan lainnya. Semakin lama seorang perawat menjalankan tugasnya, maka semakin banyak juga tindakan medik yang mampu untuk dilakukan. Kepercayaan akan kemampuan sendiri mengakibatkan para perawat tidak meminta persetujuan tindakan medik dari seorang dokter lagi. Hal ini banyak dijumpai pada penanganan penyakit yang bersifat umum (diare, influenza dan berbagai penyakit lainnya) (Sudiro, 2005).
Selain faktor-faktor yang bersumber dari perawat sendiri, tindakan medik juga sangat berhubungan dengan karakteristik masyarakat. Unsur-unsur yang menjadi karakteristik tersebut adalah tingkat pengetahuan masyarakat, kepercayaan yang bersumber dari pengalaman dan tingkat pendapatan masyarakat itu sendiri, persepsi, jarak dengan fasilitas, tingkat pendapatan dan faktor-faktor lain. (Ulina, 2004).
(44)
Berdasarkan pada masalah dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Karakteristik Perawat:
1. Tingkat Pengetahuan
2. Tingkat Pendapatan
3. Lama Kerja
Tindakan Medik Perawat:
1. Dengan persetujuan dokter 2. Tanpa persetujuan dokter
Karakteristik Pasien:
1. Kepercayaan pasien
terhadap kemampuan perawat
2. Tingkat Pendidikan
(45)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan Cross-Sectional (potong lintang)yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan karakteristik perawat dan pasien dengan tindakan medik yang dilakukan oleh perawat di Kota Medan pada tahun 2008.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di kota Medan. Kota Medan dipilih sebagai lokasi penelitian karena belum pernah dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan medik perawat sebelumnya. Penelitian ini direncanakan mulai bulan Maret 2008 sampai dengan bulan Januari 2009.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah balai pengobatan umum yang berjumlah 414 balai pengobatan. Setiap satu balai pengobatan diwakili oleh satu orang perawat yang memiliki Surat Ijin Kerja. Hal ini didasarkan asumsi bahwa setiap balai pengobatan memiliki satu orang perawat pengawas yang telah memiliki Surat Ijin Kerja (SIK). Selain itu, populasi dalam penelitian ini juga melibatkan pasien yang memanfaatkan pelayanan kesehatan pada balai pengobatan tersebut.
(46)
3.3.2. Sampel a. Besar Sampel
Besar sampel perawat dalam penelitian ini diperoleh melalui rumus Issac & Michael (Arikunto, 2000):
S = χ² NP (1-P) d²(N-1) + χ² P(1-P)
S = 6,63. 414. 0,5 (1-0,5) (0,1)²(414-1) + 6,63 0,5 (1-0,5) S = 686,205
5,78
S = 118,4 (dibulatkan menjadi =118) Keterangan:
S = jumlah sampel
χ² = nilai chi-square dengan dk (1) dan α = 0,05 N = jumlah populasi
P = proporsi perawat yang melakukan tindakan medik (0,5) d² = presisi (0,1)
Jumlah sampel pertama dalam penelitian ini adalah sebanyak 118 perawat. Jumlah sampel kedua adalah pasien, yaitu sebanyak 118 pasien.
b. Teknik Sampling
Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai sifat dan karakteristik yang sama dengan populasi. Pengambilan sampel balai pengobatan dilakukan dengan cara simple random. Pengambilan sampel pasien dilakukan dengan cara quota
sampling, yaitu satu orang pasien yang pernah memanfaatkan balai pengobatan
(47)
3.4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode wawancara dengan menggunakan alat bantu kuesioner. Sebelum data dikumpulkan, terlebih dahulu dilakukan uji instrumen yang bertujuan untuk memastikan bahwa alat bantu yang digunakan (kuisioner) memiliki validitas dan reliabilitas pada kuisioner pasien. Uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antara masing-masing item pertanyaan dengan skor total yang menggunakan rumus korelasi Pearson Product Moment (r). Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan metode Cronbach Alpha. Setelah uji validitas kuesioner dilakukan, diperoleh hasil bahwa seluruh pertanyaan (41 pertanyaan) kuesioner dinyatakan valid dan reliabel. Hal ini diperoleh berdasarkan perbandingan nilai validitas dan reliabilitasnya yang lebih besar dari nilai korelasi (r) yaitu sebesar 0,304 (Lampiran 3).
3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel
a. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah karakteristik perawat (tingkat pengetahuan, tingkat pendapatan dan lama kerja) dan karakteristik pasien (tingkat pengetahuan, tingkat pendidikan dan kepercayaan terhadap kemampuan perawat).
(48)
b. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelititan ini adalah tindakan medik yang dilakukan oleh perawat (atas persetujuan dokter dan tidak atas persetujuan dokter penanggung jawab).
3.5.2. Definisi Operasional
1. Tindakan medik adalah tindakan pemberian suatu substansi/bahan yang digunakan untuk mendiagnosa, menyembuhkan, mengatasi, membebaskan, atau mencegah penyakit, terdiri atas: suntikan, infus intravena, hecting dan pemberian obat.
2. Suntikan adalah pemberian substansi/bahan yang digunakan untuk
menyembuhkan, mengatasi atau mencegah penyakit melalui tindakan injeksi. 3. Pemberian Infus Intravena Pemberian infus cairan intravena (intravenous fluids
infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah
jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.
4. Hecting Tindakan penyambungan jaringan kulit dengan cara menjahit yang
menggunakan jarum dan benang cutgat.
5. Pemberian obat pemberian suatu substansi/bahan yang digunakan untuk menyembuhkan, mengatasi, membebaskan, atau mencegah penyakit melalui pemberian jenis, jumlah dan frekuensi penggunaan obat.
(49)
6. Tingkat pengetahuan adalah tingkat pengetahuan perawat tentang tindakan medik yang dapat dan tidak dapat dilakukan. Tingkat pengetahuan dibagi atas:
a) Kurang, jika responden mampu menjawab benar < 5 dari keseluruhan pertanyaan.
b) Sedang, jika responden mampu menjawab benar 5 – 7 dari keseluruhan pertanyaan.
c) Baik, jika responden mampu menjawab benar 8-10 dari keseluruhan pertanyaan.
7. Lama kerja adalah waktu yang dilalui oleh seorang perawat selama melakukan pekerjaan sebagai perawat pada balai pengobatan yang dinyatakan dalam satuan tahun. Lama kerja perawat dibagi atas:
a) Baru, jika lama kerja 1-3 tahun b) Sedang, jika lama kerja 4-6 tahun c) Lama, jika lama kerja > 6 tahun
8. Tingkat pendapatan adalah jumlah penghasilan perawat setiap bulan yang terdiri atas penghasilan pokok dan sampingan yang dihitung dalam rupiah, dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Dengan demikian, pendapatan responden dibagi jadi tiga kategori yaitu:
a) Rendah, jika pendapatan keluarga < Rp 1.000.000/anggota keluarga,-
b) Sedang, jika pendapatan keluarga Rp 1.000.000,- - Rp 1.500.000,-/anggota keluarga.
(50)
9. Tingkat pengetahuan pasien adalah tingkat pengetahuan pasien tentang tindakan medik yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh perawat. Tingkat pengetahuan dibagi atas:
a) Kurang, jika responden mampu menjawab benar 1-2 dari keseluruhan pertanyaan.
b) Sedang, jika responden mampu menjawab benar 3-5 dari keseluruhan pertanyaan.
c) Tinggi, jika responden mampu menjawab benar 6-8 dari keseluruhan pertanyaan.
10.Kepercayaan adalah keyakinan pasien terhadap kemampuan perawat dalam melakukan tindakan medik dalam upaya penyembuhan. Kepercayaan terhadap kemampuan perawat di bagi atas:
a) Tidak Yakin, jika pasien tidak percaya terhadap kemampuan perawat dalam melakukan tindakan medik
b) Ragu-ragu, jika pasien tidak sepenuhnya percaya terhadap kemampuan perawat dalam melakukan tindakan medik
c) Yakin, jika pasien percaya penuh terhadap kemampuan perawat dalam melakukan tindakan medik.
11.Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang berhasil ditamatkan responden. Pendidikan dibagi atas:
a) Rendah, jika responden memiliki tingkat pendidikan SD dan SLTP. b) Sedang, jika responden memiliki tingkat pendidikan SLTA dan Diploma.
(51)
c) Tinggi, jika responden memiliki tingkat pendidikan S1, S2 dan S3.
3.6. Metode Pengukuran
Tabel 1.1 Aspek Pengukuran Variabel Independen (Karakteristik Perawat)
Variabel Kriteria Skala
Ukur Keterangan Tingkat Pengetahuan 1.Kurang 2.Sedang 3.Baik
Ordinal - Kurang, (< 5 jawaban benar) - Sedang, (5-7 jawaban benar) - Kurang, (8-10 jawaban benar) Tingkat
Pendapatan
1.Rendah 2.Sedang 3.Tinggi
Ordinal d)Rendah, jika pendapatan keluarga < Rp 1.000.000/anggota keluarga,- e)Sedang, jika pendapatan keluarga Rp
1.000.000,- - Rp 1.500.000,-/anggota keluarga.
