Konsep dan Model Hybrid Library

27 hybrid library. Seperti yang disampaikan Stephen Pinfiel yang dikutip Surachman 2005: “A hybrid library is not just a traditional library only containing paper- based resources or just a virtual library only containing electronic resources, but somewhere between the two. It is a library which brings together a range of different information sources, printed and electronic, local and remote, in a seamless way.” Jadi dalam hybrid library, pengguna selain memanfaatkan koleksi yang tercetak juga dapat memanfaatkan koleksi yang dapat diakses secara elektronik, baik melalui jaringan lokal maupun jaringan internet. Ada sinergitas antara koleksi tercetak dengan koleksi noncetak, artinya konsep tradisional dan elektronik kedudukannya saling melengkapi satu dengan lainnya, tidak terpisah tetapi terintegrasi.

2.3.1 Konsep dan Model Hybrid Library

Menurut Saputro 2008, 3 konsep hybrid library berusaha mempertahankan koleksi tercetak, bukan menggantikan semuanya dengan koleksi digital. Hybrid library memiliki koleksi tercetak yang permanen dan setara dengan koleksi digitalnya. Hybrid library berusaha memperluas konsep dan cakupan jasa informasi, sehingga penambahan koleksi digital dan penggunaan teknologi komputer tidak bisa dipisahkan dari jasa berbasis koleksi tercetak. Sedangkan Pendit 2007, 33-35 menjelaskan hybrid library merupakan continuum antara perpustakaan konvensional dan perpustakaan digital, dimana informasi yang dikemas dalam media elektronik maupun cetak digunakan secara bersamaan. Tantangan pengelola hybrid library adalah mendorong pemakai untuk menemukan informasi dalam berbagai format. 28 Inggris merupakan negara yang paling aktif melakukan penelitian guna mewujudkan perpustakaan digital. Rusbridge 1998 mengatakan setidaknya ada lima proyek yang Inggris coba untuk mewujudkan impiannya menciptakan hybrid library, yaitu: 1. HyLife Hybrid Library of the Future Proyek ini berusaha mendirikan, menguji, mengevaluasi, serta menyebarkan sekamir teori dan praktik hybrid library yang terdiri atas layanan elektronik dan cetak. Proyek ini dikembangkan di University of Northumbria yang menfokuskan diri dalam hal nonteknologi untuk memahami bagaimana cara terbaik mengoperasikan hybrid library. Salah satu hasilnya adalah Hybrid Library Toolkit, yang berisikan panduan mengenai langkah implementasi bagi perpustakaan-perpustakaan yang ingin mengembangkan jasa elektronik sesuai dengan kebutuhan. 2. Malibu Managing the hybrid Library for the Benefit of Users. Proyek ini memfokuskan diri pada pengembangan model institusi untuk organisasi dan layanan hybrid library. Malibu didirikan oleh tiga lembaga yaitu King’s College London, University of Oxford, dan University of Southamton, yang mengembangkan hybrid library dalam kajian humanities. Proyek ini menarik sebab juga melibatkan pemakai untuk membuat skenario sistem yang memudahkan dalam melayani pemakainya. Malibu memfokuskan pada pengembangan model institutsi untuk suatu organisasi dan manajemen layanan hybrid library. 3. HeadLine Hybrid Electronic Access and Delivery in the Library Networked Environment Proyek ini dikerjakan oleh London School of Economics, The London Business School, dan The University of Hertfordshire. Proyek ini bertujuan mrerancang dan mengimplementasikan model hybrid library dalam lingkungan akademik yang nyata. Proyek ini bereksperimen dengan lingkungan jasa informasi personal alias Personal Information Environment dengan mengembangkan portal yang memungkinkan pemakai perpustakaan mengakses informasi elektronik maupun nonelektronik secara terintegrasi. 29 4. Builder Birmingham University Integrated Library Development and Electronic Resource dikembangkan di University of Birmingham, bertujuan untuk mempelajari dampak hybrid library terhadap pemakai di perguruan tingi, mulai dari mahasiswa serta dosen yang mengajar di sana, serta pengelola perpustakaan sendiri. 