Evaluasi Hybrid Library Pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang

(1)

EVALUASI HYBRID LIBRARY PADA PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) dalam Bidang Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi

ADRIMON TUSTIVER 130723012

DEPARTEMEN STUDI ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015


(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Skripsi : Evaluasi Hybrid Library Pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang

Oleh : Adrimon Tustiver

NIM : 130723012

Pembimbing I : Laila Hadri Nasution, S.Sos,M.P

Tanda Tangan :

Tanggal :

Pembimbing II : Dr. Irawaty A. Kahar, M.Pd

Tanda Tangan :


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Evaluasi Hybrid Library Pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang

Oleh : Adrimon Tustiver

NIM : 130723012

DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI

Ketua : Dr. Irawaty A. Kahar, M.Pd

Tanda Tangan :

Tanggal :

FAKULTAS ILMU BUDAYA

Dekan : Dr. Syahron Lubis, M.A

Tanda Tangan :


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya ini adalah karya orisinal dan belum pernah disajikan sebagai suatu tulisan untuk memperoleh suatu klasifikasi tertentu atau dimuat pada media publikasi lain.

Penulis membedakan dengan jelas antara pendapat atau gagasan penulis dengan pendapat atau gagasan yang bukan berasal dari penulis dengan mencantumkan tanda kutip.

Medan, Juli 2015

Adrimon Tustiver Nim: 130723012


(5)

i ABSTRAK

Tustiver, Adrimon. 2015. Evaluasi Hybrid Library pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang. Medan: Departemen Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses hybrid library pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan alasan untuk menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan informan yang dipilih secara purposive sampling serta dengan melakukan kajian pustaka terhadap literatur yang terkait dengan proses hybrid library pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang.

Dari hasil wawancara dengan informan menunjukkan bahwa Perpustakaan Universitas Negeri Padang telah memiliki kebijakan sebatas karya civitas akademika. Transformasi dilakukan dengan cara copy scanner koleksi tercetak dan dijadikan dalam bentuk softcopy dengan format pdf. Transformasi perpustakaan menerapkan beberapa sistem yaitu dengan sistem informasi perpustakaan (SIPUS), layanan digital perpustakaan, dan situs web yang pangkalan datanya terhubung melalui fiber optic (serat optik) jaringan internet. Pengalihmediaan koleksi dari tercetak ke elektronik/digital sudah dilakukan, sebatas karya civitas akademika saja. Perpustakaan Universitas Negeri Padang sudah mampu menggunakan koleksi tercetak dan elektronik secara bersamaan. Pangkalan data yang digunakan oleh Perpustakaan UNP juga sudah terhubung ke perpustakaan-perpustakaan cabang yang ada di lingkungan UNP melalui serat optik atau jaringan internet. Kendala yang timbul dalam transformasi digital perpustakaan adalah kurangnya sumber daya manusia (SDM) dan masalah dana/anggaran yang kurang mencukupi untuk pengelolaan perpustakaan karena instansi atau universitas masih menjadikan perpustakaan prioritas yang kesekian karena hasil diputuskan oleh bagian logistik UNP, serta bagian unit tidak dibenarkan untuk melakukan pengadaan. Berdasarkan hasil evaluasi dapat disimpulkan bahwa hybrid library pada Perpustakaan UNP telah menujukkan nilai yang baik, namun masih memerlukan banyak peningkatan dari segi layanan dan koleksi perpustakaan.


(6)

ii

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Hybrid Library pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang.” Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelengkapan studi untuk menyelesaikan Program Sarjana Departemen Studi Perpustakaan dan Informasi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini pertama sekali penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan kasih sayang dan perhatian, doa, materil, motivasi dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada adik-adik penulis yang juga telah ikut serta memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini dapat selesai berkat adanya bimbingan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak, sebagai rasa hormat perkenankan penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dengan ketulusan hati kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Irawaty A. Kahar, M.Pd selaku Ketua Departemen Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi dan juga selaku Penguji I yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis.


(7)

iii 3. Ibu Laila Hadri Nasution, S.Sos.,M.P selaku Dosen Pembimbing I yang telah menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan akademis kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Irawaty A. Kahar, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II yang telah menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan akademis kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Ishak, SS., M. Hum selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis.

6. Ibu Himma Dewiyana, S.T.,M.Hum selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis.

7. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah tulus memberikan pengajaran kepada penulis selama penulis menyelesaikan pendidikan.

8. Ibu Drs. Yunaldi, M.Si selaku Kepala Perpustakaan Universitas Negeri Padang, Bapak Idrizon selaku Ketua bagian TI, dan Ibu Wiwi Sartika S.Sos selaku pustakawan bagian TI Perpustakaan Universitas Negeri Padang.

9. Semua teman-teman seperjuangan angkatan 2013 di Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan dan masukan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini belum sepenuhnya sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.


(8)

iv Semoga Allah SWT memberikan imbalan dan pahala yang berlipat ganda kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.

Medan, Juni 2015 Penulis

Adrimon Tustiver 130723012


(9)

v DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 7

BAB II KAJIAN TEORITIS ... 8

2.1. Perpustakaan Konvensional dan Digital ... 8

2.2. Teknologi Informasi di Perpustakaan ... 13

2.2.1 Penerapan Teknologi Informasi di Perpustakaan ... 15

2.2.2 Fungsi Teknologi Informasi di Perpustakaan ... 20

2.2.3 Dampak Teknologi Informasi di Perpustakaan ... 24

2.3. Hybrid library (Perpustakaan Hibrida) ... 25

2.3.1 Konsep dan Model Hybrid Library ... 27

2.3.2 Kelebihan dan Kekurangan Hybrid Library ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

3.2. Pendekatan dan Metode yang Digunakan ... 34

3.3. Data dan Sumber Data ... 35

3.4. Prosedur Pengumpulan Data ... 35

3.5. Analisis Data ... 37

3.6. Pemeriksaan dan Pengecekan Keabsahan Data ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

4.1 Karakteristik Informan ... 40

4.2 Kategori ... 41

4.2.1 Kebijakan Transformasi Digital ... 41

4.2.2 Tujuan Transformasi Digital Perpustakaan ... 42

4.2.3 Sumber Daya Manusia ... 43

4.2.4 Persiapan dalam Transformasi Digital ... 44

4.2.5 Proses Transformasi Perpustakaan Dalam Mengintegrasi Sistem Konvensional ke Digital ... 45

4.2.6 Konsep Hybrid Library ... 47

4.2.7 Kompetensi Pustakawan ... 48

4.2.8 Pengembangan Koleksi ... 49

4.2.9 Integrasi Layanan Informasi ... 50


(10)

vi

4.2.11 Kebijakan Anggaran ... 52

4.3 Rangkuman Hasil Penelitian ... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

5.1 Kesimpulan ... 56

5.2 Saran ... 58 DAFTAR PUSTAKA


(11)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Perubahan Paradigma dari Perpustakaan Tradisional ke

Digital ... 12

Tabel 2.2.1 : Evolusi Teknologi di Perpustakaan ... 32

Tabel 4.1 : Karakteristik Informan ... 40


(12)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman wawancara informan I ... 61

Lampiran 2 Pedoman wawancara informan II ... 62

Lampiran 3 Pedoman wawancara informan III ... 63

Lampiran 4 Transkrip Wawancara dengan Informan I ... 64

Lampiran 5 Transkrip Wawancara dengan Informan II ... 67

Lampiran 6 Transkrip Wawancara dengan Informan III ... 71

Lampiran 7 Lembar pengamatan evaluasi hybrid library pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang ... 76


(13)

i ABSTRAK

Tustiver, Adrimon. 2015. Evaluasi Hybrid Library pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang. Medan: Departemen Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses hybrid library pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan alasan untuk menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan informan yang dipilih secara purposive sampling serta dengan melakukan kajian pustaka terhadap literatur yang terkait dengan proses hybrid library pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang.

Dari hasil wawancara dengan informan menunjukkan bahwa Perpustakaan Universitas Negeri Padang telah memiliki kebijakan sebatas karya civitas akademika. Transformasi dilakukan dengan cara copy scanner koleksi tercetak dan dijadikan dalam bentuk softcopy dengan format pdf. Transformasi perpustakaan menerapkan beberapa sistem yaitu dengan sistem informasi perpustakaan (SIPUS), layanan digital perpustakaan, dan situs web yang pangkalan datanya terhubung melalui fiber optic (serat optik) jaringan internet. Pengalihmediaan koleksi dari tercetak ke elektronik/digital sudah dilakukan, sebatas karya civitas akademika saja. Perpustakaan Universitas Negeri Padang sudah mampu menggunakan koleksi tercetak dan elektronik secara bersamaan. Pangkalan data yang digunakan oleh Perpustakaan UNP juga sudah terhubung ke perpustakaan-perpustakaan cabang yang ada di lingkungan UNP melalui serat optik atau jaringan internet. Kendala yang timbul dalam transformasi digital perpustakaan adalah kurangnya sumber daya manusia (SDM) dan masalah dana/anggaran yang kurang mencukupi untuk pengelolaan perpustakaan karena instansi atau universitas masih menjadikan perpustakaan prioritas yang kesekian karena hasil diputuskan oleh bagian logistik UNP, serta bagian unit tidak dibenarkan untuk melakukan pengadaan. Berdasarkan hasil evaluasi dapat disimpulkan bahwa hybrid library pada Perpustakaan UNP telah menujukkan nilai yang baik, namun masih memerlukan banyak peningkatan dari segi layanan dan koleksi perpustakaan.


(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perpustakaan merupakan salah satu unit dalam suatu lembaga yang memiliki peran untuk mendukung kegiatan pembelajaran, penelitian, publikasi dan rekreasi dengan menyediakan berbagai macam informasi yang sesuai dengan kebutuhan pemustakanya. Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi komunikasi, perpustakaan saat ini telah berubah secara signifikan mengikuti kemajuan zaman. Perkembangan perpustakaan juga sangat terkait dengan perkembangan masyarakat. Kondisi yang mempengaruhi perkembangan masyarakat mempengaruhi perkembangan perpustakaan. Dengan kata lain, perpustakaan mencerminkan kebutuhan sosial, ekonomi, kultural dan pendidikan suatu masyarakat.

Perpustakaan di Indonesia pada saat ini belum mengalami perkembangan yang terlalu menggembirakan, terutama dalam mewujudkan perpustakaan yang selalu memenuhi kebutuhan penggunanya. Berbagai macam kendala baik dari dalam maupun dari luar perpustakaan menjadi salah satu alasan yang dominan. Selain itu perdebatan antara pengembangan perpustakaan konvensional dan digital semakin sering dilakukan. Namun demikian, ternyata perkembangan selanjutnya telah mengalahkan perpustakaan konvensional karena telah dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi. Perpustakaan berperan utama dalam pengumpulan, pengolahan dan pendistribusian informasi, mau tidak mau harus berhadapan dengan apa yang dinamakan Teknologi Informasi (TI), begitu juga dengan perpustakaan perguruan tinggi.


