Faktor Prognostik Yang Mempengaruhi Mortalitas Dan Morbiditas Pasien Sindroma Koroner Akut Periode Januari 2011 – Desember 2011 Di RSUP. H. Adam Malik Medan

(1)

FAKTOR PROGNOSTIK YANG MEMPENGARUHI

MORTALITAS DAN MORBIDITAS

PASIEN SINDROMA KORONER AKUT

PERIODE JANUARI 2011 – DESEMBER 2011

DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Oleh

MUTIARA MARGARETHA SIMANJUNTAK

NIM : 097115013

DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

FAKTOR PROGNOSTIK YANG MEMPENGARUHI MORTALITAS DAN MORBIDITAS

PASIEN SINDROMA KORONER AKUT PERIODE JANUARI 2011 – DESEMBER 2011

DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Spesialis Jantung dan

Pembuluh Darah Dalam Program Studi Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUTIARA MARGARETHA SIMANJUNTAK NIM : 097115013

DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

Judul Tesis : FAKTOR PROGNOSTIK YANG MEMPENGARUHI MORTALITAS DAN MORBIDITAS PASIEN SINDROMA KORONER AKUT PERIODE JANUARI 2011 - DESEMBER 2011 DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

Nama Mahasiswa : Mutiara Margaretha Simanjuntak Nomor Pokok : 097115013

Program Studi : Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. A. Afif Siregar, Sp.A(K),Sp.JP(K)

NIP : 195004161977111001 NIP : 140 086 951

Dr. Nora C. Hutajulu, Sp.JP(K)

Mengetahui / Mengesahkan :

Ketua Program Studi/ Ketua Departemen /

SMF Ilmu Penyakit Jantung SMF Ilmu Penyakit Jantung

FK USU/ RSUP HAM Medan FK USU/ RSUP HAM Medan

Dr. Zulfikri Muchtar, Sp.JP(K) Prof. Dr. A. Afif Siregar,

Sp.A(K),Sp.JP(K)

NIP : 195610261983121001 NIP : 195004161977111001


(4)

UCAPAN TERIMAKASIH

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah BAPA Yang Maha Kuasa atas segala berkat, rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir Program Pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Abdullah Afif Siregar, Sp.A(K), Sp.JP(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP. H. Adam Malik Medan dan juga sebagai guru dan pembimbing penulis dalam penyusunan tesis ini, yang bersedia meluangkan waktunya dan dengan penuh kesabaran serta ketelitian membimbing, mengoreksi dan memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

3. Dr. Zulfikri Muchtar, Sp.JP(K), Ketua Program Studi PPDS-I Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis terutama dalam penilaian statistika penelitian tesis ini sehingga tesis ini dapat diselesaikan.


(5)

4. Dr. Nora C. Hutajulu, Sp.JP(K) dan Prof. Dr. Abdullah Afif Siregar, Sp.A(K), Sp.JP(K), selaku pembimbing penulis yang dengan sepenuh hati telah mendorong, membimbing, mengoreksi dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.

5. Guru-guru penulis: Prof. Dr. T. Bahri Anwar, Sp.JP(K); Prof. Dr. Soetomo Kasiman, Sp.PD (K), Sp.JP; Prof. Dr. Abdullah Afif Siregar, Sp.A(K), Sp.JP(K); Prof. Dr. Harris Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K); Dr. Maruli. T. Simanjuntak, SpJP(K); Dr. Nora C. Hutajulu, SpJP(K); Dr. Isfanuddin Nyak Kaoy, Sp.JP(K); Dr. P. Manik, Sp.JP(K); Dr. Refli Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K); Dr. Amran Lubis, Sp.JP(K); Dr. Nizam Akbar, Sp.JP(K); Dr. Andre Pasha Ketaren, Sp.JP; Dr. Zainal Safri, Sp.PD, Sp.JP; Dr. Andika Sitepu, Sp.JP dan guru lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan masukan selama mengikuti Program Pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah.

6. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik sehingga penulis dapat mengikuti Program Pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah.

7. Drs. Abdul Jalil A, M.Kes., selaku pembimbing statistik yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan penulis dalam pembuatan tesis ini.

8. Rekan-rekan sejawat peserta PPDS-I Departemen Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah FKUSU/RSUP H. Adam Malik Medan, yang banyak memberikan bantuan dalam pencatatan data rekam medis untuk penelitian ini serta memberikan dorongan-dorongan yang membangkitkan semangat kepada penulis menyelesaikan Program Pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah.

9. Para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana penulis pernah bertugas selama menjalani Program Pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah dan instalasi Rekam Medis yang telah mengizinkan penulis


(6)

untuk melakukan pencatatan data rekam medis yang diperlukan dalam penelitian ini serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu penulis menyelsaikan tesis ini.

10. Kedua orang tua penulis, Dr. Maruli T. Simanjuntak, Sp.JP(K) dan mama tercinta R .E. br Panjaitan yang membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang, senantiasa memberikan dukungan dalam suka dan duka, bimbingan dan nasehat bahwa “Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan (Amsal 1:7a)” serta doa yang tulus agar penulis tetap sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan ini hingga selesai.

11. Kepada abangku, Michael AP Simanjuntak, S.E.,M.M dan keluarga serta adik-adikku, Marshall AP Simanjuntak, S.E. dan Matheus AP Simanjuntak, S.Psi beserta seluruh keluarga tercinta yang banyak memberikan semangat dan doa kepada penulis selama menjalani pendidikan ini.

12. Kepada paman ku tersayang, Luhut B. Pandjaitan dan keluarga, yang selalu mendukung dan memberikan semangat serta tiada henti-hentinya mengingatkan penulis bahwa hidup adalah proses belajar dan setiap ilmu harus ditekuni dengan sungguh-sungguh untuk memuliakan nama Tuhan serta membangun kemajuan bangsa dan negara.

13. Kepada kedua Amang & Inang mertua penulis, B.S.Ambarita/ St. R br. Simarmata yang memberikan semangat dan nasehat serta doa yang tulus kepada penulis.

14. Teristimewa kepada suamiku tercinta, Arifin Ambarita, S.Si yang telah memberikan motivasi dan dorongan dalam penyelesaian tesis ini dan dengan penuh kesabaran mendampingi penulis dengan penuh cinta dan kasih sayang dalam suka dan duka.


(7)

Semoga Tuhan Allah Bapa membalas semua jasa dan budi baik mereka yang telah membantu penulis tanpa pamrih dalam mewujudkan cita-cita penulis.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Oktober 2012


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan ... i

Ucapan Terima Kasih ... ii

Daftar Isi ... vi

Daftar Singkatan ... ix

Daftar Lambang ... x

Daftar Gambar ... xi

Daftar Tabel ... xii

BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang ... 1

I.2. Pertanyaan Penelitian ... 3

I.3. Hipotesa Penelitian ... 3

I.4. Tujuan Penelitian ... 3

I.4.1. Tujuan Umum ... 3

I.4.2. Tujuan Khusus ... 4

I.5. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sindroma Koroner Akut ... 5

II.1.1. Definisi ... 5

II.1.2. Epidemiologi ... 6

II.1.3. Patofisiologi ... 7

II.2. Faktor-faktor prognostik yang berperan terhadap Kejadian Mortalitas dan Morbiditas pada Sindroma Koroner Akut ... 9

II.2.1. Karakteristik pasien ... 9

II.2.2. Faktor risiko ... 11

II.2.3. Manifestasi Klinis ... 12

II.2.4. Penanda enzim jantung ... 13

II.2.5. Elektrokardiografi ... 14

II.2.6. Stratifikasi Risiko ... 15

II.2.7. Komplikasi ... 18

II.2.8. Penatalaksanaan Sindroma Koroner Akut ... 18

II.2.8.1. Kombinasi Pemberian Aspirin dan clopidogrel ... 18

II.2.8.2. Beta Blocker ... 19

II.2.8.3. Terapi Antikoagulan ... 19

II.2.8.4. Terapi Reperfusi ... 21

II.3. Kerangka Teori ... 24


(9)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Desain penelitian ... 26

III.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

III.3. Subyek Penelitian ... 26

III.4. Besar Sampel... 26

III.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 27

III.5.1. Kriteria Inklusi ... 27

III.5.2. Kriteria Eksklusi ... 27

III.6. Cara kerja ... 27

III.6.1. Metode pengambilan sampel ... 27

III.6.2 Pengukuran ... 28

III.7. Identifikasi Variabel... 29

III.8. Analisis Data ... 29

III.9. Alur Penelitian... 30

III.10. Definisi Operasional ... 31

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1. Hasil Penelitian ……… 32

IV.1.1 Karakteristik Penelitian ………. 32

IV.1.2 Karakteristik Subjek Penelitian ……… 32

IV.1.3 Hasil Analisis Data ……… 38

IV.2 Pembahasan ……….. 49

IV.2.1 Karakteristik subjek penelitian ………. 49

IV.2.2 Faktor-faktor prognostik ………. 50

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan ……… 54

V.2 Saran ……….. 55

V.3 Keterbatasan Penelitian ………. 55

Daftar Pustaka ……… 56 Lampiran

1. Lembar Penjelasan Kepada Pasien 2. Surat Persetujuan Setelah Penjelasan 3. Status Registry Sindroma Koroner Akut 4. Persetujuan Komite Etik


(10)

DAFTAR SINGKATAN ACC : American College of Cardiology AF : Atrial Fibrilasi

AHA : American Heart Association APTS : Angina Pektoris Tak Stabil CABG : Coronary Artery Bypass Grafting CHF : Congestive Heart Failure

COMMIT : Clopidogrel and Metoprolol in Myocardial Infarction Trial CURE : Clopidogrel in Unstable Angina to Prevent Reccurent Ischemic

Events

CK : Creatine Kinase

DM : Diabetes Melitus

DIGAMI : Diabetic patients with Acute Myocardial Infarction EKG : Elektrokardiografi

ESC : European Society Cardiology GERD : Gastro-Esopageal Reflux Disease

GRACE : Global Registry of Acute Coronary Events IKP : Intervensi Koroner Perkutan

IMA : Infark Miokard Akut

IMA STE : Infark Miokard Akut ST- Elevasi IMA non STE : Infark Miokard Akut non ST- Elevasi LBBB : Left Bundle Branch Block

LDL : Low Density Lipoprotein LMWH : Low Molecular Weight Heparin MACE : Mayor Adverse Cardiac Event MCI : Myocardial Infarction

NYHA : New York Heart Association PAD : Peripheral Artery Disease PJK : Penyakit Jantung Koroner


(11)

RBBB : Right Bundle Branch Block RR : Risk Reduction

RCT : Randomized Clinical Trial SKA : Sindroma Koroner Akut TAVB : Total AV Block

TNF : Tumor Nekrosis Factor

TIMI : Thrombolysis In Myocardial Infarction UGD : Unit Gawat Darurat

UFH : Unfractionated Heparin VES : Ventricle Extra Systole WHO : World Health Organization


(12)

DAFTAR LAMBANG

n : Besar sampel p : Tingkat kemaknaan Zα

Z

:nilai baku normal berdasarkan nilai α (0,05) yang telah

ditentukan oleh peneliti  1,96 ß

oleh peneliti 1,28

: nilai baku normal berdasarkan nilai ß (0,10) yang telah ditentukan

Po : Proporsi SKA = 0,25 Qo : 1-Po = 0,75

Pa : 0,35

Qa : 1-Pa = 0,65

Pa-Po : beda proporsi yang bermakna = 0,10 < : kurang dari

> : lebih dari

≥ : lebih dari sama dengan

≤ : kurang dari sama dengan % : persentase

α : alfa ß : beta


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Spektrum dan definisi SKA 5

Gambar 2 Patofisiologi aterosklerosis pada pembuluh darah 8

Gambar 3 Patofisologi terjadi SKA 9

Gambar 4 Faktor usia terhadap risiko kematian kardiovaskuler dan perdarahan mayor

10

Gambar 5 Hasil akhir klinis: mulai rawatan sampai jangka waktu 6 bulan

18

Gambar 6 Pemberian enoxaparin dengan UFH pada pasien IMA STE dengan fibrinolitik

20

Gambar 7 Hubungan antara onset nyeri dada terhadap angka keberhasilan reperfusi

22

Gambar 8 Hasil meta analisis waktu terhadap pemberian terapi pada fibrinolitik dan IKP


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Jumlah kasus SKA 6

Tabel 2 Kadar Leukosit berperan dalam risiko kematian jangka panjang pada IMA non STE dan IMA STE

