Hubungan Karakteristik Pasien dengan Pemahaman Persetujuan Tindakan Kedokteran pada Tindakan Bedah di Rumah Sakit Umum dr Pirngadi Kota Medan tahun 2009

(1)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PASIEN DENGAN

PEMAHAMAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN

PADA TINDAKAN BEDAH DI RUMAH SAKIT UMUM

dr PIRNGADI KOTA MEDAN

TAHUN 2009

TESIS

Oleh

EDISON PERANGIN-ANGIN

077013009/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PASIEN DENGAN

PEMAHAMAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN

PADA TINDAKAN BEDAH DI RUMAH SAKIT UMUM

dr PIRNGADI KOTA MEDAN

TAHUN 2009

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan ( M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit

Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

OLEH :

EDISON PERANGIN-ANGIN 077013009/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : Hubungan Karakteristik Pasien dengan Pemahaman Persetujuan Tindakan Kedokteran pada Tindakan Bedah di Rumah Sakit Umum dr Pirngadi

KotaMedan tahun 2009 Nama Mahasiswa : Edison Perangin-angin Nomor Induk Mahasiswa : 077013009/IKM

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Amri Amir, Sp.F (K), D.F.M, S.H, Sp.A.K) (dr. Fauzi, S.K.M)

Tanggal Lulus :

Ketua Anggota

Ketua Program Studi

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Dekan


(4)

Telah diuji Pada tanggal :

============================================================

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Prof. dr. Amri Amir, Sp.F (K), D.F.M, S.H, Sp.A.K Anggota : 1. dr. Fauzi, S.K.M

2. Prof. dr. Aman Nasution, M.P.H 3. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si


(5)

PERNYATAAN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PASIEN DENGAN PEMAHAMAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN PADA TINDAKAN BEDAH

DI RUMAH SAKIT UMUM dr PIRNGADI KOTA MEDAN TAHUN 2009

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2009.


(6)

ABSTRAK

Informasi yang kurang diberikan oleh dokter kepada pasien, baik sebelum maupun sesudah tindakan bedah di Rumah Sakit Umum dr Pirngadi Kota Medan cenderung menimbulkan risiko mulai yang ringan sampai risiko berat yang menjadi pemicu konflik antara dokter dan pasien.

Jenis penelitian ini adalah survey dengan tipe explanatory, yang bertujuan untuk menganalisis hubungan karakteristik pasien pelayanan bedah dengan pemahaman pasien pada pelaksanaan persetujuan tindakan kedokteran. Populasi adalah seluruh pasien yang dirawat di Ruang Rawat Bedah Kelas III RSU dr. Pirngadi Kota Medan, yang akan melaksanakan bedah elektif selama bulan Juni dan Juli 2009, dengan jumlah sampel sebanyak 100 orang yang diambil dengan teknik consecutive sampling. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner dan wawancara, data dianalisis dengan uji korelasi Spearman pada

α

5%.

Hasil penelitian menunjukkan variabel yang mempunyai hubungan dengan pemahaman persetujuan tindakan kedokteran adalah pekerjaan (p = 0,019), penyampaian informasi (p = 0,000), sedangkan yang tidak mempunyai hubungan adalah umur (p = 0,874), pendidikan (p = 0,768), status perkawinan (p = 1,000), dan jenis tindakan bedah (p = 1,000).

Disarankan kepada manajemen RSU dr Pirngadi Kota Medan agar: (1) membuat Hospital by laws dan Medical Staff by laws, (2) melaksanakan sistem punishment dan reward bagi dokter bedah, (3) memberikan informasi yang mudah dipahami pasien sesuai Permenkes RI Nomor : 290/Menkes /Per/III/2008, dan (4) melaksanakan audit medis untuk pencapaian pelayanan prima.


(7)

ABSTRACT

Lack of information given by doctors to patients, both before and after

surgery at dr Pirngadi General Hospital in Medan likely to result in a risk from mild to severe risk of a trigger of conflict between doctors and patients.

The methode of this study was explanatory survey that aimed to analyze the characteristics of the patient's relationship with the understanding of surgical services in the implementation of inform consent to medical treatment. Population were all patients admitted to surgical ward Class III RSU dr. Pirngadi of Medan, which performed elective surgery during the months of June and July 2009, with the number of samples with 100 people were taken with consecutive sampling technique. Data were obtained by using questionnaires and interviews, data were analyzed by Spearman Correlation test with

α

5%.

The results showed that variables which had relationship with the understanding of medical action were the approval of the work (p = 0.019), delivery of information (p = 0.000), whereas the variables had no relationship were age (p = 0.874), education (p = 0.768), marital status (p = 1.000), and type of surgery (p = 1,000).

It is recommended to management dr. Pirngadi Hospital in Medan to: (1) make baylaws Hospital and medical staff baylaws, (2) provide punishment and reward system for the surgeon, (3) provide information that easy to be understand by the patient as Permenkes RI No:290/Menkes/Per/III/2008, and (4) conducted medical audits to achieve excellent service.


(8)

KATA PENGANTAR

Terlebih dahulu penulis mengucapkan syukur dan terima kasih kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang memberi kesempatan pada penulis sehingga dengan kemampuan yang ada, penulis berhasil menyelesaikan tesis ini yang diberi judul ” Hubungan karakteristik pasien dengan pemahaman persetujuan tindakan kedokteran pada tindakan bedah di Rumah Sakit Umum dr Pirngadi Kota Medan tahun 2009” , merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, merupakan bagian dari aplikasi keilmuan dalam peminatan Administrasi Rumah Sakit.

Dalam penyelesaian tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. dr. Chairuddin P Lubis, D.T.M&H, Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan selaku anggota komisi pembanding yang telah memberikan masukan, saran dan bimbingan untuk kesempurnaan sampai penyelesaian tesis ini.


(9)

3. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Ketua pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara . 4. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Sekretaris pada Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Prof. dr. Amri Amir, Sp.F (K), D.F.M, S.H, Sp.A.K, selalu ketua komisi pembimbing yang telah membimbing penulis sampai selesai penulisan tesis ini. 6. dr. Fauzi, S.K.M, selaku anggota komisi pembimbing yang telah memimbing

penulis sampai selesai penulisan tesis ini.

7. Prof. dr. Aman Nasution, M.P.H selaku anggota komisi pembanding yang telah memberikan masukan, saran dan bimbingan untuk kesempurnaan sampai penyelesaian tesis ini.

8. Bapak Walikota Medan yang memberikan izin belajar untuk melanjutkan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Masyarakat Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Direktur Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Kota Medan, yang telah memberi izin bagi penulis untuk melanjutkan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

10. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi pada pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama kuliah.


(10)

11. Isteri tercinta Netty Panjaitan dan anak-anakku Shelly Rumanti, Erwinson Daniel, William Aberson, yang selalu memberi motivasi selama penulis menempuh pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

12. Rekan-rekan mahasiswa/i pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orangtua tercinta yang telah memberikan dukungan moril, materil serta doa hingga tesis ini selesai.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu sumbang saran, kritik dan perbaikan akan diterima dengan senang hati. Atas sumbang saran perbaikan dari pembaca terlebih dahulu penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2009 Penulis


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Edison Perangin-angin yang dilahirkan di Lumban Mual Kabupaten Tapanuli Utara pada tanggal 02 Oktober 1965, anak pertama dari empat bersaudara, beragama Kristen Protestan dan bertempat tinggal di Jalan Perdamaian Dusun IX Desa Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.

Penulis menamatkan Sekolah Dasar pada tahun 1977 di SD Negeri 2 Pardamean, pada tahun 1980 menamatkan SMP dari SMP Negeri 11 Medan, pada tahun 1983 tamat dari SMA Gb Yosua Medan, memperoleh gelar Sarjana Hukum tahun 1993 dari Universitas Simalungun.

Penulis bekerja sebagai pegawai negeri sipil pada tahun 1984 penempatan di Rumah Sakit Umum Pematang Siantar ditugaskan sebagai staf tata usaha tahun 1984-1990, staf rekam medis 1990-1993, Ka. Sub Bagian Rekam Medis 1993-1998 dan pindah bekerja ke Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Kota Medan sebagai staf rekam medis 1998-2004, menjadi Fungsional Perekam Medis Penyelia tahun 2003 sampai sekarang, sejak tahun 2004 sebagai Ka. Sub Bagian Penyusunan Program Laporan sampai sekarang dan Ka. Unit Pelayanan Hukum, tahun 2006 sampai dengan sekarang.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK. ... ………... i

ABSTRACT....... ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... ... vi

DAFTAR ISI... ... vii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR LAMPIRAN... ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Hipotesis ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2 TUJUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Hukum Kesehatan ... 9

2.2 Pegertian Hukum Persetujuan Tindakan Kedokteran ... 11

2.3 Tujuan Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran ... 28

2.4 Bentuk Persetujuan Tindakan Kedokteran ... 30

2.5 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ... 33

2.6 Ketenagaan Rumah Sakit ... 36

2.7 Teori tentang Penyampaian Informasi ... 39

2.8 Landasan Teori... 43

2.9 Kerangka Konsep ... 46

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian………. 49

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 49

3.3 Populasi dan Sampel ... 49

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 51

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 53

3.6. Metode Pengukuran Data... 55


(13)

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 58

4.2 Hasil Analisis Univariat ... 62

4.2.1 Umur ... 62

4.2.2 Jenis Kelamin ... 63

4.2.3 Pendidikan ... 63

4.2.4 Pekerjaan ... 64

4.2.5 Status Perkawinan... 64

4.2.6 Jenis Tindakan Bedah ... 65

4.2.7 Penyampaian Informasi oleh Dokter ... 65

4.2.8 Pemahaman Pasien tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran ... 66

4.3 Hasil Analisis Bivariat ... 67

4.3.1 Hubungan antara Umur dengan Pemahaman PersetujuanTindakan Kedokteran... 68

4.3.2 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Pemahaman Persetujuan Tindakan Kedokteran... 68

4.3.3 Hubungan antara Pendidikan dengan Pemahaman Persetujuan Tindakan Kedokteran... 69

4.3.4 Hubungan antara Pekerjaan dengan Pemahaman Persetujuan Tindakan Kedokteran... 69

4.3.5 Hubungan antara Status Perkawinan dengan Pemahaman Persetujuan Tindakan Kedokteran... 70

4.3.6 Hubungan antara Jenis Tindakan Bedah dengan Pemahaman Persetujuan Tindakan Kedokteran ... 71

4.3.7 Hubungan antara Penyampaian Informasi Dokter dengan Pemahaman Persetujuan Tindakan Kedokteran ... 72

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Pasien... 74

5.2 Hubungan Karakteristik pasien dan kejelasan informasi Dokter dalam Pemahaman pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran ... 76

5.2.1 Hubungan antara Umur dengan Pemahaman Persetujuan Tindakan Kedokteran ... 76

5.2.2 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Pemahaman Persetujuan Tindakan Kedokteran ... 78

5.2.3 Hubungan antara Pendidikan dengan Pemahaman Persetujuan Tindakan Kedokteran ... 78


(14)