(15)

2 Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perpustakaan dan pusat informasi lainnya juga mengalami pergeseran paradigma dalam sumber-sumber informasi, layanan, orientasi penggunannya, dan tanggung jawab staf dan sistem dari perpustakaan tersebut. Salah satu efek dari adanya pergeseran paradigma lama ke paradigma baru adalah munculnya hybrid library yang merupakan bentuk perpaduan antara perpustakaan konvensional/tradisional dan perpustakaan digital/elektronik. Hybrid library sendiri adalah seperti yang dikemukakan oleh Hutton (2001,4):

“A hybrid library is a library where “new” electronic information resources and ‘traditional’ hardcopy resources co-exist and are brought together in an integrated information service, accessed via electronic gateways available both on-site, like a traditional library, and remotely via internet or local computer networks”.

Dari pengertian di atas dapat dilihat bahwa perpustakaan berbasis TI sangat dekat dengan konsep hybrid library. Walaupun sebetulnya hybrid library merupakan bentuk peralihan dari perpustakaan tradisional menuju perpustakaan digital. Perpustakaan harus mengembangkan sebuah konsep layanan informasi yang terintegrasi diantara dua bentuk sumber informasi tersebut yaitu perpustakaan tradisional dan digital.

Pada hybrid library, pengguna selain memanfaatkan koleksi yang tercetak juga dapat memanfaatkan koleksi digital, baik melalui jaringan lokal maupun jaringan internet. Perpustakaan perguruan tinggi ke depan harus dapat menerapkan konsep hybrid library ini secara lebih baik sehingga pengembangan perpustakaan lebih terarah dan tidak berdiri sendiri-sendiri dan terkesan hanya mengikuti tren saja. Konsep hybrid library tidak dapat dipisahkan, artinya antara


(16)

3 pengembangan sumber daya dalam bentuk tradisional juga harus seimbang dan dapat dipadukan dengan pengembangan sumber dayadigital.

Data hasil laporan tahunan, Perpustakaan UNP memiliki jumlah koleksi 72.008 judul dengan jumlah eksemplar sebanyak 223.399. Koleksi tersebut terdiri dari buku teks 41.904 judul dengan jumlah 190.640 eksemplar, karya ilmiah 29.534 judul dengan jumlah eksemplar yang sama, koleksi referensi 561 judul dengan jumlah 2.244 eksemplar serta koleksi terbitan berkala (majalah, buletin, jurnal) 9 judul dengan jumlah 981 eksemplar. Sedangkan UNP repository memiliki koleksi sumber informasi elektronik yang memiliki 19.034 dokumen (tahun 2010-2013) yang dipublikasikan melalui UNP Repository. Dokumen tersebut terdiri dari karya ilmiah tugas akhir (3.971 dokumen), skripsi (13.371 dokumen), tesis (1.585 dokumen), diseertasi (7 dokumen), karya ilmiah dosen atau karyawan (80 dokumen), laporan penelitian (100 dokumen). Proses pengelolaan koleksi tersebut dilaksanakan oleh 2 orang dengan menerima langsung koleksi tercetak yang sudah dikonversi kebentuk elektronik dan ditempatkan di database perpustakaan yang dapat diakses dan didownload melalui internet.

Berdasarkan pengamatan awal di Perpustakaan Universitas Negeri Padang terlihat masalah dalam proses hybrid library yaitu transformasi perpustakaan yang masih belum fokus dan sungguh-sungguh dalam menyikapi perubahan paradigma perpustakaan konvensional menuju digital. Yang terlihat jelas dari sikap dan kompetensi pustakawan yang belum siap menghadapi transformasi perpustakaan karena pustakawan yang berjumlah 3 orang yaitu satu dibagian pengolahan, satu


(17)

4 dibagian layanan dan entri data, satu lagi ketua bagian TI bukan direkrut dari latar belakang pendidikan ilmu perpustakaan maupun ilmu teknologi informasi. Sehingga adanya keterbatasan dalam penguasaan permasalahan-permasalahan di perpustakaan dan tidak mampu mengimbangi aplikasi teknologi informasi.. Masalah sentralisasi dan desentralisasi seakan menjadi perdebatan bagi perpustakaan untuk berkembang. Para penganut sentralisasi (pemusatan) menganggap bahwa sentralisasi memungkinkan kemudahan dalam kontrol pengadaan, perlengkapan, pengolahan dan peminjaman. Sedangkan penganut desentralisasi (bagian/cabang) beranggapan bahwa desentralisasi memberikan keuntungan akan penempatan koleksi/informasi yang lebih sesuai dengan kebutuhan pengguna dan memudahkan dalam pengelompokan yang membawa dampak kemudahan pada pengguna. Disini terlihat masalah bahwa pemanfaatan teknologi yang ada belum digunakan secara maksimal. Perpustakaan pusat belum tersinkron dengan pustaka-pustaka cabang pada setiap jurusan. Sehingga sentralisasi dan desentralisasi belum berjalan secara berdampingan dalam penyediaan informasi yang relevan.

Begitu juga dengan kebutuhan terhadap koleksi tercetak maupun digital yang menjadi tujuan utama pengguna perpustakaan perguruan tinggi yang terbatas kuantitas dan kualitasnya, tidak sedikit pemustaka yang mengeluh bahwa koleksi perpustakaan tidak up to date. Koleksi juga masih banyak yang belum dialih mediakan seperti koleksi skripsi, jurnal dan koleksi naskah kuno, foto positif, kaset rekaman, sehingga masih jauh ketinggalan dibanding konvensional yang memiliki koleksi yang lebih besar dibanding digital. Seharusnya pelayanan tidak


(18)

5 lagi hanya berorientasi pada layanan di dalam saja (internal) tetapi juga harus mempunyai pandangan yang lebih universal bagi akses informasi, kolaborasi dan sharing sumber daya dan layanan perpustakaan dengan cara mengintegrasikan sistem yang ada yaitu sentralisasi dengan desentralisasi atau perpustakaan diluar perpustakaan universitas untuk memberikan pilihan lain seandainya koleksi tidak tersedia di perpustakaan tersebut.

Selain permasalahan di atas, integrasi layanan informasi juga masih kurang efektif dalam penerapannya, terlihat dari layanan digital library (digilib) yang dimiliki Perpustakaan UNP pada situs web nya yang memiliki beberapa layanan namun tidak pernah digunakan yaitu layanan pemesanan buku online dan pembuatan review buku. Sehingga layanan tersebut jadi mubazir dan member kesan Perpustakaan UNP tidak konsisten terhadap layanan yang dimilikinya.

Meskipun sudah terotomasi dengan adanya teknologi informasi, perpustakaan masih terkendala oleh masalah klasik yaitu anggaran dana yang menjadi alasan tidak dapat berkembangnya sebuah perpustakaan, termasuk dalam proses hybrid library yang memang kenyataannya perpustakaan perguruan tinggi masih ditopang oleh universitas sebagai lembaga induknya. Namun yang menjadi permasalahan adalah minimnya perhatian universitas terhadap anggaran perpustakaan yang mempunyai alokasi dana kurang dari 5-10% anggaran universitas sesuai dengan standar yang seharusnya ada. Perpustakaan UNP hanya menerima sekamir 3-4% anggaran berdasarkan penuturan kepala perpustakaan. Perpustakaan masih menjadi prioritas yang kesekian sehingga masih kurangnya perhatian terhadap kesesuaian dengan standar tersebut.


(19)

6 Berdasarkan uraian permasalahan di atas, penulis ingin mengetahui lebih lanjut tentang “Evaluasi Hybrid Library pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimanakah transformasi perpustakaan dari konvensional ke digital pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang?

2. Bagaimanakah sumber informasi tercetak dan elektronik pada

Perpustakaan Universitas Negeri Padang?

3. Bagaimanakah integrasi layanan informasi dan penerapan TI pada proses evaluasi hybrid library pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang? 1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses transformasi perpustakaan, sumber informasi tercetak dan digital serta integrasi layanan informasi hybrid library pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi semua pihak, antara lain:

1. Instansi/lembaga, sebagai pertimbangan untuk mengoptimalkan transformasi perpustakaan pada hybrid library atau instansi tertentu

2. Pembaca, dapat digunakan sebagai pedoman untuk penambah wawasan dan untuk penelitian selanjutnya.


(20)

7 3. Penulis, menambah pengetahuan tentang hybrid library yang menganut

sistem konvensional dan digital serta penerapan ilmu yang telah didapatkan.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah mengevaluasi hybrid library pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang. Batasan pembahasan dalam penelitian ini meliputi: (1) transformasi perpustakaan; (2) electronic information resources, yaitu sumber informasi dalam bentuk elektronik atau digital; (3) traditional hardcopy resources, yaitu sumber informasi yang berbentuk cetak; (4) integrated information service, yaitu integrasi layanan informasi.


(21)

8 BAB II

KAJIAN TEORITIS 2.1 Perpustakaan Konvensional dan Digital

Perpustakaan merupakan bagian dari kehidupan masyarakat yang merefleksikan perubahan yang terjadi dimasyarakat. Perpustakaan atau library didefenisikan sebagai tempat buku-buku yang diatur untuk dibaca dan dipelajari atau dipakai sebagai bahan rujukan. Istilah perpustakaan juga diartikan sebagai pusat media, pusat belajar, sumber pendidikan, pusat informasi, pusat dokumentasi dan pusat rujukan (The American Library Association yang dikutip oleh Mahmudi, 2006). Untuk perpustakaan modern, dengan paradigma baru (kerangka berpikir atau model teori ilmu pengetahuan), koleksi perpustakaan tidak hanya terbatas pada buku-buku, majalah, koran, atau barang tercetak (printed matter) lainnya. Koleksi perpustakaan telah berkembang dalam bentuk terekam, dan digital (recorded matter).

Alur perubahan perpustakaan bisa dinarasikan seperti berikut, perpustakaan tradisional dengan akses tertutup bergeser ke perpustakaan dengan akses terbuka. Perpustakaan dengan akses terbuka kemudian bergeser ke perpustakaan otomatis, perpustakaan yang otomatis kemudian berubah menjadi elektronik, kemudian elektronik berubah menjadi digital dan akhirnya berakhir di perpustakaan digital dan memiliki aspek yang berbeda.

Menurut Ogunsola (2011) traditional library were collection of books, manuscripts, journal, and others sources of recorded information. Sedangkan WTEC hyper-library (1999) menjelaskan bahwa karakteristik perpustakaan konvensional adalah:


(22)

9 - emphashis on storage and preservation of physical items, particularly books and

periodicals

- cataloging at a high level rather than one of detail, e.g., author and subject indexes as opposed to full text

- browsing based on physical proximity of related materials, e.g., books on sociology are near one another on the shelves

- passivity; information is physically assembled in one place; user must travel to the library to learn what is there and make use of it.

Berdasarkan teori di atas perpustakaan konvensional merupakan perpustakaan yang memiliki koleksi buku, manuskrip, jurnal, sumber informasi terekam lainnya dan terbitan yang terbatas pada bentuk cetak dengan akses manual. Keseluruhan proses mulai dari proses pengadaan sampai sirkulasi dilakukan dengan cara manual.

Era digital telah membawa perubahan pada setiap bidang layanan di perpustakaan, baik itu bidang pembinaan koleksi termasuk preservasi koleksi, maupun bidang layanan pengguna. Era digital membuktikan bahwa pemustaka tidak selalu harus datang ke perpustakaan, namun perpustakaanlah yang mendatangi pemustaka. Era digital juga telah membawa pergeseran citra terhadap perpustakaan dari yang manual, dibatasi oleh gedung, dan untuk akses masuk harus melalui berbagai prosedur, kesulitan akses dan pemanfaatan koleksi, dan lain-lain. Kini di era digital pemustaka bisa mengakses dan memanfaatkan koleksi perpustakaan di manapun dan kapanpun. Harapan-harapan pemustaka tersebut bisa terwujud dengan dibangunnya perpustakaan yang bisa diakses di manapun dan kapanpun, yaitu dengan model perpustakaan digital.

Pada dasarnya, perpustakaan digital sama saja dengan perpustakaan biasa, hanya saja memakai prosedur kerja berbasis komputer dan sumber daya digital. Menurut Widyawan yang dikutip oleh Saleh (2010, 2) Perpustakaan digital


(23)

10 (digital library) menawarkan kemudahan bagi para pengguna untuk mengakses sumber-sumber elektronik dengan alat yang menyenangkan pada waktu dan kesempatan yang terbatas. Sedangkan menurut Saffady yang dikutip oleh Saleh (2010, 3) mendefinisikan digital library adalah perpustakaan yang mengelola semua atau sebagian yang substansi dari koleksi-koleksinya dalam bentuk komputerisasi sebagai bentuk alternatif, suplemen atau pelengkap terhadap cetakan konvensional dalam bentuk mikro material yang saat ini didominasi koleksi perpustakaan.

Saleh (2010,4) juga menjelaskan kelebihan perpustakaan digital dibanding dengan perpustakaan konvensional adalah sebagai berikut

1. Menghemat ruangan

Karena koleksi perpustkaan digital adalah dokumen-dokumen berbentuk digital, maka penyimpanan akan sangat efisien.

2. Akses ganda (multiple acces)

Kekurangan perpustakaan konvesional adalah akses terhadap koleksinya bersifat tunggal. Artinya apabila ada sebuah buku dipinjam oleh seorang pemustaka, maka anggota lain yang akan meminjam harus menunggu buku tersebut dikembalikan terlebih dahulu. Koleksi digital tidak demikian.

3. Tidak dibatasi oleh ruang dan waktu

Perpustakaan dapat dikses dari mana saja dan kapan saja dengan catatan ada jaringan komputer (computer internetworking). Sedangkan perpustakaan konvensional hanya bisa diakses jika orang tersebut datang ke perpustakaan pada saat perpustakaan membuka layanan.

4. Koleksi dapat berbentuk multimedia

Koleksi perpustakaan digital tidak hanya bersifat teks atau gambar saja. Koleksi perpustakaan digital dapat berbentuk kombinasi antara teks gambar dan suara.

5. Biaya lebih murah

Secara relatif dapat dikatakan bahwa biaya untuk dokumen digital termasuk murah. Mungkin tidak sepenuhnya benar. Namun melihat sifat e-book yang bisa digandakan dengan jumlah yang tidak terbatas dan dengan biaya yang murah, mungkin kami akan menyimpulkan bahwa dokumen elektronik tersebut biayanya sangat murah.


(24)

11 Federasi perpustakaan di Amerika Serikat juga memberi batasan istilah perpustakaan digital sebagaimana dikutip oleh Pendit (2007, 29) sebagai berikut:

“Digital Libraries are organizations that provide the resources, including the specialized staff, to select, structure, offer intellectual acces to, interpret, distribute, preserve the integrity of, and ensure the persistence over time of collections of digital works so that they are readily and economically available for use by a defined community or set of communities.”

Defenisi di atas merumuskan bentuk organisasi perpustakaan digital, dan jelas terlihat bahwa organisasi tersebut memerlukan pegawai dengan tata kerja dan tujuan kerja, serta komunitas yang diharapkan dapat memanfaatkan jasa mereka. Konsep perpustakaan digital semakin sering dikaitkan dengan organisasi yang mengoleksi rujukan ke sumberdaya yang berbasis Web di internet, dan bukan sumberdaya itu sendiri. Batasan terakhir memberi makna yang lebih luas dari dua terdahulu, yaitu bahwa perpustakaan digital menyediakan sumber-sumber digital disamping pegawai dengan tatakerja dan tujuan kerja serta masyarakat yang diharapkan dapat memanfaatkan layanan perpustakaan.

Selanjutnya Tedd dan Large yang dikutip oleh Pendit (2007, 30), menyebut ada tiga karakter untuk menyebut perpustakaan sebagai perpustakaan digital yaitu:

1. Memakai teknologi yang mengintegrasikan kemampuan menciptakan, mencari, dan menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dalam sebuah jaringan digital yang tersebar luas.

2. Memiliki koleksi yang mencakup data dan metadata yang saling mengaitkan berbagai data, baik di lingkungan internal maupun eksternal. 3. Merupakan kegiatan mengoleksi dan mengatur sumberdaya jasa untuk

memenuhi kebutuhan informai masyarakat tersebut karenanya perpustakaan digital merupakan integrasi institusi museum, arsip, dan sekolah yang memilih, mengoleksi, mengelola, merawat dan menyediakan informasi secara meluas ke berbagai komunitas.


(25)

12 Tabel 2.1 Perubahan paradigma dari perpustakaan tradisional ke digital

Paradigm shift Traditional Library Digital Library Library Building =>

Virtual Library (You go to the library => The library comes to you)

– Design, size, location of the library building – Other than warehousing library materials, library building has other important societal functions

– Electronic resources, hardware, software, telecommunications

Ownership => Access

– “Buy and own” books and journals, etc

– “Annual

subscriptions” for access

Just In Case => Just In Time

– 80% of books and

journals, etc. “purchased and owned” have never been used – Buy and own – “just in case”

– Document delivery, print on demand, pay per view, etc.

– “just in time” Unlimited Use =>

Pre-Defined Limited Use

– “Buy and own” books and journals, etc. for unlimited use by any users

– Number of

simultaneous logons (concurrent users) – 12 month subscriptions – By registered users

only One At A Time =>

Many At A Time

– One book or journal can be read by one user at a time

– One user can read one book or journal at a time

– One database can be accessed by many users at the same time – One user can access

many databases or journals at the same time

Take Your Time => Don’t Waste My Time!

– Users wait for weeks or months for the library to purchase books or journals or through ILL – Users spend hours or days

going through printed pages to find and compile information needed

– Users want the

information right now

Isolation => Cooperation

– Do everything by myself and for myself

– Cooperation to eliminate unnecessary duplication of efforts – Cooperation to

increase resources through sharing (Wang 2003)


(26)

13 Tabel 2.1 menjelaskan bahwa perubahan paradigma dari perpustakaan konvensional ke digital meiliki perbedaan dari beberapa segi seperti bangunan dan tempat penyimpanan koleksi pada perpustakaan konvensional berupa gedung, namun pada perpustakaan digital berupa electronic resources. Akses informasi yang lebih mudah pada perpustakaan digital karena berupa real time acces, sedangkan pada perpustakaan konvensional harus membutuhkan waktu untuk menemukan koleksinya. Penggunaan koleksi yang terbatas jumlah pada perpustakaan konvensional, namun tidak pada perpustakaan digital.

Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa perpustakaan konvensional adalah perpustakaan yang memiliki koleksi tercetak dan terekam lainnya yang terbatas pada bentuk cetak dan keseluruhan proses pengadaan sampai sirkulasi masih menggunakan akses yang manual. Sedangkan perpustakaan digital adalah perpustakaan yang memiliki sumber informasi elektronik dengan prosedur kerja berbasis komputer dan sumber daya digital. Dengan aspek meliputi sumber informasi tercetak dan sumber informasi elektronik.

2.2 Teknologi Informasi di Perpustakaan

Istilah Teknologi Informasi (TI) merupakan kombinasi dua istilah dasar yaitu teknologi, informasi dan komunikasi. Menurut Hariyadi yang dikutip oleh Ardoni (2005), teknologi informasi diberi batasan sebagai teknologi pengadaan, pengolahan, penyimpanan, dan penyebaran berbagai jenis informasi dengan memanfaatkan komputer dan telekomunikasi yang lahir karena “... adanya


(27)

14 dorongan-dorongan kuat untuk menciptakan teknologi baru yang dapat mengatasi kelambatan manusia mengolah informasi...".

Teknologi informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan dan merupakan informasi yang strategis untuk pengambilan keputusan. Teknologi ini menggunakan seperangkat komputer untuk mengolah data, sistem jaringan untuk menghubungkan satu komputer dengan komputer yang lainnya sesuai dengan kebutuhan, dan teknologi telekomunikasi digunakan agar data dapat disebar dan diakses secara global (Wardiana, 2002).

Lebih jauh Hasugian (2000) mengartikan bahwa teknologi informasi sebagai perpaduan antara:

1. komputer yang mencakup komponen perangkat keras dan perangkat lunak, 2. komunikasi data yang memungkinkan komputer yang berdiri sendiri

terintegrasi pada jaringan komputer baik lokal maupun internasional, 3. media penyimpanan dan metode yang merepresentasikan data dengan

tujuan untuk memperoleh, mengolah, menyimpan, serta menyampaikan informasi.

Chauhan (2004) menyimpulkan bahwa “ ICTs is a generic term referring to technologies that are used for collecting, storing, editing and passing on (communicating) information in various forms”, dengan menggunakan perangkat perangkat seperti: computer, internet, digital camera, webcam, smart card, scanner, e-book, printer, electronic journals, WEB-OPAC, animation, E-Mail, CDROM, DVD, RFID Technologies.