11

Tabel 3 Analisis Univariat: Prediktor kematian 12

Tabel 4 Klasifikasi Killip terhadap angka kematian pada IMA STE

12 Tabel 5 Definisi dan prognosis SKA berdasarkan kadar

serum enzim troponin T

13 Tabel 6 Hubungan antara luasnya infark terhadap angka

kematian dalam 1 tahun

14 Tabel 7 A. Indikator klinis serta skor stratifikasi risiko

pada IMA STE

B. Angka kematian dalam 30 hari terhadap skor stratifikasi risiko

16 16

Tabel 8 Stratifikasi risko TIMI pada IMA STE 16

Tabel 9 Hubungan antara skor TIMI pada IMA STE terhadap angka kematian dalam 30 hari

17 Tabel 10 Hubungan antara skor TIMI pada IMA non STE /

APTS terhadap angka kematian dan revaskularisasi dalam 30 hari

17

Tabel 11 Data karakteristik subjek penelitian 35

Tabel 12 Tabel 13 Tabel 14

Data karakteristik subjek penelitian SKA

Hubungan antara MACE terhadap Mortalitas dan Morbiditas pada IMA STE

Hubungan antara MACE terhadap Mortalitas dan Morbiditas pada IMA non STE/APTS

39 40 40 Tabel 15 Tindakan IKP terhadap kejadian mortalitas pada

SKA

41 Tabel 16 Tindakan IKP terhadap kejadian morbiditas pada

SKA

41 Tabel 17 Hubungan antara Faktor Risiko terhadap

Mortalitas pada IMA STE

42 Tabel 18 Hubungan antara Faktor Risiko terhadap

Morbiditas pada IMA STE


(15)

Tabel 19 Hubungan antara skor risiko TIMI terhadap mortalitas pada IMA STE

43 Tabel 20 Hubungan antara skor risiko TIMI terhadap

morbiditas pada IMA STE

44 Tabel 21 Jumlah skor risiko TIMI terhadap mortalitas dan

morbiditas pada IMA STE

44 Tabel 22 Hubungan antara komplikasi terhadap mortalitas

pada IMA STE

45 Tabel 23 Hubungan antara komplikasi terhadap morbiditas

pada IMA STE

45 Tabel 24 Hubungan antara Faktor Risiko terhadap

Mortalitas pada IMA Non STE/APTS

46 Tabel 25 Hubungan antara Faktor Risiko terhadap

Morbiditas pada IMA Non STE/APTS

46 Tabel 26 Hubungan antara Skor Risiko TIMI terhadap

Morbiditas pada IMA Non STE/APTS

47 Tabel 27 Hubungan antara Skor Risiko TIMI terhadap

Mortalitas pada IMA Non STE/APTS

47 Tabel 28 Hubungan antara Komplikasi terhadap Morbiditas

pada IMA Non STE/APTS

48 Tabel 29 Hubungan antara Komplikasi terhadap Mortalitas

pada IMA Non STE/APTS

48 Tabel 30 Jumlah skor risiko TIMI terhadap Mortalitas dan

Morbiditas pada IMA non STE/APTS


(16)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama kematian di negara maju dan diperkirakan akan terjadi di negara berkembang pada tahun 2020 (Tunstall dkk,1994). Diantaranya, penyakit jantung koroner (PJK) merupakan manifestasi terbesar dan dikaitkan dengan penyebab utama angka kematian serta morbiditas yang tinggi. Gambaran klinis PJK termasuk iskemia tanpa gejala, angina pektoris stabil, angina tidak stabil, infark miokard, gagal jantung dan kematian mendadak. Pasien dengan keluhan nyeri dada mewakili jumlah pasien terbanyak dari seluruh perawatan medis akut di Eropa (PERKI,2012). Nyeri dada angina merupakan manifestasi klinis dari aterosklerosis koroner. Data di Amerika Serikat menunjukkan bahwa lebih dari 6 juta pasien setiap tahunnya datang ke unit gawat darurat dengan keluhan nyeri dada.

Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah bagian dari PJK dan merupakan sindroma klinis yang terdiri dari infark miokard akut (IMA) dengan segmen ST elevasi (IMA STE) atau IMA tanpa segmen ST elevasi (IMA non STE) serta angina pektoris tidak stabil (APTS) (Tunstall dkk,1994; Antman dkk,2008; PERKI,2012). Perkiraan pasti menunjukkan bahwa 1,7 juta pasien dengan SKA datang ke rumah sakit di Amerika Serikat. Dari data ini, hanya 1/4 yang masuk dengan IMA STE pada gambaran elektrokardiografi (EKG), dan 3/4 lainnya atau kira-kira 1.4 juta pasien masuk dengan APTS atau IMA non STE.

Sekitar 335.000 orang meninggal dalam setahun oleh karena PJK di unit gawat darurat atau sebelum tiba di rumah sakit. Banyak pasien yang meminta pertolongan dari dokter keluarga untuk memberikan terapi namun seringkali terlambat (Katz dkk, 2006).

IMA STE disebabkan oleh karena oklusi trombosis total secara akut pada arteri koroner dan reperfusi segera merupakan terapi utama, sedangkan IMA non STE/APTS biasanya berhubungan dengan obstruksi koroner yang berat namun tidak terjadi oklusi total pada arteri koroner yang terlibat (Libby,1995). Diantara pasien dengan


(17)

APTS/ IMA non STE, sebanyak 40% memiliki angka kejadian infark miokard disertai dengan peningkatan kadar enzim jantung yaitu troponin (Christoper & Braunwald,2005; Findlay dkk,2005).

Hasil dari Euro Heart Survey of ACS (Carlo dkk,2011)dan data registrasi internasional yang besar seperti Global Registry of Acute Coronary Events (GRACE), menekankan prognosis yang tidak di duga pada pasien dengan SKA, yang melibatkan lebih dari 22.000 pasien SKA ternyata menunjukkan peningkatan prognosis rata-rata kejadian sebanding dengan derajat tingkat keparahan penyakit yang menyertainya. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 30% pasien dengan IMA non STE dan 20% pasien dengan APTS mengalami komplikasi mayor (kematian atau sindroma koroner non-fatal) selama tahun pertama setelah perawatan di rumah sakit (van der Welf dkk,2003).

Sebanyak 66% dari komplikasi mayor setelah serangan IMA muncul dalam 30 hari. Untuk angka hidup pasien yang dirawat inap dipengaruhi secara bermakna oleh usia lanjut dan disfungsi ventrikuler, serta serangan ulangan infark miokard dan aritmia. Hasil jangka panjang dari penelitian GRACE juga menunjukkan hasil akhir yang buruk pada pasien dengan SKA, yaitu satu dari lima pasien kembali masuk ke rumah sakit untuk kejadian PJK dalam 6 bulan pengamatan dan kira-kira 15% telah dilakukan revaskularisasi. Uji coba klinis yang terbaru, mengindikasikan bahwa strategi klinis dengan stratifikasi risiko yang sangat berhati-hati dikombinasikan dengan pemberian terapi medis yang optimal dan revaskularisasi pada pasien-pasien yang terseleksi, ternyata dapat meningkatkan hasil akhir klinis yang baik dalam jangka waktu singkat maupun jangka waktu panjang (Levine dkk,2011). Hal ini terbukti dari angka kejadian rerata kematian dan angka prevalensi yang menurun sangat cepat pada pasien dengan IMA STE di beberapa negara. Ini juga disebabkan oleh karena adanya perbaikan pada perawatan di ruang rawat jantung dan prevensi sekunder dengan mengontrol faktor risiko PJK yang lebih baik pada (Koon-Hou & Topol, 2000).


(18)

Angka mortalitas pasien IMA STE dalam rawatan di rumah sakit dibanding IMA non STE adalah 7% vs 4%, tetapi pada jangka panjang (4 tahun), angka kematian pasien IMA non STE 2 kali lebih tinggi dibanding dengan IMA STE (Rationale, 2001). Oleh karena itu, masih diperlukan data tentang faktor-faktor prognostik yang mempengaruhi mortalitas dan morbiditas pada pasien SKA sehingga dapat dilakukan penanganan yang cepat dan tepat dalam menegakkan diagnosis serta memberikan penatalaksanaan SKA secara optimal untuk mencapai hasil akhir klinis yang lebih baik di masa mendatang serta diharapkan dapat menurunkan angka penyakit kardiovaskuler sebagai penyebab kematian utama di Indonesia.

I.2. Pertanyaan Penelitian

1. Apakah faktor-faktor prognostik yang dapat mempengaruhi terjadinya mortalitas dan morbiditas pada pasien SKA di RSUP. H. Adam Malik ?

2. Berapakah angka mortalitas dan morbiditas pada pasien SKA selama Januari 2011 sampai dengan Desember 2011 di RSUP. H. Adam Malik ?

I.3. Hipotesis Penelitian

1. Terdapat faktor-faktor prognostik yang bermakna dapat mempengaruhi mortalitas dan morbiditas pada pasien SKA.

I.4. Tujuan Penelitian I.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor prognostik yang bermakna dapat mempengaruhi mortalitas dan morbiditas penderita SKA selama periode Januari 2011 sampai dengan Desember 2011 di RSUP. H. Adam Malik Medan.


(19)

I.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui faktor-faktor prognostik yang bermakna dalam mempengaruhi mortalitas dan morbiditas pada pasien SKA.

2. Mengetahui angka mortalitas dan morbiditas pada pasien SKA.

I.5. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan data mengenai jumlah pasien SKA serta angka mortalitas dan morbiditas selama periode Januari sampai dengan Desember 2011 sehingga dapat menjadi data dasar dan masukan bagi unit rawat intensif jantung RSUP. H. Adam Malik Medan.

Dengan diketahuinya faktor-faktor prognostik yang mempengaruhi mortalitas dan morbiditas diharapkan dapat memperbaiki penatalaksanaan pasien SKA yang lebih cepat dan tepat untuk hasil yang lebih baik di masa mendatang.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sindroma Koroner Akut

II.1.1. Definisi

Organisasi kesehatan dunia memprediksi bahwa penyakit kardiovaskuler, terutama SKA akan menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas di negara-negara berkembang sebelum tahun 2020 (Katz,2006). World Health Organization (WHO) (Tunstall H dkk,1994) dan American Heart Association (AHA) pada akhir tahun 1950 menegakkan diagnosis SKA berdasarkan 2 dari 3 kriteria yaitu manifestasi klinis nyeri dada, gambaran EKG dan penanda enzim jantung (Luepker,2003).

Sindroma Koroner Akut (SKA) terdiri dari infark miokard akut (IMA) disertai elevasi segmen ST (IMA STE), IMA tanpa elevasi segmen ST (IMA non STE) dan angina pektoris tak stabil (APTS) (Braunwald,1989; Christopher PC,2005). Walaupun presentasi klinisnya berbeda tetapi memiliki kesamaan patofisiologi (Libby,1995). Jika troponin T atau I positif tetapi tanpa gambaran ST elevasi disebut IMA non STE dan jika troponin negatif disebut APTS seperti yang ditunjukkan pada gambar 1. (Hamm dkk,2004; PERKI,2012)


(21)

American College of Cardiology (ACC) menyatakan bahwa adanya peningkatan enzim jantung yaitu troponin ataupun creatine kinase MB (otot,otak) (Luciano,2005) walaupun hanya sedikit merupakan penanda adanya nekrosis miokard dan pasien harus dikategorikan sebagai IMA (Newby dkk,2003).

Secara umum, IMA-STE menggambarkan oklusi koroner total akut (Foo & De Bono,2000). Tujuan terapi adalah tindakan reperfusi segera, komplit dan menetap dengan angioplasti primer (Levine dkk,2011) atau terapi fibrinolitik (Antman dkk,2008). Sedangkan pada pasien dengan IMA non STE/APTS, strategi awal pada pasien ini adalah meredakan iskemia dan gejala, memantau pasien dengan EKG serial dan mengulangi pengukuran penanda nekrosis miokard (Wright RS dkk,2011).

Data dari GRACE 2001, menunjukkan pasien yang datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri dada ternyata yang terbanyak adalah IMA-STE (34%), IMA non STE (31%) dan APTS (29%) (Budaj dkk,2003) seperti yang ditunjukkan pada tabel 1.

II.1.2. Epidemiologi

Angka mortalitas dalam rawatan di rumah sakit pada IMA-STE dibanding IMA non STE adalah 7% dibandingkan 4%, tetapi pada jangka panjang (4 tahun), angka kematian pasien IMA non STE ternyata 2 kali lebih tinggi dibanding pasien IMA-STE (Rationale and design of GRACE, 2001).