5.2.4 Hubungan antara Pekerjaan dengan Pemahaman

Persetujuan Tindakan Kedokteran ... 79 5.2.5 Hubungan antara Status Perkawinan dengan Pemahaman Persetujuan Tindakan Kedokteran ... 80

5.2.6 Hubungan antara Jenis Tindakan Bedah dengan

Pemahaman Persetujuan Tindakan Kedokteran... 81 5.2.7 Hubungan antara Penyampaian Informasi Dokter dengan Pemahaman Persetujuan Tindakan Kedokteran... 82

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 84 6.2 Saran ... 86 DAFTAR PUSTAKA... ... 88 LAMPIRAN


(15)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul

Halaman

4.1. Kegiatan Pembedahan Tahun 2008 ... 59

4.2. Sample Rekapitulasi Evaluasi Kelengkapan Berkas Rekam Medis Pada SMF Bedah Bulan Maret – April 2008 ... 60

4.3 Kasus yang diadukan / didaftarkan pasien dalam pelayanan di Rumah Sakit Umum Dr Pirngadi Kota Medan tahun 2006-2008 ... 61

4.2.1. Distribusi Responden menurut Umur ... 62

4.2.2. Distribusi Responden menurut Jenis Kelamin ... 63

4.2.3. Distribusi Responden menurut Pendidikan... 63

4.2.4. Distribusi Responden menurut Pekerjaan ... 64

4.2.5 Distribusi Responden menurut Status Perkawinan ... 64

4.2.6 Distribusi Responden menurut Jenis Tindakan Bedah ... 65

4.2.7. Distribusi Responden menurut penyampaian informasi oleh Dokter ... 66

4.2.8. Distribusi Responden menurut Pemahaman Persetujuan Tindakan Kedokteran ... 66

4.3.1. Distribusi responden menurut Umur dan Pemahaman Persetujuan Tindakan Kedokteran ... 67

4.3.2. Distribusi responden menurut Jenis Kelamin dan Pemahaman Persetujuan Tindakan Kedokteran... 68 4.3.3. Distribusi responden menurut Pendidikan dan Pemahaman


(16)

Persetujuan Tindakan Kedokteran. ... 69

4.3.4. Distribusi responden menurut Pekerjaan dan Pemahaman

Persetujuan Tindakan Kedokteran ... 70 4.3.5. Distribusi responden menurut Status Perkawinan dan

Pemahaman Persetujuan Tindakan Kedokteran... 71 4.3.6. Distribusi responden menurut Jenis Tindakan Bedah dan

Pemahaman Persetujuan Tindakan Kedokteran... 72 4.3.7. Distribusi responden menurut Penyampaian Informasi

Dokter dan Pemahaman Persetujuan Tindakan Kedokteran... 73


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul

Halaman

1. Pengantar Pengisian Kuesioner... 91

2. Instrumen pertanyaan yang berkaitan dengan sikap dokter dalam memberikan informasi kepada pasien... 92

3. Instrumen pertanyaan yang berkaitan dengan pemahaman pasien terhadap informasi yang disampaikan dokter ... 93

4. Jadwal Penelitian ... 94

5. Surat Izin Penelitian ... 95

6 Formulir Persetujuan Pembedahan dan Anasthesi... 96

7. Formulir Penolakan Pembedahan ... 97

8. Hasil Analisis Data Univariat... 98 9. Hasil Analisis Data Bivariat... 100


(18)

ABSTRAK

Informasi yang kurang diberikan oleh dokter kepada pasien, baik sebelum maupun sesudah tindakan bedah di Rumah Sakit Umum dr Pirngadi Kota Medan cenderung menimbulkan risiko mulai yang ringan sampai risiko berat yang menjadi pemicu konflik antara dokter dan pasien.

Jenis penelitian ini adalah survey dengan tipe explanatory, yang bertujuan untuk menganalisis hubungan karakteristik pasien pelayanan bedah dengan pemahaman pasien pada pelaksanaan persetujuan tindakan kedokteran. Populasi adalah seluruh pasien yang dirawat di Ruang Rawat Bedah Kelas III RSU dr. Pirngadi Kota Medan, yang akan melaksanakan bedah elektif selama bulan Juni dan Juli 2009, dengan jumlah sampel sebanyak 100 orang yang diambil dengan teknik consecutive sampling. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner dan wawancara, data dianalisis dengan uji korelasi Spearman pada

α

5%.

Hasil penelitian menunjukkan variabel yang mempunyai hubungan dengan pemahaman persetujuan tindakan kedokteran adalah pekerjaan (p = 0,019), penyampaian informasi (p = 0,000), sedangkan yang tidak mempunyai hubungan adalah umur (p = 0,874), pendidikan (p = 0,768), status perkawinan (p = 1,000), dan jenis tindakan bedah (p = 1,000).

Disarankan kepada manajemen RSU dr Pirngadi Kota Medan agar: (1) membuat Hospital by laws dan Medical Staff by laws, (2) melaksanakan sistem punishment dan reward bagi dokter bedah, (3) memberikan informasi yang mudah dipahami pasien sesuai Permenkes RI Nomor : 290/Menkes /Per/III/2008, dan (4) melaksanakan audit medis untuk pencapaian pelayanan prima.


(19)

ABSTRACT

Lack of information given by doctors to patients, both before and after

surgery at dr Pirngadi General Hospital in Medan likely to result in a risk from mild to severe risk of a trigger of conflict between doctors and patients.

The methode of this study was explanatory survey that aimed to analyze the characteristics of the patient's relationship with the understanding of surgical services in the implementation of inform consent to medical treatment. Population were all patients admitted to surgical ward Class III RSU dr. Pirngadi of Medan, which performed elective surgery during the months of June and July 2009, with the number of samples with 100 people were taken with consecutive sampling technique. Data were obtained by using questionnaires and interviews, data were analyzed by Spearman Correlation test with

α

5%.

The results showed that variables which had relationship with the understanding of medical action were the approval of the work (p = 0.019), delivery of information (p = 0.000), whereas the variables had no relationship were age (p = 0.874), education (p = 0.768), marital status (p = 1.000), and type of surgery (p = 1,000).

It is recommended to management dr. Pirngadi Hospital in Medan to: (1) make baylaws Hospital and medical staff baylaws, (2) provide punishment and reward system for the surgeon, (3) provide information that easy to be understand by the patient as Permenkes RI No:290/Menkes/Per/III/2008, and (4) conducted medical audits to achieve excellent service.


(20)

18

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan masyarakat akan jasa layanan kesehatan semakin tinggi, hal itu disebabkan karena semakin tingginya kesadaran masyarakat akan artinya kesehatan. Untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan jasa layanan kesehatan, rumah sakit berusaha untuk sesalu memenuhinya. Rumah sakit adalah bagian yang integral dari keseluruhan sistim pelayanan kesehatan yang dikembangkan melalui perencanaan pembangunan kesehatan.

Untuk mencapai tujuan tersebut diselenggarakan program pembangunan nasional secara menyeluruh dan berkesinambungan yang bertujuan meningkatkan terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginnya diseluruh wilayah Republik Indonesia (Visi Indonesia Sehat 2010).

Untuk dapat mewujudkan Visi Indonesia Sehat 2010, ditetapkan empat misi kesehatan: 1) Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan; 2) mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat; 3) memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau; 4) memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya.


(21)

Penyelenggaraan pelayanan medis atau pelayanan kesehatan merupakan kegiatan yang menggambarkan adanya hubungan antara pasien dengan tenaga medis, pelaksanaannya dapat dilakukan di rumah sakit, puskesmas, klinik ataupun praktek pribadi. Salah satu jenis pelayanan kesehatan yang dapat dilakukan di rumah sakit ataupun klinik adalah tindakan bedah. Tindakan ini secara teoritis merupakan tindakan medis yang berpengaruh langsung kepada jaringan tubuh karena dalam pelaksanaannya senantiasa mempergunakan peralatan tajam dengan risiko dari yang ringan sampai yang berat seperti terjadinya kecacatan ataupun kehilangan nyawa. Dalam pelaksanaannya setiap rumah sakit harus mempunyai prosedur tetap (protap) sebagai acuan pelaksanaan kegiatan, isinya antara lain mewajibkan semua dokter yang akan melakukan tindakan bedah agar memberikan informasi ataupun penjelasan kepada pasien sebelum tindakan dilaksanakan. Kepada pasien harus dijelaskan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan tindakan yang akan diberikan serta risiko yang mungkin saja terjadi, apa yang terjadi bila tindakan tidak dilaksanakan dan apakah ada tindakan alternative yang dapat dilakukan.

Guwandi, J (2005), Menyatakan dalam memberikan informasi dapat dipakai sebagai norma, bahwa pasien harus diberikan informasi mengenai hal – hal, kemungkinan-kemungkinan dan dugaan yang bagi pasien itu sendiri adalah penting untuk diketahui dalam pengadaan penilaian tentang kesehatannya sekarang dan kelak dikemudian hari. Pemahaman pasien terhadap informasi ataupun penjelasan yang disampaikan dokter dapat diperoleh jika komunikasi berlangsung dengan baik setelah


(22)

pasien ataupun keluarga mendengar penjelasan yang disampaikan dokter maka adalah hak pasien untuk menerima ataupun menolak rencana tindakan medis yang ditawarkan. Declaration of Lisbon (1981) dan patient’s bill of right (American Hospital Association, 1972) menyatakan bahwa “pasien mempunyai hak menerima dan menolak pengobatan dan hak untuk menerima informasi dari dokternya sebelum memberikan persetujuan atas tindakan medik”. Proses persetujuan yang diberikan oleh pasien dan keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan dokter terhadap pasien disebut dengan persetujuan tindakan kedokteran. Persetujuan ini dapat diperoleh dengan 2 (dua) cara yaitu Implied dan Expresed. Persetujuan secara Implied diberikan pasien pada tindakan medis yang hampir tidak memiliki risiko dan dianggap sudah diberikan. Persetujuan secara expressed dapat diberikan dengan lisan dan tulisan dan dilaksanakan pada tindakan medis dengan risiko tinggi yang dapat menyebabkan cacat seumur hidup ataupun kehilangan nyawa. Persetujuan tulisan dinyatakan dengan menandatangani formulir yang sudah dipersiapkan rumah sakit, yang menanda tangani adalah pasien, dokter dan saksi. Formulir ini akan didokumentasikan pada buku catatan rekam medis pasien gunanya kelak sebagai data pendukung bagi kedua belah pihak bila terjadi konflik yang tidak diinginkan.pasien yang menolak untuk melakukan tindakan medis juga harus menandatangani surat pernyataan penolakan yang sudah termasuk didalam protap.


(23)

Rumah Sakit Pirngadi Medan merupakan Rumah Sakit Umum Kelas B Pendidikan yang berada di bawah dan bertanggungjawab Kepada Walikota mempunyai Visi ” Terwujudnya Pusat Pelayanan Kesehatan di Kota Medan yang Mandiri, Tanggap dan Profesional” Mantap 2010. Rumah Sakit Pirngadi Medan sesuai dengan klasifikasinya mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan, untuk wilayah propinsi Sumatera Utara. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai unsur pelaksanaan pelayanan kesehatan Rumah Sakit Pirngadi senantiasa mempunyai risiko kemungkinan terjadinya konflik dengan pasien, terutama bila pasien merasa kecewa dengan hasil pelayanan yang diterima.

Jenis pelayanan yang dilaksanakan di Rumah Sakit Pirngadi adalah tindakan bedah umum, bedah syaraf, obstetri dan ginekologi, THT, Mata, Kulit dan Kelamin, Gigi dan Mulut, serta bedah Orthophedi , dengan jenis pembedahan : bedah besar 2387 orang, bedah sedang 1192, bedah kecil dan poliklinik sebanyak 1553 orang dengan rata-rata setiap bulannya 427 tindakan pembedahan.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan penulis di ruang rawat inap kelas III RSU Dr. Pirngadi Medan yang merupakan rawat inap bagi pasien yang akan dan dilaksanakan sesuai dengan protap yang berlaku. Dengan melakukan wawancara terhadap 20 (dua puluh) orang pasien yang sudah dioperasi, ternyata 80 % pasien tidak mengerti tentang tindakan yang akan sudah dilakukan dokter kepadanya.


(24)

Hal yang sama juga terlihat pada kelengkapan buku buku catatan rekam medis pasien yang melaksanakan tindakan bedah pada periode bulan Maret – April 2008. Dengan mengambil sample 20 Berkas Rekam Medis, dari semua surat Persetujuan Tindakan Medis yang dilampirkan ternyata hanya 48,33 % yang lengkap dan yang tidak lengkap 51.67% yang sudah memenuhi standard prodsedur yang berlaku. Persetujuan Tindakan Medis dan secara keseluruhan kelengkapan berkas rekam medis yang tidak lengkap 33,57 % yang lengkap 66,43 % di RSU Dr. Pirngadi Medan masih memerlukan sosialisasi sehingga kemungkinan timbulnya wanprestasi, perbuatan melawan hukum maupun kelalaian dokter dalam penyelenggaraan profesinya dapat dihindari (Amir A, 2001).

Kasus yang diadukan/didaftarkan oleh pasien yang merasa dirugikan dalam pelayanan medis di Rumah Sakit Umum Dr Pirngadi Kota Medan, pada tahun 2006 sampai 2008, kasus pidana sebanyak 52, kasus perdata 6 kasus. Pengaduan yang berkaitan dengan masalah komunikasi 137 pengaduan, masalah Fasilitas 93 pengaduan , masalah waktu 34 pengaduan.

Konflik sering terjadi pada pasca operasi karena yang tidak memuaskan menurut pandangan pasien dan karena merasa dirugikan pasien akan mencari keadilan melalui pihak – pihak yang dianggap berkompeten dalam penyelesaiannya. Hal seperti inilah yang sering disorot masyarakat pada akhir – akhir ini melalui media massa ataupun media elektronik yang memberitakan adanya tindakan malpraktek. Pelayanan kesehatan selalu ditinjau dari sisi negative dan kegagalannya, bila terjadi hal – hal


(25)

yang tidak diinginkan maka langsung dianggap malpraktek tanpa melihat penyebab dari kegagalan tersebut.

Kebanyakan pasien tidak paham terhadap penjelasan yang diberikan dokter dan faktor penybabnya sangat bervariasi, antara lain disebabkan karena dokter yang mengoperasi memberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan hanya sepintas bahkan terkesan tergesa – gesa. Pasien yang dalam keadaan cemas dengan kondisi kesehatannya ketika ditanya apakah setuju dengan tindakan yang akan dilakukan, langsung saja menjawab setuju dan dilanjutkan denga penanda tanganan surat persetujuan tindakan medis. Walaupun pada kenyatannya memang banyak keluhan masyarakat terhadap dokter yang melakukan tindakan medis yang tidak sesuai dengan produser dan keluhan ini sering ditanggapi secara negative dan cenderung destruktif oleh tenaga medis yang merasa telah bekerja dengan masimal. Namun demikian keluhan tersebut harus dicari penyelesaiannya, sehingga delik pengaduan ke pengadilan dapat dihindarkan.

Poernomo, B (2001) menyatakan bahwa berbagai kasus gugatan ataupun tuntutan yang tertuju kepada profesi kesehatan dan/atau rumah sakit Indonesia diduga keras bersumber dari kurangnya pemahaman terhadap peraturan hukum kesehatan. Karena iti dalam pelaksanaan tekhnisnya tenaga medis dan pasien harus sama – sama tahu dan mengerti tentang hak dan kewjibannya sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku.


(26)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang disampaikan diatas ,maka perumusan permasalahan yang dijumpai adalah:

1. Apakah semua dokter yang akan malakukan tindakan bedah di RSU Dr Pirngadi Kota Medan sudah melaksanakan Persetujuan Tindakan Kedokteran dengan benar sesuai dengan prosedur yang berlaku.

2. Apakah ada hubungan antara cara penyampaian informasi ataupun penjelasan oleh dokter dengan tingkat pemahaman pasien pada proses pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran.

3. Apakah ada hubungan tingkat pemahaman dokter dengan persepsi pasien terhadap informasi yang disampaikan dokter terhadap pasien alam pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran.

1.3. Tujuan Penelitian.

Untuk menganalisis karakteristik pasien terhadap pemahaman persetujuan tindakan kedokteran pada tindakan pembedahan.

1.4. Hipotesis.

• Terdapat hubungan yang signifikan antara dokter menyampaikan informasi dengan tingkat pemahaman pasien pada pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran.


(27)

• Terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik pasien dengan tingkat pemahaman pasien terhadap informasi yang disampaikan dokter pada proses pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Agar tenaga medis mengerti bahwa pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran dapat dipakai sebagai perlindungan hukum dalam melaksanakan tindakan medis.

b. Agar semua tenaga medis bekerja secara profesional dan berhati-hati dalammelaksanakan tugas pelayanan kesehatan dan jika terjadi kegagalan dalam melakukan tindakan medis, maka secara hukum tidak dipersalahkan karena sudah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.

c. Agar masyarakat lebih mengerti akan hak dan kewajibannya sebagai orang yang menerima pelayanan kesehatan, sehingga bila terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki tidak terlalu mudah untuk menganggap telah terjadi kelalaian/malpraktek.

c. Menambah wawasan bagi peneliti dalam aplikasi manfaat Persetujuan Tindakan Kedokteran serta dapat memberikan rokemandasi kepada rumah sakit agar membuat kebijakan tentang pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran.


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Hukum Kesehatan

Prof.H.J.J.Leenen, Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang berhubungan langsung pada pemberian pelayanan kesehatan dan penerapanya pada hukum perdata, hukum administrasi dan hukum pidana.

Arti peraturan disini tidak hanya mencakup pedoman internasional, hukum kebiasaan, hukum yurisprudensi, namun ilmu pengetahuan dan kepustakaan dapat juga merupakan sumber hukum.

Prof. Van der Mijn, Hukum kesehatan dapat dirumuskan sebagai kumpulan pengaturan yang berkaitan dengan pemberian perawatan dan juga penerapannya kepada hukum perdata, hukum pidana dan hukum administrasi. Hukum medis yang mempelajari hubungan yuridis dimana dokter menjadi salah satu pihak, adalah bagian dari hukum kesehatan.

Dari perumusan tersebut diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum kesehatan (gezondheidsrecht, health law) adalah lebih luas dari pada hukum medis (Medical law).


(29)

Jika dilihat hukum kesehatan, maka ia meliputi :

- Hukum medis (Medical law), - Hukum keperawatan (Nurse law),. - Hukum rumah sakit (Hospital law),

- Hukum pencemaran lingkungan (Environmental law), - Hukum limbah .(dari industri, rumah tangga, dsb)

- Hukum polusi (bising, asap, debu, bau, gas yang mengandung racun), - Hkum peralatan yang memakai X-ray (Cobalt, nuclear),

- Hukum keselamatan kerja,

- Hukum dan peraturan peraturan lainnya yang ada kaitan langsung yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia.

Peter Ippel (1986), Hukum kesehatan tidak terdapat dalam satu bentuk peratuaran khusus, tetapi letaknya tercecer dalam berbagai peraturan dan perundang-undangan. Dapat diketemukan di dalam pasal-pasal khusus yang ada kaitanya dengan bidang kesehatan. Hukum kesehatan merupakan suatu conglomeraat dari peraturan-peraturan dari sumber yang berlainan. Ada yang terletak dibidang hukum pidana, hukum perdata dan hukum administrasi yang penerapan, penafsiran serta penilaian terhadap faktanya di bidang medis. Disinilah letak kesukaran hukum kesehatan, kareana menyangkut dua siplin yang berlainan sekaligus. Bagi profesi hukum yang mau memperdalam di bidang Hukum Medis masih harus ditambah dengan pengertian dan sedikit-dikitnya harus mengetahui tata-cara ilmu pengetahuan di bidang medis


(30)

yang sangat kompleks dan bersifat kasuistis, pengalaman secara nyata menyaksikan di rumah sakit untuk waktu tertentu ada baiknya, sehingga bisa memperoleh gambaran yang lebih jelas secara menyeluruh.

Ada suatu bidang lain yang berkaitan erat dengan Hukum Medis, yaitu apa yang dinamakan “Kedokteran Kehakiman”. Harus dibedakan antara Kedokteran Kehakiman (Gerechtelijke geneeskunde) yang termasuk disiplin Medis dan Hukum Medis (Medical law) termasuk disiplin hukum.

Namun akhir-akhir ini di negara Anglo Saxon mulai timbul penfsiran baru, sehingga mulai timbul kekaburan batas antara Hukum Medis dan Kedokteran Kehakiman.

Hal ini karena ada sementara pendapat yang menyatukan dan mencakup kedua bidang ini menjadi satu di dalam suatu wadah yang dinamakan “Medico-legal”.

2.2. Pengertian Hukum Persetujuan Tindakan Kedokteran

- Guwandi J (2005) mengatakan Persetujuan Tindakan Kedokteran adalah suatu izin atau pernyataan setuju dari pasien yang diberikan dengan bebas dan rasional sesudah mendapat informasi dari dokter dan yang sudah dimengertinya.

- Samil RS, (2001) mengatakan persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan poleh pasien atau walinya yang berhak kepada dokter untuk melakukan suatu tindakan medis terhadap pasien sesudah pasien


(31)

atau wali itu memperoleh informasi lengkap dan memahami tindakan itu. PerMenKes RI Nomor : 290/Menkes/Per/III/2008 Bab I Pasal 1 ayat 1; Persetujuan Tindakan Kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.

- Veronika K, (1989) mengatakan persetujuan tindakan kedokteran adalah suatu kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan terhadapa dirinya, setelah mendapat informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat menolong dirinya dirinya disertai informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi.

- Soedjatmiko menyatakan bahwa, melakukan tindakan tanpa disertai persetujuan tindakan kedokteran merupakan salah satu keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya tuntutan malpraktek pidana karena kecerobohan.

Dari semua defenisi yang diuraikan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.

Pada Undang-undang Praktek Kedokteran Nomor 29 tahun 2004 paragraf 2, pasal 45 menyatakan proses ini dengan persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang isinya :


(32)

(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.

(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.

Informasi atau penjelasan wajib diberikan dokter secara langsung kepada pasien baik diminta ataupun tidak oleh pasien, kecuali pasien memang menolak diberi penjelasan dengan alasan untuk ketenangan jiwa. Hal ini berkaitan dengan masalah pertimbangan satu dan lain alasan menghadapi keadaan fisik/mental/sikap dari akibat ketakutan/kegoncangan jiwa pasien (Purnomo B, 2001).

Setelah pasien diberi penjelasan maka keputusan untuk meneima atau menolak tindakan perawatan yang ditawarkan dokter mutlak berada ditangan pasien itu sendiri. Hak untuk menolak perawatan ini disebut dengan Informed refusal, namun dalam keadaan seperti ini dokter juga harus menerangkan secara rinci akibat dari penolakan tersebut. Jika pasien tetap menolak perawatan makapasien harus menandatangani formulir surat penolakan tindakan medis yang sudah disiapkan oleh rumah sakit.

Oleh karena itu, masalah persetujuan tindakan kedokteran ini juga perlu dibahas untuk menghindari kesalahpahaman antara kedua belah pihak baik pihak dokter maupun pasien.

Di dalam Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 1 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 290/Menkes/Per/III/2008 dinyataakan bahwa persetujuan tindakan


(33)

kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien. Pasal 1 ayat 3 tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang selanjutnya disebut tindakan kedokteran adalah suatu tindakan medis berupa preventif, diagnostik, terapeutik atau rehabilitatif yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien.

Sebagaimana telah dijelaskan diatas, persetujuan tindakan kedokteran baru diakaui bila pasien telah mendapatkan informasi yang jelas tentang tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya. Dalam pemberian informasi ini, dokter berkewajiban untuk mengungkapkan dan menjelaskan kapada pasien dalam bahasa sesederhana mungkin sifat penyakitnya, sifat pengobatan yang disarankan, alternatif pengobatan, kemungkinan berhasil dan resiko yang dapat timbul serta komplikasi-komplikasi yang tak dapat diduga.

Sehubungan dengan cara pernyataan kehendak menurut hukum, Guwandi, J (2003) menyebutkan bahwa persetujuan tindakan kedokteran dari pasien dapat dilakukan dengan cara antara lain:

1. Dengan bahasa yang sempurna dan tertulis; 2. Dengan bahasa sempurna secara lisan;

3. Dengan bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan; 4. Dengan bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawan;


(34)

5. Dengan diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima oleh pihak lawan.

Oleh karena itu, bentuk persetujuan tindakan kedokteran dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Dengan pernyataan (expression), yaitu dapat secara lisan (oral) dan dapt secara tertulis (written).

2. Dianggap diberikan, tersirat (implied), yaitu dalam keadaan biasa atau normal dan dalam keadaan gawat darurat.

Di dalam pasal 5 ayat (1) Permenkes No. 290/2008, isi informasi yang diberikan belum diatur secara rinci, hanya disebutkan: “Informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan medik yang akan dilakukan baik diagnostik maupun terapeutik”.

Menurut Ameln, idealnya dokter harus menyampaikan isi informasi yang setidaknya terdiri dari :

a. Diagnose;

b. Resiko dari tindakan medik;

c. Alternatif terapi, termasuk keuntungan dan kerugian dari setiap alternatif terapi; d. Prognose (ramalam perjalanan penyakit medik)


(35)

Lebih baik lagi kalau bisa diperluas dengan :

a. Cara kerja dokter dalam proses tindakan medik;

b. Keuntungan dan kerugian tiap alternatif terapi secara luas; c. Semua resiko yang mungkin terjadi;

d. Kemungkinan rasa sakit setelah tindakan medik.

Dengan telah diinformasikannya tindakan medik yang akan dilakukan oleh dokter, maka selanjutnya pasien dapat mempergunakan haknya untuk memilih, menyetujui atau menolak tindakan medik termasuk. Jadi pada hakekatnya hak atas Persetujuan tindakan kedokteran ini merupakan pelaksanaan hak dasar atas pelayanan kesehatan (the riht to health care) dan hak untuk menentukan nasib sendiri (the right of self determination) yang keduannya adalah hak pasien atas kesehatan yang harus diakui dan dihormati.

Persetujuan Tindakan Kedokteran tidak mutlak dibuat oleh pasien yang bersangkutan dalam hal-hal sebagai berikut.:

1. Pasien belum cukup umur ; 2. Usia lanjut ;

3. Terganggu jiwanya karena penyakit ; 4. Pasien dalam keadaan tidak sadar.

Bagi pasien yang belum cukup umur, usia lanjut, atau terganggu jiwanya karena penyakit, persetujuan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh ahli waris


(36)

yang terdekat. Terhadap pasien yang tidak sadar, dokter boleh melakukan tindakan medik tertentu dengan bertindak sebagai bapak yang baik, sesuai dengan Pasal 1354 KUHPerdata namun begitu pasien sadar dokter harus segera memberitahukan kepada pasien tentang tindakan medik tertentu yang telah dilakukan selama pasien tidak sadar tadi.

Disamping hak atas informasi, pasien juga mempunyai hak-hak lainnya yang perlu diperhatikan sebagaimana tertuang didalam KODEKI, sebagai berikut:

1. Hak untuk hidup, hak atas tubuhnya sendiri dan hak untuk mati secara wajar. Berkaitan dengan Persetujuan Tindakan kedokteran,penolakan atau persetujuan pasien terhadap tindakan medik tertentu merupakan pelaksanaan dari ketiga hak tersebut.

2. Hak untuk memperoleh pelayanan kedokteran yang manusiawi sesuai dengan standar profesi kedokteran;

Dalamhal dokter tidak memberikan pelayanan yang sesuai dengan standar profesi, dan kemudian mengakibatkan cacat atau meninggalnya pasien, maka dokter ini telah melakukan pelanggaran terhadap hak pasien untuk memperoleh pelayanan yang manusiawi tersebut, sehingga pasien berhak menuntut kepada dokter yang bersangkutan.


(37)

3. Hak memperoleh penjelasan tentang diagnosis dan terapi dari dokter yang mengobatinya.

Hak memperoleh penjelasan ini sebagai hak atas informasi. Inti dari hak atas informasi ini adalah hak pasien untuk memperoleh yang sejelas-jelasnya tentang hal-hal yang berhubungan dengan penyakitnya. Dalam hal terjadi hubungan dokter-pasien, hak pasien atas informasi ini secara otomatis menjadi kewajiban dokter untuk dilaksanakan baik diminta atau tidak oleh pihak pasien.

4. Hak untuk menolak prosedur diagnosis dan terapi yang direncanakan, bahkan dapat menarik diri dari kontrak terapeutik.

Adalah hak asasi manusia untuk menerima atau menolak sesuatu yang ditawarkan. Demikian juga dalamhal tindakan medik.Pasien yang mempunyai hak dasar/asasi untuk menentukan dirinya sendiri ( the right of self determination), harus diberikan hak untuk memberikan persetujuan terhadap tindakan medik yang akan dilakukan terhadap dirinya. Bila pasien menolak tindakan medik yang ditawarkan dokter, dokter tidak boleh memaksakan kehendaknya, walaupun dokter tahu bahwa penolakan tersebut dapat memberikan dampak negative bagi kesembuhan pasien tersebut. Pemaksaan kehendak dokter terhadap pasien untuk melakukan tindakan medik tertentu terhadap tubuh pasien tersebut , walaupun dokter berniat baik untuk menyelamatkan nyawa penderita akan dapat berakibat dituntutnya dokter atas


(38)

tuduhan malpraktek. Sebagai contoh : misalnya dokter menyatakan kalau pasien harus diangkat bola matanya untuk menyelamatkan mata satu alagi agar tidak terjadi kebutaan. Setelah dijelaskan oleh dokter bahwa bola mata pasien harus diangkat, agar infeksinya tidak menjalar kemata satulagi, pasien menolak. Karena dokter ingin pasien tidak mengalami kebutaan pada kedua matanya, dokter yang bersangkutan tetap melakukan pengambilan bola mata psien. Perbuatan dokter yang bermaksud baik ini dapat menyebabkan dokter bisa dituntut dengan tuduhan malprektek, karena melanggar hak pasien untuk menentukan diri sendiri.

5. Hak untuk memperoleh penjelasan tentang riset kedokteran yang akan diikutinya serta menolak atau menerima keikut sertaannya dalam riset kedokteran tersebut.

6. Hak untuk dirujuk kepada dokter spesialis bila perlu, dan dikembalikan kepada dokter yang merujuknya setelah selesai konsultasi atau pengobatan untuk memperoleh perawatan atau tindak lanjut.

7. Hak atas kerahasiaan atas rekam medis yang bersifat pribadi.

Dalam melaksanakan profesinya, setiap professional berkewjiban untuk merahasiakan keterangan yang diperoleh dari kliennya. Keterangan klien yang harus dirahasiakan ini merupakan rahasia jabatan yang dijaga dan dipegang teguh oleh para professional. Didalam dunia kedokteran, rahasia jabatan ini


(39)

disebut sebagai Rahasia Kedokteran. Dokter berkewajiban untuk merahasiakan keterangan tentang penyakit pasien, baik keterangan yang disampaikan langsung maupun yang sudah dicatat dalam rekanm medis yang berisi tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan penyakit pasien. Bahkan dokter juga mendapat perlindungan hukum, dalam hal ia menolak membuka rahasia kedokteran, sekalipun untuk keperluan proses pengadilan. Hak pasien atas kerahasiaan penyakitnya ini dilindungi oleh pasal 322 KUHP. Berkaitan dengan rekam medis yang dalam istilah kedokteran disebut sebagai “ Berkas Rekam Medis”. Pengaturannya telah ditetapkan dengan Permenkes No.749a/89 yang berdasarkan pasal 10 disebut bahwa “ Isi rekammedis tersebut adalah milik pasien”. Oleh karena itu, dokter maupun tenaga kesehatan lainnya tidak boleh menolak bilamana pasien mempunyai keinginan untuk memiliki ataupun melihat isi dari rekam medis mengenai penyakitnya tersebut.

8. Hak untuk memperoleh penjelasan tentang peraturan rumah sakit.

9. Hak untuk berhubungan dengan keluarga, penasihat atau rohaniawan dan lain-lainnya yang diperlukan selama perawatan di rumah sakit.

10.Hak untuk memperoleh penjelasan tentang perincian biaya rawat inap, obat, pemeriksaan penunjang, biaya ruangan, imbalan jasa dokter dan lain-lainnya.


(40)

Secara mudah dapat dikatakan bahwa, dalam kontrak teraupetik, hak-hak pasien ini sekaligus menjadi kewajiban seorang dokter.

Fred Ameln dalam bukunya “ Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban Profesi Seorang Dokter” dalam 5 kelompok, yaitu :

1. Kewajiban yang berhubungan dengan fungsi sosial pemeliharaan kesehatan, yang ditonjolkan disini adalah mempertimbangkan untuk menulis suatu resep obat obatan yang tidak begitu perlu yang mungkin terlalu mahal bagi rata-rata sosial ekonomi masyarakat.

2. Kewajiban yang berhubungan dengan standar medis, artinya melakukan tindakan medis menurut suatu ukuran tertentu yang disasarkan pada ilmu medis dan pengalaman.

3. Kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan tujuan ilmu kedokteran, yaitu menyembuhkan dan mencegah penyakit, meringankan penderitaan pasien termasuk mengantar menghadapi akhir hidup.

4. Kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan prinsip keseimbangan. Artinya dokter harus selalu membandingkan tujuan tindakan mediknya dengan resiko dari tindakan tersebut ia harus berusaha mencapai tujuan itu dengan resiko yang terkecil.


(41)

5. Kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan hak-hak pasien terutama hak pasien untuk mendapatkan informasi yang akurat tentang penyakit beserta cara/upaya penyembuhannya yang sekaligus menjadi kewajiban dokter berupa memberikan informasi yang akurat tentang penyakit serta acara/upaya penyembuhannya .

Dari pendapat Fred Ameln tersebut, diketahui bahwa diluar kewajibannya terhadap pasien, masih ada kewajiban-kewajiban lain bagi dokter yang harus dipenuhinya.

Dalam hubungan dokter-pasien, segala cara/upaya penyembuhan ini dapat ditegakkan apabila pasien/keluarga pasien mau bekerja sama dengan dokter dalam hal memberikan informasi tentang penyakitnya secara benar dan jelas.

Keterangan yang tidak jelas atau menyesatkan (seperti menyembunyikan penyakit yang pernah diderita sebelumnya, tidak memberitahukan obat-obatan yang pernah diminum selama ia sakit), dapat dianggap sebagai kesalahan pasien yang dikenal dengan istilah ”Cotributory Negligence” yang artinya ” Pasien turut bersalah”

Apabila ia tidak mau melakukan kewajibannya dalam hal ini sampai merupakan penyebab (proximate cause) dari cideranya, maka ia dianggap contributory negligent. Dalam hal demikian sang dokter tidak bisa dimintai pertanggungjawaban atau ganti rugi karena melakukan malpraktek.


(42)

Dianggap terdapat ”Contributory negligence” apabila:

1. Pasien tidak mentaati intruksi nasehat dan petunjuk dokternya baik itu mengenai obat yang harus diminumnya dan aturan pemakaiannya, makanan yang berpantang, waktu istirahat dan boleh bekerja;

2. Pasien menolak cara pengobatan yang diusulkan;

3. Pasien tidak sejujurnya memberikan informasi atau memberikan informasi yang tidak akurat atau menyesatkan.

Seringkali pada kasus-kasus tertentu, diperlukan penanganan yang benar-benar berdasarkan keadailan, agar tidak ada pihak yang dirugikan. Terdapat pendapat umum, bahwa pasien yang selalu dirugikan, sebab rumah sakit/dokter sebagai pakar dalam bidang kesehatan lebih dapat memberikan tangkisan dibandingkan pasien yang dalam masalah ini dapat dikatakan awam.

Terdapat juga dampak yang merugikan sipasien bila setiap masalah oleh pasien selalu digugat ke Pengadilan, akan menyebabkan para pemberi jasa pelayanan kesehatan berhati-hati dan enggan melaksanakan tindakan medik yang mempunyai resiko tinggi, sehingga sebenarnya yang dirugikan adalah pasien itu sendiri.

Disamping itu timbul pertanyaan, apakah azas kekeluargaan yang berakar kuat dalam masyarakat kita dapat dijadikan dasar untuk ikut campurnya keluarga menentukan nasib dari individu dalam menerima informasi dan memberi persetujuan?

Hal ini menjadi masalah, sebab seringkali campur tangan dari keluarga membuat para pemberi jasa pelayanan kesehatan begitu berhati-hatinya, sehingga


(43)

sekali lagi yang akan dirugikan adalah pasien itu sendiri. Apalagi dalam hal pasien setuju memberikan persetujuan tindakan kedokteran, sedangkan keluarga pasien menolak atau sebaliknya.

Pada saat pasien mendatangi dokter untuk meminta bantuan perwatan terhadap keluhan yang diderita maka sejak saat itu telah terjadi hubungan antara dua pihak yang bersifat saling percaya. Mulai saat itu sudah terbina apa yang dimaksud dengan persetujuan tindakan kedokteran, yaitu kedatangan pasien yang berarti ia telah menerima kepercayaan kepada dokter untuk melakukan tindakan terhadap dirinya. (Samil RS, 2001).

Dengan adanya kepercayaan pasien terhadap dokter untuk melakukan tindakan medis terhadap dirinya maka telah terjadi kesepakatan antara dokter dengan pasien yang disebut dengan kontrak terapeutik atau kontrak perawatan yang dilaksanakan berdasarkan persetujuan tindakan. Walaupun sebenarnya kontrak terapeutik bukanlah kesepakatan persetujuan. Guwandi,J (2003) mengatakan bahwa pengertian kesepakatan persetujuan sering dicampur adukkan dengan pengertian kontrak terapeutik antara dokter dengan pasien atau disebut dengan transaksi terapeutik.

Informasi yang diberikan oleh dokter kepada pasien adalah segala sesutau yang menyangkut tindakan bedah yang hendak dilakukan. Misalnya sebelum melakukan operasi, seorang dokter bedah harus menjelaskan kepada pasien tentang :


(44)

a. Tindakan operasi apa yang hendak dilakukan, seperti tindakan operasi usus buntu, caesar, amputasi, hernia atau lainnya.

b. Manfaat jika dilakukan operasi.

c. Resiko-resiko apa yang melekat pada operasinya. d. Alternatif lain yang ada (bila mungkin ada). e. Apa akibatnya jika tidak dilakukan operasi.

Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor HK.00.06.3.5.1866 tanggal 21 April 1999 tentang Pedoman Persetujuan Tindakan Kedokteran, isi informasi dan penjelasan yang harus diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan kepada pasien adalah sebagai berikut :

a. Informasi dan penjelasan tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medik yang akan dilakukan. (purpose of medical procedures).

b. Informasi dan penjelasan tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan. (contempleted medical procedures).

c. Informasi dan penjelasan tentang resiko (risk inherent in such medical procedures) dan komplikasi yang mungkin terjadi.

d. Informasi dan penjelasan tentang alternatif tindakan medis lain yagn tersedia dan serta resikonya masing-masing. (alternative medical procedures and risk).

e. Informasi dan penjelasan tentang prognosis penyakit apabila tindakan medis tersebut dilakukan. (prognosis with and without medical procedures).


(45)

Sedangkan yang berhak memberi persetujuan adalah :

a. Pasien sendiri, yaitu apabila pasien telah berumur 21 tahun atau lebih atau telah menikah.

b. Bagi pasien dibawah umur 21 tahun, Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Penolakan Tindakan Persetujuan Kedokteran diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut :

(1). Ayah / Ibu kandung (2). Saudara-saudara kandung

c. Bagi pasien dibawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua atau orang tuanya berhalangan hadir, persetujuan tindakan kedokteran atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut :

(1) Ayah / Ibu Adopsi

(2) Saudara-saudara kandung (3) Wali yang sah.

d. Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, persetujuan tindakan kedokteran atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut :


(46)

(1) Ayah / Ibu kandung (2) Wali yang sah

(3)saudara-saudara kandung

e. Bagi pasien yang berada dibawah pengampunan (euratlle) Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan menurut urutan hal sebagai berikut :

(1) Wali (2) Curator

f. Bagi pasien dewasa yang telah menikah / orang tua Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan oleh mereka menurut urutan hal tersebut :

(1) Suami / Istri

(2) Ayah / Ibu kandung (3) Anak-anak kandung (4) Saudara-saudara kandung

Bentuk persetujuan ini akan dituangkan dalam secarik kertas yang sudah diformat sedemikian rupa untuk mempertegas apa yang sudah menjadi persetujuan kedua belah pihak. Jadi semua rencana tindakan dan segala resiko yang mungkin saja dapat terjadi harus dipaparkan dalam kertas perjanjian tersebut untuk mencegah adanya


(47)

tuntutan pesien kelak dikemudian hari bila terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan pasien.

2.3. Tujuan Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran

Amir A dan Muchtar R, (1986) yang menyatakan bahwa dengan adanya surat izin tindakan medis maka dokter yang melakukan pemeriksaan, pengobatan dan tindakan medis merasa lebih aman terhadap kemungkinan tuntutan penderita maupun keluarga terhadap hal-hal yang tidak diingini. Walaupun hubungan antara dokter dengan pasien berawal dari adanya rasa saling percaya namun bila pada kenyataannya pasien kecewa dengan hasil akhirdari perawatan yang diberikan dokter maka tidak tertutup kemungkinan untuk terjadi konflik, karena itulah pemberian persetujuan tindakan kedokteran dalam setiap pelaksanaan tindakan medik mutlak harus dilaksanakan untuk melindungi pasien dan dokter.

Poernomo B, (2001) Persetujuan Tindakan Kedokteran adalah :

1. Perlindungan pasien untuk segala tindakan medik

2. Perlindungan tenaga kesehatan dokter/perawat terhadap terjadinya akibat yang tidak terduga serta dianggap meragukan pihak lain.

3. Perlindungan terhadap pasien dimaksudkan segala tindakan medik yang ditujukan kepada badaniyah dan rohaniyah yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasien dari perlakuan prosedur medik yang sebenarnya tidak perlu atau tanpa


(48)

ada dasar kepentingan medik yang pada titik klimaksnya merupakan penyalah gunaan dari standard profesi medik yang merugikan/membahayakan pasien.

4. Perlindungan terhadap dokter atau perawat yang telah melakukan tindakan medik atas dasar standard profesi medik tetapi menghadapi adanya akibat yang tidak terduga serta dianggap merugikan pihak lain, maka tindakan medik yang bermasalah itu memperoleh jaminan perlindungan berdasarkan “risk of treatmen” untuk kepentingan kesehatan.

Dalam setiap melakukan tindakan medis tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya kegagalan yang tidak dapat dihindari karena sebagai manusia biasa dokter bisa saja mengalami hal ini sepanjang bukan karena kesengajaan ataupun masih dalam koridor standard profesi, secara umum dokter yang lain juga akan melakukan hal yang sama bila berada pada posisi tersebut, bila terjadi hal yagn demikian secara hukum dokter tidak akan dipermasalahkan.

Poernomo B, (2001) menyatakan perlidungan terhadap tenaga kesehatan atau dokter yang melakukan tindakan medik tetapi menghadapi akibat yang tidak terduga serta dianggap meugikan pihak lain, maka tindakan medik yang bermasalah itu memperoleh perlindungan berdasarkan “risk of treatment” dan “eror of judgement”. Peristiwa “risk of treatment” adalah kejadian yang tidak dapat dihindarkan walupun sudah berusaha pecegahan sedapat mungkin dan bertidak dengan hati-hati risiko tersebut. Peristiwa “ error of judgement”adalah sebagai manusia tidak akan terhindari


(49)

dari kesalahan yang wajar , maka bisa saja diagnosa atau terapi yang ditegakkan ternyata keliru dalam batas-batas tertentu. Dengan demikian tidak ada seorangpun yang bisa menjamin hasil akhir dari tindakan medis yang diberikan seorang dokter kepada pasien.

Dokter hanya berusaha sebaik-baiknya karena banyak faktor yang mampengaruhik sembuhan pasien dari penyakitnya antara lain faktor usia, keparahan penyakit juga komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut selama semua dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang berlaku maka tindakan tesebut tidak melanggar hukum.

2.4. Bentuk Persetujuan Tindakan Kedokteran

Setelah pasien mendapat informasi ataupun penjelasan dari dokter yang merawatnya mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keluhannya, tentunya pasien akan mulai berfikir untuk memutuskan apakah menerima atau menolak tawaran tindakan medis yang disampaikan dokter.

Hanafiah MJ dan Amir A, (1999) membagi Persetujuan Tindakan Medis dengan 2 (dua) bentuk :

1. Tersirat atau lebih dianggap diberikan (Implied Consent) - keadaan normal


(50)

2. Dinyatakan (Expressed Consent) - lisan

- tulisan

Implied Consent adalah persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat tanpa pernyataan tegas. Isyarat persetujuan ini ditangkap dokter dari sikap dan tindakan pasien. Umumnya tindakan dokter disini adalah tindakan biasa atau sudah diketahui umum. Misalnya pasien yang datang ke praktek lalu dokter melakukan pemeriksaan dasar seperti pemeriksaan tekanan darah dan palpasi jantung secara umum maka secara tersirat pasien sudah menyetujui apa yang dilakukan oleh dokter. Tindakan ini dianggap layak dilakukan dokter walaupun tanda memberikan informasi sebelumnya. Juga dalam keadaan pasien yang membutuhkan perawatan ataupun tindakan medis dengan segera misalnya pasien dalam keadaan tidak sadar sementara situasi gawat dan darurat maka dokter dapat mengambil tindakan segera walaupun tidak memberikan penjelasan ataupun informasi kepada pasien ataupun keluarganya karena dalam hal ini yang dibicarakan adalah waktu. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam PerMenKes No. 585 tahun 1989 pasal 11 yang berbunyi “Dalam hal pasien tidak sadar/pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan secara medik berada dalam keadaan gawat dan atau darurat yang memerlukan tindakan medis segera untuk kepentingannya, tidak diperlukan persetujuan dari siapapun”. Hal yang sama juga tercantum dalam Pernyataan IDI tentang Informed Consent dalam SKB IDI No. 319/P/BA/88 pada point 11 yang mengatakan “Dalam hal pasien tidak sadar /


(51)

pingsan, serta tidak didampingi oleh keluarga atau wali dan yang dinyatakan secara medis berada dalam keadaan gawat dan / atau darurat yang memerlukan tindakan medis segera untuk kepentingan pasien, tidak diperlukan informed consent dari siapapun dan ini menjadi tanggung jawab dokter”.

Expressed Consent persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau tertulis, bila yang dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan atau tindakan medis biasa. Expressed Consent merupakan Informed Consent yang sebenarnya, karena pasien akan memberikan persetujuan tindakan medis setelah mendengar penjelasan yang disampaikan dokter secara langsung. Setelah pasien diberi penjelasan tentang resiko yang mungkin akan terjadi dan pasien telah mengerti dengan penjelasan tersebut serta menyatujui tindakan yagn akan dilaksanakan maka sebagai pernyataan persetujuannya pasien menandatangani formulir yang sudah dipersiapkan.

Guwandi J, (2005) mengatakan pernyataan tanda setuju secara tertulis dengan penanda tanganan formulir hanya untuk memudahkan pembuktian jika pasien kelak menyangkal telah memberikan persetujuannya. Dengan sudah ditandatanganinya formulir tersebut, maka jika pasien menyangkal, pasiennya yang harus membuktikan bahwa ia tidak diberi informasi. Samil RS, (2001) mengatakan untuk memperoleh persetujuan dari pasien dan untuk menghindari adanya salah satu pihak yang dirugikan, dokter wajib memberikan informasi sejelas-jelasnya agar pasien dapat mempertimbangkan apa yang akan terjadi terhadap dirinya.


(52)

Adapun informasi yang disampaikan adalah : 1. Sifat dan tujuan medis

2. Keadaan pasien yang memerlukan tindakan medis 3. Resiko dari tindakan itu apabila dilakukan ataupun tidak.

Perlu juga disadari bahwa antara informasi dan Persetujuan, terdapat perbedaan kepentingan antara pemberi jasa pelayanan kesehatan dan penerima jasa pelayanan kesehatan. Bila perbedaan kepentingan tersebut tidak menemui titik temu yang memuaskan diantara kedua belah pihak, bisa menimbulkan terjadinya konflik kepentingan.

2.5. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit.

Berdasarkan SK Menkes RI No.983/Menkes/SK/XI/1992 Rumah sakit merupakan salah satu pelayanan promotif (penyuluhan), kuratif (penyembuhan) dan preventif (pencegahan). Seiring dengan perkembangan hasil pembangunan diberbagai bidang ilmu pengetahuan dan tekhnologi maka meningkat pula taraf kesejahteraan dan pengetahuan masyarakat dalam segala bidang, termasuk bidang kesehatan. Hal ini dapat dilihat dengan berubahnya cara pandang masyarakat tentang kebutuhan pelayanan kesehatan yang diterima seprti mutu, sarana dan prasarana kesehatan. Mereka semakin kritis terhadap hasil pelayanan yang diterima, kalau mereka puas dengan hasil pelayanan, dampaknya tentu positif dan tidak nermasalah bahkan dapat memberi keuntungan yang lain bagi rumah sakit itu sendiri, tetapi bila mereka


(53)

kecewa dengan pelayanan yang diterima maka dampaknya akan negatif, artinya mereka bisa saja menunjukkan rasa ketidak puasan tersebut melalui berbagai cara.

Rumah sakit dan unsur-unsur yang terdapat di dalamnya harus lebih sensitif agar dapat mengantisipasi terjadinya hal-hal seperti ini, tentunya dengan melakukan pembenahan pelayan yang diberikan kepada masyarakat dan mematuhi aturan-aturan yang sudah diterapkan sesuai hukum yang berlaku dalam konteks pelayanan kesehatan, sehingga bila terjadi konflik antara pasien dan rumah sakit maka sudah ada aturan yang menjadi standard dalam penyelesaiannya. Karena itu rumah sakit sebagai tempat dilaksanakannya pelayanan kesehatan harus menerapkan hukum yang berlaku yang berhubungan dengan hak dan kewajiban pasien juga hak dan kewajiban rumah sakit dengan menerapkan Standard Pelayanan Rumah Sakit dan Standard Pelayanan Medis yang mengacu pada Surat Keputusan MenKes No.436/MenKes/SK/VI/1993.

Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 983 / MenKes / SK / XI / 1992, tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan.


(54)

Dalam melaksanakan tugasnya, rumah sakit mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Menyelenggarakan pelayanan medik

b. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medik dan non medik c. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan

d. Menyelenggarakan pelayanan rujukan e. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan f. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan g. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan

Pasien yang datang berkunjung ke rumah sakit pada umumnya mempunyai keluhan seputar kesehatannya dan berharap akan segera sembuh setelah mendapat perawatan, walaupun tidak ada jaminan bahwa setiap pasien yang datang berobat akan pulang dalam keadaan sembuh. Dokter akan berupaya sampai maksimal dan tidak menjamin hasil terakhir sesuai dengan yang diinginkan pasien. Walaupun tidak jarang terjadi adalah pasien menuntut rumah sakit karena hasil akhir dari perawatan tidak sesuai dengan harapannya dan langsung mengklaim telah terjadi kelalaian medik dan tanpa berfikir panjang akan melanjutkan ketidak puasan ini kepada pihak hukum padahal mereka sendiri tidak mengerti tentang hukum yang mengatur hal tersebut. Poernomo B, (2001) menyatakan bahwa berbagai kasus gugatan ataupun tuntutan yang tertuju kepada profesi kesehatan dan/atau rumah sakit di Indonesia


(55)

diduga keras bersumber dari kurangnya pemahaman terhadap peraturan hukum kesehatan beserta dengan doktrin-doktrin hukum kesehatan.

2.6. Ketenagaan Rumah Sakit

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1996 bahwa yang dimaksud dengan Tenaga Kesehatan adalah setiap orang ynag dimaksud dengan Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan / atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang umtuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Adapun yang termasuk dalam kategori jenis kesehatan yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Tenaga Medis (dokter, dokter gigi) b. Tenaga Keperawatan (perawat dan bidan)

c. Tenaga Kefarmasian (apoteker, analis farmasi, asisten apoteker)

d. Tenaga Kesehatan Masyarakat (epidemiolog kesehatan, mikrobiologi kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian)

e. Tenaga Gizi nutrisionis dan dietisien)


(56)

g. Tenaga Ketekhnisan medis (radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, anmalis kesehatan, refraksionis optisien, teknisi tranfusi dan perekam medis)

Dalam melaksanakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan, semua tenaga kesehatan harus mengerti tentang hak dan kewajibannya sesuai dengan yang tercantun dalam Undang-undang Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 juga sumpah dokter dan kode etik yang sudah diterapkan oleh profesi. Pada prinsipnya tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas yang sudah dilaksanakan secara profesional. Perlindungan ini akan sangat diperlukan jika terjadi konflik antara pasien dan dokter pada saat pelaksanaan pelayanan kesehatan.

Undang-undang Republik Indonesia Nomoe 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menjelaskan hak tenaga kesehatan yang tercantum pada pasal 50 bahwa Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :

a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional.

b. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar oprasional prosedur.

Sedangkan kewajiban tenaga kesehatan terdapat dalam Undang-Undang kesehatan No.23/1992 Pasal 53 ayat (2) menyatakan bahwa “Tenaga kesehatan dalam


(57)

melakukan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standard profesi dan menghormati hak pasien”. Menghormati hak pasien dalam konteks ini bahwa kewajiban tenaga kesehatan harus menghormati hak asasi pasien yang meliputi (1) hak informasi, (2) hak untuk memberikan persetujuannya, (3) hak rahasia kedokteran; dan (4) hak atas pendapat kedua (Purnomo B, 2001.

Kewajiban dokter memberikan informasi kepada pasien secara lengkap dan jelas tercantum pada PERMENKES No.290/Menkes/Per/III/2008 tanggal 26 Maret 2008. Dokter harus memberi penjelasan terlebih dahulu kepada pasien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan tindakan medis yang akan dilaksanakan. Informasi harus disampaikan secara jelas dan dengan bahasa yang bisa dipahami sehingga pasien dapat mengerti, terutama terhadap pasien dengan tingkat pengetahuan yang rendah.

Secara hukum pasien mempunyai hak untuk memperoleh informasi tentang tindakan tersebut walaupun tidak dimintai. Sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-undang Praktek Kedokteran pasal 52 ayat (a) tentang hak dan kewajiban pasien yang mengatakan paien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran mempunyai hak mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan modis sekurang-kurangnya mencakup :

- diagnosis dan tata cara tindakan medis - tujuan tindakan medis yang dilakukan


(58)

- alternatif tindakan lain dan resikonya

- resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan - prognosis terhadap tindakan yang dilakukan

Jika petugas melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien maka petugas dapat dituntut ke pengadilan secara hokum pidana dengan tuduhan telah melakukan penganiayaan dengan dasar tuntutan sanksi pidana yang tercantum pada pasal 351 KUH Pidana. Sedangkan secara hukum Perdata dianggap telah melakukan pebuatan melawan hukum dan dapat dikenakan sanksi sesuai dengan yang tercantum pada pasal 1365 K.U.H Perdata yang menyatakan : “Setiap perbuatan yang melanggar hukum sehingga membawa kerugian kepada orang lain, maka sipelaku yang menyebabkan kerugian tersebut berkewajiban untuk mengganti kerugian tersebut”.

2.7. Teori tentang Penyampaian Informasi

Informasi sangat erat hubungannya dengan komunikasi. Menurut Purwanto H, (1999) komunikasi adalah proses pengiriman berita dari seseorang kepada orang lain. Agar berita atau pesan yang dikirim dapat disampaikan secara efektif sesuai dengan yang diinginkan maka harus berdasarkan adanya hubungan baik diantara kedua belah pihak diantara kedua belah pihak. Hubungan ini harus diciptakan sedemikian rupa dan akan terjalin bila keduanya mencoba untuk saling mengerti dengan megidentifikasi tujuan dari hubungan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Salah satu cara penyampaian informasi adalah dengan berkomunikasi, karena komunikasi


(59)

merupakan proses kegiatan pengoperan /penyampaian warta /berita /informasi yang mengandung arti dari salah satu pihak kepada pihak lain dalam usaha mendapatkan saling pengertian. Cara seseorang dalam menyampaikan pesan yang ingin disampaikan kepada orang lain sangat berpengaruh dalam membentuk persepsi si penerima pesan. Tidak jarang seseorang kecewa dengan kenyataan yang terjadi karena salah persepsi terhadap informasi yang diterima. Seperti yang disampaikan Rakhmat, J (1998) Psikologi Komunikasi adanya kesenjangan antara persepsi dengan realitas sebenarnya mengakibatkan bukan saja perhatian selektif tetapi penafsiran pesan yang keliru. Jadi cara penyampaian pesan sangat berpengaruh terhadap persepsi sipenerima pesan misalnya dapat dilihat pada cara orang yang menyampaikan kabar dukacita dengan becanda, akan ditanggapi penerima pesan sebagai berita biasa-biasa saja.

Komunukasi merupakan komponen yang sangat penting dalam rangka untuk penyampaian informasi. Notoatmodjo, S (2003) menyatakan komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non verbal), untuk mempengaruhi prilaku orang lain. Komunikator (orang yang menyampaikan pesan) yang baik dalam penyampaian pesannya akan menghasilkan penyampaian pesan yang efektif kepada komunikan (orang yang menerima pesan). Sebaliknya bila komunikatior tidak menguasai tehnik-tehnik penyampaian pesan maka pesan yang ingin disampaikan akan mengalami distorsi pada saat diterima. Dengan komunikasi kedua belah pihak akan saling tahu


(60)

apa yang diinginkan, tentunya dengan satu bahasa yang dapat saling dimengerti agat tidak terjadi kesalahan dalam menginterpretasi apa yang dimaksud oleh lawan bicara.

Bahasa merupakan salah satu simbol yang sudah disepakati untuk menyamakan persepsi antara komunikator denagn komunikan. Simbol ini serupa dengan tanda yaitu berfungsi mewakili sesuatu hal, fikiran atau perasaan, tak terbatas dan abstrak (Purwanto H, 1999). Hal-hal yang sering menghambat komunikasi antara dokter-pasien ialah penggunaan simbol (istilah-istilah medis atau ilmiah yang diartikan secara berbeda atau sama sekali tidak dimengerti oleh pasien

Cushway, B (2002) menyatakan bahwa rintangan terhadap komunikasi dapat datang dari sejumlah sumber. Masalah biasa saja pada sipengirim pesan, yang mungkin tidak mampu atau benar-benar tidak mau mengkomunikasikan pasan yang perlu dengan jelas atau ada pada penerima pesan, yang untuk berbagai alasan mungkin tidak mampu atau tidak memahami pesan yang dikirim atau mungkin ada faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi keadaan pada waktu pesan disampaikan umpamanya buara berisik. Agar pesan dapat diterima dengan baikmaka komunikator harus betul-betul memahami siapa yang akan menerima pesan dan hal ini akan berhubungan dengan cara berkomunikasi yang akan dilakukan.

Cushway B (2002) mengatakan komunikasi mempunyai sejumlah tujuan :

1. Membagi informasi 2. Memperhatikan gagasan


(61)

3. Mengirim / menyampaikan dan tukar menukar pandangan 4. Mengirim / menyampaikan perasaan

Notoatmodjo, S (2003) menyatakan bahwa bentuk komunikasi yang sering digunakan dalam program-program kesehatan masyarakat adalah komunikasi antar pribadi (interpersonal communication) dan komunikasi massa (mass communication).

Komunikasi antar pribadi akan efektif apabilamemenuhi 3 (tiga) hal :

1. Empathy, yakni menempatkan diri pada kedudukan orang lain (orang yang

diajak berkomunikasi)

2. Respect terhadap perasaan dan sikap orang lain.

3. Jujur dalam menaggapi pertanyaan orang lain yang diajak berkomunikasi. Komunikasi diperlukan untuk dapat saling mengetahui keinginan masing-masing orang yang terlibat didalamnya, dengan berkomunikasi seseorang akan mengerti apa yang dimaksud lawan bicaranya. Dokter sebagai petugas kesehatan yang akan menyampaikan pesan kepada pasien dengan keinginan agar pasien segera sembuh dari penyakitnya harus berdasarkan adanya hubungan emosional dalam arti saling percaya tanpa ada unsur-unsur untuk saling mempengaruhi. Hal ini dapat diperlukan agar pasien lebih merasa akrab kepada dokter dan akan lebih terbuka untuk menyampaikan keluhannya. Metode komunikasi seperti ini disebut dengan konseling dan urutannya disingkat dengan istilah GATHER yang kepanjangannya adalah :


(62)

(1) G : Greet client warmly (menyambut client dengan hangat)

(2) A : Ask elient about themselves (menanyakan tentang keadaan mereka)

(3) T : Tell clients about their problems (menanyakan masalah-masalah yang mereka hadapi)

(4) H : Help clients solve their problems (membantu pemecahan masalah yang mereka hadapi)

(5) E : Explain how to prevent to have the same problem (menjelaskan bagaimana mencegah terjasinya masalah yang sama)

(6) R : Return to follow-up (melakukan tindak lanjut terhadap konseling)

2.8. Landasan Teori

Peneliti mengambil model perilaku menurut Notoatmojo S, Adapun alasan peneliti memilih teori Notoatmojo S, karena dirasa sangat tepat untuk menganalisis pemahaman yang dipengaruhi oleh empat faktor pokok, yaitu faktor sensasi, persepsi, memori dan berfikir.

Untuk dapat mengerti ataupun paham tentang informasi yang disampaikan seseorang kepada yang lain haruslah melalui beberap proses seperti sensasi, persepsi, memori dan berfikir.

a. Sensasi :

Sensasi berasal dari kata sense yang artinya adalah alat penginderaan yang menghubungkan organisme dengan lingkungannya.


(63)

Pada fase ini yang paling berperan untuk dapat mencerna informasi adalah alat-alat indera. Semua alat-alat indera akan diaktifkan untuk dapat menginterpretasi rangsangan atupun stimulus yang diterima dari lingkungan luar.

b. Persepsi

Adalah pengalaman tentang objek, pariwisata, atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Banyak hal yang mempengaruhi persepsi seseorang tentang hal yang dilihatnya seperti pengaruh kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional dan latar belakang budaya. Namun yang menentukan persepsi bukanlah jenis ataupun bentuk rangsangan yang diterima tetapi karakteristik orang memberikan respons terhadap rangsangan tersebut.

c. Memori

Adalah system yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya.

Memori melalui 3 (tiga) proses yaitu :

(1). Perekaman

Yaitu : Pencatatan informasi melalui reseptor indera dan sirkit saraf internal.


(64)

(2). Penyimpanan atau storage

Yaitu : Menentukan berapoa lama informasi itu berada beserta kita, dalam bentuk apa dan dimana.

(3). Pemanggilan (reinterval)

Yaitu : mengingat lagi yang artinya adalah menggunakaninformasi yang sudah disimpan.

d. Berfikir

Yaitu proses untuk menarik kesimpulan untuk membuat keputusan. Dengan berfikir seseorang akan dapay menyimpulkan arti dari rangsangan yang diterimanya melalui indera yang menangkap rangsangan tersebut. Pada tahap ini orang tersebut sudah mendapat gambaran yang nyata.

Persetujuan tindakan kedokteran adalah suatu surat pernyataan setuju dari pasien yang diberikan dengan secara sukarela dan sudah mendapatkan informasi mengenai diagnosa, terapi resiko, biaya dari dokter. Antara dokter dan pasien sudah terjadi persamaan pemikiran dan persetujuan mengenai tindakan medis yang hendak dilakukan, serta pasien mengerti apa yang diinformasikan oleh dokter dimana persetujuan tindakan kedokteran adalah merupakan suatu proses komunikasi bukan suatu formulir.


(65)

Dalam pelaksanaan persetujuan tindakan kedokteran, formulir itu hanya merupakan suatu pengakuan atau pendokumentasian tentang apa yang telah disepakati bersama sewaktu pasien diperiksa atau terjadi dialog antara pasien dan dokter. Namun demikian secara normatif persetujuan tindakan kedokteran perlu bentuk tertulis dalam suatu formulir, kecuali apabila secara sederhana dapat diwujudkan suatu sikap pasien setuju dengan spontanitas, karena persetujuan tindakan kedokteran harus dirumuskan secara tertulis agar dapat diketahui dengan mudah oleh pihak yang berkepentingan.

Aspek hukum persetujuan tindakan kedokteran mencakup peraturan-peraturan yang mengatur perilaku dokter dalam berinteraksi dengan pasien. Di satu pihak peraturan tersebut berisikan pembatasan dan sanksi jika dokter menyimpang dari peraturan tersebut dan pasien juga berhak menentukan nasib sendiri menerima atau menolak persetujuan tersebut berdasarkan hak otonomi pasien.

