Hasil penelitian di lapangan juga menunjukkan bahwa hanya 11 orang koordinator SP2TP 28,2 yang mengetahui secara lengkap jenis laporan SP2TP
berdasarkan periode. Sebagian besar koordinator SP2TP tidak mengetahui mengenai laporan tahunan. Menurut penulis, hal ini dikarenakan sejak diterapkannya
desentralisasi dibidang kesehatan, Dinas Kesehatan Kota Medan membuat kebijakan bahwa Laporan Tahunan Puskesmas, yaitu LT-1, LT-2 dan LT-3 bukanlah tugas dan
tanggung jawab koordinator SP2TP, melainkan menjadi tanggung jawab kepala puskesmas sebagai penganggung jawab laporan tingkat puskesmas.
5.2 Hubungan Keterampilan dengan Kinerja Koordinator SP2TP
Hasil uji statistik korelasi peringkat spearman menunjukkan bahwa untuk korelasi variabel keterampilan dengan kinerja koordinator SP2TP, pada taraf nyata
0,05 didapat angka probabilitas p 0,012 p 0,05. Ini berarti Ho ditolak, atau sebenarnya terdapat hubungan antara keterampilan dengan kinerja koordinator
SP2TP. Sementara itu koefisien korelasi r antara keterampilan dengan kinerja menghasilkan angka 0,400. Angka tersebut menunjukkan bahwa kurang kuatnya
korelasi antara keterampilan dengan kinerja dibawah 0,5 dan bernilai positif menunjukkan bahwa semakin tinggi keterampilan koordinator SP2TP, akan semakin
tinggi kinerja koordinator SP2TP. Demikian sebaliknya, semakin rendah keterampilan koordinator SP2TP, makin rendah pula kinerjanya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Mangkunegara 2007, yang menyatakan bahwa pegawai yang terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari,
maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, 39
Universitas Sumatera Utara
pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya
the right man in the right place, the right man on the right job
. Foster dan Seeker 2001 juga berpendapat bahwa kurangnya keterampilan
dapat menyebabkan kinerja yang buruk. Kategori keterampilan biasanya merujuk pada penguasaan teknik, yaitu kemampuan fisik yang dibutuhkan untuk mencapai
atau menjalankan suatu tugas. Berdasarkan penelitian di lapangan, sebagian besar koordinator SP2TP selalu
hadir setiap ada pelatihan yang diadakan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan menyangkut SP2TP. Hal ini sesuai dengan pendapat Simanjuntak 2005, yang
menyatakan bahwa kinerja individu dipengaruhi oleh banyak faktor dan salah satunya adalah keterampilan. Keterampilan dipengaruhi oleh kebugaran fisik dan kesehatan
individu, pendidikan, akumulasi pelatihan, dan pengalaman kerjanya. Pendidikan dan pelatihan merupakan bagian dari investasi Sumber Daya Manusia SDM. Semakin
lama waktu yang digunakan seseorang untuk pendidikan dan pelatihan, semakin tinggi keterampilannya melakukan pekerjaan, dan dengan demikian semakin tinggi
kinerjanya. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, koordinator SP2TP
sebagian besar telah menerima bimbingan dari kepala puskesmas supaya pelaksanaan SP2TP dapat berjalan lancar. Dan koordinator SP2TP juga memberikan petunjuk dan
bimbingan teknis serta mengingatkan penanggung jawab program mengenai waktu pengumpulan laporan.
Universitas Sumatera Utara
Meskipun demikian tidak sepenuhnya bimbingan dan peringatan tersebut dipatuhi oleh penganggung jawab program. Ini menunjukkan bahwa penguasaan
teknik dalam menjalankan tugasnya sebagai koordinator SP2TP belum terlaksana dengan baik. Seringkali keterlambatan laporan SP2TP dari penanggung jawab
program, menyebabkan keterlambatan koordinator SP2TP mengirimkan laporan rekapitulasi SP2TP ke Dinas Kesehatan Kota Medan. Untuk bulan Februari 2010, ada
sekitar 9 orang koordinator SP2TP 23,1 yang terlambat mengirim laporan SP2TP ke dinas kesehatan. Selain dikarenakan keterlambatan laporan dari penganggung
jawab program, juga dikarenakan keterlambatan laporan dari puskesmas pembantu. Pengentrian data SP2TP ke dalam komputer dengan lengkap hanya dilakukan
oleh 13 orang koordinator SP2TP 33,3 11 orang 28,2 melakukannya kadang- kadang dan 15 orang 38,5 sama sekali tidak melakukan pengentrian data. Hal ini
didukung oleh data yang menunjukkan bahwa hanya 10 orang 25,6 yang dapat mengoperasikan Ms.Excel atau Access dengan lancar, 14 orang 35,9 dapat
mengoperasikan Ms.Excel atau Access tidak begitu lancar dan 15 orang 38,5 sama sekali tidak dapat mengoperasikan Ms.Excel atau Access. Sebagian besar
Koordinator SP2TP beralasan bahwa dengan usia mereka yang sudah mendekati masa pensiun sangatlah sulit untuk menerima dan mengingat pelatihan mengenai
pengoperasian Ms. Ms.Excel atau Access. Menurut pendapat penulis, pekerjaan yang menumpuk dan kurangnya tenaga
kerja juga menjadi kendala dalam melakukan pengentrian data ke dalam komputer. Namun, sebagian kecil koordinator SP2TP menyatakan telah ada petugas khusus dari
Universitas Sumatera Utara
dinas kesehatan yang ditugaskan ke puskesmas untuk melatih koordinator SP2TP dalam hal pengentrian data SP2TP ke dalam komputer.
5.3 Hubungan Motivasi dengan Kinerja Koordinator SP2TP