(28)

15 Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa teknologi informasi merupakan istilah umum untuk teknologi yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengedit, dan menyampaikan informasidalam berbagai bentuk dengan menggunakan perangkat elektronik seperti: komputer, internet, kamera digital, kamera web, kaertu pintar, pemindai, buku elektronik, pencetak, jurnal elektronik, WEB-OPAC, animasi, surel, CDROM, DVD,dan teknologi RFID. 2.2.1 Penerapan Teknologi informasi di Perpustakaan

Menurut Ishak (2008) penerapan TI di perpustakaan bersamaan dengan perkembangan budaya manusia itu sendiri. Perkembangan tersebut dapat dilihat dari tahapan evolusi format dokumen yang menjadi koleksi perpustakaan, antara lain dimulai dari bahan cetak (paper material), microfilm, CD-ROM/DVD, komputer, internet, wireless, sampai format web. Perkembangan ini menjadikan Great Technology Great Library yang maksudnya dengan teknologi yang modern maka akan tercipta perpustakaan yang modern juga.

Penerapan TI di perpustakaan dapat difungsikan dalam berbagai bentuk, antara lain:

a. Sebagai sistem manajemen perpustakaan bidang pekerjaan yang dapat diintegrasikan dengan sistem manajemen perpustakaan adalah pengadaan, inventarisasi, katalogisasi, sirkulasi, keanggotaan, statistik dan lain sebagainya. Fungsi ini sering diistilahkan sebagai bentuk Automasi Perpustakaan.

b. Sebagai sarana untuk menyimpan, mendapatkan, dan menyebarluaskan informasi ilmu pengetahuan dalam format digital. Bentuk penerapan TI ini sering dikenal dengan perpustakaan digital (digital library).

Kedua fungsi penerapan TI tersebut dapat dilakukan secara terpisah atau dilakukan secara terintegrasi dalam sistem informasi perpustakaan. Kondisi ini


(29)

16 tergantung dari kemampuan software yang digunakan, sumber daya manusia dan infrastruktur peralatan teknologi informasi yang digunakan.

Berikut faktor pendukung dan keuntungan pemanfaatan TI di perpustakaan menurut Ishak (2008).

Faktor pendukung pemanfaatan TI di perpustakaan antara lain: a. kemudahan dalam mendapatkan produk TI

b. harga semakin terjangkau

c. tuntutan layanan masyarakat (right information, right user dan right now)

Keuntungan pemanfaatan TI di perpustakaan antara lain:

a. mempermudah dan mengefisiensikan pekerjaan pengelolaan perpustakaan

b. memberikan layanan yang lebih baik pada pengguna c. meningkatkan citra perpustakaan dan pustakawan

d. mengembangkan infrastruktur regional, nasional dan global

Pada dasarnya teknologi informasi mengalami kemajuan dalam dua arah: 1. Pengembangan produk, yaitu pengembangan perangkat sistem dan konsep-

konsepnya (gagasan, prosedur), dengan cakupan aplikasi di segala bidang yang mengharuskan manusia berhubungan dengan informasi, dilihat dari perangkat yang digunakan.

2. Aplikasi produk dan konsep tersebut pada sejumlah kegiatan tertentu, antara lain di bidang industri, keuangan dan perdagangan, percetakan, militer, dan untuk pengelolaan pekerjaan di kantor.

Aplikasi teknologi informasi yang tercakup dalam ruang lingkup suatu sistem informasi, baik itu perpustakaan maupun pusat-pusat dokumentasi dan informasi. Penerapan teknologi informasi dalam ruang lingkup suatu sistem informasi seperti perpustakaan dapat terbagi dalam empat bidang utama yang dikemukan oleh Suwanto (2006, 23-2 4) yaitu:

1. Library Housekeeping

Library housekeeping atau pengelolaan perpustakaan, merupakan istilah umum yang mengacu pada berbagai macam kegiatan rutin yang perlu dilakukan


(30)

17 agar perpustakaan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Dengan adanya kemajuan teknologi informasi dapat dilakukan dengan menggunakan sistem yang terpadu yang terdiri dari beberapa modul, yaitu akuisisi atau pengadaan, pengatalogan, sirkulasi, pengaksesan katalog umum atau yang dikenal dengan nama OPAC (Online Public Acces Catalog), dan peminjaman antar perpustakaan.

Konsep integrasi akhir-akhir ini telah diterapkan secara luas pada sistem housekeeping perpustakaan. Istilah Sistem perpustakaan yang terintegrasi (Integrated Library System) sering digunakan sebagai indikasi bahwa sub-sistem atau modul-modul yang ada diintegrasikan semuanya membentuk Sistem Informasi Tunggal yang berbasis komputer yang mampu melakukan tukar menukar informasi dari satu modul ke modul lain, serentak oleh beberapa modul yang berbeda sehingga memungkinkan penggunaan dan pemanfaatan data oleh sistem akan lebih efisien. Sebagai contoh: informasi pengarang / judul akan digunakan bersama oleh modul : akuisisi, pengatalogan, sirkulasi, OPAC (Online Public Acces Catalog), dan informasi pengelolaan. Dari semua modul atau sub sistem ini yang paling penting bagi pemakai adalah sub sistem OPAC, yang memungkinkan pengaksesan online ke katalog. Sistem perpustakaan yang terintegrasi ini kemudian dikenal secara luas dengan nama otomasi perpustakaan. Secara umum ada tiga generasi otomasi perpustakaan, yaitu:

Generasi I: Otomasi aktivitas-aktivitas pemrosesan, sepert akuisisidan pengatalogan ditambah dengan pengendalian sirkulasi

Generasi II: Pengembangan dan pemasangan sistem yang terintegrasi termasuk OPAC


(31)

18 Generasi III: Dibangun Local Area Network (LAN) dengan kemampuan

komputerisasi dan komunikasipada stasiun kerja individu

Pengertian otomasi Perpustakaan kalau dilihat dari segi etimologi berasal dari bahasa Inggris yaitu library automation. Kata automation di dalam microcomputer dictionary berarti : (1) Perubahan dari suatu proses atau prosedur secara otomatis; (2) Pelaksanaan proses dengan sarana-sarana otomatis. Adapun konsep Otomasi berdasarkan Encyclopedia of Science and Technology, Vol.1, menggambarkan penerapan mesin-mesin komputer pada penyimpanan, pemrosesan data-data bisnis, teknis, maupun ilmiah. Dengan demikian otomasi perpustakaan berarti penggunaan komputer untuk semua kegiatan perpustakaan mulai dari pengadaan, pengolahan, sampai ke layanan sirkulasi.

2. Information Retrieval

Sistem informasi untuk temu kembali informasi secara elektronis pertama kali digunakan untuk pencarian data lokal dilakukan dengan menggunakan katalog. Kemudian dengan adanya kemajuan teknologi informasi temu kembali informasi atau yang dikenal dengan penelusuran informasi juga mengalami kemajuan, yaitu dengan penggunaan sarana-saran elektronis. Ada tiga macam sarana dalam penelusuran informasi atau temu kembali informasi secara elektronis, yaitu :

a) Pangkalan data lokal b) CD-ROM

c) Jaringan Wide Area Network (WAN), atau yang banyak dikenal melalui internet.


(32)

19 3. General Purpose Software

General purpose software yang dapat digunakan di lembaga-lembaga yang bergerak di bidang dokumentasi dan informasi adalah :

a. Word Processing: untuk pengolah teks dan pencetakan. b. Spreadsheets: untuk kalkulasi keuangan

c. Graphics: untuk presentasi statistik

d. Desktop Publishing: untuk penerbitan dan percetakan yang profesional e. Electronic mail: untuk pendistribusian pesan

4. Library networking

Istilah Library networking mempunyai cakupan yang luas, tetapi bisaanya meliputi

a. Kerjasama antar perpustakaan atau jaringan informasi antar lembaga-lembaga yang bergerak di bidang informasi yang sama atau relevan, atau pengkaitan komputer perpustakaan atau lembaga informasi (Pusdokinfo) dengan lembaga lainnya di dalam institusi untuk membentuk LAN (Local Area Network).

b. Pengkaitan komputer lembaga Pusdokinfo ke komputer lain yang jauh jaraknya untuk membentuk Wide Area Network atau yang sering dikenal dapat berhubungan melalui internet.

LAN dan WAN adalah jenis jaringan yang digunakan untuk automasi perpustakaan yang dilihat dari lingkup geografisnya. LAN adalah suatu jaringan komputer dengan daerah kerja relatif kecil, dalam satu lokal; dan WAN adalah jaringan komputer yang daerah kerjanya mencakup radius antar kota, antar pulau,


(33)

20 dan bahkan antar benua. Sebenarnya masih ada jenis lain, yang disebut Metropolitan Area Network (MAN ), dengan daerah kerja antara 30 sampai 50 km, yang merupakan alternatif pilihan untuk membangun jaringan komputer kantor-kantor dalam satu kota. (Suwanto 2006, 23-24)

2.2.2Fungsi Teknologi Informasi di Perpustakaan

Setelah mengetahui penerapan teknologi informasi, maka fungsi utama Teknologi Informasi menurut (Suwanto 2006, 26) pada dasarnya adalah :

1. Mengatur informasi “Ing-Griyo”(in-house information ) atau informasi yang ada di dalam lembaga informasi tersebut, serta mengusahakannya agar dapat di temu balik.

2. Mengakses pangkalan data luar (ektern), yaitu pangkalan data dari lembaga-lembaga lain, maupun belahan dunia lain.

Fungsi-fungsi lainnya, yaitu : 1. Meringankan beban kerja

2. Efisien dan menghemat waktu dan tenaga staf

3. Meningkatkan jasa perpusdokinfo dan fungsi-fungsi baru. 4. Membangun jaringan kerja dan kerjasama.

Secara umum fungsi teknologi informasi di perpustakaan berfungsi untuk mempermudah setiap kegiatan dan layanan yang ada di perpustakaan, baik yang bersangkutan dengan pengelolaan informasi maupun fungsi lain terhadap pekerjaan para pustakawan.

Surachman (2005) menjelaskan apabila perpustakaan ingin mengimplementasikan TI dalam layanan dan aktifitasnya, perlu direncanakan secara matang. Hal ini untuk mengantisipasi agar tidak ada kesia-siaan dalam


(34)

21 perencanaan dan pengembangan yang berakibat pula pada pemborosan waktu, tenaga, pikiran dan keuangan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam rangka penerapan TI pada perpustakaan, yakni:

1.Dukungan top manajemen / lembaga induk 2.Kesinambungan / kontinuitas

3.Perawatan dan pemeliharaan 4.Sumber daya manusia

5.Infrastruktur lainnya seperti listrik, ruang/gedung, furnitur, desain interior, jaringan komputer, dan sebagainya.

6.Pengguna perpustakaan seperti faktor kebutuhan, kenyamanan, pendidikan pengguna, kondisi pengguna, dan lain-lain.

Hal-hal tersebut di atas akan menentukan sejauh mana penerapan TI di perpustakaan khususnya dilayanan perpustakaan dapat berjalan dengan baik.