(22)

II.1.3. Patofisiologi

Lapisan endotel pembuluh darah yang normal akan mengalami kerusakan oleh adanya faktor risiko antara lain, faktor hemodinamik seperti hipertensi, zat-zat vasokonstriktor, mediator (sitokin) dari sel darah, asap rokok, peningkatan gula darah dan oksidasi oleh Low Density Lipoprotein-C (LDL-C) (Libby,1995; Hamm dkk,2004). Kerusakan ini akan menyebabkan sel endotel menghasilkan cell molecule adhesion seperti sitokin (interleukin-1), tumor nekrosis faktor (TNF-α), kemokin (monocyte chemoatractant factor-I), dan platelet derived growth factor. Sel inflamasi seperti monosit dan T-limfosit masuk ke permukaan endotel dan bermigrasi dari endotelium ke sub endotel. Monosit kemudian berproliferasi menjadi makrofag dan mengambil LDL teroksidasi yang bersifat lebih aterogenik. Makrofag ini terus membentuk sel busa (Braunwald, 1989; Libby,1995). LDL yang teroksidasi menyebabkan kematian sel endotel dan menghasilkan respon inflamasi. Sebagai tambahan terjadi respon dari angiotensin II yang menyebabkan gangguan vasodilatasi dan mengaktifkan efek protrombin dengan melibatkan platelet dan faktor koagulasi. Akibat kerusakan endotel terjadi respon protektif yang dipicu oleh inflamasi dan terbentuk lesi fibrofatty dan fibrous. Plak yang stabil bisa menjadi tidak stabil (vulnerable) dan mengalami rupture (Libby, 1995).

Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis seperti kolagen, adenosin diphosphate (ADP), epinefrin dan serotonin memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan-A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu reseptor glikoprotein II/IIIa yang mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen. Dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi (Deckelbaum,1990; Foo dkk,2000).


(23)

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombus dan fibrin (Findlay dkk, 2005; Braunwald, 1989).

Gambar 2. Patofisiologi aterosklerosis pada pembuluh darah (Findlay dkk,2005)

IMA STE umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu IMA STE karena timbulnya banyak kolateral sepanjang waktu. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerotik mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi ruptur lokal akan menyebabkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologi menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid. Pada IMA STE gambaran klasik terdiri dari fibrin rich red trombus yang dipercaya menjadi dasar sehingga IMA STE memberikan respon terhadap terapi trombolitik (Gambar 3) ( Hamm dkk,2004)


(24)

Gambar 3. Patofisiologi terjadinya sindroma koroner akut (Hamm dkk,2004)

II.2. Faktor-faktor prognostik yang berperan terhadap mortalitas dan morbiditas pada Sindroma Koroner Akut

II.2.1. Karakteristik Pasien

Data dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa sebelum umur 60 tahun didapatkan 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17 perempuan menderita SKA. Ini berarti bahwa laki-laki mempunyai risiko 2-3 kali lebih besar dari perempuan (Katz dkk,2006; Morrow dkk,2001).

Usia sering dihubungkan sebagai faktor determinan terhadap hasil akhir pada kejadian SKA bahwa peningkatan usia dihubungkan dengan peningkatan yang bermakna terhadap hasil akhir klinis (Jacobs dkk,1999; Krumholz dkk, 1999). Pada penelitian GRACE ternyata menunjukkan bahwa usia merupakan prediktor penduga yang independen terhadap kematian dalam rawatan rumah sakit pada kejadian SKA dengan odds ratio 1.70 setiap 10 tahun, dimana usia tua memiliki risiko tinggi kematian pada SKA


(25)

(Alexannder KP,2007). Penelitian yang dilakukan Antman dkk (2000) menunjukkan hasil bahwa walaupun usia di atas 65 tahun merupakan bagian dari penilaian skor risiko TIMI namun ternyata tindakan angiografi dan revaskularisasi lebih sedikit dilakukan pada usia tua . Hasil penelitian SPACE di Arab Saudi menunjukkan bahwa pasien dengan usia ≥ 70 tahun memiliki

angka kematian di rumah sakit lebih tinggi (7%) dibandingkan dengan usia < 70 tahun (1.6% - 3%) hal ini oleh karena pasien usia tua kurang mendapat terapi secara agresif (Al-Saif dkk,2011).

Gambar 4. Faktor usia terhadap risiko kematian kardiovaskuler dan perdarahan mayor. (Budaj dkk,2003)

Cole dkk (1954) melaporkan bahwa pasien IMA yang datang ke rumah sakit dengan kadar lekosit > 15.000/ml ternyata dalam 2 bulan memiliki risiko kematian 4 kali lebih tinggi dibandingkan pasien IMA dengan kadar lekosit yang normal (<10.000/ml). Peningkatan kadar lekosit merupakan indikator inflamasi sistemik (Arnon dkk, 2002; Munir dkk, 2010) dan telah diterima sebagai respon kejadian IMA serta merupakan prediktor independen yang kuat untuk kematian jangka panjang pada IMA non STE yang dilakukan tindakan revaskularisasi (Mueller dkk, 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Nunez J dkk,2005 juga menunjukkan bahwa peningkatan kadar lekosit dalam darah sebagai salah satu prediktor jangka panjang terhadap kejadian kematian kardiovaskuler (tabel 2).


(26)

Tabel 2 . Kadar lekosit berperan dalam risiko kematian jangka panjang pada IMA non STE (A) dan IMA STE (B). (Nunez J, 2005)

II.2.2. Faktor Risiko

Merokok merupakan faktor risiko mayor untuk terjadinya serangan jantung dan stroke. Sekitar 24 % kematian akibat serangan jantung pada laki-laki dan 11 % pada perempuan disebabkan karena kebiasaan merokok (Huon dkk,2000).

Peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) pada saat serangan nyeri dada merupakan faktor risiko independen yang kuat (Koon-Hou & Topol EJ, 2000) dan prognostik yang jelek untuk pasien dengan SKA bahkan pada pasien non diabetik (Bilal dkk,2007). Sean dkk (2007) menunjukkan bahwa angka kematian dalam 30 hari lebih tinggi pada pasien diabetes dibandingkan tanpa diabetes pada IMA non STE/APTS (2.1% vs 1.1%, P

<.001) dan IMA STE (8.5% vs 5.4%, P <.001). Penelitian DIGAMI

(Malmberg dkk,1995) menunjukkan hasil bahwa pengontrolan metabolik insulin secara intensif dengan mengunakan insulin dan infus glukosa pada pasien dengan diabetes mellitus atau glukosa darah >11.0 mmol/l ternyata memberikan keuntungan dalam menekan angka kematian setahun menjadi lebih rendah (18.6% dibandingkan 26.1%).


(27)

tidak dilakukan terapi reperfusi ternyata didapatkan bermakna berhubungan dengan peningkatan risiko kematian dalam 30 hari (tabel 3). Pada laki-laki usia pertengahan (45-65 tahun) dengan tingkat serum kolesterol yang tinggi (kolesterol : >240 mg/dL dan LDL kolesterol : >160 mg/dL) risiko terjadinya SKA akan meningkat (Sacks dkk,1996).

Tabel 3. Analisis Univariat : prediktor kematian (Saman, 2007)

II.2.3. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis awal sangat prediktif untuk prognosis awal. Timbulnya gejala saat istirahat menandakan prognosis lebih buruk dibanding gejala yang hanya timbul pada saat aktivitas fisik. Pada pasien dengan gejala intermiten, peningkatan jumlah episode yang mendahului kejadian acuan juga mempunyai dampak terhadap hasil akhir klinis. Adanya takikardia, hipotensi atau gagal jantung pada saat masuk rumah sakit juga mengindikasikan prognosis buruk dan memerlukan diagnosis serta tatalaksana segera(PERKI,2012).Faktor risiko yang tinggi termasuk angina yang memberat, nyeri dada yang berkelanjutan (> 20 menit), edema paru (Killip klas ≥2 ), hipotensi dan aritmia seperti pada tabel 4. (Antman EM, 2005).

Tabel 4. Klasifikasi Killip terhadap angka kematian pada IMA-STE (Antman EM, 2005)


(28)

Scirica dkk (2002) melaporkan bahwa pasien dengan IMA non STE / APTS yang mengalami serangan angina yang memberat akan memiliki risiko kematian yang meningkat dalam 1 tahun.

II.2.4. Penanda Enzim Jantung

GRACE (2001) dan WHO (Tunstall dkk,1994) menggunakan kriteria diagnostik dengan penanda enzim jantung untuk IMA dan APTS . Angka kematian dalam 30 hari dan 6 bulan pada pasien SKA dijumpai signifikan cukup tinggi dengan peningkatan kadar troponin yang tinggi pada pasien dengan IMA non STE/APTS, seperti yang ditunjukkan pada tabel 5 (SIGN,2007). Troponin I atau T merupakan penanda biologis terpilih untuk memprediksi hasil akhir klinis jangka pendek (30 hari) terkait IMA dan kematian (PERKI,2012). Peningkatan kadar troponin merupakan prediktor independen terhadap kematian 30 hari dan selama pengamatan jangka panjang (1 tahun dan lebih). Nilai prognostik dari cTnT dan cTnI ternyata sama (Ohman,1996; Luciano,2005). Peningkatan troponin dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk. Pasien dengan IMA non STE jika disertai dengan peningkatan kadar enzim jantung troponin dalam 12 jam, maka memiliki risiko tinggi kejadian kematian (dalam 30 hari dengan angka kematian sampai dengan 4 – 5 %) (Christenson RH,1998)


(29)

II.2.5. Elektrokardiografi

Gambaran EKG awal sangat berguna untuk menduga kejadian SKA. Jumlah lead yang menunjukkan depresi ST dan magnitudonya, merupakan indikasi adanya iskemia berat dan luas dan berkorelasi dengan prognosis terhadap angka kematian dalam 1 tahun seperti yang di tunjukkan pada tabel 6 (Hamm, 2004). Pemantauan segmen ST secara berkala pada EKG saat istirahat memberi informasi prognostik tambahan, selain hasil troponin dan variabel klinis lainnya (Hamm, 2004; PERKI,2012). Pada penelitian GRACE (2001) juga dijumpai faktor yang berhubungan secara independen terhadap peningkatan angka kematian yaitu pertambahan usia, klas Killip, peningkatan denyut jantung, depresi segmen ST, tanda-tanda gagal jantung, tekanan darah sistolik yang rendah, nyeri dada yang khas dan peningkatan enzim jantung. Adanya gambaran segmen ST yang deviasi (Kaul dkk, 2003) merupakan prediktor yang kuat untuk hasil akhir klinis dibandingkan dengan peningkatan enzim jantung troponin pada pasien SKA (SIGN, 2007).

Tabel 6. Jumlah angka kematian dalam 1 tahun terhadap luasnya infark (Hamm,2004).


(30)

Penelitian dari Fibrinolytic Therapy Trialists’ Collaboration (FTTC) (1994) melaporkan bahwa gambaran EKG merupakan prediktor kematian yang cukup memberikan manfaat apabila dijumpai adanya elevasi segmen-ST atau bundle branch block yang dianggap baru. Go AS dkk (1998) menunjukkan bahwa right bundle branch block (RBBB) ternyata banyak dijumpai pada gambaran EKG namun memiliki angka kematian yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan left bundle branch block (LBBB).