5. Agora, membangun sistem manajemen hybrid library a hybrid library management system HLMS merupakan konsorsium yang terdiri atas University of East Anglia, UKOLN, Fretwell-Downing Informatics, dan CERLIM the Centre for Research in Library and Information Management dengan konsentarsi pada Hibrid Library Management System. Perhatian utama dalam proyek ini adalah pengembangan sistem informasi berbasis pada konsep search, locate, request, an deliver. Dari temuan di atas akhirnya para pustakawan dan para teknolog berkolaborasi mengembangkan suatu konsep hybrid library yang tetap mempertahankan koleksi tercetak, dan digital secara terintegrasi tanpa harus menomorduakan macam koleksi tertentu. Yang membedakan perpustakaan digital dengan hibryd library adalah: Pertama, hybrid library masih memiliki koleksi tercetak yang permanen dan setara dengan koleksi digitalnya, dimana perpustakaan digital berusaha ingin mengubah semua koleksinya ke dalam bentuk digital. Kedua, hybrid library memperluas konsep cakupan jasa informasi sehingga perubahan koleksi elektronik dan digital serta penggunaan teknologi komputer tidak dipisahkan dari yang berbasis tercetak. Sedangkan menurut Ulumi 2008 konsep hybrid library sangat jelas yaitu mempertahankan keberadaan perpustakaan tercetak dengan alasan bahwa pemakai masih saja memerlukan koleksi tercetak untuk memenuhi keperluan mereka. 30 Tetap saja buku tercetak tidak tergantikan dengan buku digital. Untuk itulah koleksi tercetak harus tetap dipertahankan. Sebenarnya apabila dilihat, perpustakaan perguruan tinggi saat ini secara tidak sadar dan langsung telah mengembangkan sebuah konsep perpustakaan ini. Hanya saja hal itu masih kurang terasa dan terlihat berdiri sendiri-sendiri. Konsep hybrid library ini tidak bisa dipisahkan, artinya antara pengembangan resources dalam bentuk “tradisional” juga harus seimbang dan dipadukan dengan pengembangan resources “digitalelektronik”. Perpustakaan harus mengembangkan sebuah konsep layanan informasi yang terintegrasi antara sumber tercetak dan elektronik. Jadi dalam hybrid library, pengguna selain memanfaatkan koleksi yang tercetak juga dapat memanfaatkan koleksi yang dapat diakses secara elektronik atau virtual, baik melalui jaringan lokal maupun jaringan internet. Ada sinergitas antara koleksi tercetak dengan elektronik atau virtual, artinya konsep tradisional dan elektronik kedudukannya saling melengkapi satu dengan lainnya, tidak terpisah dan terintegrasi. Perpustakaan perguruan tinggi ke depan harus dapat menerapkan konsep hybrid library ini secara lebih “benar” sehingga pengembangan perpustakaan lebih terarah dan tidak berdiri sendiri-sendiri dan terkesan hanya mengikuti trend belaka. Hal lain adalah perubahan paradigma informasi yang akan dapat dijaga dengan penerapan yang benar terhadap apa yang dinamakan hybrid library. Perpustakaan harus dapat memadukan antara sumber-sumber yang berupa buku dengan sumber-sumber yang dapat diakses secara elektronikdigital. 31 Perpustakaan harus mengembangkan sebuah konsep layanan informasi yang terintegrasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh HeadLine tahun 1998 terhadap harapan pemakai London School of Economics, The London Business School, dan University of Hertsfordshire dengan diterapkannya hybrid library pada perpustakaan perguruan tinggi tersebut disimpulkan bahwa pemakai membutuhkan: 1. One stop shopping dan electronic full-text. Pemakai menginginkan sumber informasi yang mereka butuhkan tersedia dalam bentuk teks lengkap. Mereka tidak menghendaki perpustakaan hanya sekedar menyediakan cantuman bibliografi saja, sedangkan bentuk teks lengkapnya tersedia pada pangkalan data lainnya. 2. Mampu melakukan penelitian secara mandiri. Bisaanya pemakai cenderung mengikuti dan mencari daftar pustaka yang ada pada suatu artikel atau dokumen yang sedang mereka baca. Mereka menghendaki link dengan sumber informasi tersebut. 