Surachman (2005) menambahkan pemanfaatan TI dalam bidang layanan perpustakaan ini dapat dilihat dari beberapa hal seperti:

a. Layanan Sirkulasi

Pemanfaatan TI dalam bidang layanan sirkulasi dapat meliputi banyak hal diantaranya adalah layanan peminjaman dan pengembalian, statistik pengguna, administrasi keanggotaan, dan lain-lain. Selain itu dapat juga dilakukan silang layan antar perpustakaan yang lebih mudah dilakukan apabila teknologi informasi sudah menjadi bagian dari layanan sirkulasi ini. Teknologi saat ini sudah memungkinkan adanya self-services dalam layanan sirkulasi melalui fasilitas barcoding dan RFID (Radio Frequency Identification). Penerapan teknologi komunikasipun sudah mulai digunakan seperti penggunaan SMS, faksimili dan internet.


(35)

22 b. Layanan Referensi & Hasil-hasil Penelitian

Pemanfaatan TI dalam layanan referensi dan hasil-hasil penelitian dapat dilihat dari tersedianya akses untuk menelusuri sumber-sumber referensi elektronik/digital dan bahan pustaka lainnya melalui kamus elektronik, direktori elektronik, peta elektronik, hasil penelitian dalam bentuk digital, dan lain-lain.

c. Layanan Journal /Majalah/Berkala

Pengguna layanan jurnal, majalah, berkala akan sangat terbantu apabila perpustakaan mampu menyediakan kemudahan dalam akses ke dalam jurnal-jurnal elektronik, baik itu yang diakses dari database lokal, global maupun yang tersedia dalam format compact disk dan disket. Bahkan silang layan dan layanan penelusuran informasipun bisa dimanfaatkan oleh pengguna dengan bantuan teknologi informasi seperti internet.

d. Layanan Multimedia /Audio-Visual

Layanan multimedia/audio-visual yang dulu lebih dikenal sebagai layanan “non book material” adalah layanan yang secara langsung bersentuhan dengan TI. Pada layanan ini pengguna dapat memanfaatkan teknologi informasi dalam bentuk kaset video, kaset audio, microfilm, microfische, compact disk, laser disk, DVD, home movie, home theatre, dan lain lain. Layanan ini juga memungkinkan adanya media interaktif yang dapat dimanfaatkan pengguna untuk melakukan pembelajaran, dan sebagainya. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam layanan perpustakaan adalah pengguna yang mempunyai keterbatasan, seperti penglihatan yang kurang,


(36)

23 buta, pendengaran yang kurang dan ketidakmampuan lainnya. Layanan multimedia/audio-visual memungkinkan perpustakaan dapat memberikan pelayanan kepada para pengguna dengan kriteria ini. Sebagai contoh dari bentuk penerapan teknologi untuk itu adalah audible e-books, digital audio books, infoeyes (virtual reference), braille, dan sebagainya.

e. Layanan Internet & Computer Station

Internet saat ini menjadi bintang dalam TI. Orang sudah tidak asing lagi untuk menggunakan internet dalam kehidupannya. Untuk itu mau tidak mau perpustakaan harus dapat memberikan layanan melalui media ini. Melalui media web perpustakaan memberikan informasi dan layanan kepada penggunanya. Selain itu perpustakaan juga dapat menyediakan akses internet baik menggunakan computer station maupun wifi/access point yang dapat digunakan pengguna sebagai bagian dari layanan yang diberikan oleh perpustakaan. Pustakawan dan perpustakaan juga bisa menggunakan fasiltas web-conferencing untuk memberikan layanan secara online kepada pengguna perpustakaan. Web-Conferencing ini dapat juga dimanfaatkan oleh bagian layanan informasi dan referensi. OPAC atau Online Catalog merupakan bagian penting dalam sebuah perpustakaan, untuk itu perpustakaan perlu menyediakan akses yang lebih luas baik itu melalui jaringan lokal, intranet maupun internet.

f. Keamanan

Teknologi informasi juga dapat digunakan sebagai alat untuk memberikan kenyamanan dan keamanan dalam perpustakaan. Melalui fasilitas


(37)

24 semacam gate keeper, security gate, CCTV dan lain sebagainya, perpustakaan dapat meningkatkan keamanan dalam perpustakaan dari tangan-tangan jahil yang tidak asing sering terjadi dimanapun.

g. Pengadaan

Bagian Pengadaan juga sangat terbantu dengan adanya teknologi informasi ini. Selain dapat menggunakan TI untuk melakukan penelusuran koleksi-koleksi perpustakaan yang dibutuhkan, bagian ini juga dapat memanfaatkannya untuk menampung berbagai ide dan usulan kebutuhan perpustakaan oleh pengguna. Kerjasama pengadaan juga lebih mudah dilakukan dengan adanya TI.

Jadi, pemanfaatan TI dalam layanan perpustakaan dari waktu ke waktu akan terus berkembang baik itu untuk keperluan automasi perpustakaan maupun penyediaan media / bahan pustaka berbasis TI. Mulai dari layanan, pengadaan dan keamanan pada perpustakaan.

2.2.3 Dampak Teknologi Informasi di Perpustakaan

Sumber daya manusia di perpustakaan terutama para pustakawan, termasuk asisten pustakawan adalah front liner (garis terdepan) dari scientif discovery (penemuan-penemuan ilmiah). Oleh karena itu apabila dengan adanya internet di perpustakaan, maka merekalah yang akan menerima dampak terbanyak baik positif maupun negatif. Bagi orang yang introvert (yaitu jenis kepribadian yang mempunyai karakterisitik menutup diri), teknologi ini akan memberikan tempat untuk mengekspresikan diri yang lebih bebas. Karena pada dasarnya dengan adanya penelusuran melalui internet pustakawan tersebut tidak perlu selalu


(38)

25 menghadapi pemakai face-to-face, demikian pula bagi pemakai yang introvert. Pengaruh lain bagi pustakawan muda yang mempunyai wawasan luas, mempunyai dorongan maju, teknologi ini akan dipandang sebagai peluang untuk meningkatkan kinerja perpustakaan, termasuk pelayanan kepada pemakai.

Meskipun banyak kelebihan yang dapat dinikmati dengan adanya kemajuan teknologi informasi, seperti yang dapat dilihat dari fungsi-fungsi teknologi, namun ada pula dampak negatifnya. Dampak teknologi informasi secara umum adalah :

1. Bila tidak terjadi perluasan kesempatan kerja, akan terjadi pengangguran. 2. Tidak ada perlindungan data

3. Karena adanya arus informasi melewati perbatasan negara (Transborder Data Flow), termasuk informasi sensitif akan menimbulkan dampak negatif terhadap bidang ekonomi, dan budaya.

4. Hak cipta tidak terlindungi

5. Sukar melakukan kontrol kearsipan. (Suwanto, 26)

Jadi, dampak yang diberikan oleh penggunaan teknologi informasi di perpustakaan bisa menjadi positif dan bisa berdampak negatif tergantung dari sikap penggunanya.

2.3 Hybrid Library (Perpustakaan Hibrida)

Istilah hybrid library (perpustakaan hibrida) pertama kali dikemukakan oleh Chris Rusbridge dalam artikel yang dimuat dalam di D-Lib Magazine pada tahun 1998. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan suatu perpustakaan yang koleksinya terdiri atas bahan cetak dan bahan noncetak. Hybrid library adalah


(39)

26 campuran bahan-bahan cetakan seperti buku, majalah, dan juga bahan-bahan berupa jurnal elektronik, e-book dan sebagainya.

Menurut Borgman yang dikutip oleh Saputro (2008, 3) mengungkapkan bahwa hybrid library adalah perpustakaan yang didesain untuk mengelola teknologi dari dua sumber yang berbeda, yaitu sumber elektronik dan sumber koleksi yang tercetak yang dapat diakses melalui jarak dekat maupun jarak jauh. Para pustakawan dan teknolog di Inggris mendefinisi hybrid library sebagai perpustakaan yang secara bersama-sama menghimpun koleksi jenis baru yaitu koleksi digital dengan koleksi jenis lama yaitu koleksi tercetak (Pendit 2008, 239). Dengan kedua jenis koleksi ini memungkinkan bagi mereka yang tidak familiar tengan teknologi informasi tetap mengakses koleksi tercetak dan bagi mereka yang familiar dengan teknologi informasi dapat mengakses koleksi digital untuk memenuhi kebutuhan informasinya.

Hybrid library sendiri adalah seperti yang dikemukakan oleh Hutton (2001,4):

“A hybrid library is a library where “new” electronic information resources and ‘traditional’ hardcopy resources co-exist and are brought together in an integrated information service, accessed via electronic gateways available both on-site, like a traditional library, and remotely via internet or local computer networks”.

Dari pengertian di atas dapat dilihat bahwa yang dimaksud dengan hybrid library adalah merupakan bentuk perpaduan antara perpustakaan tradisional dan perpustakaan digital/elektronik yang terintegrasi melalui akses jaringan elektronik dan dihubungkan melalui jaringan internet atau jaringan lokal komputer. Inilah yang menjadikan layanan perpustakaan berbasis TI sangat dekat dengan konsep


(40)

27 hybrid library. Seperti yang disampaikan Stephen Pinfiel yang dikutipSurachman (2005):

“A hybrid library is not just a traditional library (only containing paper-based resources) or just a virtual library (only containing electronic resources), but somewhere between the two. It is a library which brings together a range of different information sources, printed and electronic, local and remote, in a seamless way.”

Jadi dalam hybrid library, pengguna selain memanfaatkan koleksi yang tercetak juga dapat memanfaatkan koleksi yang dapat diakses secara elektronik, baik melalui jaringan lokal maupun jaringan internet. Ada sinergitas antara koleksi tercetak dengan koleksi noncetak, artinya konsep tradisional dan elektronik kedudukannya saling melengkapi satu dengan lainnya, tidak terpisah tetapi terintegrasi.

2.3.1 Konsep dan Model Hybrid Library

Menurut Saputro (2008, 3) konsep hybrid library berusaha mempertahankan koleksi tercetak, bukan menggantikan semuanya dengan koleksi digital. Hybrid library memiliki koleksi tercetak yang permanen dan setara dengan koleksi digitalnya. Hybrid library berusaha memperluas konsep dan cakupan jasa informasi, sehingga penambahan koleksi digital dan penggunaan teknologi komputer tidak bisa dipisahkan dari jasa berbasis koleksi tercetak. Sedangkan Pendit (2007, 33-35) menjelaskan hybrid library merupakan continuum antara perpustakaan konvensional dan perpustakaan digital, dimana informasi yang dikemas dalam media elektronik maupun cetak digunakan secara bersamaan. Tantangan pengelola hybrid library adalah mendorong pemakai untuk menemukan informasi dalam berbagai format.


(41)

28 Inggris merupakan negara yang paling aktif melakukan penelitian guna mewujudkan perpustakaan digital. Rusbridge (1998) mengatakan setidaknya ada lima proyek yang Inggris coba untuk mewujudkan impiannya menciptakan hybrid library, yaitu:

1. HyLife (Hybrid Library of the Future)

Proyek ini berusaha mendirikan, menguji, mengevaluasi, serta menyebarkan sekamir teori dan praktik hybrid library yang terdiri atas layanan elektronik dan cetak. Proyek ini dikembangkan di University of Northumbria yang menfokuskan diri dalam hal nonteknologi untuk memahami bagaimana cara terbaik mengoperasikan hybrid library. Salah satu hasilnya adalah Hybrid Library Toolkit, yang berisikan panduan mengenai langkah implementasi bagi perpustakaan-perpustakaan yang ingin mengembangkan jasa elektronik sesuai dengan kebutuhan.

2. Malibu (Managing the hybrid Library for the Benefit of Users). Proyek ini memfokuskan diri pada pengembangan model institusi untuk organisasi dan layanan hybrid library. Malibu didirikan oleh tiga lembaga yaitu King’s College London, University of Oxford, dan University of Southamton, yang mengembangkan hybrid library dalam kajian humanities. Proyek ini menarik sebab juga melibatkan pemakai untuk membuat skenario sistem yang memudahkan dalam melayani pemakainya. Malibu memfokuskan pada pengembangan model institutsi untuk suatu organisasi dan manajemen layanan hybrid library.

3. HeadLine (Hybrid Electronic Access and Delivery in the Library Networked Environment) Proyek ini dikerjakan oleh London School of Economics, The London Business School, dan The University of Hertfordshire. Proyek ini bertujuan mrerancang dan mengimplementasikan model hybrid library dalam lingkungan akademik yang nyata. Proyek ini bereksperimen dengan lingkungan jasa informasi personal alias Personal Information Environment dengan mengembangkan portal yang memungkinkan pemakai perpustakaan mengakses informasi elektronik maupun nonelektronik secara terintegrasi.


(42)

29 4. Builder (Birmingham University Integrated Library Development and

Electronic Resource) dikembangkan di University of Birmingham, bertujuan untuk mempelajari dampak hybrid library terhadap pemakai di perguruan tingi, mulai dari mahasiswa serta dosen yang mengajar di sana, serta pengelola perpustakaan sendiri.

5. Agora, membangun sistem manajemen hybrid library ( a hybrid library management system /HLMS) merupakan konsorsium yang terdiri atas University of East Anglia, UKOLN, Fretwell-Downing Informatics, dan CERLIM (the Centre for Research in Library and Information Management) dengan konsentarsi pada Hibrid Library Management System. Perhatian utama dalam proyek ini adalah pengembangan sistem informasi berbasis pada konsep search, locate, request, an deliver.

Dari temuan di atas akhirnya para pustakawan dan para teknolog berkolaborasi mengembangkan suatu konsep hybrid library yang tetap mempertahankan koleksi tercetak, dan digital secara terintegrasi tanpa harus menomorduakan macam koleksi tertentu. Yang membedakan perpustakaan digital dengan hibryd library adalah: Pertama, hybrid library masih memiliki koleksi tercetak yang permanen dan setara dengan koleksi digitalnya, dimana perpustakaan digital berusaha ingin mengubah semua koleksinya ke dalam bentuk digital. Kedua, hybrid library memperluas konsep cakupan jasa informasi sehingga perubahan koleksi elektronik dan digital serta penggunaan teknologi komputer tidak dipisahkan dari yang berbasis tercetak.

Sedangkan menurut Ulumi (2008) konsep hybrid library sangat jelas yaitu mempertahankan keberadaan perpustakaan tercetak dengan alasan bahwa pemakai masih saja memerlukan koleksi tercetak untuk memenuhi keperluan mereka.


(43)

30 Tetap saja buku tercetak tidak tergantikan dengan buku digital. Untuk itulah koleksi tercetak harus tetap dipertahankan.

Sebenarnya apabila dilihat, perpustakaan perguruan tinggi saat ini secara tidak sadar dan langsung telah mengembangkan sebuah konsep perpustakaan ini. Hanya saja hal itu masih kurang terasa dan terlihat berdiri sendiri-sendiri. Konsep hybrid library ini tidak bisa dipisahkan, artinya antara pengembangan resources dalam bentuk “tradisional” juga harus seimbang dan dipadukan dengan

pengembangan resources “digital/elektronik”. Perpustakaan harus

mengembangkan sebuah konsep layanan informasi yang terintegrasi antara sumber tercetak dan elektronik.

Jadi dalam hybrid library, pengguna selain memanfaatkan koleksi yang tercetak juga dapat memanfaatkan koleksi yang dapat diakses secara elektronik atau virtual, baik melalui jaringan lokal maupun jaringan internet. Ada sinergitas antara koleksi tercetak dengan elektronik atau virtual, artinya konsep tradisional dan elektronik kedudukannya saling melengkapi satu dengan lainnya, tidak terpisah dan terintegrasi. Perpustakaan perguruan tinggi ke depan harus dapat menerapkan konsep hybrid library ini secara lebih “benar” sehingga pengembangan perpustakaan lebih terarah dan tidak berdiri sendiri-sendiri dan terkesan hanya mengikuti trend belaka. Hal lain adalah perubahan paradigma informasi yang akan dapat dijaga dengan penerapan yang benar terhadap apa yang dinamakan hybrid library.

Perpustakaan harus dapat memadukan antara sumber-sumber yang berupa buku dengan sumber-sumber yang dapat diakses secara elektronik/digital.


(44)

31 Perpustakaan harus mengembangkan sebuah konsep layanan informasi yang terintegrasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh HeadLine tahun 1998 terhadap harapan pemakai London School of Economics, The London Business School, dan University of Hertsfordshire dengan diterapkannya hybrid library pada perpustakaan perguruan tinggi tersebut disimpulkan bahwa pemakai membutuhkan:

1. One stop shopping dan electronic full-text. Pemakai menginginkan sumber informasi yang mereka butuhkan tersedia dalam bentuk teks lengkap. Mereka tidak menghendaki perpustakaan hanya sekedar menyediakan cantuman bibliografi saja, sedangkan bentuk teks lengkapnya tersedia pada pangkalan data lainnya.

2. Mampu melakukan penelitian secara mandiri. Bisaanya pemakai cenderung mengikuti dan mencari daftar pustaka yang ada pada suatu artikel atau dokumen yang sedang mereka baca. Mereka menghendaki link dengan sumber informasi tersebut.

3. Akses dari mana saja dan kapan saja. Pemakai tidak selalu betah belajar di perpustakaan. Mereka terkadang lebih suka menghabiskan waktu di rumah atau di mana saja untuk mengerjakan tugas-tugas yang sedang mereka kerjakan. Untuk ini, pemakai tentu harus memiliki seperangkat komputer yang telah tersambung dengan internet. Jasa seperti ini sangat dibutuhkan oleh pemakai.

4. Nilai tambah. Pemakai sering membutuhkan informasi lanjut dari perpustakaan. Tidak semua pemakai suka bertanya langsung kepada pustakawan. Untuk itu, mereka membutuhkan sarana bertanya yang tersedia dalam format on-line atau lebih dikenal dengan FAQs (Frequently Asked Questions).


(45)

32 Tabel 2.3.1 Evolusi teknologi di perpustakaan

Perpustakaan Koleksi Penggunaan

teknologi

keterangan Perpustakaan

konvensional

Berbasis kertas Mula-mula

menggunakan tangan (manual), kemudian berkembang teknologi seperti mesin ketik dan duplikator kartu

Disebut juga perpustakaan tradisional Perpustakaan konvensional Berbasis kertas serta bentuk nonbuku seperti DVD, film dan peta

Teknologi seperti mesin ketik dan duplikator kartu Perpustakaan terotomasi Berbasis kertas serta bentuk nonbuku seperti DVD, film dan peta

Komputerisasi kegiatan perpustakaan berulang-ulang seperti pengatalogandan penelusuran Perpustakaan elektronik. Koleksinya berbasis kertas serta koleksi analog. Perpustakaan hibrida Koleksi berbasis perpustakaan beserta digital Otomasi data bibliografis materi berbasis kertas, teknologi digital pada koleksi perpustakaan maupun yang diunduh dari internet Istilah ini banyak digunakan dalam literatur Inggris Perpustakaan digital Koleksinya didominasi oleh koleksi digital

Digitalisasi materi Istilah dalam literatur

Amerika utara. (Sulistyo-Basuki 2007).

2.3.2 Kelebihan dan Kekurangan Hybrid Library

Hybrid library memiliki potensi yang besar dalam langkah perubahan perpustakaan konvensional menuju perpustakaan digital. Dalam perkembangannya tersebut ada berbagai kelebihan dan kekurangan yang ditimbulkan oleh perencanaan hybrid library seperti yang di jelaskan Hermawan (2009, 30-31) yaitu:


(46)

33 1. Kelebihan hybrid library

a. Sumber data yang tersedia lebih banyak dan beraneka ragam, selain itu dapat digunakan oleh beberapa orang dalam waktu yang sama.

b. Biaya yang dikeluarkan jauh lebih rendah dari perpustakaan yang sekarang sudah ada

c. Lebih efektif, pengguna perpustakaan tidak harus memilih mencari buku dengan melihat satu persatu di rak, tetapi dapat melihat koleksi buku dengan indeks katalog yang sudah diterapkan dengan sistem informasi digital.

d. Pendekatan lebih terstruktur, memberikan kandungan data yang lebih jelas dan dapat berpindah dari satu katalog ke katalog buku yang lain. e. Berbagai istilah yang terangkum dalam suatu buku dapat dengan cepat di

cari arti serta maknanya.

f. Penyimpanan data dapat bertahan lama dan dapat diperbaharui dengan mudah, serta tempat penyimpanannya memerlukan sedikit tempat.

g. Jaringan untuk mendapatkan data yang lebih akurat dapat dilakukan dengan lebih mudah.

2. Kekurangan hybrid library

a. Bahan-bahan yang ada kadang keaslian datanya masih ada yang belum bisa dipertanggung jawabkan (data digital)

b. Pengetahuan tentang hybrid library pada masyarakat masih kurang, terutama sistem yang ada.

c. Keterampilan masyarakat akan penggunaan sarana teknologi digital masih belum merata.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hybrid library adalah bentuk perpaduan perpustakaan dengan konsep tradisional dan elektronik kedudukannya saling melengkapi satu sama lain dengan mempertahankan kedua jenis koleksi secara terintegrasi melalui akses jaringan elektronik dan terhubung melalui jaringan internet. Dari jenis perpustakaan di atas, maka aspek dari hybrid library yang akan dirancang merupakan jenis dari perpustakaan umum. Karena bidang ilmu yang akan digunakan dalam konsep pustaka data meliputi berbagai bidang ilmu pengetahuan.


(47)

34 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Universitas Negeri Padang (UNP) yang berlokasi di Jalan Prof. Dr. Hamka No. 76 Air Tawar Padang – Sumatera Barat. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai dengan bulan April 2015 dengan alokasi waktu sebagai berikut:

1. Pra Pelaksanaan Penelitian

a. Survei awal bulan September 2014

b. Menentukan judul penelitian bulan September 2014 c. Pembuatan proposal bulan Desember 2014

d. Menyelesaikan administrasi penelitian 2. Pelaksanaan

a. Pengumpulan data b. Proses bimbingan c. Pengolahan data

3.2. Pendekatan dan Metode yang Digunakan

Metode penelitian adalah suatu prosedur atau langkah-langkah dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah dan ilmu. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Moleong (2006, 6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik atau analisis keseluruhan dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada


(48)

35 suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Dalam penelitian kualitatif, seorang peneliti berfikir secara induktif, yaitu menangkap berbagai fakta atau fenomena-fenomena social, melalui pengamatan di lapangan, kemudian menganalisisnya dan kemudian berupaya melakukan teorisasi berdasarkan apa yang diamati. Penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami fenomena sosial melalui gambaran holistik dan memahami secara mendalam.

3.3. Data dan Sumber Data

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan sperti dokumen dan lain-lain. Hasil penelitian didapatkan melalui dua sumber

1. Data Primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari hasil wawancara yang diperoleh dari responden atau informan yang dianggap berpotensi dalam memberikan informasi yang relevan dan sebenarnya di lapangan.

2. Data sekunder, yaitu data yang mendukung data primer dari literatur dan dokumen serta data yang diambil dari suatu organisasi yaitu Perpustakaan Universitas Negeri Padang.

3.4.Prosedur Pengumpulan Data

Menurut Arikuntoro (2005, 100) metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tiga pokok pengumpulan data, antara lain yaitu:


(49)

36 1. Wawancara

Menurut Bungin (2008, 100) wawancara secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan mendalam (in-depth interview) terhadap beberapa informan. Tujuan wawancara dalam hal ini adalah mengumpulkan informasi yang kompleks, sebagian besar berisi pendapat, sikap dan pengalaman pribadi (Sulistyo-Basuki 2006, 173). Sasaran wawancara mendalam adalah memungkinkan para responden atau informan membahas secara mendalam (in-depth interview) terhadap orang yang terlibat. Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman yang membatasi pertanyaan wawancara.

Pemilihan informasi didasarkan pada Purposive Sampling, yaitu penarikan sampel yang dilakukan dengan memilih subjek berdasarkan kriteria spesifik dan purpose (tujuan) yang ditetapkan. Adapun informan dalam penelitian ini adalah Kepala Perpustakaan UNP (kode: I1), Kepala bagian IT (kode: I2) dan Pustakawan bagian IT (kode: I3). Adapun data yang akan diambil pada informan adalah data mengenai jumlah koleksi konvensional dan digital, transformasi perpustakaan, dan kendala yang dihadapi dalam proses transformasi perpustakaan yang ditemui pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang.


(50)

37 2. Observasi

Observasi adalah kegiatan meneliti langsung ke tempat penelitian. Menurut Bungin (2008, 115) observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu pancaindra lainnya. Kegiatan observasi dilakukan pada lokasi penelitian yang sebenarnya dalam rangka untuk memperoleh data yang diinginkan. Observasi yang peneliti lakukan adalah mengenai evaluasi hybrid library.

3. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menelusuri data historis yang berupa informasi yang disimpan atau didokumentasikan. Sebagian besar data yang tersedia di website dan Perpustakaan UNP adalah jumlah koleksi, laporan dan sebagainya.

3.5.Analisis Data

Data yang sudah diperoleh dari hasil wawancara berupa jawaban dari informan akan disortir terlebih dahulu untuk mempermudah dalam analisis data dan dihubungkan serta dibandingkan satu dengan yang lainnya.

Analisis data dalam penelitian kualitatif terdiri dari beberapa alur kegiatan antara lain adalah:

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses memfokuskan dan mengabstraksikan data menjadi informan yang bermakna. Menurut Bungin (2007, 70) ”reduksi data dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada


(51)

38 penyederhanaan, pengabstrakan dan tranformasi data secara kasar yang timbul dalam catatan-catatan tertulis di lapangan”.

2. Penyajian Data

Penyajian data yang akan digunakan dalam penelitian dapat berbentuk teks naratif, tabel dan sebagainya. Untuk mempermudah pemahaman terhadap informasi yang besar jumlahnya, maka dalam penyajian data akan dilakukan penyederhanaan informasi. Penyajian data dalam penelitian ini menggunakan teks naratif.

3. Verifikasi Data

Tahapan selanjutnya adalah verifikasi dari kegiatan sebelumnya dan dilanjutkan ke penarikan kesimpulan. Pada tahap ini peneliti akan melakukan proses menginterpretasi data-data yang telah dikumpulkan dengan metode wawancara serta observasi sambil melakukan pencocokan terhadap kesimpulan yang akan dibuat.

3.6. Pemeriksaan dan Pengecekan Keabsahan Data

Untuk menjaga keabsahan data dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan bebrapa metode triangulasi, yakni teknik yang dilakukan dengan meminta penjelasan lebih lanjut. Adapun teknik triangulasi yang digunakan adalah:

1. Triangulasi Data

Menggunakan berbagai sumber data seperti hasil wawancara, hasil observasi dan dokumentasi


(52)

39 2. Triangulasi Teori

Penggunaan berbagai teori yang berlainan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah memenuhi syarat. Pada penelitian ini, berbagai teori telah dijelaskan pada bab II untuk dipergunakan dan menguji terkumpulnya data tersebut.

3. Triangulasi Metode

Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti metode wawancara dan metode observasi. Dalam hal ini, penelitian melakukan metode wawancara yang didukung dengan metode observasi pada saat wawancara dilakukan.


(53)

40 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Informan

Informan dalam penelitian ini adalah kepala perpustakaan UNP, ketua dan pustakawan bagian IT . Adapun karakteristik dari para informan tersebut sebagai berikut:

Tabel 4.1 Karakteristik Informan

Kode Status

I1 Kepala Perpustakaan UNP I2 Ketua bagian IT

I3 Pustakawan bagian IT

Informan pertama (I1) adalah responden yang berhasil diwawancarai dengan perkenalan pendekatan terlebih dahulu, begitu juga dengan responden I2 dan I3. Kemudian diminta waktu dan kesediannya untuk diwawancarai, dengan menjelaskan terlebih dahulu maksud dan tujuan dari penelitian dan yang dilakukan melalui wawancara. Wawancara berlangsung secara informal, dimana wawancara dilakukan dengan pedoman dan wawancara mendalam. Suasana dan kondisi wawancara bersifat alamiah artinya apa adanya dan tidak dibuat-buat atau tidak diatur sedemikian rupa untuk tujuan tertentu.


(54)

41 4.2 Kategori

Setelah melakukan wawancara peneliti menyusun kerangka awal analisis sebagai acuan atau pedoman dalam melakukan coding, memilih data yang relevan dengan judul penelitian sehingga menghasilkan beberapa kategori.

4.2.1 Kebijakan Transformasi Digital

Salah satu kegiatan di Perpustakaan Universitas Negeri Padang yang sudah memiliki konsep hybrid library, adalah transformasi digital perpustakaan. Kegiatan ini dilakukan pada bagian pengolahan, pelestarian dan layananan bahan pustaka. Dalam melakukan transformasi digital kebijakan yang dimaksud adalah keputusan yang diambil ketika melakukan kegiatan transformasi digital dari perpustakaan konvensional ke perpustakaan digital. Kebijakan transformasi digital perpustakaan dari hasil wawancara dengan informan terkait dapat dilihat dari uraian berikut:

I1: “Kalau kebijakan untuk sekarang itu baru untuk terbitan-terbitan local content. Jadi local content itu seperti penelitian-penelitian dosen, buku-buku karya dosen, diktat dosen. Kalau dari karya mahasiswa ada tugas akhir, skripsi, thesis dan disertasi dosen kami terima dalam bentuk digital atau softcopy. Jadi karya-karya tadi yang dulunya dalam bentuk cetak diubah bentuknya menjadi bentuk digital dalam format pdf.

Pernyataan yang sama juga diungkapkan oleh Informan 2 (I2) sebagai berikut:

I2: “Kalau kebijakan sudah ada, tapi hanya sebatas karya civitas akademika saja. Kalau untuk buku kami tidak punya hak untuk mengalihmediakannya karena melanggar hak cipta. Koleksi dialihmediakan dalam bentuk CD supaya disamping perawatannya mudah, tempat penyimpanannya banyak, kalau ada yang hilang masih ada back up-nya”


(55)

42 Berdasarkan dari beberapa pernyataan informan dapat diketahui bahwa kebijakan terhadap transformasi digital pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang sudah ada. Hanya saja kebijakan tersebut masih diberlakukan untuk karya civitas akademika saja. Untuk koleksi tercetak seperti buku itu tidak bisa dialihmediakan dalam bentuk digital karena melanggar hak cipta. Koleksi dialihmediakan dalam bentuk softcopy dalam format pdf.

4.2.2 Tujuan Transformasi Digital Perpustakaan

Tujuan dari transformasi digital adalah untuk meningkatkan layanan perpustakaan yang berbasis teknologi informasi pada perpustakaan. Saleh (2010,4) juga menjelaskan kelebihan perpustakaan digital dibanding dengan perpustakaan konvensional adalah sebagai berikut.

1. Menghemat ruangan

Karena koleksi perpustakaan digital adalah dokumen-dokumen berbentuk digital, maka penyimpanan akan sangat efisien.

2. Akses ganda (multiple acces)

Kekurangan perpustakaan konvesional adalah akses terhadap koleksinya bersifat tunggal. Artinya apabila ada sebuah buku dipinjam oleh seorang pemustaka, maka anggota lain yang akan meminjam harus menunggu buku tersebut dikembalikan terlebih dahulu. Koleksi digital tidak demikian.

3. Tidak dibatasi oleh ruang dan waktu

Perpustakaan dapat dikses dari mana saja dan kapan saja dengan catatan ada jaringan komputer (computer internetworking). Sedangkan perpustakaan konvensional hanya bisa diakses jika orang tersebut datang ke perpustakaan pada saat perpustakaan membuka layanan.

4. Koleksi dapat berbentuk multimedia

Koleksi perpustakaan digital tidak hanya bersifat teks atau gambar saja. Koleksi perpustakaan digital dapat berbentuk kombinasi antara teks gambar dan suara.