II. 2.6. Stratifikasi risiko

Ada beberapa sistem penilaian stratifikasi risiko yang dapat memprediksi kematian pada pasien dengan SKA yaitu GRACE,TIMI, PURSUIT dan FRISC (Wallentin dkk, 2000) yang paling sering digunakan adalah GRACE dan TIMI (Antman dkk, 2000). Pada penilaian secara prospektif, skor risiko GRACE memberikan stratifikasi paling akurat untuk risiko pada saat awal rawat dan pulang, karena kekuatan diskriminatifnya yang baik dan juga merupakan prediksi yang paling akurat terhadap hasil akhir klinis dan digunakan sebagai data yang sah untuk penelitian-penelitian selanjutnya (PERKI, 2012). Penerapan secara umum dan ketepatan hasil akhir dari skor GRACE dapat digunakan sebagai stratifikasi risiko pada SKA. Risiko skor TIMI untuk IMA non STE/APTS dibuat sebagai alat bantu prognostik para klinisi (Antman dkk, 2000; Fransisco dkk, 2005) yang dapat digunakan secara mudah dengan hanya menggunakan variabel-variabel dasar (Morrow dkk, 2000) untuk mengevaluasi hasil akhir klinis jangka pendek (14 hari) dan jangka panjang (6 bulan) (Marc dkk, 2003). Nilai skor tersebut dapat dihubungkan dengan luasnya penyempitan pada pembuluh darah koroner (Lakhani dkk, 2010; Manoharan dkk, 2009)

Penentuan risiko berdasarkan skor risiko Thrombolysis in untuk IMA STE sebagai berikut (Morrow dkk,


(31)

2000) :

Tabel.7. A. Indikator klinis serta skor stratifikasi risiko pada IMA STE dan B. Angka

kematian dalam 30 hari terhadap skor stratifikasi risiko. (Morrow DA, 2000)

Angka rata-rata kematian, IMA ataupun pasien dengan revaskularisasi segera secara signifikan meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah skor risiko TIMI (Rathore dkk, 2005; Soiza dkk, 2006), mulai dari > 5% pada pasien dengan skor risiko 0-1 sampai dengan > 40% pada skor risiko 6 atau 7. (Marc dkk, 2003). Untuk IMA non STE/APTS, penilaian dibagi menjadi skor 0-2 = risiko rendah, skor 3–4 = risiko sedang dan skor 5–7 = skor tinggi. Penentuan risiko penting dilakukan untuk penentuan strategi pengobatan (Antman dkk, 2000). Penentuan risiko berdasarkan skor risiko TIMI untuk IMA non STE/ APTS seperti dalam tabel 8.

Tabel 8. Stratifikasi Risiko TIMI pada IMA STE (Morrow,2000)


(32)

Skor risiko TIMI untuk IMA STE (tabel 9) menunjukkan hubungan yang kuat antara kematian dalam 30 hari, sebanyak > 40 kali lipat pada kelompok dengan skor > 8 dibandingkan dengan skor 0. Sementara kelompok skor > 5 hanya sebanyak 12% namun > 2 kali lipat dari jumlah populasi (Morrow dkk, 2000)

Tabel 9. Hubungan antara skor TIMI pada IMA STE terhadap angka kematian dalam 30 hari (Morrow dkk,2000)

Pollack Jr dkk (2006) melakukan pemantauan dalam 30 hari terhadap pasien dengan IMA non STE/ APTS yang datang ke unit gawat darurat. Ternyata 43 pasien meninggal dalam 30 hari, 15 pasien kembali masuk dengan IMA, 14 pasien dilakukan tindakan intervensi koroner perkutan setelah berobat jalan, dan 10 pasien dilakukan tindakan CABG. Hasil skor risiko TIMI saat pasien tiba di unit gawat darurat ternyata menunjukkan korelasi terhadap hasil akhir klinis dalam 30 hari (tabel 10; chi-square, p < 0.001 dan Cochran-Armitage trend test, p < 0.001)

Tabel 10 . Hubungan antara skor TIMI pada IMA non STE /APTS terhadap angka kematian dan revaskularisasi dalam 30 hari (Pollack Jr,2006)


(33)

II.2.7. Komplikasi

Pasien dengan irama atrial fibrilasi (AF) yang baru muncul setelah serangan IMA menunjukkan peningkatan angka risiko kejadian kardiovaskuler dan kematian. AF merupakan aritmia yang paling sering muncul setelah serangan IMA dan menjadi prediktor utama untuk hasil akhir klinis pada pasien dengan SKA. (Antoni dkk, 2010). Hasil GRACE menunjukkan bahwa persentase kejadian kematian lebih tinggi pada IMA non STE dibandingkan dengan IMA STE (13% vs 8%), namun pada kejadian masuk kembali ke rumah sakit dijumpai persamaan persentase antara IMA non STE dan APTS (20%) (gambar 5).

Gambar 5 . Hasil akhir klinis : mulai rawatan sampai jangka waktu 6 bulan (GRACE,1999)

II.2.8. Penatalaksanaan Sindroma Koroner Akut II.2.8.1. Kombinasi pemberian aspirin dan clopidogrel

Pada penelitian CURE (Fox dkk, 2004) kombinasi aspirin (300 mg saat awal dan 75-150 mg setiap hari) dan clopidogrel (300 mg saat awal dan 75 mg setiap hari) ternyata jauh lebih efektif dibandingkan dengan pemberian aspirin tunggal. Manfaat kombinasi aspirin dan clopidogrel terlihat dalam 24 jam dan ternyata mengurangi kejadian infark miokard berulang atau iskemik berulang (Yusuf dkk, 2003). Bila dibandingkan dengan plasebo, pemberian aspirin ternyata bermakna untuk mengurangi rerata angka kejadian


(34)

kardiovaskuler (kematian kardiovaskuler, infark miokard yang tidak fatal dan non-fatal stroke) pada pasien dengan APTS (absolute risk reduction; RR 5.3%, relative RR 46%) dan mengurangi hampir sepertiga angka kematian (absolute RR 3.8%, relative RR 30%) pada pasien dengan IMA. (Antithrombotic Trialists’ Collaboration, 2002).

Penelitian CLARITY-TIMI 28 (clopidogrel 300 mg saat awal dan 75 mg setiap hari) dan COMM IT/CCS (clopidogrel 75 mg setiap hari) pada pasien dengan IMA STE memberikan hasil yang menurunkan angka kematian bila dengan pemberian kombinasi aspirin dan clopidogrel dibandingkan dengan hanya pemberian aspirin tanpa adanya komplikasi perdarahan mayor (Fox dkk, 2004; Sabatine dkk, 2005)

II.2.8.2. Beta Blocker

Meta analisis kecil pada pasien APTS memberikan hasil bahwa beta blocker akan menurunkan rata-rata progresi kejadian infark miokard sebesar 13% (Yusuf dkk, 1998). Penelitian meta analisis dari COMMIT/CCS dengan pemberian beta blocker lebih awal pada pasien IMA STE dengan Killip klas I (tidak ada tanda gagal jantung) disertai dengan tekanan darah sistolik > 105 mmHg dan denyut jantung > 65 kali/menit memperlihatkan bahwa pemberian intravena yang diikuti pemberian oral akan menurunkan angka kematian (absolute RR 0.7%, relative RR 13%), kejadian infark berulang (absolute RR 0.5%, relative RR 22%) dan serangan jantung (absolute RR 0.7%, relative RR 15%) (Chen dkk, 2005).

II.2.8.3. Terapi Antikoagulan

Pada pasien dengan IMA non STE, pemberian unfractionated heparin (UFH) dalam 48 jam ternyata mengurangi angka kematian ataupun infark miokard (absolute RR 2.5%; relative RR 33%). Pada pasien dengan IMA STE, pemberian UFH yang diikuti dengan aspirin dan trombolitik dengan agen spesifik –fibrin, ternyata memberikan hasil yang cukup baik


(35)

dengan menurunnya angka kejadian infark ulangan (0.3% absolute RR) dan kematian (0.5% absolute RR) (Eikelboom dkk, 2000).

Penelitian secara RCT membandingkan pemberian low molecular weight heparin (LMWH) dengan UFH pada IMA STE menunjukkan beberapa manfaat pada penggunaan LMWH, terutama enoxaparin (Wong dkk, 2003). Secara meta analisis memastikan bahwa pasien yang diterapi dengan trombolitik, LMWH (enoxaparin) memiliki hasil akhir klinis yang jauh lebih baik pada kasus IMA, (absolute RR 2.3%, relative RR 41%); iskemik berulang (absolute RR 2.0%, relative RR 30%); kematian ataupun infark berulang (absolute RR 2.9%, relative RR 26%); dan kematian atau iskemik berulang (absolute RR 4.8%, relative RR 28%) tapi tidak ada penurunan pada angka kematian bila dibandingkan dengan penggunaan UFH. (Theroux P, 2003).

Gambar 6 . Membandingkan enoxaparin dengan UFH sebagai terapi tambahan pada pasien dengan STEMI yang telah mendapatkan fibrinolitik. A. angka rerata hasil akhir klinis primer (kematian

atau non-fatal MI) dalam 30 hari secara bermakna lebih rendah pada kelompok enoxaparin dibandingkan dengan UFH (9.9% versus 12%; P < 0.001 by the log-rank test). B. Angka rerata

hasil akhir klinis sekunder (kematian, non-fatal MI atau revaskularisasi segera) dalam 30 hari secara bermakna lebih rendah pada kelompok enoxaparin dibandingkan dengan UFH (11.7% versus 14.5%; P < 0.001 by the log-rank test). Perbedaannya terlihat bermakna pada 48 jam pertama

(6.1% pada kelompok UFH versus 5.3% pada kelompok enox; P = 0.02 dengan tes log-rank).


(36)

II.2.8.4. Terapi Reperfusi

Pasien IMA STE yang datang ke rumah sakit yang memiliki fasilitas tindakan intervensi koroner perkutan (IKP) harus dilakukan tindakan IKP primer dalam 90 menit saat kontak medis pertama kali diberikan (Klas I, Level of Evidence :A). Pasien IMA STE yang datang ke rumah sakit yang tidak memiliki fasilitas tindakan IKP dan tidak dapat dirujuk ke pusat IKP dan tidak dapat dilakukan tindakan IKP dalam 90 menit saat kontak medis pertama kali, harus diberikan terapi fibrinolitik dalam 30 menit setelah tiba di rumah sakit, kecuali didapatkan kontraindikasi terapi fibrinolitik (Klas I, Level of Evidence:B) (Antman, 2007; Brodie dkk, 2001). Tujuannya adalah untuk meningkatkan jumlah pasien yang mendapatkan tindakan IKP primer, setidaknya 75% pasien dilakukan tindakan IKP dalam 90 menit setelah tiba di rumah sakit, berdasarkan penggunaan strategi evidenced-based untuk mengurangi keterlambatan (Bradley, 2006).

Meskipun ditemukan hubungan antara waktu pemberian terapi dan hasil akhir klinis, hasil yang terbaik adalah pemberian trombolisis dalam jam pertama saat pasien tiba di rumah sakit (Milaveta JJ, 1998; David OW, 2004) . Hal ini juga ditunjukkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh De Luca, dkk (2004) bahwa keterlambatan 30 menit dalam pemberian terapi reperfusi akan memberikan 7,5% angka kematian dalam 1 tahun. Salah satu hal yang penting adalah bahwa waktu untuk pemberian terapi dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk usia lanjut, jenis kelamin perempuan dan riwayat diabetes ataupun tindakan revaskularisasi sebelumnya.

Pasien dengan SKA yang tidak mendapatkan terapi reperfusi ternyata menunjukkan angka risiko kematian yang lebih tinggi. Pada pasien IMA STE ternyata hal ini sangat mempengaruhi hasil akhir jangka pendek dan jangka panjang (David OW,2004).


(37)

Gambar 7. Hubungan antar onset nyeri dada terhadap angka keberhasilan terapi reperfusi.(Boersma dkk, 1996)

Pada gambar 7 menunjukkan pentingnya kecepatan waktu yang untuk tindakan reperfusi pada pasien dengan IMA STE ternyata dapat menyelamatkan pasien. Data menunjukkan bahwa dari 1000 pasien hidup yang diterapi dengan fibrinolitik bila dibandingkan dengan plasebo keberhasilan terapi ternyata dipengaruhi oleh cepatnya pemberian setelah onset nyeri dada timbul. Oleh karena angka keberhasilan hidup setelah pemberian fibrinolitik adalah maksimal 4 jam, maka hal tersebut menjadi “golden hour” untuk reperfusi farmakologis (Carlo DM,2011). Dibandingkan dengan placebo, terapi trombolitik akan mengurangi angka kematian dalam 35 hari (1.9% absolute RR, 18% relative RR) pada pasien dengan IMA STE (Boersma dkk, 1996; van Der Welf, 2003)

Gambar 8. Hasil Meta analisis waktu terhadap pemberian terapi pada Fibrinolitik dan IKP (Zijlstra dkk,2002)

5.4

7.3

14.6

5.1 6.1

6.7

0 2 4 6 8 10 12 14 16

< 2 hrs (424/414) 2-4 hrs (523/512) > 4 hrs (315/297)

D

eat

h

at

6

m

o

n

th

s

(%

)

TIme from Sx Onset to Randomization


(38)

Pemberian trombolitik dapat mengurangi angka kematian dalam 35 hari (1.9% absolute RR , 18% relative RR ) pada pasien dengan IMA STE dengan onset < 12 jam (FTT,1998)

Beberapa penelitian terhadap rescue IKP dibandingkan dengan terapi konservatif setelah trombolitik yang tidak berhasil memberikan hasil penurunan angka kejadian gagal jantung yang berat (absolute RR 8%, relative RR 68%) dan penurunan angka kematian dalam 1 tahun pada pasien dengan IMA (absolute RR 5%, relative RR 38%). Penelitian secara acak antara rescue IKP terhadap elektif IKP (rata-rata 12 hari setelah serangan IMA) memberikan hasil bahwa tindakan rescue IKP menunjukkan adanya penurunan angka kematian, serangan infark berulang, revaskularisasi dan kejadian iskemik dalam 6 bulan (absolute RR 25%, relative RR 49%). (FTT Group, 1994). Pasien dengan IMA STE onset dalam 6 jam, yang gagal dilakukan trombolitik, harus segera dilakukan rescue IKP (Levine dkk, 2011; Sohby dkk, 2010). Pasien dengan IMA non STE risiko sedang atau tinggi untuk angka kejadian serangan kardiovaskuler berulang harus dilakukan tindakan angiografi koroner dan revaskularisasi (Wright RS dkk, 2011)

Dari penelitian GUSTO I terhadap kejadian 30 hari kematian menunjukkan hasil bahwa umur (31.2%) berperan cukup penting untuk kejadian SKA, kemudian tekanan darah sistolik (24%), klas Killip (15%) dan denyut jantung (12%) secara statistik ternyata bermakna. Faktor risiko hipertensi (0.6%) dan riwayat penyakit kardiovaskuler sebelumnya (0.4%) hanya memiliki persentase yang kecil.


(39)

II.6. Kerangka Teori

SINDROMA KORONER AKUT

ENZIM JANTUNG EKG

NYERI DADA TIPIKAL

ANGINA PEKTORIS TAK STABIL

IMA STE IMA non STE

MORTALITAS DAN MORBIDITAS

Tunstall dkk (1994): definisi WHO dalam menegakkan diagnosis SKA adalah dijumpai 2 dari 3 kriteria

Antman dkk (2008) : usia, jenis kelamin, peningkatan enzim jantung, manifestasi klinis yang berat, nilai risiko skor stratifikasi yang tinggi, pemberian terapi reperfusi yang terlambat serta komplikasi perdarahan dapat menyebabkan kejadian mortalitas dan morbiditas pada pasien IMA STE.

Wright dkk (2007) : usia, jenis kelamin, peningkatan enzim jantung, perubahan ST deviasi yang luas pada rekaman EKG, nilai risiko skor stratifikasi yang tinggi komplikasi aritmia serta pemberian terapi yang tidak cepat dan adekuat dapat menyebabkan kejadian mortalitas dan morbiditas pada pasien IMA non STE/ APTS.


(40)

II.7. Kerangka Konsep

MORTALITAS DAN MORBIDITAS

• Usia

• Jenis Kelamin • Faktor risiko • Killip Klas III-IV

• Peningkatan enzim jantung • Aritmia

• Nilai risiko TIMI • Komplikasi

• Pemberian terapi & tindakan reperfusi

SINDROMA KORONER

AKUT

• Angina Pektoris Tak Stabil

• IMA non STE


(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Desain Penelitian

Penelitian dilakukan secara kohort retrospektif yang bersifat analitik. Pengambilan sampel dengan total sampel dimana jumlah sampel di batasi minimal sesuai perkiraan jumlah sampel.

III.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler RSUP. H. Adam Malik Medan, dengan data pasien dari Januari 2011 sampai Desember 2011.

III.3. Subyek Penelitian

Semua penderita SKA yang dirawat di Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler RSUP. H. Adam Malik Medan pada bulan Januari 2011 sampai Desember 2011 yang memenuhi kriteria penelitian.

III.4. Besar Sampel

Besar sampel di hitung berdasarkan rumus :

{

}

2 2 ) 1 ( 2 1 ( ) ( ) 1 ( ) 1 ( a o a a o o P P P P Z P P Z n − − + −

= −α −β

Keterangan :

Z (1-

α

/2) = derivat baku alpha, untuk α= 0,05 Z = 1,96 Z ( 1- ß ) = derivat baku beta, untuk ß = 0,10  Z = 1,28 Po = Proporsi Sindroma Koroner Akut = 0,25 Pa = Proporsi mortalitas dan morbiditas = 0,35 Po-Pa = selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna

Berdasarkan rumus diatas, maka diperoleh jumlah sampel minimal sebesar 274 pasien.


(42)

III.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi III.5.1. Inklusi

 Pasien dengan diagnosis SKA  Usia ≥ 18 tahun.

 Pasien dengan LBBB yang dianggap baru, tidak dengan diseksi aorta, tidak dengan emboli paru, tidak dengan kardiomiopati hipertrofi, tidak dengan tension pneumothorax, tidak dengan perikarditis, tidak dengan miokarditis, tidak dengan angina vasospastik, tidak dengan gastroesophageal reflux (GERD) dan spasme, tidak dengan fraktur iga, tidak dengan nyeri bilier dan pankreatik, tidak dengan penyakit keganasan yang berlokasi di dada dan tulang serta tidak dengan somatisasi dan gangguan psikogenik

III.5.2. Ekslusi

 Pasien yang loss to follow-up

III.6. Cara kerja

III.6.1 Metode Pengambilan Sampel

Data pasien dengan diagnosis SKA diperoleh melalui rekam medis RSUP. H. Adam Malik Medan serta dicatat nama, umur, nomor rekam medis, jenis kelamin, alamat, nomor telepon dan semua data klinis yang berhubungan dengan penelitian ini dalam lembar kerja formulir. Juga dilakukan pencatatan kejadian kematian saat perawatan, dan dihitung kematian terjadi pada hari keberapa sejak terjadi SKA (hari 0 adalah hari terjadinya SKA) serta kejadian kesakitan setelah pasien pulang dari rumah sakit dan dihitung kejadian kesakitan terjadi pada hari keberapa sejak pasien pulang dari rumah sakit (hari 0 adalah hari saat pasien pulang dari rumah sakit). Untuk pasien yang pulang, dilakukan pengumpulan data lewat telepon untuk mengetahui apakah terjadi kematian dan kesakitan. Peneliti mengambil semua subyek yang memenuhi kriteria penelitian.


(43)

III.6.2. Pengukuran

Pemeriksaan laboratorium hematologi dengan automatic analyzer yaitu COBAS INTEGRA 400,CELL DYN 3700 dan COBASS 6000.

Protokol pemeriksaan darah rutin dengan alat CELL DYN 3700 :

1. Sampel darah untuk pemeriksaan darah rutin diambil langsung pada saat pasien tiba di unit gawat darurat.

2. Sampel darah diambil sebanyak 5 cc.

3. Sampel darah diperiksa di Instalasi Laboratorium Patologi Klinik RSUP. H. Adam Malik Medan.

4. Hindari sampel hemolisis. Sampel stabil selama 24 jam pada suhu 40 C atau 1 jam pada suhu ruangan.

Protokol pemeriksaan enzim jantung dengan alat COBAS INTEGRA 400 :

1. Sampel darah untuk pemeriksaan kadar enzim jantung diambil langsung pada saat pasien ditegakkan dengan diagnosis SKA.

2. Sampel darah diambil sebanyak 5 cc.

3. Sampel darah diperiksa di Instalasi Laboratorium Patologi Klinik RSUP. H. Adam Malik Medan.

4. Hindari sampel hemolisis. Sampel stabil selama 24 jam pada suhu 40 C atau 1 jam pada suhu ruangan.

Protokol pemeriksaan fungsi ginjal, kadar gula darah sewaktu, puasa dan 2 jam setelah puasa serta kadar lemak darah dengan menggunakan alat COBASS 6000 : 1. Sampel darah untuk pemeriksaan fungsi ginjal dan kadar gula darah sewaktu

diambil langsung pada saat pasien tiba di unit gawat darurat. Sampel darah diambil sebanyak 3 cc.

2. Sampel darah untuk pemeriksaan kadar gula darah puasa dan 2 jam setelah puasa serta kadar lemak darah diambil setelah pasien dipuasakan. Sampel darah diambil sebanyak 5 cc.


(44)

3. Semua sampel darah diperiksa di Instalasi Laboratorium Patologi Klinik RSUP. H. Adam Malik Medan.

4. Hindari sampel hemolisis. Sampel stabil selama 24 jam pada suhu 40 C atau 1 jam pada suhu ruangan.

III.7. Identifikasi Variabel

• Variabel Tergantung :

- Mortalitas dan morbiditas

• Variabel Bebas :

- Usia, jenis kelamin, faktor risiko, Killip klas III –IV, peningkatan enzim jantung, aritmia, skor risiko TIMI, komplikasi, pemberian terapi & tindakan reperfusi.

-

III. 8. Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis secara statistik dengan bantuan program komputer Windows SPSS-15 (Statistical Product and Science Service).

Analisis dan penyajian data dilakukan sebagai berikut:

• Data kontinu diekspresikan sebagai mean, standar deviasi dari mean atau nilai median (min - maks) sesuai dengan hasil uji normalitas sebagai data karakteristik dasar.

• Data kategorik diekspresikan sebagai frekuensi dan persentase.

• Analisis regresi logistic bivariat dilakukan untuk menemukan variabel - variabel yang berperan terhadap mortalitas dan morbiditas

Jika variabel dependen numerik maka perbedaan didapat dengan uji T. Jika variabel dependen kategorik dan dikotom maka akan dipakai uji kai kuadrat.


(45)

MASUK KE RS NYERI DADA

SEGMENT ST-ELEVASI NON SEGMEN ST - ELEVASI

TROPONIN - T TROPONIN - T

- +

+

MORTALITAS DAN MORBIDITAS FAKTOR

PROGNOSTIK

IMA STE IMA non STE APTS

RAWAT INAP INTENSIF KARDIOVASKULER

Follow up Loss to follow up

Eksklusi


(46)

III.10. Definisi Operasional

- Sindroma koroner akut . Merupakan sindroma klinis yang terdiri dari infark miokard akut dengan atau tanpa elevasi segmen ST serta angina pektoris tidak stabil.

- IMA STE. Nyeri dada dengan gejala khas infark disertai elevasi segmen ST dan peningkatan enzim jantung.

- IMA non ST-elevasi. Adanya keluhan angina khas infark, tanpa elevasi segmen ST pada EKG disertai dengan peningkatan enzim jantung ( troponin T atau CK, CK-MB).

- APTS. Nyeri dada yang dialami pertama kali dan muncul saat istirahat lebih dari 20 menit, angina kresendo serta muncul pasca infark yang disertai dengan gambaran perubahan depresi segmen ST, inversi gelombang T atau gambaran EKG yang normal dan kadar enzim jantung negatif.

- Faktor prognostik. Faktor-faktor yang berperan sebagai penduga terhadap kejadian mortalitas dan morbiditas pada sindroma koroner akut.

- Mortalitas. Kematian yang terjadi pada sindroma koroner akut yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berperan terhadap kejadian kematian dalam waktu 6 bulan dengan cardiac related death, fatal MCI, non fatal MCI, non fatal stroke dan CHF.

- Morbiditas. Kesakitan yang terjadi pada sindroma koroner akut yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berperan pada pasien yang masuk kembali dalam rawatan ke rumah sakit (re-hospital) dalam waktu 6 bulan dengan cardiac related death, fatal MCI, non fatal MCI, non fatal stroke,CHF ataupun CABG.

- CHF. Suatu sindroma klinis yang disebabkan oleh disfungsi jantung dengan akibat berkurangnya aliran darah dan suplai oksigen ke jaringan sehingga jantung tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.

- Enzim Jantung. Penanda kerusakan dari otot jantung yaitu CK, CK-MB dan troponin-T.


(47)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1. HASIL PENELITIAN IV.1.1 Karakteristik Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular RSUP. H. Adam Malik Medan pada periode Januari 2011 sampai Desember 2011 dengan jumlah sampel sebanyak 294 orang dari populasi SKA yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi sehingga dapat diikutkan dalam penelitian.

IV.1.2 Karakteristik Subjek Penelitian

Dari 294 orang subjek penelitian didapatkan 166 orang (56,5%) dengan diagnosis IMA STE dan sebanyak 128 orang (43,5%) dengan IMA non STE/APTS, dimana hampir semua pasien masuk melalui unit gawat darurat (UGD) RSUP. H. Adam Malik Medan yaitu sebanyak 289 orang (98,3%) dan hanya sebanyak 5 orang (1,7%) yang masuk melalui poliklinik jantung RSUP. H. Adam Malik Medan. Didapatkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 239 orang (81,3%) dan jenis kelamin perempuan sebanyak 55 orang (18,7%). Dari rentang usia, usia terbanyak adalah usia < 65 tahun sebanyak 219 orang (74,5%) sedangkan usia ≥ 65 tahun sebanyak 75 orang (25,5%)

dengan rata-rata usia adalah 57,24 tahun. Dari 166 orang pada kelompok IMA STE yang masuk dengan onset < 12 jam didapatkan sebanyak 40 orang (13,6%) dan onset ≥ 12 jam sebanyak 126 orang (42,9%).

Dari 294 subjek penelitian, didapatkan 153 orang (52%) dengan skor risiko TIMI <4 dan sebanyak 141 orang (48%) dengan skor risiko TIMI ≥ 4.

Didapatkan 195 orang (66,3%) subjek dengan riwayat hipertensi sebelumnya,199 orang (67,7%) dengan riwayat merokok, dislipidemia sebanyak 145 orang (49,3%), 122 orang (41,5%) dengan riwayat diabetes mellitus sebelumnya, serta riwayat keluarga menderita PJK sebanyak 9 orang


(48)

(3,1%). Subjek yang memiliki faktor risiko ≥ 3 sebanyak 161 orang (54,8%)

dan faktor risiko < 3 sebanyak 133 orang (45,2%).

Didapatkan sebanyak 13 orang (4,4%) yang pernah dilakukan tindakan intervensi koroner perkutan (IKP) dan hanya 2 orang (0,7%) dengan riwayat telah dilakukan tindakan operasi jantung pintas koroner / CABG (coronary artery bypass grafting).

Data dari rekaman listrik jantung melalui pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) dijumpai rekaman yang normal hanya pada 14 orang (4,8%) sedangkan rekaman EKG yang abnormal dijumpai sebanyak 280 orang (95,2%) dimana luas infark terbanyak lokasi di anteroseptal dan inferior yaitu masing-masing sebanyak 49 orang (16,7%), antero-ekstensif sebanyak 33 orang (11,2%), RV (right ventricle) infark sebanyak 15 orang (5,1%), anterior sebanyak 12 orang (4,1%), lateral sebanyak 4 orang (1,4%) dan yang paling sedikit di high-lateral sebanyak 2 orang (0,7%) dan posterior sebanyak 2 orang (0,7%), gambaran Q patologis sebanyak 174 orang (59,2%), poor R-wave progression sebanyak 19 (9,2%), gambaran hipertrofi ventrikel kiri sebanyak 39 orang (13,3%), atrial fibrilasi sebanyak 14 orang (4,8%), RBBB/LBBB (right or left bundle branch block) sebanyak 16 orang (5,4%), VES (Ventricle Extra systole) sebanyak 15 orang (5,1) dan TAVB (Total AV Block) sebanyak 11 orang (3,7).

Data dasar laboratorium subjek penelitian dengan nilai hemoglobin < 10 g% sebanyak 12 orang (4,1%), 10 – 12 g% sebanyak 91 orang (31%) dan > 12 g% sebanyak 191 orang (65%), dan nilai lekosit

≥10000/mm3 sebanyak 209 orang (71,1%), nilai enzim jantung yaitu troponin T dijumpai negatif pada 61 orang (20,7%), positif rendah sebanyak 98 orang (33,3%) dan positif tinggi sebanyak 135 orang (45,9%), nilai gula darah sewaktu ≥200 mg/dl sebanyak 118 orang (40,1%), kadar gula darah puasa


(49)

puasa ≥200 mg/dl sebanyak 64 orang (21,8%), kadar kolesterol total darah ≥200 mg/dl sebanyak 126 orang (42,9%), kadar HDL <40 mg/dl sebanyak

228 orang (77,5%) dan kadar LDL ≥130 mg/dl sebanyak 107 orang (36,4%),

kadar trigliserida ≥150 mg/dl sebanyak 103 orang (35,1%), kadar ureum > 50

mg/dl sebanyak 92 orang (31,3%) dan kreatinin > 1,2 mg/dl sebanyak 64 (21,7%).

Pada penelitian ini, seluruh subjek penelitian mendapatkan terapi aspilet 160 mg (kunyah-kunyah), clopidogrel 300mg , nitrat 5 mg (dibawah lidah) serta pemberian oksigen 3-5 L/menit di ruang unit gawat darurat sedangkan pemberian morphin dilakukan di ruang rawat intensif kardiovaskuler sesuai dengan kondisi klinis pasien, hanya 13 orang (4,4%) yang mendapatkan terapi trombolitik dengan onset < 12 jam, sebanyak 189 orang (64,3%) mendapatkan terapi LMWH (Low Molecular Weight Heparin) dan sebanyak 105 orang (35,9%) mendapat terapai UFH (Unfractionated Heparin). Komplikasi dijumpai pada 136 orang (46,3%) yaitu gagal jantung NYHA kelas III-IV sebanyak 32 orang (10,8%), aritmia sebanyak 50 orang (17,0%), CKD (chronic kidney disease) sebanyak 20 orang (6,8%), perdarahan saluran cerna sebanyak 6 orang (2%), perdarahan saluran kemih sebanyak 6 orang (2%), dan PAD (peripheral artery disease) hanya dijumpai pada 1 orang (0,3%).

Dari 294 subjek penelitian, dilakukan tindakan intervensi koroner perkutan (IKP) terhadap 140 orang (47,6%) dengan hasil normal koroner didapatkan hanya pada 2 orang (0,7%), penyumbatan pada single vessel sebanyak 34 orang (11,6%), 29 orang (9,9%) dengan penyumbatan pada two vessel, 52 orang (17,7%) dengan penyumbatan pada three vessel dan sebanyak 23 orang (7,8%) dengan penyumbatan pada Left Main Coronary Artery + Three Vessel. Dari 294 subjek penelitian yang dijumpai sebanyak 40 orang (13,6%) yang meninggal dan masuk kembali ke rumah sakit sebanyak 23 orang (7,6%). Data lengkap karakteristik subjek penelitian ini disajikan dalam tabel 11.


(50)

Tabel 11. Data karakteristik subjek penelitian

Data Demografi Deskripsi Data

Umur :

< 65 thn, n (%)

≥ 65 thn, n (%)

219 (74,5) 75 (25,5) Jenis Kelamin :

Laki-laki, n (%) Perempuan, n (%)

239 (81,3) 55 (18,7) Masuk ke rumah sakit melalui :

UGD, n (%) Poliklinik, n (%)

289 (98,3) 5 (1,7) Diagnosa saat masuk :

IMA STE, n (%)

IMA non STE / APTS, n (%)

166 (56,6) 128 (43,5) Onset nyeri ( jam) :

< 12 jam, n (%) ≥ 12 jam, n (%)

40 (13,6) 126 (42,9) Skor risiko TIMI :

< 4 , n (%) ≥ 4, n (%)

153 (52) 141 (48) Faktor Resiko

Merokok, n (%) Hipertensi, n (%) Dislipidemia, n (%) Diabetes Mellitus, n (%) Riwayat keluarga PJK, n (%) Jumlah faktor resiko: < 3, n (%): ≥ 3, n (%)

199 (67,7) 195 (66,3) 145 (49,3) 122 (41,5) 9 (3,1) 133 (45,2) 161 (54,8) Elektrokardiografi, n (%)

Normal Luas infark Anteroseptal Inferior Anteroekstensif RV infark Anterior Lateral High-lateral 14 (4,8) 50 (17) 48 (16,3) 33 (11,2) 15 (5,1) 12 (4,1) 4 (1,4) 2 (0,7)


(51)

Posterior Q-patologis, n (%)

Poor-R wave progression, n (%) LVH, n (%)

Atrial Fibrilasi, n (%) RBBB/LBBB, n (%)

Ventricle Extra Systole, n (%) TAVB, n (%)

2 (0,7) 174 (59,2) 19 (9,2) 39 (13,3) 14 (4,8) 16 (5,4) 15 (5,1) 11 (3,7) Data Dasar Laboratorium

Haemoglobin, n (%) < 10 g% 10 – 12 g% > 12 g% Lekosit ≥10000/mm3 Troponin T, n (%)

, n (%) negative

≥ 0,01 - < 1,0

≥1,0

Gula darah sewaktu ≥200 mg/dl, n (%)

Gula darah puasa ≥126 mg/dl, n (%)

Gula darah 2 jam setelah puasa ≥200 mg/dl , n (%)

Kolesterol total darah ≥200 mg/dl, n (%)

HDL <40 mg/dl , n (%) LDL ≥130 mg/dl, n (%)

Trigliserida ≥150 mg/dl, n (%)

Ureum > 50 mg/dl, n (%) Kreatinin >1,2 mg/dl, n(%)

12 (4,1) 91 (31) 191 (65%) 209 (71,7) 61 (20,7) 98 (33,3) 135 (45,9) 118 (40,1) 115 (39,1) 64 (21,8) 126 (42,9) 228 (77,5) 107 (36,4) 103 (35,1) 92 (31,3) 64 (21,7)

Terapi (dalam 24 jam I di RS) Morphin (iv), n (%)

Nitrat (oral), n (%) Aspirin, n (%) Clopidogrel, n (%) Statin, n (%)

ACE-I/ ARB, n (%) Beta Blocker, n (%) LMWH, n (%)

UFH, n (%)

Trombolitik pada IMA STE onset < 12 jam, n

18 (6,1) 241 (82) 294 (100) 294 (100) 288 (97,5) 212 (72,1) 157 (53,4) 189 (64,3) 105 (35,9) 13 (4,4)


(52)

Riwayat CABG, n (%) 2 (0,7) Revaskularisasi,

IKP, n (%)

Normal koroner, n (%) Single Vessel CAD, n (%) Two Vessel CAD, n (%) Three Vessel CAD, n (%)

Left Main + Three Vessel CAD, n (%) CABG, n (%)

Komplikasi, Aritmia, n (%) Killip Klas II, n (%) Klas III, n (%) Klas IV, n (%) CKD, n (%)

Stroke Iskemik, n (%)

Perdarahan saluran kemih, n (%) Perdarahan saluran cerna, n (%) PAD, n (%)

140 (47,6) 2 (0,7) 34 (11,6)

29 (9,9) 52 (17,7)

23 (7,8) 4 (1,3)

52 (17,7) 94 (31,9) 21 (7,1) 11 (3,7) 20 (6,8) 7 (2,4)

6 (2) 6 (2) 1 (0,3) Mortalitas, n (%)

Morbiditas, n (%)

40 (13,6) 23 (7,6)

IMA STE= Infark Miokard Akut ST Elevasi; IMA non STE= Infark Miokard Akut non ST Elevasi; APTS= Angina Pectoris Tak Stabil; IKP= Intervensi Koroner Perkutan; CABG= Coronary Artery Bypass Grafting; TIMI= Thrombolysis In Myocardial Infarction; LVH= Left Ventricle Hypertrophy; RBBB/LBBB= Right Bundle Branch Block/ Left Bundle Branch Block; HDL= High Density Lipoprotein; LDL= Low Density Lipoprotein; ACE-I=Angiotensin Converting Enzym-Inhibitor; ARB= Angiotensin II Receptor Blocker; LMWH=Low Molecular Weight Heparin;UFH= Unfractionated Heparin; CAD= Coronary Artery Disease; iv= intravenous; CKD= Chronic Kidney Disease; PAD= Peripheral Artery Disease; UGD= unit gawat darurat;


(53)

IV.1.3. Hasil

Dari penelitian ini didapatkan subjek penelitian dengan IMA STE sebanyak 166 orang (56,6%) dan subjek penelitian dengan IMA non STE/APTS sebanyak 128 orang (43,5%). Jenis kelamin laki-laki dengan IMA STE sebanyak 144 orang (60,3%) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok IMA non STE/APTS yaitu 95 orang (39,7%) dan secara statistik bermakna untuk kejadian SKA (p= 0.006). Perbedaan antara kelompok usia < 65 tahun dan ≥ 65

tahun tidak menunjukkan hubungan yang bermakna terhadap IMA STE maupun pada kelompok IMA non STE/APTS (p=0.149). Dari faktor risiko, hanya diabetes mellitus yang didapatkan secara statistik bermakna terhadap kejadian SKA dimana sebanyak 81 orang (66,9%) dijumpai pada IMA STE dan sebanyak 40 orang (31,3%) dengan nilai p = 0.002.

Peningkatan kadar lekosit (≥ 10.000/mm 3) dijumpai sebanyak 133 orang (63,6%) pada IMA STE dan sebanyak 76 orang (36,4%) pada IMA non STE / APTS secara statistik bermakna untuk kejadian SKA (p < 0.001) dan peningkatan kadar penanda enzim jantung juga hasil yang bermakna terhadap SKA (p< 0.001). Peningkatan kadar gula darah sewaktu, gula darah puasa dan gula darah 2 jam setelah makan menunjukkan hasil yang bermakna secara statistika. Peningkatan kadar gula darah sewaktu dijumpai sebanyak 81 orang (68,8%) pada IMA STE dan sebanyak 37 orang (31,4%) dengan nilai p < 0.001. Sedangkan peningkatan gula darah puasa sebanyak 82 orang (71,3%) pada IMA STE dibandingkan hanya 33 orang (28,7%) pada IMA non STE/APTS dengan nilai p = 0.025. Didapatkan peningkatan kadar gula darah 2 jam setelah puasa sebanyak 44 orang (68,8%) pada IMA STE dibandingkan dengan IMA non STE/APTS sebanyak 20 orang (31,3%) dengan nilai p = 0.001. Peningkatan kadar ureum dijumpai sebanyak 58 orang (34,9%) pada IMA STE dan 34 orang (26,6%) pada IMA non STE/APTS dan secara statistika menunjukkan hasil yang bermakna dengan nilai p = 0.01 sedangkan peningkatan kadar kreatinin dijumpai sebanyak 38 orang (22,9%) pada IMA STE dibandingkan pada IMA non STE/APTS


(54)

sebanyak 26 orang (20,3%).

Pada IMA STE didapatkan sebanyak 24 subjek (14,5%) yang mengalami mortalitas dan sebanyak 16 subjek (12,5%) pada IMA non STE/APTS sedangkan angka morbiditas didapatkan sebanyak 12 subjek (8,5%) pada IMA STE dan sebanyak 11 subjek (8,5%) pada IMA non STE/ APTS (Tabel 12).

Tabel 12. Data karakteristik Sindroma Koroner Akut Sindroma Koroner Akut

P IMA Non STE/APTS

( n = 128 )

IMA STE ( n = 166 )

Jenis Kelamin ♂ , n (%) 95 (74,2) 144 (86,7) 0.006*

Umur≥ 65 tahun, n (%) < 65 tahun, n (%)

38 (29,7) 90 (70,3)

37 (22,3) 129 (77,7)

0.149

Faktor Risiko , n(%)

HT

Riwayat Keluarga dengan PJK Merokok DM Dislipidemia 88 (68,8) 5 (3,9) 79 (61,7) 40 (31,3) 66 (51,6) 107 (64,5) 4 (2,4) 120 (72,3) 81 (48,8) 83 (50) 0.440 0.460 0.055 0.002 0.790 *

Jumlah Faktor Risiko ≥ 3 62 (48,4) 99 (59,6) 0.056 Riwayat Stroke 3 (2,3) 4 (2,4) 0.971 Riw. Revaskularisasi IKP

CABG Laboratorium, n(%) 9 (7) 2 (1,6) 4 (2,4) 0 0.041

Lekosit ≥ 10000/mm3 76 (59,4) 133 (80,1)

<0.001

Trop T negatif

*

≤ 0.1 – 0.99 ≥ 1

61 (47,6) 45 (35,1) 22 (17,2) 0 53 (31,9) 113 (68) <0.001

KGD puasa

*

≥ 126 mg/dl 33 (25,8) 82 (49,4) <0.001

KGD 2 jam PP

*

≥ 200 mg/dl 20 (15,6) 44 (26,5) 0.025

KGD sewaktu

*

≥ 200 mg/dl 37 (28,9) 81 (48,8) 0.001

Kolesterol Total

*

≥ 200 mg/dl 58 (45,3) 68 (41) 0.455 HDL < 40 mg/dl 100 (78,1) 128 (77,1) 0.836 Trigliserida ≥ 150 mg/dl

LDL ≥ 130 mg/dl Ureum > 50 mg/dl

43 (33,6) 51 (39,8) 34 (26,6) 60 (36,1) 55 (33,1) 58 (34,9) 0.649 0.143 0.01

Kreatinin > 1,2 mg/dl TIMI Skor < 4 , n(%) ≥ 4, n(%)

26 (20,3) 101 (78,9) 27 (21,1) 38 (22,9) 52 (31,3) 114 (68,7) 0.670 <0.001*


(55)

Komplikasi , n (%)

CHF Klas II Klas III Klas IV 26 (20,3) 10 (7,8) 3 (2,3) 48 (28,9) 11 (6,6) 8 (4,8) 0.207

Perdarahan Saluran Cerna Saluran Kemih 1 (0,8) 2 (1,6) 5 (3) 4 (2,4) 0.352 Aritmia 17 (13,3) 35 (21,1) 0.082 CKD Stroke Iskemik 9 (7) 3 (2,3) 11 (6,6) 4 (2,4) 0.891 0.640

Revaskularisasi IKP, n(%)

CABG, n(%) 62 (48,4) 4 (3,1) 78 (46,9) 0 0.143

Mortalitas, n(%) 16 (12,5) 24 (14,5) 0.627

Morbiditas, n (%) 11 (8,5) 12 (7,2) 0.705

IMA STE= Infark Miokard Akut ST Elevasi; IMA non STE= Infark Miokard Akut non ST Elevasi; APTS= Angina Pectoris Tak Stabil; IKP= Intervensi Koroner Perkutan; CABG= Coronary Artery Bypass Grafting; TIMI= Thrombolysis In Myocardial Infarction; HDL= High Density Lipoprotein; LDL= Low Density Lipoprotein; CAD= Coronary Artery Disease; CHF= congestive heart failure;CKD= Chronic Kidney Disease.

Pada tabel 13 yang menunjukkan hubungan antara MACE (mayor adverse cardiac event) yaitu cardiac related death, fatal MCI, non fatal MCI, non fatal stroke, CHF dan CABG yang terjadi dalam 6 bulan sejak pasien pertama kali di rawat di rumah sakit terhadap kejadian kematian pada IMA STE yang didapatkan sebanyak 24 subjek ternyata secara statistika bermakna dengan nilai p = 0.001 dan dalam waktu 6 bulan saat pasien kembali masuk ke rumah sakit (re-hospital) didapatkan sebanyak 12 subjek. Data dari tabel 14 yang menunjukkan hasil yang bermakna secara statistik antara MACE terhadap mortalitas pada IMA non STE/APTS didapatkan 16 subjek dengan nilai p = 0.001 dan morbiditas didapatkan 11 subjek dengan nilai p = 0.002 dimana 4 subjek dilakukan tindakan CABG di RS H. Adam Malik Medan dan berobat jalan dalam kondisi baik.


(56)

Tabel 13. Hubungan antara MACE terhadap Mortalitas dan Morbiditas pada IMA-STE MACE Mortalitas P Morbiditas P Ya (n= 24)

Tidak Ya

(n= 12)

Tidak

Cardiac Related Death 16(66,7) - 0.001* - - -

Fatal MCI 6 (25) 1(8,3) 1 (8,3) -

Non Fatal MCI 1 (4,2) 2 (16,7) 2(16,7) - Non Fatal Stroke - 1 (8,3) 1 (8,3) -

CHF 1 (4,2) 8 (66,7) 8 (66,7) -

MACE = mayor adverse cardiac event; CHF = congestive heart failure; MCI= myocard infarction;

Tabel 14. Hubungan antara MACE terhadap Mortalitas dan Morbiditas pada IMA Non STE/APTS MACE Mortalitas P Morbiditas P Ya (n= 16)

Tidak Ya

(n= 11)

Tidak

Cardiac Related Death 4 (25) - 0.001* - - 0.002*

Fatal MCI 7 (43,8) - - -

Non Fatal MCI - 4 (26,7) 4 (36,4) - Non Fatal Stroke - 1 (6,7) 1 (9,1) - CHF CABG 5 (31,3) - 6 (40) 4 (26,7) 6 (54,5) - - 4 (100)

MACE = mayor adverse cardiac event; CHF = congestive heart failure; MCI= myocard infarction; CABG= coronary artery bypass grafting.

Pada tabel 15 dan tabel 16 menunjukkan hasil analisis yang bermakna terhadap tindakan IKP terhadap penurunan angka kejadian mortalitas bila dibandingkan tidak dilakukan tindakan IKP (p = 0.001) namun hal ini tidak bermakna pada kejadian morbiditas pada SKA ( p = 0.281)

Tabel 15. Tindakan IKP terhadap kejadian Mortalitas pada SKA Mortalitas

P Ya

(n = 40)

Tidak (n= 254) IMA Non STE


(57)

Tidak, n (%)

8 (50) 58 (52)

IMA STE IKP Ya, n (%)

Tidak, n (%) 3 (12,5) 21 (87,5) 75 (52,8) 67 (47,2) 0.001*

IMA= infark miokard akut; IKP= intervensi koroner perkutan; STE= ST-elevasi

Tabel 16. Tindakan IKP terhadap kejadian Morbiditas pada SKA Morbiditas P Ya (n= 23) Tidak (n= 231) IMA Non STE

IKP Ya, n (%) Tidak, n (%)

7 (63,6) 4 (36,4) 47 (46,5) 54 (53,5) 0.281 IMA STE

IKP Ya, n (%) Tidak, n(%) 6 (50) 6 (50) 69 (53) 61 (47) 0.838

IMA= Infark miokard akut; IKP= intervensi koroner perkutan; STE= ST-elevasi

Setelah didapatkan deskripsi data karakteristik subyek penelitian maka dilakukan analisis bivariat untuk menentukan faktor prognostik yang mempengaruhi mortalitas dan morbiditas pada SKA. Data dari tabel 17 menunjukkan faktor risiko yang secara statistik bermakna berperan terhadap kejadian mortalitas pada kelompok IMA STE yaitu pertama adalah usia ≥ 65 tahun , dengan risiko sebanyak 3 kali dibandingkan dengan usia < 65 tahun dengan nilai OR = 3.042 (95% i.k 1.221-7.584) dengan nilai p = 0.014 dan yang kedua penderita diabetes mellitus dengan risiko hampir 4 kali dibandingkan tanpa diabetes mellitus dengan nilai OR = 3.762 ( 95% i.k 1.410-10.380) dan nilai p= 0.005. Namun subjek yang memiliki faktor risiko ≥ 3 secara statistik tidak

bermakna terhadap mortalitas bila dibandingkan dengan subjek yang hanya memiliki faktor risiko < 3.


(1)

angka mortalitas dan morbiditas di RSUP. H. Adam Malik Medan agar dapat menjadi data dasar dan masukan serta dapat memberikan penatalaksanaan yang cepat dan tepat untuk hasil yang lebih baik di masa mendatang.

Penelitian ini membutuhkan partisipasi subjek penelitian yang didapatkan dari anamnesa, hasil rekaman elektrokardiografi (EKG) listrik jantung, hasil foto roentgen dada serta sampel darah untuk pengukuran darah rutin, kadar gula darah sewaktu, kadar lemak darah dan kadar marker enzim jantung (Troponin-T, CK, CK-MB) dan tindakan intervensi koroner di ruang kateterisasi jantung yang tercatat dalam rekam medis serta subjek penelitian yang masih berjalan selama bulan Desember 2011.

Setiap identitas pasien serta data yang ada dalam penelitian ini akan dirahasiakan dan digunakan untuk penelitian. Dan untuk penelitian ini Bapak/Ibu/Saudara/Saudari tidak dikenakan biaya apapun. Keikutsertaan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari akan memberi sesuatu yang berguna bagi ilmu pengetahuan untuk masa depan.

Peneliti,

Dr. Mutiara. M. Simanjuntak


(2)

SURAT PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Lampiran 2

( PSP )

Saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin : Alamat : No. Telepon :

Setelah mendapat keterangan secara terperinci dan jelas mengenai penelitian yang berjudul “Faktor-faktor prognostik yang mempengaruhi mortalitas dan morbiditas pada pasien Sindroma Koroner Akut selama periode Januari sampai dengan Desember 2011 di RSUP. H. Adam Malik Medan”, maka saya

menyatakan bersedia untuk ikut serta dalam penelitian ini secara sukarela dan tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.

