Komplikasi Sindroma Koroner Akut 1. Definisi

II.2.7. Komplikasi

Pasien dengan irama atrial fibrilasi AF yang baru muncul setelah serangan IMA menunjukkan peningkatan angka risiko kejadian kardiovaskuler dan kematian. AF merupakan aritmia yang paling sering muncul setelah serangan IMA dan menjadi prediktor utama untuk hasil akhir klinis pada pasien dengan SKA. Antoni dkk, 2010. Hasil GRACE menunjukkan bahwa persentase kejadian kematian lebih tinggi pada IMA non STE dibandingkan dengan IMA STE 13 vs 8, namun pada kejadian masuk kembali ke rumah sakit dijumpai persamaan persentase antara IMA non STE dan APTS 20 gambar 5. Gambar 5 . Hasil akhir klinis : mulai rawatan sampai jangka waktu 6 bulan GRACE,1999 II.2.8. Penatalaksanaan Sindroma Koroner Akut II.2.8.1. Kombinasi pemberian aspirin dan clopidogrel Pada penelitian CURE Fox dkk, 2004 kombinasi aspirin 300 mg saat awal dan 75-150 mg setiap hari dan clopidogrel 300 mg saat awal dan 75 mg setiap hari ternyata jauh lebih efektif dibandingkan dengan pemberian aspirin tunggal. Manfaat kombinasi aspirin dan clopidogrel terlihat dalam 24 jam dan ternyata mengurangi kejadian infark miokard berulang atau iskemik berulang Yusuf dkk, 2003. Bila dibandingkan dengan plasebo, pemberian aspirin ternyata bermakna untuk mengurangi rerata angka kejadian Universitas Sumatera Utara kardiovaskuler kematian kardiovaskuler, infark miokard yang tidak fatal dan non-fatal stroke pada pasien dengan APTS absolute risk reduction; RR 5.3, relative RR 46 dan mengurangi hampir sepertiga angka kematian absolute RR 3.8, relative RR 30 pada pasien dengan IMA. Antithrombotic Trialists’ Collaboration, 2002. Penelitian CLARITY-TIMI 28 clopidogrel 300 mg saat awal dan 75 mg setiap hari dan COMM ITCCS clopidogrel 75 mg setiap hari pada pasien dengan IMA STE memberikan hasil yang menurunkan angka kematian bila dengan pemberian kombinasi aspirin dan clopidogrel dibandingkan dengan hanya pemberian aspirin tanpa adanya komplikasi perdarahan mayor Fox dkk, 2004; Sabatine dkk, 2005

II.2.8.2. Beta Blocker

Meta analisis kecil pada pasien APTS memberikan hasil bahwa beta blocker akan menurunkan rata-rata progresi kejadian infark miokard sebesar 13 Yusuf dkk, 1998. Penelitian meta analisis dari COMMITCCS dengan pemberian beta blocker lebih awal pada pasien IMA STE dengan Killip klas I tidak ada tanda gagal jantung disertai dengan tekanan darah sistolik 105 mmHg dan denyut jantung 65 kalimenit memperlihatkan bahwa pemberian intravena yang diikuti pemberian oral akan menurunkan angka kematian absolute RR 0.7, relative RR 13, kejadian infark berulang absolute RR 0.5, relative RR 22 dan serangan jantung absolute RR 0.7, relative RR 15 Chen dkk, 2005.

II.2.8.3. Terapi Antikoagulan

Pada pasien dengan IMA non STE, pemberian unfractionated heparin UFH dalam 48 jam ternyata mengurangi angka kematian ataupun infark miokard absolute RR 2.5; relative RR 33. Pada pasien dengan IMA STE, pemberian UFH yang diikuti dengan aspirin dan trombolitik dengan agen spesifik –fibrin, ternyata memberikan hasil yang cukup baik Universitas Sumatera Utara dengan menurunnya angka kejadian infark ulangan 0.3 absolute RR dan kematian 0.5 absolute RR Eikelboom dkk, 2000. Penelitian secara RCT membandingkan pemberian low molecular weight heparin LMWH dengan UFH pada IMA STE menunjukkan beberapa manfaat pada penggunaan LMWH, terutama enoxaparin Wong dkk, 2003. Secara meta analisis memastikan bahwa pasien yang diterapi dengan trombolitik, LMWH enoxaparin memiliki hasil akhir klinis yang jauh lebih baik pada kasus IMA, absolute RR 2.3, relative RR 41; iskemik berulang absolute RR 2.0, relative RR 30; kematian ataupun infark berulang absolute RR 2.9, relative RR 26; dan kematian atau iskemik berulang absolute RR 4.8, relative RR 28 tapi tidak ada penurunan pada angka kematian bila dibandingkan dengan penggunaan UFH. Theroux P, 2003. Gambar 6 . Membandingkan enoxaparin dengan UFH sebagai terapi tambahan pada pasien dengan STEMI yang telah mendapatkan fibrinolitik. A. angka rerata hasil akhir klinis primer kematian atau non-fatal MI dalam 30 hari secara bermakna lebih rendah pada kelompok enoxaparin dibandingkan dengan UFH 9.9 versus 12; P 0.001 by the log-rank test. B. Angka rerata hasil akhir klinis sekunder kematian, non-fatal MI atau revaskularisasi segera dalam 30 hari secara bermakna lebih rendah pada kelompok enoxaparin dibandingkan dengan UFH 11.7 versus 14.5; P 0.001 by the log-rank test. Perbedaannya terlihat bermakna pada 48 jam pertama 6.1 pada kelompok UFH versus 5.3 pada kelompok enox; P = 0.02 dengan tes log-rank. Antman EM, 2006. Universitas Sumatera Utara

II.2.8.4. Terapi Reperfusi

Pasien IMA STE yang datang ke rumah sakit yang memiliki fasilitas tindakan intervensi koroner perkutan IKP harus dilakukan tindakan IKP primer dalam 90 menit saat kontak medis pertama kali diberikan Klas I, Level of Evidence :A. Pasien IMA STE yang datang ke rumah sakit yang tidak memiliki fasilitas tindakan IKP dan tidak dapat dirujuk ke pusat IKP dan tidak dapat dilakukan tindakan IKP dalam 90 menit saat kontak medis pertama kali, harus diberikan terapi fibrinolitik dalam 30 menit setelah tiba di rumah sakit, kecuali didapatkan kontraindikasi terapi fibrinolitik Klas I, Level of Evidence :B Antman, 2007; Brodie dkk, 2001. Tujuannya adalah untuk meningkatkan jumlah pasien yang mendapatkan tindakan IKP primer, setidaknya 75 pasien dilakukan tindakan IKP dalam 90 menit setelah tiba di rumah sakit, berdasarkan penggunaan strategi evidenced-based untuk mengurangi keterlambatan Bradley, 2006. Meskipun ditemukan hubungan antara waktu pemberian terapi dan hasil akhir klinis, hasil yang terbaik adalah pemberian trombolisis dalam jam pertama saat pasien tiba di rumah sakit Milaveta JJ, 1998; David OW, 2004 . Hal ini juga ditunjukkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh De Luca, dkk 2004 bahwa keterlambatan 30 menit dalam pemberian terapi reperfusi akan memberikan 7,5 angka kematian dalam 1 tahun. Salah satu hal yang penting adalah bahwa waktu untuk pemberian terapi dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk usia lanjut, jenis kelamin perempuan dan riwayat diabetes ataupun tindakan revaskularisasi sebelumnya. Pasien dengan SKA yang tidak mendapatkan terapi reperfusi ternyata menunjukkan angka risiko kematian yang lebih tinggi. Pada pasien IMA STE ternyata hal ini sangat mempengaruhi hasil akhir jangka pendek dan jangka panjang David OW,2004. Universitas Sumatera Utara Gambar 7. Hubungan antar onset nyeri dada terhadap angka keberhasilan terapi reperfusi.Boersma dkk, 1996 Pada gambar 7 menunjukkan pentingnya kecepatan waktu yang untuk tindakan reperfusi pada pasien dengan IMA STE ternyata dapat menyelamatkan pasien. Data menunjukkan bahwa dari 1000 pasien hidup yang diterapi dengan fibrinolitik bila dibandingkan dengan plasebo keberhasilan terapi ternyata dipengaruhi oleh cepatnya pemberian setelah onset nyeri dada timbul. Oleh karena angka keberhasilan hidup setelah pemberian fibrinolitik adalah maksimal 4 jam, maka hal tersebut menjadi “golden hour” untuk reperfusi farmakologis Carlo DM,2011. Dibandingkan dengan placebo, terapi trombolitik akan mengurangi angka kematian dalam 35 hari 1.9 absolute RR, 18 relative RR pada pasien dengan IMA STE Boersma dkk, 1996; van Der Welf, 2003 Gambar 8. Hasil Meta analisis waktu terhadap pemberian terapi pada Fibrinolitik dan IKP Zijlstra dkk,2002

5.4 7.3

14.6

5.1 6.1

6.7 2

4 6 8 10 12 14 16 2 hrs 424414 2-4 hrs 523512 4 hrs 315297 D eat h at 6 m o n th s TIme from Sx Onset to Randomization Fibrinolysis PCI Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Faktor yang Dapat Dimodifikasi Dan Tidak Dapat Dimodifikasi Pada Penderita Sindroma Koroner Akut Di RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2011

2 70 58

Prevalensi Faktor Resiko Mayor Pada Pasien Sindroma Koroner Akut Periode Januari hingga Desember 2013 Yang Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik

0 4 57

Hubungan Diabetes Mellitus Pada Pasien Sindroma Koroner Akut Dengan Masa Perawatan Di RSUP Haji Adam Malik Medan Pada Periode Januari Sampai Dengan Desember 2013

0 4 72

Hubungan Diabetes Mellitus Pada Pasien Sindroma Koroner Akut Dengan Masa Perawatan Di RSUP Haji Adam Malik Medan Pada Periode Januari Sampai Dengan Desember 2013

0 0 13

Prevalensi Faktor Resiko Mayor Pada Pasien Sindroma Koroner Akut Periode Januari hingga Desember 2013 Yang Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik

0 0 11

Prevalensi Faktor Resiko Mayor Pada Pasien Sindroma Koroner Akut Periode Januari hingga Desember 2013 Yang Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik

0 0 2

Prevalensi Faktor Resiko Mayor Pada Pasien Sindroma Koroner Akut Periode Januari hingga Desember 2013 Yang Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik

0 0 4

Prevalensi Faktor Resiko Mayor Pada Pasien Sindroma Koroner Akut Periode Januari hingga Desember 2013 Yang Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik

0 1 16

Prevalensi Faktor Resiko Mayor Pada Pasien Sindroma Koroner Akut Periode Januari hingga Desember 2013 Yang Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik

0 0 3

Prevalensi Faktor Resiko Mayor Pada Pasien Sindroma Koroner Akut Periode Januari hingga Desember 2013 Yang Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik

0 0 2