f)Tinggi, jika pendapatan keluarga > Rp 1.500.000,-/anggota keluarga
Lama Kerja 1. Baru 2. Sedang 3. Lama
Ordinal g)Baru, jika lama kerja 1-3 tahun h) Sedang, jika lama kerja 4-6 tahun i) Lama, jika lama kerja > 6 tahun
Tabel 1.2 Aspek Pengukuran Variabel Independen (Karakteristik Pasien)
Variabel Kriteria Skala
Ukur Keterangan Tingkat pengetahuan pasien 1. Kurang 2. Sedang 3. Baik
Ordinal - Kurang, (1-2 jawaban benar) - Sedang, (3-5 jawaban benar) - Baik, (6-8 jawaban benar) Tingkat
pendidikan
1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi
Ordinal - Rendah, (SD dan SLTP) - Sedang, (SLTA dan Diploma) - Tinggi (S1, S2, S3)
Keyakinan terhadap kemampuan perawat 1. Tidak Yakin 2. Ragu-ragu 3. Yakin
Ordinal j) Tidak yakin, jika pasien tidak percaya terhadap kemampuan perawat dalam melakukan tindakan medik
k)Ragu-ragu, jika pasien tidak sepenuhnya percaya terhadap kemampuan perawat dalam melakukan tindakan medik l) Yakin, jika pasien percaya penuh
terhadap kemampuan perawat dalam melakukan tindakan medik
(52)
Tabel 1.3 Aspek Pengukuran Variabel Dependen (Tindakan Medik)
Variabel Kriteria Skala
Ukur
Keterangan Suntikan 1.Pernah
2.Tidak pernah
Nominal - Pernah memberikan suntikan tanpa persetujuan dokter penanggung jawab. - Tidak pernah memberikan suntikan
tanpa persetujuan dokter penanggung jawab.
Pemberian Infus Intravena
1.Pernah 2.Tidak pernah
Nominal - Pernah memberikan infus intravena tanpa persetujuan dokter penanggung jawab.
- Tidak pernah memberikan infus intravena tanpa persetujuan dokter penanggung jawab.
Hecting 1.Pernah
2.Tidak pernah
Nominal - Pernah melakukan hecting tanpa persetujuan dari dokter penanggung jawab.
m)Tidak pernah melakukan hecting tanpa persetujuan dokter penanggung jawab. Pemberian
Obat
1.Pernah 2.Tidak pernah
Nominal - Pernah memberikan obat tanpa
persetujuan dokter penanggung jawab. n)Tidak pernah, memberikan obat tanpa
persetujuan dokter penanggung jawab.
3.7. Metode Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan mempertimbangkan jenis hipotesis dan skala datanya. Berdasarkan rumusan hipotesisnya, hipotesis penelitian ini bersifat assosiatif dengan jenis skala ordinal, pengujian assosiasi kedua variabel tersebut dilakukan dengan uji Korelasi Spearman Rank. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer, selanjutnya dianalisis untuk mengetahui sejauh mana hubungan karakteristik perawat (tingkat pengetahuan, tingkat pendapatan, lama kerja) dan permintaan masyarakat (kepercayaan terhadap
(53)
kemampuan perawat, tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan) dengan tindakan medik yang dilakukan oleh perawat di Kota Medan pada tahun 2008.
(54)
BAB 4
HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
a. Letak Geografis
Secara geografis, wilayah Kota Medan berada antara 3”30’ – 3”43’ LU dan 98”35’-98”44’ BT dengan luas wilayah 265,10 km2 dengan batas-batas sebagai berikut :
Batas Utara : Kabupaten Deli Serdang dan Selat Malaka
Batas Selatan : Kabupaten Deli Serdang
Batas Timur : Kabupaten Deli Serdang
Batas Barat : Kabupaten Deli Serdang
Topografi Kota Medan cenderung miring ke Utara dan berada pada ketinggian 2,5– 37,5 meter diatas permukaan laut.
Secara geografis, Kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan Kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan dan saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.
(55)
b. Demografi
Sejak tahun 2001, jumlah penduduk Kota Medan mengalami kenaikan yang cukup bermakna hingga tahun 2007. Pada tahun 2001, penduduk Kota Medan berjumlah 1.926.052 jiwa. Meningkat menjadi 2.083.156 jiwa pada tahun 2007. lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.1. di bawah ini.
Table 4.1. Jumlah Penduduk, Laju Pertumbuhan Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Kota Medan Pada Tahun 2001-2007
T a h u n Jumlah
Penduduk
Laju Pertumbuhan
Penduduk
Luas Wilayah (KM²)
Kepadatan Penduduk (Jiwa/KM²)
2001 1.926.052 1,17 265,10 7.267
2002 1.963.086 1,94 265,10 7.408
2003 1.993.060 1,51 265,10 7.520
2004 2.006.014 0,63 265,10 7.567
2005 2.036.018 1,50 265,10 7.681
2006 2.067.288 1,53 265,10 7.798 2007 2.083.156 0,77 265,10 7.858 Sumber: Medan Dalam Angka Tahun 2008. www.pemkomedan.go.id
c. Fasilitas Kesehatan
Fasilitas kesehatan di Kota Medan cukup memadai dan relatif tersebar sehingga memudahkan masyarakat untuk mencapainya. Fasilitas kesehatan tersebut meliputi Puskesmas, Balai Pengobatan, Rumah Bersalin dan Rumah Sakit, Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.2.
(56)
Tabel 4.2. Fasilitas Kesehatan di Kota Medan Berdasarkan Kecamatan Tahun 2007
No Kecamatan Puskesmas Pustu BPU Rumah
Bersalin Rumah Sakit 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Medan Tuntungan Medan Johor Medan Amplas Medan Denai Medan Area Medan Kota Medan Maimun Medan Polonia Medan Baru Medan Selayang Medan Sunggal Medan Helvetia Medan Petisah Medan Barat Medan Timur Medan Perjuangan Medan Tembung Medan Deli Medan Labuhan Medan Marelan Medan Belawan 2 2 1 4 3 3 1 1 1 1 2 1 3 3 1 1 2 2 3 1 1 4 3 3 - - - - - - 2 3 2 - 1 1 2 4 4 3 3 5 11 23 13 19 16 29 12 6 16 22 27 17 16 23 22 17 18 31 24 21 26 17 18 16 16 8 12 3 4 3 24 30 21 5 11 7 13 22 19 22 19 8 3 2 1 1 2 10 0 3 6 2 4 2 5 8 6 1 4 1 3 2 3
Jumlah Total 39 40 414 298 69
Sumber: Medan Dalam Angka Tahun 2007.www.pemkomedan.go.id
4.2. Karakteristik Perawat
Karakteristik perawat sebagai responden dalam penelitian ini meliputi tingkat pengetahuan, tingkat pendapatan dan lama praktik. Secara rinci, karakteristik perawat dan pasien dapat dilihat pada Tabel 4.3.
(57)
Sebagian besar perawat mempunyai tingkat pengetahuan baik, yaitu 72,9%. Tingkat pendapatan perawat terbanyak pada kategori rendah, yaitu 50,0%. Lama kerja perawat terbanyak pada kategori baru, yaitu 61,9%.
Tabel 4.3. Karakteristik Perawat Berdasarkan Tingkat Pengetahuan, Tingkat Pendapatan dan Lama Kerja Perawat di Kota Medan Tahun 2008
No Karakteristik Perawat Jumlah %
1 Tin
gkat Pengetahuan a. Kurang b.Sedang c. Baik 8 24 86 6,8 20,3 72,9
2 Tingkat Pendapatan
a. Rendah b. Sedang c. Tinggi 59 44 15 50,0 37,3 12,7
3 Lama Kerja
a. Baru b. Sedang c. Lama 73 32 13 61,9 27,1 11,0
4.3. Karakteristik Pasien
Sebagian besar pasien mempunyai tingkat pengetahuan kurang, yaitu 69,5%. Tingkat pendidikan pasien terbanyak pada kategori sedang, yaitu 58,5%. Keyakinan pasien terhadap kemampuan perawat terbanyak berada pada kategori yakin, yaitu 80,5% (Tabel 4.4).
(58)
Tabel 4.4. Karakteristik Pasien Berdasarkan Tingkat Pengetahuan, Tingkat Pendidikan dan Keyakinan Terhadap Kemampuan Perawat Melakukan Tindakan Medik di Kota Medan Tahun 2008 (n=118)
No Karakteristik Pasien Jumlah (%)
1 Tingkat Pengetahuan
a. Kurang b.Sedang c. Baik 82 27 9 69,5 22,9 7,6
2 Tingkat Pendidikan
a. Rendah b. Sedang c. Tinggi 19 69 30 16,1 58,5 25,4
3 Keyakinan Terhadap Kemampuan Perawat
a. Tidak Yakin b. Ragu-ragu c. Yakin 3 20 95 2,5 16,9 80,5
4.4. Tindakan Medik Perawat
Sebagian besar perawat menyatakan pernah melakukan tindakan medik tanpa persetujuan dari dokter penanggung jawab, yaitu 75,4%, sedangkan yang menyatakan tidak melakukan tindakan medik tanpa memperoleh persetujuan dari dokter penanggung jawab terlebih dahulu 24,6%.
Tabel 4.5. Tindakan Medik Perawat di Kota Medan Tahun 2008
Tindakan Medik Jumlah %
Melakukan Tindakan Medik 89 75,4
Tidak Melakukan Tindakan Medik 29 24,6
Jumlah 118 100,0
Perawat yang menyatakan pernah melakukan tindakan medik tanpa persetujuan dari dokter terlebih dahulu, semuanya menyatakan pernah melakukan jenis tindakan medik memberikan suntikan dan pemberian obat, sedangkan infus intravena 58,4% dan tindakan hecting 5,6%.
(59)
Tabel 4.6. Tindakan Medik Perawat Berdasarkan Jenis Tindakan Medik di Kota Medan Tahun 2008
Melakukan Tidak Melakukan
Jenis Tindakan Medik
Jumlah % Jumlah %
Suntikan 89 100,0 0 0,0
Infus Intravena 52 58,4 37 41,6
Hecting 5 5,6 84 94,4
Pemberian Obat 89 100,0 0 0,0
4.5. Hubungan Karakteristik Perawat dengan Tindakan Medik Perawat
Perawat yang memiliki tingkat pengetahuan baik dan menyatakan melakukan tindakan medik sebanyak 72,0%, tidak melakukan tindakan medik 28,0%. Kategori tingkat pengetahuan sedang dan melakukan tindakan medik sebanyak 83,3%, tidak melakukan tindakan medik 16,7%. Kategori kurang dan melakukan tindakan sebanyak 87,5%, tidak melakukan tindakan medik 12,5%. Berdasarkan hasil uji statistik, tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan medik (p>0,05).
Perawat yang memiliki tingkat pendapatan dengan kategori rendah dan menyatakan melakukan tindakan medik sebanyak 87,5%, tidak melakukan tindakan medik 12,5%. Kategori sedang dan melakukan tindakan medik sebanyak 72,7%, tidak melakukan tindakan medik 27,3%. Kategori tinggi dan melakukan tindakan sebanyak 100,0%. Berdasarkan hasil uji statistik, terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendapatan perawat dengan tindakan medik (p<0,05).
Perawat yang melakukan praktik dengan kategori baru praktik dan menyatakan melakukan tindakan medik sebanyak 82,1%, tidak melakukan 17,9%.
(60)
Kategori sedang dan melakukan tindakan medik sebanyak 84,3%, tidak melakukan tindakan medik 15,7%. Kategori lama dan melakukan tindakan sebanyak 15,3%, tidak melakukan tindakan medik 84,7%. Berdasarkan hasil uji statistik, terdapat hubungan yang bermakna antara lama praktik perawat dengan tindakan medik (p<0,05).
Tabel 4.7. Hasil Analisis Hubungan Karakteristik Perawat dengan Tindakan Medik Perawat di Kota Medan Tahun 2008
Tindakan Medik Karakteristik Perawat Melakukan (%) Tidak Melakukan (%) Jumlah Hasil Uji Statistik (p) Tingkat Pengetahuan Perawat a. Kurang b. Sedang c. Baik 7 (87,5) 20 (83,3) 62 (72,0) 1 (12,5) 4 (16,7) 24 (28,0) 8 24 86 0,165
Tingkat Pendapatan Perawat
a. Rendah b. Sedang c. Tinggi 42 (87,5) 32 (72,7) 15 (100,0) 17 (12,5) 12 (27,3) 0 (0,0) 59 44 15 0,045 Lama Kerja Perawat
a. Baru b. Sedang c. Lama 60 (82,1) 27 (84,3) 2 (15,3) 13 (17,9) 5 (15,7) 11 (84,7) 73 32 13 0,000
4.6. Hubungan Karakteristik Pasien dengan Tindakan Medik Perawat
Pasien yang memiliki tingkat pengetahuan dengan kategori baik dan menyatakan memperoleh tindakan medik sebanyak 12,5%, tidak memperoleh tindakan medik 87,5%. Kategori sedang dan memperoleh tindakan medik sebanyak 80,0%, tidak memperoleh tindakan medik 20,0%. Kategori kurang dan memperoleh tindakan medik sebanyak 82,9%, tidak memperoleh tindakan medik 17,1%.
(61)
Berdasarkan hasil uji statistik, terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan pasien dengan tindakan medik perawat yang diperoleh (p<0,05).
Pasien yang memiliki tingkat pendidikan dengan kategori tinggi dan menyatakan memperoleh tindakan medik sebanyak 82,4%, tidak memperoleh tindakan medik 17,6%. Kategori sedang dan memperoleh tindakan medik sebanyak 81,1%, tidak memperoleh tindakan medik 18,9%. Kategori rendah dan memperoleh tindakan sebanyak 66,6%, tidak memperoleh tindakan medik 33,4%. Berdasarkan hasil uji statistik, terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan pasien dengan tindakan medik perawat yang diperoleh (p<0,05).
Pasien yang memiliki keyakinan terhadap kemampuan perawat dengan kategori yakin dan menyatakan memperoleh tindakan medik sebanyak 84,2%, tidak memperoleh tindakan medik 15,8%. Kategori ragu-ragu dan memperoleh tindakan medik sebanyak 35,0%, tidak memperoleh tindakan medik 65,0%. Kategori tidak yakin dan memperoleh tindakan sebanyak 66,6%, tidak melakukan tindakan medik 33,4%. Berdasarkan hasil uji statistik, terdapat hubungan yang bermakna antara keyakinan pasien terhadap kemampuan perawat dengan tindakan medik perawat yang diperoleh (p<0,05).
(62)
Tabel 4.8. Hasil Analisis Hubungan Karakteristik Pasien dengan Tindakan Medik Perawat di Kota Medan Pada Tahun 2008
Tindakan Medik Karakteristik Pasien Memperoleh (%) Tidak Memperoleh (%)
Jumlah Hasil Uji Statistik (p) Tingkat Pengetahuan Pasien
a. Kurang b. Sedang c. Tinggi 68 (82,9) 20 (80,0) 1 (12,5) 14 (17,1) 7 (20,0) 7 (87,5) 82 27 8 0,001
Tingkat Pendidikan Pasien
a. Rendah b. Sedang c. Tinggi 20 (66,6) 56 (81,1) 13 (68,4) 10 (33,4) 13 (18,9) 6 (31,6) 30 69 19 0,047 Keyakinan Terhadap Kemampuan Perawat a. Tidak Yakin b. Ragu-ragu c. Yakin 2 (66,6) 7 (35,0) 80 (84,2) 1 (33,4) 13 (65,0) 15 (15,8) 3 20 95 0,000
(63)
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Hubungan Karakteristik Perawat dengan Tindakan Medik Perawat a. Tingkat Pengetahuan Perawat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan perawat tidak berhubungan dengan tindakan medik yang dilakukan oleh perawat praktik (p>0,05) (Tabel 4.7). Hasil ini tidak sesuai dengan beberapa teori tentang perilaku. Menurut beberapa ahli, pengetahuan merupakan salah satu penyebab utama timbulnya tindakan atau perubahan perilaku. Menurut Fritz Heider, perubahan perilaku terjadi karena disposisi internal, misalnya pengetahuan, motif, sikap, dan sebagainya. Sedangkan menurut Finer (1957) timbulnya tindakan terjadi akibat ketidakseimbangan kognisi (cognitive dissonance). Ketidakseimbangan ini terjadi karena dalam diri individu terdapat dua elemen kognisi (pengetahuan, pendapat, atau keyakinan) yang bertentangan. Apabila individu menghadapi suatu stimulus atau obyek, dan stimulus tersebut menimbulkan keyakinan bertentangan di dalam diri individu sendiri, maka terjadilah ketidakseimbangan. Ketidakseimbangan inilah yang menyebabkan lahirnya sebuah perilaku baru. Menurut Rogers (1962), tindakan dapat timbul melalui kesadaran. Kesadaran yang dimaksud berawal dari tingkat pengetahuan seseorang. Kesadaran tersebut kemudian akan berlanjut mengikuti empat tahap berikutnya, yaitu keinginan, evaluasi, mencoba, dan menerima
(64)
(penerimaan) atau dikenal juga dengan AIETA (Awareness, Interest, Evaluation, Trial, and Adoption) (Nursalam, 2007).
Beberapa teori timbulnya perilaku tersebut menyimpulkan bahwa pengetahuan seseorang merupakan salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya tindakan atau perilaku seseorang. Timbulnya perilaku tersebut juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti lingkungan sosial, budaya, ekonomi. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Siswadi (2003) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat praktik dengan tindakan medik yang dilakukannya. Penelitian yang dilakukan secara kualitatif di Jawa Timur pada tahun 2003 tersebut menyatakan bahwa, pada dasarnya perawat memahami batasan kewenangannya, namun rendahnya tingkat pengawasan dari pihak yang berwenang (Dinas Kesehatan) membuat para perawat praktik melakukan tindakan medik tanpa memperoleh persetujuan dokter terlebih dahulu.
Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa alasan perawat praktik melakukan tindakan medik secara umum adalah karena perawat merasa tindakan medik yang dilakukan merupakan prosedur yang wajib untuk dilakukan. Jadi, setiap pasien yang datang untuk berobat akan memperoleh tindakan yang dianggap biasa dilakukan seperti, suntikan dan pemberian obat. Selain itu, perawat juga melakukan tindakan medik karena alasan keadaan yang membutuhkan tindakan segera (darurat) (lampiran 6).
Jika dilihat aspek pengetahuan, sebagian besar perawat memiliki tingkat pengetahuan baik yaitu, 72,9 %, hanya 6,8% yang memiliki tingkat pengetahuan
(65)
rendah (Tabel 4.3). Berdasarkan pertanyaan pada kuisioner penelitian, sebagian besar perawat mampu menjawab dengan benar. Pertanyaan yang paling banyak mengalami kekliruan hanya pada pertanyaan tentang dasar hukum yang mengatur tindakan medik pada perawat yaitu Keputusan Menteri Kesehatan no.1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang registrasi dan praktik keperawatan
Berdasarkan uraian tersebut, perlu peningkatan pengawasan dari Dinas
Kesehatan terhadap balai pengobatan, melalui pengadaaan pertemuan-pertemuan rutin dengan dokter-dokter penanggung jawab. Hal ini bertujuan untuk memantau secara rutin tanggung jawab dokter terhadap pelaksanaan peran tenaga kesehatan yang lain (perawat, bidan).
b. Tingkat Pendapatan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna tingkat pendapatan perawat dengan tindakan medik yang dilakukannya (p<0,05) (Tabel 4.7). Menurut Katz (1960), sebagaimana yang dikutip oleh Notoatmodjo, timbulnya tindakan seseorang dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan. Lebih lanjut Katz mengatakan bahwa tindakan itu memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang dapat bertindak terhadap obyek demi pemenuhan kebutuhan hidupnya (Notoadmojo, 2005).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 50% perawat memiliki tingkat pendapatan yang rendah, dan hanya 12,7% perawat yang memiliki pendapatan pada
(66)
kategori tinggi (Tabel 4.3). Sebagai salah satu faktor kebutuhan, tingkat pendapatan juga menjadi salah satu penyebab timbulnya tindakan medik yang dilakukan oleh perawat. Rendahnya tingkat pendapatan perawat menyebabkan banyaknya kasus-kasus tindakan medik yang dilakukan oleh perawat. Banyak perawat bergaji di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Sebagai gambaran, gaji perawat pemerintah di Indonesia antara Rp 300.000,- - Rp 1.000.000,- per bulan tergantung golongan, sementara perawat di Filipina tak kurang dari Rp 3.500.000,-. Wajar jika para perawat melakukan tindakan medik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Kompas, 2007).
c. Lama Kerja
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara lama kerja perawat praktik dengan tindakan medik yang dilakukannya (p<0,05) (Tabel 4.7). Menurut Hasil Penelitian Prihardjo, lama kerja (praktik) seorang perawat juga sangat berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan dan pengenalan dari masyarakat. Kecendurungan yang terjadi adalah, semakin lama waktu kerja seorang perawat, maka semakin tinggi juga kemampuan dan tingkat kepercayaan masyarakat.
Disisi lain, lama praktik juga dapat memberikan implikasi yang berbeda terhadap kemungkinan berbagai tindakan keperawatan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perawat berada pada kategori baru 61,9%, sedangkan kategori lama hanya 11,0 % (Tabel 4.3). Semakin lama seorang perawat
(67)
menjalankan tugasnya, maka semakin banyak juga tindakan medik yang mampu untuk dilakukan. Kepercayaan akan kemampuan sendiri mengakibatkan para perawat tidak meminta persetujuan tindakan medik dari seorang dokter lagi. Hal ini banyak dijumpai pada penanganan penyakit yang bersifat umum (diare, influenza dan berbagai penyakit lainnya) (Sudiro, 2005).
5.2. Hubungan Karakteristik Pasien dengan Tindakan Medik Perawat a. Tingkat Pengetahuan Pasien
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terhadap hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan pasien dengan tindakan medik yang diperoleh oleh pasien (p<0,05) (Tabel 4.8). Hal ini sesuai dengan teori pemanfaatan pelayanan kesehatan yang dikemukakan oleh Dever yang dikutip oleh Ulina (2004), yang menyatakan bahwa permintaan masyarakat pada pelayanan kesehatan tersebut sangat dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu: faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal adalah meliputi: fasilitas kesehatan, jarak dan keadaan sosio-budaya, sedangkan yang termasuk faktor internal adalah persepsi, pengetahuan, tingkat pendapatan, keyakinan, keinginan, motivasi, niat dan sikap.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien memiliki tingkat pengetahuan yang rendah 69,5%, sedangkan kategori baik hany 7,6% (tabel 4.3). Sebagian besar pasien (95,7%) menjawab bahwa perawat diijinkan untuk melakukan tindakan medik sama seperti tindakan medik yang dapat dilakukan oleh dokter (Lampiran 8). Rendahnya tingkat pengetahuan pasien/masyarakat tentang fasilitas
(1)
Pendapatan Perawat * Tindakan Medik Crosstabulation
35 13 48
72.9% 27.1% 100.0%
42.7% 52.0% 44.9%
32 12 44
72.7% 27.3% 100.0%
39.0% 48.0% 41.1%
15 0 15
100.0% .0% 100.0%
18.3% .0% 14.0%
82 25 107
76.6% 23.4% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0%
Count
% within Pendapatan Perawat
% within Tindakan Medik Count
% within Pendapatan Perawat
% within Tindakan Medik Count
% within Pendapatan Perawat
% within Tindakan Medik Count
% within Pendapatan Perawat
% within Tindakan Medik rendah
sedang
tinggi Pendapatan
Perawat
Total
melakukan
tidak melakukan Tindakan Medik
Total
Case Processing Summary
107 100.0% 0 .0% 107 100.0%
Lama Praktik Perawat * Tindakan Medik
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
(2)
Lama Praktik Perawat * Tindakan Medik Crosstabulation
5 16 21
23.8% 76.2% 100.0%
6.1% 64.0% 19.6%
28 4 32
87.5% 12.5% 100.0%
34.1% 16.0% 29.9%
49 5 54
90.7% 9.3% 100.0%
59.8% 20.0% 50.5%
82 25 107
76.6% 23.4% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0%
Count
% within Lama Praktik Perawat
% within Tindakan Medik Count
% within Lama Praktik Perawat
% within Tindakan Medik Count
% within Lama Praktik Perawat
% within Tindakan Medik Count
% within Lama Praktik Perawat
% within Tindakan Medik baru
sedang
lama Lama Praktik
Perawat
Total
melakukan
tidak melakukan Tindakan Medik
Total
Case Processing Summary
107 100.0% 0 .0% 107 100.0%
Tingkat Pengetahuan Masyarakat *
Tindakan Medik
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
(3)
Tingkat Pengetahuan Masyarakat * Tindakan Medik Crosstabulation
1 7 8
12.5% 87.5% 100.0%
1.2% 28.0% 7.5%
18 7 25
72.0% 28.0% 100.0%
22.0% 28.0% 23.4%
63 11 74
85.1% 14.9% 100.0%
76.8% 44.0% 69.2%
82 25 107
76.6% 23.4% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0%
Count
% within Tingkat
Pengetahuan Masyarakat % within Tindakan Medik Count
% within Tingkat
Pengetahuan Masyarakat % within Tindakan Medik Count
% within Tingkat
Pengetahuan Masyarakat % within Tindakan Medik Count
% within Tingkat
Pengetahuan Masyarakat % within Tindakan Medik baik
sedang
kurang Tingkat Pengetahuan
Masyarakat
Total
melakukan
tidak melakukan Tindakan Medik
Total
Case Processing Summary
107 100.0% 0 .0% 107 100.0%
Tingkat Pendidikan Masyarakat * Tindakan Medik
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
(4)
Tingkat Pendidikan Masyarakat * Tindakan Medik Crosstabulation
13 6 19
68.4% 31.6% 100.0%
15.9% 24.0% 17.8%
54 9 63
85.7% 14.3% 100.0%
65.9% 36.0% 58.9%
15 10 25
60.0% 40.0% 100.0%
18.3% 40.0% 23.4%
82 25 107
76.6% 23.4% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0%
Count
% within Tingkat Pendidikan Masyarakat % within Tindakan Medik Count
% within Tingkat Pendidikan Masyarakat % within Tindakan Medik Count
% within Tingkat Pendidikan Masyarakat % within Tindakan Medik Count
% within Tingkat Pendidikan Masyarakat % within Tindakan Medik tinggi
sedang
rendah Tingkat Pendidikan
Masyarakat
Total
melakukan
tidak melakukan Tindakan Medik
Total
Case Processing Summary
107 100.0% 0 .0% 107 100.0%
Keyakinan Masyarakat * Tindakan Medik
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Cases
Keyakinan Masyarakat * Tindakan Medik Crosstabulation
75 16 91
82.4% 17.6% 100.0%
91.5% 64.0% 85.0%
7 9 16
43.8% 56.3% 100.0%
8.5% 36.0% 15.0%
82 25 107
76.6% 23.4% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0%
Count
% within Keyakinan Masyarakat
% within Tindakan Medik Count
% within Keyakinan Masyarakat
% within Tindakan Medik Count
% within Keyakinan Masyarakat
% within Tindakan Medik yakin
ragu-ragu Keyakinan Masyarakat
Total
melakukan
tidak melakukan Tindakan Medik
(5)
Nonparametric Correlations
Correlations 1.000 .326** . .001 107 107 .326** 1.000 .001 . 107 107 Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Tindakan Medik Keyakinan Masyarakat Spearman's rho Tindakan Medik Keyakinan MasyarakatCorrelation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **. Correlations 1.000 -.350** . .000 107 107 -.350** 1.000 .000 . 107 107 Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Tindakan Medik Tingkat Pengetahuan Masyarakat Spearman's rho Tindakan Medik Tingkat Pengetahuan Masyarakat
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **. Correlations 1.000 -.486** . .000 107 107 -.486** 1.000 .000 . 107 107 Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Tindakan Medik
Lama Praktik Perawat Spearman's rho
Tindakan Medik
Lama Praktik Perawat
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **. Correlations 1.000 -.145 . .136 107 107 -.145 1.000 .136 . 107 107 Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Tindakan Medik Pendapatan Perawat Spearman's rho Tindakan Medik Pendapatan Perawat
(6)
Correlations
1.000 -.127
. .194
107 107
-.127 1.000
.194 .
107 107
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
N
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
N Tindakan Medik
Tingkat Pengetahuan Perawat
Spearman's rho
Tindakan Medik
Tingkat Pengetahuan
Perawat
Correlations
1.000 .096
. .035
107 107
.096 1.000
.323 .
107 107
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
N
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
N Tingkat Pendidikan
Masyarakat
Tindakan Medik Spearman's rho
Tingkat Pendidikan Masyarakat
Tindakan Medik