Medan, 2011

( )


(3)

WORKING SHEET REGISTRY ACS MEDAN

No. Formulir Reg./ MR : Dokter ahli jantung : Tanggal MRS : Tanggal KRS/meninggal : Masuk melalui :

UGD/Poliklinik/Cath-Lab/Ruangan/lainnya Residen :

IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : ______________________________________________( L / P) Umur : __ thn. Tanggal Lahir : ____ / ______ / _____( DD/MM/YY) Suku : ___________Pekerjaan :___________ No.Telp/ HP : _______ Alamat : ________________________________________________

_________________________________________________ TB : _____ cm BB :____kg . Lingk. Pinggang (cm):___BMI: ___ Diagnosis Masuk : _________________________________________________

1 Nyeri Dada 0.Tdk ada 1.Tipikal (….jam/hari) 2.Atipikal (….jam/hari) 3.non Kardiak (…jam/hari)

2 MCI 0.Tdk ada 1.anterior 2.inferior 3.Antero-ekstensif 4.Ant-inf 5. Lateral 6. NSTEMI

3 Pemeriksaan Fisik ( saat masuk RS)

TD : mmHg HR : x/mnt (reg/ ir-reg) RR : x/mnt TVJ : 0. Normal 1. Meningkat

Hepatomegali : 0. Tidak 1. Ya Edema Ekstremitas : 0. Tidak 1. Ya

4. EKG 0. Normal 1. Tidak

ST changes : 0. Tidak 1. Ada AF : 0. Tidak 1. Ada

T waves changes : 0. Tidak 1. Ada Poor R progression : 0. Tidak 1. Ada

Q-patologis : 0. Tidak 1. Ada RBBB/ LBBB : 0.Tidak 1. Ada

LVH : 0. Tidak 1. Ada Aritmia : 0. Tidak 1. Ada

Luas Infark : 0. Inferior 1. Anterior 2. Anteroseptal 3. Antero-ekstensif 4.Septal

5. Lateral 6. High-lateral 7. Posterior 8. Right Ventrikel 5 Faktor Risiko

Hipertensi : 0. Tidak 1. Ada (….thn) DM : 0. Tidak 1. Ada (….thn) Dislipidemia : 0. Tidak 1. Ada (….thn) Merokok : 0. Tidak 1. Ada (….thn) Riw. Keluarga : 0. Tidak 1. Ada (ayah/ibu) Obesitas : 0. Tidak 1. Ada (….thn) Exercise : 0. Sedentary 1. Regular Exercise

6 Enzym jantung 0. Negatif 1. Trop-T (……..) 2. CK (…….) 3. CK-MB (…...)

7 Rontgen Torak 0. CTR < 50% 1. CTR 50-60% 2. CTR 60-70% 3. CTR > 70%

8 Laboratorium

Hb:…….Ht:……Lekosit:….….Tromb:……Lymp:……Neutrofil:…...KGDN:…..….KGD2jPP:…….. GDS:……...HbA1C:..….HsCRP:…..BNP:……Ur:.……Cr:…..…Albuminuria(makro/mikro):…….. As.urat:…….Na:…….K:….….Cl:….….Kolesteroltotal:….….HDL:……..Trigliserid:…….Lp(a) :……. LDL :…….aPTT:…...( ) PT:…...( ) TT:…...( ) INR:….. SGPT:……..SGOT:……..LDH:……. 9. Ekokardiografi

( / / )

LVEDD (mm):……. LVESD (mm):……. EF: ……% E/A : 0. (N) 1. Abnormal LVH : 0. Tidak 1. Ada TAPSE (cm): …….LA (mm):…..Aorta (mm): ….

Lainnya : ………


(4)

10. Terapi Morphin (I.V) Dosis= ……….. Nitrat (I.V) Dosis=………… Nitrat oral Dosis=………… Aspilet Dosis=………… Clopidogrel Dosis=…………. Trombolitik Dosis=…………. GPIIb/IIIa Dosis=………… UFH Dosis=………… LMWH Dosis=………… ACE-I/ ARB Dosis=…………. Diuretik Dosis=…………. Statin Dosis=………… B-Blocker Dosis=…………. Inotropik (I.V) Dosis=………… Digoxin Dosis=…………

0. Riw. Sebelumnya 1.Pre-hospital acute (4 jam SMRS) 2.Dalam 24 jam I di RS 3. Berobat jalan 4. Tdk ada indikasi/tdk di berikan 5. Kontraindikasi 6. Intoleran 0. Riw. Sebelumnya 1.Pre-hospital acute (4 jam SMRS) 2. Dalam 24 jam I di RS 3. Berobat jalan 4. Tdk ada indikasi/tdk di berikan 5. Kontraindikasi 6. Intoleran 0. Riw. Sebelumnya 1.Pre-hospital acute (4 jam SMRS) 2. Dalam 24 jam I di RS 3. Berobat jalan 4. Tdk ada indikasi/tdk di berikan 5. Kontraindikasi 6. Intoleran 0. Riw. Sebelumnya 1.Pre-hospital acute (4 jam SMRS) 2. Dalam 24 jam I di RS 3. Berobat jalan 4. Tdk ada indikasi/tdk di berikan 5. Kontraindikasi 6. Intoleran 0. Riw. Sebelumnya 1.Pre-hospital acute (4 jam SMRS) 2. Dalam 24 jam I di RS 3. Berobat jalan 4. Tdk ada indikasi/tdk di berikan 5. Kontraindikasi 6. Intoleran 0. Riw. Sebelumnya 1.Pre-hospital acute (4 jam SMRS) 2. Dalam 24 jam I di RS 3. Berobat jalan 4. Tdk ada indikasi/tdk di berikan 5. Kontraindikasi 6. Intoleran 0. Riw. Sebelumnya 1.Pre-hospital acute (4 jam SMRS) 2. Dalam 24 jam I di RS 3. Berobat jalan 4. Tdk ada indikasi/tdk di berikan 5. Kontraindikasi 6. Intoleran 0. Riw. Sebelumnya 1.Pre-hospital acute (4 jam SMRS) 2. Dalam 24 jam I di RS 3. Berobat jalan 4. Tdk ada indikasi/tdk di berikan 5. Kontraindikasi 6. Intoleran 0. Riw. Sebelumnya 1.Pre-hospital acute (4 jam SMRS) 2. Dalam 24 jam I di RS 3. Berobat jalan 4. Tdk ada indikasi/tdk di berikan 5. Kontraindikasi 6. Intoleran 0. Riw. Sebelumnya 1.Pre-hospital acute (4 jam SMRS) 2. Dalam 24 jam I di RS 3. Berobat jalan 4. Tdk ada indikasi/tdk di berikan 5. Kontraindikasi 6. Intoleran 0. Riw. Sebelumnya 1.Pre-hospital acute (4 jam SMRS) 2. Dalam 24 jam I di RS 3. Berobat jalan 4. Tdk ada indikasi/tdk di berikan 5. Kontraindikasi 6. Intoleran 0. Riw. Sebelumnya 1.Pre-hospital acute (4 jam SMRS) 2. Dalam 24 jam I di RS 3. Berobat jalan 4. Tdk ada indikasi/tdk di berikan 5. Kontraindikasi 6. Intoleran 0. Riw. Sebelumnya 1.Pre-hospital acute (4 jam SMRS) 2. Dalam 24 jam I di RS 3. Berobat jalan 4. Tdk ada indikasi/tdk di berikan 5. Kontraindikasi 6. Intoleran 0. Riw. Sebelumnya 1.Pre-hospital acute (4 jam SMRS) 2. Dalam 24 jam I di RS 3. Berobat jalan 4. Tdk ada indikasi/tdk di berikan 5. Kontraindikasi 6. Intoleran 0. Riw. Sebelumnya 1.Pre-hospital acute (4 jam SMRS) 2. Dalam 24 jam I di RS 3. Berobat jalan 4. Tdk ada indikasi/tdk di berikan 5. Kontraindikasi 6. Intoleran


(5)

Dosis=……… 3. Berobat jalan 4. Tdk ada indikasi/tdk di berikan 5. Kontraindikasi 6. Intoleran

11 Komplikasi : 0. Tidak 1. Ya

CHF : 0. Kls I 1. Kls II 2. Kls III 3. Kls IV

Perdarahan : 0. Tidak 1. Saluran cerna 2. Saluran kemih

Aritmia : 0. Tidak 1. Ada

Riw. Stroke : 0. Tidak 1. Stroke Iskemik (…..bln) 2. Stroke Hemoragik (….bln)

Riw. Revaskularisasi : 0. Tidak 1. PCI (…..) 2. CABG (……) 3. PCI + CABG (……)

CKD : 0. Tidak 1. Ada ( stage ……)

Peripheral Artery disease :0. Tidak 1. Ada

12. Lama Rawatan : CVCU : …….. jam/ hari ICU : ………..jam / hari Ruangan : ……… hari

13. TIMI RISK STEMI

UAP/ NSTEMI

0. 0/14 1. 1/14 2. 2/14 3. 3/14 4. 4/14 5. 5/14 6. 6/14 7. 7/14 8. 8/14 9. > 8/14

1. 0-1/7 2. 2/7 3. 3/7 4. 4/7 5. 5/7 6. 6/7 14 Kateterisasi

Diagnostik LM LAD LCx RCA Graft

0. Tidak 1. Ada

0. (N) 1. Stenosis < 50% 2. Stenosis > 50% 3. Total Oklusi 0. (N) 1. Stenosis < 50% 2. Stenosis > 50% 3. Total Oklusi 0. (N) 1. Stenosis < 50% 2. Stenosis > 50% 3. Total Oklusi 0. (N) 1. Stenosis < 50% 2. Stenosis > 50% 3. Total Oklusi ……….. 15 Perjalanan Klinis

Meninggal MACE

Tanggal MACE

0. Tidak 1. Ya ………… ( DD/MM/YY)

0.Cardiac Related Death 1. Fatal MCI 2. Fatal Stroke 3. Non Fatal MCI 4. Non Fatal Stroke 5.CHF 6.PTCA 7.CABG 8. Non Cardiovascular death

………( DD/MM/YY)


(6)

Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 4

Nama : Mutiara Margaretha Simanjuntak Tempat / Tanggal lahir : Medan / 31 Januari 1979

Pekerjaan : Dokter

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Iskandar Muda no. 21/ 250, Medan Nomor Telepon : 06191000779

Orang Tua : Dr. Maruli . T. Simanjuntak, SpJP(K), (Bapak) R. E br Panjaitan (Ibu)

RIWAYAT PENDIDIKAN :

TK Tarakanita V Jakarta tahun 1985 - 1986 SD Tarakanita V Jakarta tahun 1987 - 1990 SD Taman Asuhan P. Siantar tahun 1990 - 1991 SMP Taman Asuhan P. Siantar tahun 1991 - 1992 SMP Methodist I Medan tahun 1992-1994

SMU Immanuel Medan tahun 1994-1997

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia Jakarta 1997-2005

RIWAYAT ORGANISASI :

Anggota IDI cabang Medan 2005-sekarang


Dokumen yang terkait

Faktor yang Dapat Dimodifikasi Dan Tidak Dapat Dimodifikasi Pada Penderita Sindroma Koroner Akut Di RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2011

2 70 58

Prevalensi Faktor Resiko Mayor Pada Pasien Sindroma Koroner Akut Periode Januari hingga Desember 2013 Yang Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik

0 4 57

Hubungan Diabetes Mellitus Pada Pasien Sindroma Koroner Akut Dengan Masa Perawatan Di RSUP Haji Adam Malik Medan Pada Periode Januari Sampai Dengan Desember 2013

0 4 72

Hubungan Diabetes Mellitus Pada Pasien Sindroma Koroner Akut Dengan Masa Perawatan Di RSUP Haji Adam Malik Medan Pada Periode Januari Sampai Dengan Desember 2013

0 0 13

Prevalensi Faktor Resiko Mayor Pada Pasien Sindroma Koroner Akut Periode Januari hingga Desember 2013 Yang Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik

0 0 11

Prevalensi Faktor Resiko Mayor Pada Pasien Sindroma Koroner Akut Periode Januari hingga Desember 2013 Yang Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik

0 0 2

Prevalensi Faktor Resiko Mayor Pada Pasien Sindroma Koroner Akut Periode Januari hingga Desember 2013 Yang Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik

0 0 4

Prevalensi Faktor Resiko Mayor Pada Pasien Sindroma Koroner Akut Periode Januari hingga Desember 2013 Yang Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik

0 1 16

Prevalensi Faktor Resiko Mayor Pada Pasien Sindroma Koroner Akut Periode Januari hingga Desember 2013 Yang Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik

0 0 3

Prevalensi Faktor Resiko Mayor Pada Pasien Sindroma Koroner Akut Periode Januari hingga Desember 2013 Yang Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik

0 0 2