5. Biaya lebih murah

Secara relatif dapat dikatakan bahwa biaya untuk dokumen digital termasuk murah. Mungkin tidak sepenuhnya benar. Namun melihat sifat e-book yang bisa digandakan dengan jumlah yang tidak terbatas dan


(56)

43 dengan biaya yang murah, mungkin kami akan menyimpulkan bahwa dokumen elektronik tersebut biayanya sangat murah.

Hal ini sesuai dengan tujuan dari transformasi digital pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang yang ingin meningkatkan layanan perpustakaan digital yang dijabarkan dari pernyataan informan berikut:

I1: “Tujuannya sudah jelas untuk mengurangi space, karena kalau diterima dalam bentuk cetak akan butuh ruangan atau tempat yang lebih besar lagi. Tapi kalau sudah dalam bentuk digital, tentu saja space yang dibutuhkan berkurang.”

I2: “Tujuannya pasti untuk meningkatkan layanan perpustakaan. Bagi kami pustakawan tentu akan memudahkan dalam melaksanakan pekerjaan. Kalau bagi pemustakan tentu saja memudahkan dalam akses informasinya. Bagi perpustakaan sendiri sudah jelas akan mengurangi tempat penyimpanan koleksinya. Koleksi tersebut juga nantinya akan berubah wujud dalam bentuk yang lebih minimalis.”

Dari kutipan wawancara tersebut dapat dilihat bahwa tujuan utama dari transformasi digital Perpustakaan Universitas Negeri Padang adalah untuk meningkatkan layananan perpustakaan terutama layanan digital. Dengan begitu pemanfaatan teknologi mampu memberikan efektivitas dalam pemanfaatan ruang, kemudahan akses, alih media dan pengelolaan anggaran yang lebih murah.

4.2.3 Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia (SDM) yang melakukan transformasi digital pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang dapat dilihat dari wawancara berikut:

I1: “Semua dilakukan oleh pustakawan. Ada 3 orang pustakawan termasuk saya sendiri sebagai ketua bagian IT.”


(1)

69 formad pdf. Untuk yang baru itu sudah kami terima dalam bentuk softcopy. Kemudian untuk proses transformasinya kami menggunakan beberapa aplikasi. Pertama, sistem informasi perpustakaan (SIPUS) itu sifatnya semua koleksi baik buku, jurnal, maupun KKI digital itu wajib diinputkan ke sipus dan itu bisa nanti ditelusuri nanti di luar dengan menggunakan digilib UNP. Kedua, sistem yang digunakan khusus lokal atau hanya diruangan layanan digital perpustakaan saja.koleksi disini ditampilkan secara fulltext. Mahasiswa bisa mencari ke server melalui client dan bisa dicatat jika dibutuhkan. Ketiga, kami menggunakan sistem website Perpustakaan UNP, disitu nanti ada menu KKI digital, pada halaman awal webselalu kami tampilkan 5 karya civitas akademika yang terbaru atau terakhir dientrykan. Untuk karya mahasiswa, itu hanya abstraknya saja yang kami tampilkan, untuk karya dosen atau penelitian itu kami tampilkan fulltext. Dari beberapa dokumen ini ada juga kami link kan ke Garuda.com, tapi tidak semuanya tergantung izin dari yang punya dokumen.

5. Pertanyaan:

Mengenai pengadaan perlengkapan dan peralatan untuk kegiatan transformasi digital sendiri bagaimana pak?

Jawab:

Untuk pengadaan perlengkapan dan peralatan transformasi digital, kami tiduk punya wewenang untuk ini. Maksudnya pengadaan barang itu satu pintu di UNP, jadi kami hanya menerima peralatan dan mengajukan permintaan/kebutuhan dan diputuskan oleh bagian logistik UNP. 2 tahun terakhir pengeluaran uang negara itu melalui satu pintu, untuk bagian unit-unit itu tidak dibenarkan untuk membeli peralatan.

6. Apakah kompetensi yang perlu dimiliki seorang pustakawan dalam melakukan transformasi perpustakaan dari konvensional ke digital pak?

Jawab:

Ya, kompetensi ini yg menjadikan pustakawan nantinya menjadi profesional. Yang paling utama tentu pustakawan harus mampu memperbaharui pengetahuannya. Karena kalau sudah dari pustakawannya yang tidak mau berkembang, bagaimana mau maju perpustakaan, apalagi di dunia yang serba digital pada saat sekarang ini. Selanjutnya baru kreativitas dan inisiatif personal, bisa mengoperasikan komputer dan komitmen untuk inovatif mengelola SDM.

7. Pertanyaan:

Kendala yang dihadapi ketika melakukan transformasi perpustakaan apa saja pak?


(2)

70 Jawab:

Kendalanya adalah SDM yang masih kurang. Dibidang perpustakaan kami cukup memadai, tetapi untuk bagian teknologi informasi masih kurang. Kalau dilihat yang bisa dibina itu adalah tenaga-tenaga atau pustakawan yang baru karena pemikiran dan semangatnya masih bagus, dibandingkan pustakawan kami yang mayoritas sudah banyak mau pensiun.

8. Pertanyaan:

Bagaimana kebijakan anggaran yang ditetapkan Perpustakaan UNP untuk transformasi perpustakaan pak?

Jawab:

Seperti yang saya jelaskan sebelumnya, untuk anggaran kami hanya menerima melalui satu pintu yaitu melalui bagian logistik UNP. Idealnya tidak bisa disebutkan, bisa saja staf ingin dananya tinggi. Badan perpustakaan menyesuaikan dengan kebutuhan, sebelum membuat anggaran tentu staf sudah tahu apa yang dibutuhkan, berapa anggaran untuk pembelian alat, berapa anggaran untuk orang yang mengelola kemudian berapa materi yang akan dialihmediakan juga harus tahu. Dengan adanya penjabaran tersebut baru bisa menganggarkan berapa alat yang dibutuhkan , jadi sesuai dengan kebutuhan. Idealnya tentu kalau bisa seluruh apa yang perpustakaan punya bisa dialihmediakan tapi anggarannya terbatas.

9. Pertanyaan:

Koleksi apa saja yang di alihmediakan ke dalam bentuk elektronik/digital pak?

Jawab:

Seperti yang anda lihat tadi, ada tugas akhir, skripsi, thesis dan disertasi. Termasuk juga karya ilmiah dosen, laporan penelitian, makalah, jurnal yang bisa ditemui di website perpustakaan kami. Beberapa koleksi ada yang fulltext dan hanya abstrak saja.

10.Pertanyaan:

Apakah sistem pangkalan data yang dimiliki Perpustakaan Pusat UNP sudah terhubung dengan perpustakaan jurusan (cabang) yang ada disetiap fakultas pak?

Jawab:

Sudah. Semuanya sudah bisa diakses online termasuk ke perpustakaan fakultas kecuali untuk FMIPA karna dia tidak memiliki perpustakaan di fakultasnya. Jadi setiap perpustakaan di fakultas sudah terhubung dalam satu sistem yaitu SIPUS itu tadi.


(3)

71 11.Pertanyaan:

Bagaimana Perpustakaan UNP mempertahankan sinergitas antara koleksi tercetak dan digital agar tetap terintegrasi dan tidak terpisah pak?

Jawab:

Kalau untuk karya civitas yang tercetak ini kami mau habiskan, kami hanya menerima dalam bentuk softcopy dan dientrikan ke website. Mulai dari tahun 2010 kami tidak lagi menerima koleksi yang tercetak. Bahkan koleksi tercetak yang lama kami digitalkan dan kemudian diretensi. Jadi kalau koleksi tidak ditemukan di server kami masih ada cadangan dalam bentuk CD. Kalau masih ingin koleksi yang tercetak, itu masih bisa ditemukan di perpustakaan fakultas.


(4)

72 Lampiran 6

Transkrip Wawancara dengan Informan III 1. Pertanyaan:

Sebagai pustakawan, bagaimana sikap Ibu dalam menanggapi transformasi perpustakaan?

Jawab:

Kami sebagai pustakawan tentu harus bersikap terbuka dan menerima. Sebisa mungkin kami mencoba untuk mengikuti kemajuan teknologi yang berkembang. Meskipun kami sebagai pustakawan, masih harus tetap belajar kalau tidak mau ketinggalan. Kami juga harus terlibatsecara aktif dan mendukung perubahan.

2. Pertanyaan:

Kompetensi apa sajakah yang perlu dimiliki seorang pustakawan dalam melakukan transformasi perpustakaan dari konvensional ke digital bu?

Jawab:

Sudah jelas pustakawan harus menguasai teknologi informasi dan mampu mengoperasikan komputer. Yang paling penting itu perpustakaan bukan hanya tentang buku tetapi juga teknologi. Pustakawan juga harus memiliki pengetahuan luas, dapat bekerja dalam tim maupun belajar secara mandiri. Satu lagi pustakawan harus bisa menerima perubahan.

3. Pertanyaan:

Bagaimanakah cara pustakawan mengenalkan koleksi digital kepada para pemustaka bu?

Jawab:

Sebagai bentuk pengenalan, setiap mahasiswa baru akan di berikan pendidikan pemakai dan mengenalkan lingkungan perpustakaan. selain itu melali brosur, spanduk dan promosi perpustakaan tentunya.

4. Pertanyaan:

Apakah koleksi digital perpustakaan bisa diakses melalui jaringan internet oleh pemustaka bu?

Jawab:

Bisa. Mahasiswa bisa mengakses website perpustakaan di perpustakaan.unp.ac.id disana terdapat repositori yang menyediakan layanan koleksi. Mahasiswa bisa mengakses koleksi dan mendownloadnya jika koleksi tersebut full text atau hanya abstraknya saja.

5. Pertanyaan:

Koleksi digital apakah yang paling banyak dicari dan dibutuhkan para pemustaka bu?


(5)

73 Jawab:

Koleksi yang paling banyak dicari itu adalah karya civitas akademika seperti skripsi, thesis, disertasi. Untuk ebook itu belum ada, tetapi kami berikan link ke website tertuju.


(6)

74 Lampiran 7

Lembar pengamatan evaluasi hybrid library pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang

No Objek Ada Tidak

ada

Keadaan SB B C K 1 Hybrid library

a. Koleksi tercetak √ √

b. Koleksi digital

- Karya civitas akademika √

- Jurnal √ √

- Ebook √

2 Kebutuhan transformasi digital

a. Sarana dan Prasarana √ √

b. Data / Program √ √

c. Komputer dan jaringan √ √

d. SDM √ √

3 Kebijakan digitalisasi perpustakaan √

4 Anggaran dana √ √

Keterrangan:

SB : Sangat Baik B : Baik

C : Cukup K : Kurang