2.9. Kerangka Konsep

Pemahaman pasien tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari karakteristik pasien dan dari cara dokter menyampaikan penjelasan tentang tindakan yang akan diberikan.

Pada penelitian ini ingin diketahui sejauh mana pamahaman pasien terhadap Persetujuan Tindakan Kedokteran dan apakah pemahaman ini berhubungan dengan cara dokter menyampaikan informasi.


(66)

Karakter Pasien :

• Umur

• Jenis Kelamin

• Pendidikan

• Pekerjaan

• Status Perkawinan

• Jenis Tindakan Bedah

KERANGKA KONSEP

Berdasarkan kerangka konsep diatas dapat dijelaskan defenisi konsep sebagai berikut.:

Karakteristik pasien yang meliputi Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Status Perkawinan, Jenis Tindakan Bedah dan berupa peraturan perundang-undangan terhadap penyampaian informasi dokter terhadap pemahaman pasien dalam pelaksanaan persetujuan tindakan kedokteran.

Penyampaian informasi dokter adalah untuk dapat pasien dan keluarganya memahami persetujuan tindakan kedokteran dan atas dasar informasi dan penjelasan dokter memberikan informasi yang lengkap adalah mengenai penyakit yang sedang derita, tujuan operasi yang akan dilakukan , tata cara tindakan operasi yang akan

Penyampaian Informasi dokter

Pemahaman Pasien Tentang

Persetujuan Tindakan kedokteran

REKOMENDASI KEBIJAKAN

PENATALAKSANAAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN DI RSU Dr. PIRNGADI MEDAN


(67)

dikerjakan, resiko yang mungkin saja dapat terjadi jika operasi dilaksanakan, resiko yang terjadi bila operasi tidak dilaksanakan, gambaran hasil akhir dari operasi yang dilakukan, pilihan tindakan lain selain operasi, batas waktu penundaan tindakan operasi, pentingnya tindakan operasi segera dilaksanakan, lamanya masa penyembuhan setelah operasi, jumlah dana yang harus dipersiapkan sebagai biaya operasi kemungkinan penambahan biaya bila terjadi perluasan operasi, tindakan operasi yang dilakukan harus disetujui oleh pasien ataupun keluarga pasien, kegunaan surat persetujuan tindakan kedokteran yang harus ditandatangani sebelum tindakan operasi dilaksanakan, penjelasan doter bahwa pasien punya hak untuk menolak tindakan operasi yang direncanakan, dokter dan pasien harus sudah terjadi persamaan pemikiran tentang persetujuan tindakan kedokteran yang akan dilakukan, serta pasien harus mengerti akan apa yang diinforasikan yang merupakan suatu proses komunikasi bukan hanya menyerahkan formulir persetujuan tindakan kedokteran.


(1)

Rakhmat, J. , 1998. Psikologi Komunikasi, cetakan kesebelas, Bandung : Remaja

Roesdakarya.

Samil RS. , 2001. Etika Kedokteran Indonesia, edisi kedua, Jakarta : Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Sastroasmoro, S. , Ismael, S. , 1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis,

cetakan pertama, Jakarta : Binarupa Aksara.

Soesilo,R. ,1988. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta

komentar-komentarnya lengkap pasal demi pasal, cetak ulang tahun

1994, Bogor: Politeia.

Subekti,R.,Tjitrosudibio,R., 2001. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (

Burgelijk

wtboek)

, cetakan ketigapuluhsatu, Jakarta: PT Pradnya

Paramita.

Sugiono. , 1998. Metode Penelitian Administrasi, edisi kelima, Bandung :

CV Alfabeta

Sukato, S. , Herkutanto. , 1987. Pengantar Hukum Kesehatan, cetakan pertama,

Bandung : CV Remadja Karya

Sumaryono,E. , 2006. Etika & Hukum, cetakan kelima, Yogyakarta: Penerbit

Kanisius .


(2)

PENGANTAR PENGISIAN KUESIONER

Perihal

: Permohonan Pengisisan Angket

Lampiran

: Satu berkas

Kepada Yth

: Bapak / Ibu / Sdr

Dengan hormat,

Dalm rangka melaksanakan salah satu tugas saya sebagai Mahasiswa Program

Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Peminatan Administrasi Rumah Sekolah Pasca

Sarjana USUyang akan meneliti Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran.

Terhadap Pasien Pelayanan Bedah di Rumah Sakit Umum Dr Pirngadi Kota

Medan, maka dengan ini saya mohon bantuan Bapak / Ibu / Sdr / Sdri agar sudi

kiranya membantu saya dengan menjawab pertanyaan yang tertera pada kertas ini.

Pertanyaan ini tidak bermaksud memberatkan Bapak / Ibu, jadi tidak perlu takut

dan ragu dalam memberi jawaban yang sejujurnya. Artinya semua jawaban yang

Bapak / Ibu berikan adalah benar karena itu jawablah dengan kondisi yang

benar-benar Bapak / Ibu rasakan selama ini.

Petunjuk pengisisan kuesioner :

Bapak / Ibu cukup memberi lingkaran pada salah satu jawaban yang menurut

Bapak / Ibu sesuai dengan keadaan yang dialami.

-

Kelompok pertanyaan A :

(1) : Pernah

(2) : Kadang-kadang

(3) : Tidak Pernah

-

Kelompok B :

(1) : Dapat dipahami

(2) : Kurang Paham

(3) Tidak Paham

Setiap jawaban yang diberikan merupakan bantuan yang tidak ternilai harganya

bagi penelitian ini, atas perhatian dan bantuannya saya mengucapkan terima

kasih.

Medan Juni 2009

Hormat saya,


(3)

INSTRUMEN KUESIONER

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PASIEN DAN SIKAP DOKTER DENGAN TINGKAT PEMAHAMAN PASIEN PELAYANAN BEDAH TERHADAP PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN DIRUMAH SAKIT UMUM DOKTER PIRNGADI KOTA MEDAN

A. Pertanyaan yang berkaitan dengan sikap dokter dalammemberikan informasi kepada pasien (Jawaban diberikan sesuai apa yang dirasakan oleh pasien atas sikap dokter yang dirasakan )

Karakteristik Pasien

1. Umur : tahun

2. Jenis Kelamin : (1)Laki-laki (2) Perempuan 3.Pendidikan :

4.Pekerjaan :

5. Alamat :

6. Status Perkawinan : 7. Jenis Penyakit :

8. Jenis Tindakan Bedah :

No Pertanyaan Baik Kurang

baik

Tidak baik 1. Apakah dokter menjelaskan alasan mengapa operasi harus

dilakukan ?

2 Apakah doktermenjelaskan cara kerja dari operasi yang yang akan dilaksanakan ?

3 Apakah dokter menjelaskan tentang resiko yang mungkin dapat terjadi jika operasi dilaksanakan ?

4 Apakah dokter menjelaskan tentang resiko yang mungkin dapat terjadi bila tindakan operasi tidak dilaksanakan ? 5 Apakah dokter menjelaskan tentang gambaran hasil akhir

yang mungkin dapat terjadi bila tindakan operasi dilaksanakan?

6 Apakah dokter dokter menjelaskan tentang pilihan tindakan lain selain harus operasi ?

7 Apakah dokter menjelaskan lamanya masa waktu penyembuhan ?

8 Apakah dokter dalam menyampaikan penjelasannya, ada memberi kesempatan kepada anda untuk bertanya ?

9 Apakah dokter mengarahkan agar operasi harus dijalankan ? 10 Apakah dokter memberikan cukup waktu agar anda dapat

mempertimbangkan keputusan yang akan diambil ?

11 Apakah dokter menyarankan agar anda mencari pendapat kedua sebelum memutuskan untuk menolak atau menerima keputusan tindakan operasi ?

12 Apakah dokter menyampaikan penjelasannya dengan cara terburu-buru ?

13 Apakah dokter mengatakan bahwa penyakit anda cukup berbahaya ?


(4)

15 Apakah anda merasa tidak tahu harus berbuat apa ketika berhadapan dengan dokter ?


(5)

INSTRUMEN KUESIONER

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PASIEN DAN SIKAP DOKTER DENGAN TINGKAT PEMAHAMAN PASIEN PELAYANAN BEDAH TERHADAP PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN DI RUMAH SAKIT UMUM DR PIRNGADI KOTA MEDAN

B. Pertanyaan yang berkaitan dengan pemahaman pasien terhadap informasi yang disampaikan dokter. (Jawaban diberikan sesuai dengan apa yang dirasakan oleh pasien atas sikap dokter yang dirasakan)

Karakteristik Pasien

1. Umur : ………….tahun

2. Jenis Kelamin : [1] Laki-laki [2] Perempuan 3. Pendidikan :

4. Pekerjaan :

5. Alamat :

6. Status Perkawinan : 7. Status Sakit : 8. Jenis Tindakan Bedah :

No. Pertanyaan Paham Kurang

Paham

Tidak Paham 1. Penjelasan dokter tentang penyakit yang sedang Anda derita.

2. Penjelasan dokter tentang tujuan operasi yang akan dilakukan kepada Saudara (Keluarga).

3. Penjelasan dokter tentang tata cara tindakan operasi yang akan dikerjakan.

4. Penjelasan doktr tentang resiko yang mungkin saja dapat terjadi jika operasi dilaksanakan.

5. Penjelasan dokter tentang resiko yang terjadi bila operasi tidak dilaksanakan.

6. Penjelasan dokter tentang gambaran hasil akhir dari operasi yang dilakukan.

7. Penjelasan dokter tentang pilihan tindakan lain selain operasi. 8. Penjelasan dokter tentang batas waktu penundaan tindakan

operasi.

9. Penjelasan dokter tentang pentingnya tindakan operasi segera dilaksanakan.

10. Penjelasan dokter tentang lamanyamasa penyembuhan setelah operasi.

11. Penjelasan dokter tentang jumlah dana yang harus dipersiapkan sebagai biaya operasi.

12. Penjelasan dokter tentang kemungkinan penambahan biaya bila terjadi perluasan operasi.

13. Penjelasan dokter bahwa tindakan operasi yang dilakukan harus disetujui oleh pasienataupun keluarga pasien.

14. Penjelasan dokter tentang kegunaan Surat Izin Operasi yang harus ditandatangani sebelum tindakan operasi dilaksanakan.


(6)

tindakan operasi yang direncanakan.

Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Tahun 2009 No Kegiatan

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep

1 Penelusuran Pustaka xxx xxx

2 Konsultasi Pembimbing xxx xxx xxx xxx xxx 3 Penyusunan Proposal xxx xxx xxx xxx xxx

5 Kolokium xxx xxx

6 Pelaksanaan Penelitian xxx

7 Pengolahan Data xxx xxx xxx xxx

8 Penyusunan Hasil Penelitian

xxx xxx xxx

9 Persiapan Laporan Penelitian

xxx xxx

10 Seminar hasil Laporan Penelitian