3. Akses dari mana saja dan kapan saja. Pemakai tidak selalu betah belajar di perpustakaan. Mereka terkadang lebih suka menghabiskan waktu di rumah atau di mana saja untuk mengerjakan tugas-tugas yang sedang mereka kerjakan. Untuk ini, pemakai tentu harus memiliki seperangkat komputer yang telah tersambung dengan internet. Jasa seperti ini sangat dibutuhkan oleh pemakai. 4. Nilai tambah. Pemakai sering membutuhkan informasi lanjut dari perpustakaan. Tidak semua pemakai suka bertanya langsung kepada pustakawan. Untuk itu, mereka membutuhkan sarana bertanya yang tersedia dalam format on-line atau lebih dikenal dengan FAQs Frequently Asked Questions. 32 Tabel 2.3.1 Evolusi teknologi di perpustakaan Perpustakaan Koleksi Penggunaan teknologi keterangan Perpustakaan konvensional Berbasis kertas Mula-mula menggunakan tangan manual, kemudian berkembang teknologi seperti mesin ketik dan duplikator kartu Disebut juga perpustakaan tradisional Perpustakaan konvensional Berbasis kertas serta bentuk nonbuku seperti DVD, film dan peta Teknologi seperti mesin ketik dan duplikator kartu Perpustakaan terotomasi Berbasis kertas serta bentuk nonbuku seperti DVD, film dan peta Komputerisasi kegiatan perpustakaan berulang-ulang seperti pengatalogandan penelusuran Perpustakaan elektronik. Koleksinya berbasis kertas serta koleksi analog. Perpustakaan hibrida Koleksi berbasis perpustakaan beserta digital Otomasi data bibliografis materi berbasis kertas, teknologi digital pada koleksi perpustakaan maupun yang diunduh dari internet Istilah ini banyak digunakan dalam literatur Inggris Perpustakaan digital Koleksinya didominasi oleh koleksi digital Digitalisasi materi Istilah dalam literatur Amerika utara. Sulistyo-Basuki 2007. 2.3.2 Kelebihan dan Kekurangan Hybrid Library Hybrid library memiliki potensi yang besar dalam langkah perubahan perpustakaan konvensional menuju perpustakaan digital. Dalam perkembangannya tersebut ada berbagai kelebihan dan kekurangan yang ditimbulkan oleh perencanaan hybrid library seperti yang di jelaskan Hermawan 2009, 30-31 yaitu: 33 1. Kelebihan hybrid library a. Sumber data yang tersedia lebih banyak dan beraneka ragam, selain itu dapat digunakan oleh beberapa orang dalam waktu yang sama. b. Biaya yang dikeluarkan jauh lebih rendah dari perpustakaan yang sekarang sudah ada c. Lebih efektif, pengguna perpustakaan tidak harus memilih mencari buku dengan melihat satu persatu di rak, tetapi dapat melihat koleksi buku dengan indeks katalog yang sudah diterapkan dengan sistem informasi digital. d. Pendekatan lebih terstruktur, memberikan kandungan data yang lebih jelas dan dapat berpindah dari satu katalog ke katalog buku yang lain. e. Berbagai istilah yang terangkum dalam suatu buku dapat dengan cepat di cari arti serta maknanya. f. Penyimpanan data dapat bertahan lama dan dapat diperbaharui dengan mudah, serta tempat penyimpanannya memerlukan sedikit tempat. g. Jaringan untuk mendapatkan data yang lebih akurat dapat dilakukan dengan lebih mudah. 2. Kekurangan hybrid library a. Bahan-bahan yang ada kadang keaslian datanya masih ada yang belum bisa dipertanggung jawabkan data digital b. Pengetahuan tentang hybrid library pada masyarakat masih kurang, terutama sistem yang ada. c. Keterampilan masyarakat akan penggunaan sarana teknologi digital masih belum merata. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hybrid library adalah bentuk perpaduan perpustakaan dengan konsep tradisional dan elektronik kedudukannya saling melengkapi satu sama lain dengan mempertahankan kedua jenis koleksi secara terintegrasi melalui akses jaringan elektronik dan terhubung melalui jaringan internet. Dari jenis perpustakaan di atas, maka aspek dari hybrid library yang akan dirancang merupakan jenis dari perpustakaan umum. Karena bidang ilmu yang akan digunakan dalam konsep pustaka data meliputi berbagai bidang ilmu pengetahuan. 34 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian