Hubungan Kondisi Lingkungan Di Dalam Rumah Penduduk Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Pra Sekolah Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010

(1)

HUBUNGAN KONDISI LINGKUNGAN DI DALAM RUMAH

PENDUDUK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK PRA

SEKOLAH DI KELURAHAN MABAR KECAMATAN

MEDAN DELI TAHUN 2010

SKRIPSI

OLEH:

ELVIA SUSANTI SINAGA 071000265

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

HUBUNGAN KONDISI LINGKUNGAN DI DALAM RUMAH

PENDUDUK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK PRA

SEKOLAH DI KELURAHAN MABAR KECAMATAN

MEDAN DELI TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH:

ELVIA SUSANTI SINAGA 071000265

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi Dengan Judul

HUBUNGAN KONDISI LINGKUNGAN DI DALAM RUMAH

PENDUDUK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK PRA

SEKOLAH DI KELURAHAN MABAR KECAMATAN

MEDAN DELI TAHUN 2010

Yang Dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

ELVIA SUSANTI SINAGA NIM. 071000265

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui Untuk disidangkan dihadapan peserta seminar

Bagian Pendidikan Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

Dosen Pembimbing I : Dosen Pembimbing II :

Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes NIP. 19650109 199403 2 002 NIP. 19700219 1998 02 2 002


(4)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan Judul :

HUBUNGAN KONDISI LINGKUNGAN DI DALAM RUMAH

PENDUDUK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK PRA

SEKOLAH DI KELURAHAN MABAR KECAMATAN

MEDAN DELI TAHUN 2010

Yang Dipersiapkan dan Dipertahankan oleh :

ELVIA SUSANTI SINAGA NIM. 071000265

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 21 Juli 2010

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima TIM PENGUJI

Ketua Penguji Penguji I

(Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS) (dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes) NIP. 19650109 199403 2 002 NIP. 19700219 1998 02 2 002

Penguji II Penguji III

(Ir.Evi Naria, M.Kes) (Ir.Indra Chahaya, M.Si) NIP. 19680320 199303 2 001 NIP. 19681101 199303 2 005

Medan, Juli 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan

(Dr.Surya Utama, MS NIP. 19610831 198903 1 001


(5)

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN KONDISI LINGKUNGAN DI DALAM RUMAH

PENDUDUK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK PRA

SEKOLAH DI KELURAHAN MABAR KECAMATAN

MEDAN DELI TAHUN 2010

Oleh:

ELVIA SUSANTI SINAGA 071000265

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(6)

ABSTRAK

Di Indonesia ISPA masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat karena tingginya angka kematian terutama pada bayi dan anak pra sekolah. Hal ini disebabkan karena rumah dan kondisi lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat mengakibatkan terjadinya ISPA.

Berdasarkan data dari puskesmas yang diperoleh penulis di Kelurahan Mabar tentang kejadian ISPA di wilayah tersebut, dapat kita lihat bahwa dari jumlah anak pra sekolah 1237 anak pra sekolah yang ada, yang terkena ISPA sejumlah 342 anak pra sekolah. Sedangkan untuk kondisi lingkungan dalam rumah masih terdapat rumah yang semi permanen dan papan sejumlah 864 rumah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kondisi lingkungan di dalam rumah penduduk dengan kejadian ISPA pada anak pra sekolah di kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli.

Jenis penelitian ini merupakan survai yang bersifat analitik dengan rancangan

Cross Sectional. Teknik pengambilan sampel yaitu dengan cara sistematik random sampling yang mana jumlah sampel 88 anak pra sekolah.

Hasil penelitian ini menunjukkan 62 rumah (70,5%) ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan, 59 rumah (67,1%) kelembaban yang tidak memenuhi syarat kesehatan, 54 rumah (61,4%) konstruksi dinding yang tidak memenuhi syarat kesehatan, 65 rumah (73,9%) keadaan kamar tidur yang padat penghuninya, 60 rumah (68,1%) yang menggunakan kayu sebagai bahan bakar untuk memasak, 61 rumah (69,3%) adanya yang merokok di dalam rumah, 58 rumah (65,9%) yang menggunakan obat nyamuk bakar, semprot, lation dan spray sebagai bahan pengendali serangga. Semua kondisi lingkungan rumah ini telah diamati dan diukur mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian ISPA.

Kesimpulan yang diperoleh adalah kondisi lingkungan di dalam rumah penduduk di kelurahan Mabar kecamatan Medan Deli belum memenuhi syarat kesehatan. Kepada petugas atau tenaga kesehatan perlu memberikan penyuluhan yang intensif tentang perumahan sehat terhadap masyarakat di Kelurahan Mabar.


(7)

ABSTRACT

In Indonesia Acute respiratory infections (ARI) is one of society health issue for the higher of mortality rate in particular to the baby and pre-school age. This caused by the poor sanitation of house and environmental conditions that cause the acute respiratory infection (ARI).

Based on data collected by writer from the Puskesmas (Society Health Center) of Urban Village of Mabar on the acute respiratory infection (ARI) case in the area, it is indicates that the number of child in pre-school age is 1237 and the child with acute respiratory infections (ARI) is 342 child in pre-school age. While based on the environment condition of the house, there are 864 units of semi permanent and frame houses.

This research aims to study a correlation between the environment condition in the house and the incidence of acute respiratory infection (ARI) to the child in pre-school age in Urban village of Mabar, sub-district of Medan Deli.

This research is an analytic survey by Cross Sectional design. The sampling is by random sampling systematic with the number of sample are 88 child in pre-school age.

The results of study indicated that there are 62 units of houses (70.5%) with poor ventilation, 59 unit of houses (67.1%) with lower humidity, 54 unit of houses (61.4%) with construction that did not fulfill the health requirement, 65 units of houses (73.9%) with higher occupation rate, 60 units of houses (68.1%) that use firewood for cooking, 61 units of houses (69.3%) with there are people who smoking in home, 58 units of houses ( 65.9%) who use the burnt mosquito repellent, spray, lation as insect repellant. The condition of these hauses had observed and served and indicate a significant correlation to acute respiratory infection (ARI) incidence.

The conclusion is the environmental conditions of the houses in urban village of Mabar, sub-district of Medan Deli has not yet fulfill the health requirement. The clinical must provide the society with the intensive extension about the health houses in urban village of Mabar.

Keywords: Environmental Conditions in The House, Acute respiratory infection (ARI)


(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Elvia Susanti Sinaga

Tempat/Tanggal Lahir : Tambahan, 23 Oktober 1982

Agama : Islam

Status Perkawinan : Menikah Jumlah Anak : 1 (satu) orang

Alamat Rumah : Jl. Mangaan Lingk. XV Mabar Riwayat Pendidikan :

1. SD Negeri 1 No. 091315 Pematang Raya Tahun 1989 – 1995 2. SLTPN 2 Pematang Raya Tahun 1995 – 1998

3. SMU Methodist Pematang Siantar Tahun 1998 – 2001 4. Akademi Keperawatan Imelda Medan Tahun 2002 – 2005 5. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Tahun 2007 – 2010


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “HUBUNGAN KONDISI

LINGKUNGAN DI DALAM RUMAH PENDUDUK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK PRA SEKOLAH DI KELURAHAN MABAR KECAMATAN MEDAN DELI TAHUN 2010”. Skripsi ini merupakan salah satu

syarat dalam menyelesaikan pendidikan guna memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun material. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr.Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ir.Indra Chahaya S. MSi, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr.Dra.Irnawati Marsaulina, MS, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan pikiran, masukan dan waktu dalam memberikan bimbingan, petunjuk dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.


(10)

4. dr.Devi N.Santi, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing II dan juga sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan masukan dan waktu dalam memberikan bimbingan, petunjuk dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Lurah Kelurahan Mabar beserta seluruh pegawai yang telah membantu memberikan data kepada penulis sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik.

6. Kepala Puskesmas Medan Deli beserta seluruh pegawai yang telah membantu memberikan data kepada penulis sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik.

7. Secara khusus terima kasih buat Mama (H.Simamarmata) dan Bapak (A.Sinaga) yang kucintai beserta adikku (Tetti), Abangku (Ronal) serta seluruh famili atas semua doa, dukungan, semangat dan kasih sayang yang diberikan serta bantuan baik moril, material.

8. Buat suami tercinta Imam Syafei dan ananda tersayang Indah Syafitri terima kasih atas segala doa, kebersamaan, perjuangan, semangat, kasih sayang dan cinta yang telah banyak membantu penulis demi kelancaran skripsi ini serta kedua mertuaku yang telah banyak memberikan dukungan kepada penulis.

9. Buat semua rekan-rekan seperjuangan di Peminatan Kesehatan Lingkungan. 10.Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah


(11)

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang. Atas perhatiannya penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, Juli 2010


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Pengertian Rumah ... 7

2.2 Sanitasi Rumah ... 8

2.3 Rumah Sehat ... 9

2.3.1 Arti dan Fungsi Rumah ... 9

2.3.2 Persyaratan Rumah Sehat ... 10

2.4 Pencemaran Udara Pada Lingkungan Dalam Rumah ... 12

2.5 ISPA ... 16

2.5.1 Penyebab Infeksi Pernafasan Akut (ISPA) ... 17

2.5.2 Tanda dan Gejala Klinis ISPA Secara Umum ... 17

2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Resiko Kejadian ISPA 19

2.7 Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi ISPA ... 21

2.8 Kerangka Konsep ... 24

2.9. Hipotesa... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

3.1 Jenis Penelitian ... 25

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 25

3.2.2 Waktu Penelitian ... 25

3.3 Populasi dan Sampel ... 26

3.3.1 Populasi ... 26


(13)

3.4. Teknik Pengambilan Sampel ... 27

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 27

3.5.1 Data Primer ... 27

3.5.2 Data Sekunder ... 27

3.6 Defenisi Operasional ... 27

3.7 Aspek Pengukuran ... 28

3.8 Analisa Data ... 31

3.8.1 Analisa Univariat ... 31

3.8.2 Analisa Bivariat ... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 32

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 32

4.2 Gambaran Kependudukan ... 33

4.3 Sepuluh Penyakit Terbesar di Kelurahan Mabar ... 34

4.4 Karakteristik Responden ... 34

4.5 Karakteristik Anak Pra Sekolah ... 36

4.6 Kondisi Lingkungan Rumah ... 38

4.7 Kejadian ISPA ... 41

4.8 Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah Dengan Kejadian ISPA ... 41

4.8.1 Hubungan Ventilasi Dengan Kejadian ISPA ... 42

4.8.2 Hubungan Kelembaban Dengan Kejadian ISPA ... 42

4.8.3 Hubungan Konstruksi Dinding Dengan Kejadian ISPA ... 43

4.8.4 Hubungan Kepadatan Hunian Kamar Tidur Dengan Kejadian ISPA... 44

4.8.5 Hubungan Bahan Bakar Untuk Memasak Dengan Kejadian ISPA ... 44

4.8.6 Hubungan Kebiasaan Merokok Dalam Rumah Dengan Kejadian ISPA... 45

4.8.7. Hubungan Bahan Pengendali Serangga Dengan Kejadian ISPA ... 46

BAB V PEMBAHASAN... 48

5.1. Karakteristik Responden ... 48

5.2 . Kondisi Lingkungan Dalam Rumah Responden ... 49

5.3. Kejadian ISPA ... 52

5.4. Hubungan Kondisi Lingkungan di Dalam Rumah Dengan Kejadian ISPA ... 53

5.4.1. Hubungan Ventilasi Dengan Kejadian ISPA ... 53

5.4.2. Hubungan Kelembaban Dengan Kejadian ISPA ... 54

5.4.3. Hubungan Konstruksi Dinding Dengan Kejadian ISPA ... 55


(14)

5.4.4. Hubungan Kepadatan Hunian Kamar Tidur Dengan

Kejadian ISPA ... 56 5.4.5. Hubungan Sumber Polutan (Bahan Bakar Untuk

Memasak, Keberadaan Merokok di Dalam Rumah,

Bahan Pengendali Serangga) dengan Kejadian ISPA 56

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 59 6.1. Kesimpulan ... 59 6.2. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN :

LAMPIRAN 1 Kuesioner Penelitian LAMPIRAN 2 Data SPSS

LAMPIRAN 3 Hasil Pengolahan Statistik

LAMPIRAN 4 Surat Permohonan Izin Penelitian LAMPIRAN 5 Surat Keterangan Selesai Penelitian LAMPIRAN 6 Gambar-Gambar Penelitian


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Di

Kelurahan Mabar Kec. Medan Deli Tahun 2010. ... 33 Tabel 4.2. Sepuluh Penyakit Terbesar Di Kelurahan Mabar ... 34 Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Kelompok

Umur Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010 ... 35 Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Kelompok

Pendidikan Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun

2010 ... 35 Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pendapatan

Keluarga Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun

2010 ... 36 Tabel 4.6. Distribusi Anak Pra Sekolah Berdasarkan Karakteristik Jenis

Kelamin Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun

2010 ... 36 Tabel 4.7. Distribusi Anak Pra Sekolah Berdasarkan Karakteristik Umur

Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010 ... 37 Tabel 4.8. Distribusi Anak Pra Sekolah Berdasarkan Karakteristik

Imunisasi Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun

2010 ... 37 Tabel 4.9. Distribusi Bangunan Rumah dengan Ventilasi Di Kelurahan

Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010 ... 38 Tabel 4.10. Distribusi Kelembaban Rumah Penduduk Di Kelurahan Mabar

Kecamatan Medan Deli Tahun 2010 ... 38 Tabel 4.11. Distribusi Konstruksi Dinding Rumah Penduduk Di Kelurahan

Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010 ... 39 Tabel 4.12. Distribusi kepadatan Hunian Kamar Tidur Di Kelurahan Mabar


(16)

Tabel 4.13. Distribusi Bahan Bakar Untuk Memasak Di Kelurahan Mabar

Kecamatan Medan Deli Tahun 2010 ... 39 Tabel 4.14. Distribusi Kebiasaan Merokok Dalam Rumah Di Kelurahan

Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010 ... 40 Tabel 4.15. Distribusi Penggunaan Obat Nyamuk Di Kelurahan Mabar

Kecamatan Medan Deli Tahun 2010 ... 40 Tabel 4.16. Distribusi Kejadian ISPA Pada Anak Pra Sekolah Di Kelurahan

Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010 ... 41 Tabel 4.17. Hubungan Ventilasi Dengan Kejadian ISPA Di Kelurahan

Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010 ... 42 Tabel 4.18. Hubungan Kelembaban Dengan Kejadian ISPA Di Kelurahan

Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010 ... 43 Tabel 4.19. Hubungan Konstruksi Dinding Dengan Kejadian ISPA Di

Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010 ... 43 Tabel 4.20. Hubungan Kepadatan Hunian Dengan Kejadian ISPA Di

Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010 ... 44 Tabel 4.21. Hubungan Bahan Bakar Untuk Memasak Dengan Kejadian

ISPA Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010 45 Tabel 4.22. Hubungan Kebiasaan Merokok Dalam Rumah Dengan

Kejadian ISPA Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli

Tahun 2010 ... 45 Tabel 4.23. Hubungan Bahan Pengendali Serangga Dengan Kejadian ISPA


(17)

ABSTRAK

Di Indonesia ISPA masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat karena tingginya angka kematian terutama pada bayi dan anak pra sekolah. Hal ini disebabkan karena rumah dan kondisi lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat mengakibatkan terjadinya ISPA.

Berdasarkan data dari puskesmas yang diperoleh penulis di Kelurahan Mabar tentang kejadian ISPA di wilayah tersebut, dapat kita lihat bahwa dari jumlah anak pra sekolah 1237 anak pra sekolah yang ada, yang terkena ISPA sejumlah 342 anak pra sekolah. Sedangkan untuk kondisi lingkungan dalam rumah masih terdapat rumah yang semi permanen dan papan sejumlah 864 rumah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kondisi lingkungan di dalam rumah penduduk dengan kejadian ISPA pada anak pra sekolah di kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli.

Jenis penelitian ini merupakan survai yang bersifat analitik dengan rancangan

Cross Sectional. Teknik pengambilan sampel yaitu dengan cara sistematik random sampling yang mana jumlah sampel 88 anak pra sekolah.

Hasil penelitian ini menunjukkan 62 rumah (70,5%) ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan, 59 rumah (67,1%) kelembaban yang tidak memenuhi syarat kesehatan, 54 rumah (61,4%) konstruksi dinding yang tidak memenuhi syarat kesehatan, 65 rumah (73,9%) keadaan kamar tidur yang padat penghuninya, 60 rumah (68,1%) yang menggunakan kayu sebagai bahan bakar untuk memasak, 61 rumah (69,3%) adanya yang merokok di dalam rumah, 58 rumah (65,9%) yang menggunakan obat nyamuk bakar, semprot, lation dan spray sebagai bahan pengendali serangga. Semua kondisi lingkungan rumah ini telah diamati dan diukur mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian ISPA.

Kesimpulan yang diperoleh adalah kondisi lingkungan di dalam rumah penduduk di kelurahan Mabar kecamatan Medan Deli belum memenuhi syarat kesehatan. Kepada petugas atau tenaga kesehatan perlu memberikan penyuluhan yang intensif tentang perumahan sehat terhadap masyarakat di Kelurahan Mabar.


(18)

ABSTRACT

In Indonesia Acute respiratory infections (ARI) is one of society health issue for the higher of mortality rate in particular to the baby and pre-school age. This caused by the poor sanitation of house and environmental conditions that cause the acute respiratory infection (ARI).

Based on data collected by writer from the Puskesmas (Society Health Center) of Urban Village of Mabar on the acute respiratory infection (ARI) case in the area, it is indicates that the number of child in pre-school age is 1237 and the child with acute respiratory infections (ARI) is 342 child in pre-school age. While based on the environment condition of the house, there are 864 units of semi permanent and frame houses.

This research aims to study a correlation between the environment condition in the house and the incidence of acute respiratory infection (ARI) to the child in pre-school age in Urban village of Mabar, sub-district of Medan Deli.

This research is an analytic survey by Cross Sectional design. The sampling is by random sampling systematic with the number of sample are 88 child in pre-school age.

The results of study indicated that there are 62 units of houses (70.5%) with poor ventilation, 59 unit of houses (67.1%) with lower humidity, 54 unit of houses (61.4%) with construction that did not fulfill the health requirement, 65 units of houses (73.9%) with higher occupation rate, 60 units of houses (68.1%) that use firewood for cooking, 61 units of houses (69.3%) with there are people who smoking in home, 58 units of houses ( 65.9%) who use the burnt mosquito repellent, spray, lation as insect repellant. The condition of these hauses had observed and served and indicate a significant correlation to acute respiratory infection (ARI) incidence.

The conclusion is the environmental conditions of the houses in urban village of Mabar, sub-district of Medan Deli has not yet fulfill the health requirement. The clinical must provide the society with the intensive extension about the health houses in urban village of Mabar.

Keywords: Environmental Conditions in The House, Acute respiratory infection (ARI)


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Dalam Indonesia sehat 2010, lingkungan yang diharapkan adalah yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dengan memelihara nilai-nilai budaya bangsa (Depkes RI, 2000).

Adapun usaha peningkatan derajat kesehatan diupayakan melalui upaya peningkatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif), serta upaya pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, dilaksanakan terhadap tempat-tempat umum, lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, angkutan umum dan meliputi penyehatan air, tanah, udara, pengamanan limbah padat, cair, gas, radiasi, kebisingan, pengendalian vektor penyakit dan penyehatan atau pengamanan lainnya (Depkes RI, 2005).


(20)

Sejalan dengan perubahan dan perkembangan sosial ekonomi, penyakit-penyakit yang termasuk kelompok kardiovaskuler dan sistem pernafasan yang non infeksi yang semakin berkembang. Berbagai faktor resiko telah diidentifikasi seperti faktor kegemukan, kebiasaan merokok, konsumsi pangan tertentu. Beberapa faktor lingkungan seperti halnya pencemaran udara juga berperan seperti NOx, karbonmonoksida, sulfurdioksida dan lain-lain (Achmadi, 2008).

Upaya peningkatan kualitas perlu pula ditingkatkan dengan memberikan prioritas pada faktor-faktor resiko yang mempunyai daya juang tinggi terhadap penurunan penyakit infeksi, seperti lokasi rumah di daerah rawan banjir dan bencana, kondisi fisik rumah dan polusi udara. Selanjutnya sasaran perlu diprioritaskan pada kelompok masyarakat yang rentan seperti anak-anak serta perlu diupayakan mengurangi kesenjangan cakupan kualitas lingkungan di perkotaan dan di kelurahanan, dengan demikian dapat tercapai pemerataan derajat kesehatan dan kondisi Indonesia Sehat 2010 yang dicita-citakan dapat tercapai.

Saat ini penyakit berbasis lingkungan masih merupakan masalah kesehatan terbesar di masyarakat Indonesia. Hal ini tercermin dari masih tingginya angka kejadian dan kunjungan penderita beberapa penyakit berbasis lingkungan ke sarana pelayanan kesehatan seperti penyakit diare, demam berdarah dengue (DBD), malaria, infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), penyakit kulit, TB paru, kecacingan serta gangguan kesehatan/keracunan karena bahan kimia dan pestisida (Depkes, 2002).

Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, disamping kebutuhan sandang dan pangan. Rumah berfungsi juga sebagai tempat tinggal serta


(21)

digunakan untuk berlindung dari gangguan iklim dan mahluk hidup lainnya. Selain itu rumah juga merupakan pengembangan kehidupan dan tempat berkumpulnya anggota keluarga untuk menghabiskan sebagian besar waktunya. Rumah sehat dan nyaman merupakan sumber inspirasi penghuninya untuk berkarya, sehingga dapat meningkatkan produktivitasnya (Depkes RI, 2002).

Penyehatan rumah dan lingkungan yang dilaksanakan sektor kesehatan pada dasarnya merupakan upaya peningkatan kualitas kesehatan lingkungan. Perumahan dan lingkungan yang buruk akan menimbulkan masalah kesehatan misalnya penularan penyakit baik antara keluarga maupun kepada orang lain. Salah satu jenis penyakit yang diakibatkan perumahan dan lingkungan yang buruk adalah penyakit ISPA (Suyono, 1985).

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan penyumbang angka kesakitan total dan angka kematian karena sakit. Pada konferensi internasional ISPA tahun 1997 bertema “ARI The Forgetten Endemic” menyatakan bahwa pandemi ISPA masih cukup dominan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Menurut WHO di dunia pada tahun 1997, diperkirakan lebih dari 50 juta kematian (52.200.000 orang) yang disebabkan oleh karena infeksi (ISPA, Tuberkulosis, Diare, HIV/AIDS dan Malaria). Dan sampai saat ini penyakit ISPA masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama baik di negara maju maupun di negara berkembang (Wahyudi, 2004).


(22)

ISPA merupakan penyakit yang paling banyak diderita oleh anak. Salah satu penyebab ISPA adalah pencemaran kualitas udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan. Sumber pencemaran udara diluar ruangan antara lain pembakaran untuk pemanasan, transportasi dan pabrik-pabrik. Sedangkan pencemaran udara di dalam ruangan antara lain pembakaran bahan bakar dalam rumah yang digunakan untuk memasak dan asap rokok serta penggunaan bahan pengendali serangga (Kusnoputranto, 2000).

Di Indonesia penyakit ISPA masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat karena tingginya angka kematian terutama pada bayi dan anak pra sekolah. Dari seluruh kematian anak proporsi kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20-30% setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 kali episode ISPA setiap tahunnya dan 40-60% dari kunjungan puskesmas adalah ISPA (Depkes RI, 2002).

Berdasarkan survei awal penulis pada bulan Januari tahun 2010 di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli tentang kejadian ISPA di wilayah tersebut bahwa dari jumlah anak pra sekolah 1237 anak pra sekolah yang ada yang terkena ISPA sejumlah 342 anak pra sekolah, sedangkan untuk kondisi lingkungan dalam rumah masih terdapat rumah yang semi permanen dan papan sejumlah 864 rumah.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Kondisi Lingkungan Dalam Rumah Dengan Kejadian ISPA pada Anak Pra Sekolah di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010”.


(23)

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan tingginya kasus ISPA di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli dan kondisi lingkungan dalam rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat memicu kejadian ISPA maka penulis tertarik untuk mengetahui hubungan kondisi lingkungan dalam rumah dengan kejadian penyakit ISPA pada anak pra sekolah.

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan kondisi lingkungan dalam rumah dengan kejadian ISPA pada anak pra sekolah di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli tahun 2010.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui jumlah kejadian ISPA pada anak pra sekolah.

2. Untuk mengetahui hubungan ventilasi dengan kejadian ISPA pada anak pra sekolah.

3. Untuk mengetahui hubungan kelembaban dengan kejadian ISPA pada anak pra sekolah.

4. Untuk mengetahui hubungan konstruksi dinding dengan kejadian ISPA pada anak pra sekolah.


(24)

5. Untuk mengetahui hubungan kepadatan hunian kamar tidur dengan kejadian ISPA pada anak pra sekolah.

6. Untuk mengetahui hubungan jenis bahan bakar untuk memasak dengan kejadian ISPA pada anak pra sekolah.

7. Untuk mengetahui hubungan keberadaan perokok dalam rumah dengan kejadian ISPA pada anak pra sekolah.

8. Untuk mengetahui hubungan bahan pengendali serangga dengan kejadian ISPA pada anak pra sekolah.

1.4.Manfaat Penelitian

1. Untuk menambah pemahaman, wawasan bagi penulis tentang kejadian ISPA pada anak pra sekolah di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010.

2. Sebagai sumbangan pikiran dan pertimbangan bagi Dinas Kesehatan Kota Medan untuk menentukan kebijakan serta perencanaan kesehatan pada masyarakat untuk penanggulangan kejadian ISPA dengan prioritas program kesehatan lingkungan.

3. Menambah bahan informasi untuk dapat dijadikan referensi untuk pengembangan ilmu.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Rumah

Rumah adalah tempat untuk berlindung dari pengaruh alam sekitarnya (misalnya : hujan, matahari dan lain-lain), serta merupakan tempat untuk beristirahat setelah bertugas memenuhi kebutuhan sehari-hari (Suharmadi, 1985). Rumah yang dihuni banyak orang akan menimbulkan akibat-akibat yang buruk pada kesehatan dan akan merupakan sumber yang potensial terhadap penyakit-penyakit infeksi. Disamping itu juga akan menuntut fasilitas sanitasi dan penyediaan udara yang lebih banyak. Sebaliknya rumah yang kecil bisa dianggap rumah yang baik dan memenuhi persyaratan –persyaratan kesehatan (Lubis, 1985).

Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian plus prasarana dan sarana lingkungan, sedangkan pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun kawasan peKelurahanan, berfungsi sebagai tempat tinggal/hunian dan tempat kegiatan yang mendukung peri kehidupan dan penghidupan.

Pemukiman adalah perumahan dengan segala isi dan kegiatan yang ada di dalamnya. Perumahan merupakan wadah, sedangkan pemukiman merupakan paduan antara wadah fisik. Bagian pemukiman yang disebut sebagai wadah merupakan


(26)

paduan unsur, yaitu alam (tanah, air, dan udara), lindungan (bangunan rumah, pelayanan sosial, industri dan transportasi), jaringan (sistem air bersih, listrik, komunikasi, saluran air, tata letak fisik) sedang isinya adalah manusia dan masyarakat (Kusnoputranto, 2000).

Upaya pengendalian resiko yang mempengaruhi timbulnya ancaman dan melindungi keluarga dari dampak kualitas lingkungan perumahan dan rumah tinggal yang tidak sehat, telah diatur dalam Kepmenkes RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan (Depkes RI, 1999).

2.2. Sanitasi Rumah

Pengertian sanitasi rumah adalah sebagai usaha pengendalian dari semua faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia. Sanitasi rumah adalah usaha pengawasan terhadap suatu tempat yang dipakai untuk berlindung yang dapat memberikan rasa nyaman dan bebas kemungkinan-kemungkinan penyebaran penyakit terutama infeksi saluran pernafasan serta merangsang penghuni agar terbiasa dengan pola hidup sehat (Kusnoputranto, 1986).


(27)

2.3. Rumah Sehat

2.3.1. Arti dan Fungsi Rumah

Organisasi kesehatan dunia (WHO) mendefinisikan rumah sebagai tempat untuk tumbuh dan berkembang, baik secara jasmani, rohani dan sosial. Artinya dalam rumah diperlukan segala fasilitas untuk tumbuh dan berkembang. Fasilitas tersebut harus ada di dekat rumah seperti sekolah, toko, pasar, tempat kerja, fasilitas air bersih, sanitasi dan lain-lain (Wahyuningsih, 1999).

Rumah sehat adalah tempat untuk berlindung atau bernaung dan tempat untuk beristirahat, sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani maupun mental.

APHA (American Public Health Asociation) telah merumuskan 4 (empat) fugnsi pokok dari rumah sebagai tempat tinggal yang sehat bagi setiap manusia dan keluarganya selama hidupnya, meliputi (Wahyuningsih, 1999) :

1. Tempat untuk memenuhi kebutuhan jasmani (fisik) manusia yang pokok 2. Tempat untuk memenuhi kebutuhan rohani (psikis) manusia yang pokok 3. Tempat berlindung terhadap penularan penyakit menular

4. Tempat berlindung terhadap gangguan kecelakaan

Menurut Azwar (1990), rumah sebagai tempat untuk berlindung mempunyai arti sebagai berikut :

1. Sebagai tempat untuk melepaskan lelah, beristirahat setelah penat melaksanakan kewajiban sehari-hari.


(28)

2. Sebagai tempat untuk bergaul dengan keluarga atau membina rasa kekeluargaan bagi segenap anggota keluarga yang ada.

3. Sebagai tempat melindungi diri dari bahaya yang mengancam

4. Sebagai lambang status sosial yang dimiliki yang masih dirasakan sampai saat ini. 5. Sebagai tempat untuk meletakkan atau menyimpan barang yang dimiliki terutama

masih ditemui pada masyarakat kelurahanan.

2.3.2. Persyaratan Lingkungan Dalam Rumah Sehat

Persyaratan kesehatan suatu rumah tinggal sesuai dengan Permenkes No.829/Menkes/SK/VII/1999 adalah sebagai berikut :

1. Bahan bangunan

a. Tidak terbuat dari bahan-bahan yang dapat melepaskan zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan, antara lain :

1) Debu total tidak lebih dari 150 µg/m3

2) Asbes bebas tidak melebihi 0,5 fiber/m3/jam 3) Timah hitam (Pb) tidak melebihi 300 mg/kg.

b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme patogen.

2. Komponen dan penataan ruang rumah

Komponen rumah harus mempunyai persyaratan fisik dan biologis sebagai berikut :


(29)

b. Dinding :

1) Di ruang tidur dan ruang keluarga dilengkapi dengan sarana ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara.

2) Di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah dibersihkan. c. Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan

d. Bumbungan rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih harus dilengkapi dengan penangkal petir

e. Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, kamar mandi dan ruang bermain anak.

f. Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan asap. 3. Pencahayaan

Pencahayaan alam dan atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan mata.

4. Kualitas Udara

Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut : a. Suhu udara berkisar antara 18-300C

b. Kelembaban udara berkisar antara 40-70%

c. Konsentrasi gas SO2, tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam d. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8 jam e. Konsentrasi gas formaldehid tidak melebihi 120 mg/m2


(30)

5. Ventilasi

Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai.

6. Binatang penular penyakit

Tidak ada tikus, nyamuk ataupun lalat yang bersarang di dalam rumah 7. Penyediaan air

a. Tersedia sarana air bersih dengan kapasitas 60 liter/hari/orang

b. Kualitas air minum harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan atau air minum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

8. Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman. 9. Limbah

a. Limbah cair yang berasal dari rumah tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah.

b. Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, pencemaran terhadap permukaan tanah serta air tanah.

10.Kepadatan hunian ruang tidur

Luas ruang tidur minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang dalam satu ruang tidur, kecuali anak di bawah usia 5 tahun (Depkes RI, 1999).

2.4. Pencemaran Udara Pada Lingkungan Dalam Rumah

Udara yang bersih merupakan komponen utama dalam rumah dan sangat diperlukan oleh manusia untuk hidup sehat. Sirkulasi udara yang bersih berkaitan


(31)

dengan masalah ventilasi rumah yang tidak mempunyai jendela dan lubang angin menyebabkan udara yang tercemar tidak dapat keluar. Pencemaran udara yang diduga banyak timbul adalah CO, selain itu juga terdapat bahan pencemar lainnya seperti NH3 dan H2S. Semua gas-gas ini di dalam ambang tertentu dapat menimbulkan gangguan seketika, sedangkan dalam jumlah besar dapat menyebabkan iritasi pada saluran nafas (Achmadi, 1989).

Gangguan pada saluran pernafasan disebabkan oleh infeksi kuman yang ditunjang oleh :

1. Tata Ruang dan Kepadatan Hunian a. Tata Ruang

Setiap rumah harus mempunyai bagian ruangan yang sesuai dengan fungsinya. Penataan ruang dalam rumah harus disesuaikan dengan persyaratan kesehatan rumah, misalnya pemisahan kamar tidur dan dapur dari ruang lainnya, jumlah kamar tidur yang cukup untuk seluruh anggota keluarga, jendela yang dibuka pada siang hari agar cahaya matahari dapat masuk dan udara dapat bertukar dan lain sebagainya akan memperkecil resiko terjadinya penularan penyakit infeksi. Rancangan ruang termasuk peletakan dan pemilihan bahan bangunan untuk jendela, pintu dan ventilasi di tiap ruang, ikut menentukan adanya kualitas udara yang baik dalam rumah.

b. Kepadatan hunian

Kepadatan hunian sangat berpengaruh terhadap jumlah koloni kuman penyebab penyakit menular, seperti gangguan saluran pernafasan dan diare.


(32)

Selain itu kepadatan hunian dapat mempengaruhi kualitas udara di dalam rumah. Dimana semakin banyak jumlah penghuni maka akan semakin cepat udara dalam rumah mengalami pencemaran karena kadar CO2 dalam rumah akan cepat meningkat dan akan menurunkan O2 yang ada di udara.

Kepadatan hunian dapat dilihat dari : 1) Kepadatan hunian rumah.

Standar minimal yang dibutuhkan dalam menentukan luas lantai bangunan, yaitu 14 m2 untuk orang pertama dan 9 m2 untuk setiap penambahan 1 orang (Depkes RI, 1994).

2) Kepadatan hunian kamar tidur

a) Ukuran kamar tidur yang ideal minimal 9 m2 untuk orang dewasa dan anak-anak di atas 5 tahun, sedangkan untuk anak anak pra sekolah ukuran minimal 4,5 m2 dan tidak dianjurkan digunakan untuk lebih dari 2 orang dalam satu ruang tidur.

b) Luas ruang tidur minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang dalam satu ruang tidur, kecuali anak di bawah usia 5 tahun (Permenkes No. 829/1999).

2. Sumber Polutan udara

Manusia setiap detik, selama hidupnya akan membutuhkan udara. Secara rata-rata manusia tidak dapat mempertahankan hidupnya tanpa udara lebih dari tiga menit, karena udara berbentuk gas, ia terdapat dimana-mana, sebagai akibatnya manusia tidak pernah memikirkannya ataupun memperhatikannya. Udara bebas yang ada di sekitar manusia dapat berpengaruh terhadap kesehatan manusia.


(33)

Kualitas lingkungan akan berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan pengendalian untuk mengurangi polusi udara. Sebelum melakukan pengendalian kita harus mengetahui dahulu sumber-sumber pencemaran, jenis pencmar dan lain sebagainya.

Sumber pencemaran dapat dibagi 2, yaitu (Kusnoputranto, 2000) a. Alamiah

Zat pencemar yang terbentuk secara alamiah dapat berasal dari dalam tanah, hutan/pegunungan (radon, methane, uap air/kelembaban)

b. Aktivitas manusia

1) Pencemaran akibat lalu lintas : CO,debu, karbon, Pb, Nitrogen oksida. 2) Pencemaran industri : NOx, SO2, Ozon, Pb, VOC

3) Rumah tangga : pembakaran

Sumber bahan pencemar yang berasal dari luar ruang

a. Karena aktivitas manusia, yaitu pembangunan industri, pabrik dan lalu lintas. Zat pencemar utama yang dihasilkan adalah karbon monoksida, debu karbon, timah hitam, nitrogen oksida, sulfur oksida, ozone, senyawa-senyawa organik yang mudah menguap, asap dan partikulat.

b. Karena proses alam , yaitu letusan gunung berapi, serbuk tepung sari, spora yang terbawa angin, kebakaran hutan, debu akibat erosi dan lain-lain

Sumber pencemar yang berasal dari dalam ruang

a. Pencemar yang dilepas dari bangunan dan isinya, seperti asbestos, formaldehyd, senyawa organik mudah menguap, ozon.


(34)

b. Pencemar akibat aktivitas manusia, seperti yang berasal dari asap tembakau, kegiatan memasak di dapur, insektisida/pestisida, pembersih ruang.

2.5. ISPA

Penyakit infeksi saluran pernafasan di Indonesia masih tergolong dalam penyakit-penyakit utama penyebab kematian. Penyakit ini sering terdapat di lingkungan pemukiman kumuh dengan penduduk yang padat dan miskin. Dimana dalam pemukiman kumuh biasanya sejumlah anggota keluarga menempati satu rumah kecil dengan ventilasi dan pencahayaan yang tidak memadai serta tidak adanya kamar tidur dan dapur yang terpisah dari ruangan lainnya, sehingga ruangan menjadi lembab. Kondisi seperti ini menyebabkan tingkat kepadatan kuman menjadi tinggi dan kross infeksi meningkat (Depkes RI, 1999).

ISPA merupakan padanan dari Acute Respiratory Infection. Istilah ISPA mengandung 3 (tiga) unsur yaitu infeksi, saluran pernafasan dan akut. Yang dimaksud dengan infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernafasan adalah organ mulai hidung sampai sampai dengan paru serta organ-organ seperti sinus, ruang tengah telinga dan pleura. Sedangkan yang dimaksud dengan infeksi akut adalah yang berlangsung dari 14 hari. Batas waktu 14 hari diambil untuk menunjukkan berlangsungnya proses akut. Walaupun pada beberapa kasus dapat melebihi 14 hari (Depkes RI, 1995).


(35)

2.5.1. Penyebab Infeksi Pernafasan Akut (ISPA)

Infeksi saluran pernafasan Akut disebabkan oleh virus, bakteri dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari Genus streptokokus, stafilokokus, pneumokokus, hemofillus, bordetella dan korinebekterium. Virus penyebab ISPA antara lain golongan mikrovirus (termasuk didalamnya virus para influenza dan virus campak), adenoveirus, koronavirus, pikornavirus, herpesvirus dan lain-lain. Di negara-negara berkembang umumnya kuman penyebab pneumonia adalah

streptococcus pneumoniae dan haemophilus influenza. Dari pengertian di atas dapat

disimpulkan bahwa ISPA adalah merupakan masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh dalam hal ini saluran pernafasan dan berkembang biak sampai menimbulkan gejala penyakit dalam waktu yang berlangsung sampai 14 hari (Depkes RI, 2002).

2.5.2. Tanda dan Gejala Klinis ISPA Secara Umum

Derajat serangan ISPA tergantung pada spesifikasi pejamu meliputi jenis kelamin, usia dan kekebalan seseorang. Dalam hal ini ISPA lebih mudah terjadi pada anak pra sekolah dan anak-anak dengan gejala batuk, pilek dan panas.

Program pemberantasan ISPA mengklasifikasikan ISPA dalam 3 tingkatan yaitu :

1. ISPA ringan : ditandai secara klinis oleh batuk, pilek, bisa disertai demam, sakit kepala, sakit tenggorokan dan mungkin kesulitan nafas.

2. ISPA sedang : ditandai secara klinis oleh batuk, adanya nafas cepat, dahak kental dan tenggorokan berwarna merah


(36)

3. ISPA berat : ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada ke dalam, demam tinggi, cuping hidung bergerak jika bernafas dan muka kebiruan

Depkes membedakan ISPA dengan pneumonia. ISPA dikelompokkan terhadap anak pra sekolah dan anak pra sekolah penderita batuk yang tidak menunjukkan gejala frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (Depkes RI, 1995).

Perlu diingat bahwa pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA dititik beratkan pada penanggulangan pneumonia. Adapun klasifikasi pneumonia adalah :

1. Pneumonia berat

Ditandai dengan adanya tarikan dinding dada ke dalam. Penderita pneumonia berat juga mungkin disertai dengan nafas cuping hidung kembang kempis waktu bernafas, suara rintihan, kulit kebiruan karena kekurangan oksigen.

2. Pneumonia

Tidak ada tarikan dinding dada ke dalam tapi disertai adanya nafas cepat. 3. Bukan pneumonia

Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam dan tidak ada nafas cepat. Agen dari penyakit ISPA adalah virus dan bakteri yang mempunyai jenis lebih dari 300 macam, dimana penularannya dapat melalui kontak langsung dengan penderita atau melalui udara kepada orang rentan. Pada infeksi saluran pernafasan atas 90%-95% penyebab adalah virus.


(37)

Di negara berkembang faktor lingkungan dan individu seperti berat badan lahir rendah, keadaan gizi yang buruk, pencemaran udara dalam rumah dan kepadatan penghuni rumah dapat meningkatkan resiko penyakit ISPA.

2.6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Resiko Kejadian ISPA

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi resiko kejadian ISPA adalah : 1. Umur

Anak dengan umur <2 tahun merupakan resiko terjadinya pneumonia hal ini disebabkan karena anak di bawah umur 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan saluran pernafasan relatif sempit. Prevalensi ISPA bagian bawah (pneumonia) lebih tinggi pada kelompok umur yang lebih muda. Hasil SDKI tahun 1991 menunjukkan prevalensi pneumonia paling tinggi pada kelompok umur 12-23 bulan. Sedangkan SDKI 1994 dan 1997 prevalensi paling tinggi pada kelompok kecil resiko meninggal dibanding dengan usia muda (Yuliastuti, dkk, 1992). 2. Gizi

Anak yang gizinya kurang atau buruk akan lebih mudah terjangkit penyakit menular atau penyakit infeksi. Jika gizi anak kurang, bahan-bahan yang diperlukan untuk pertahanan tubuh tidak akan mencukupi. Bayi yang biasanya mendapat Asi biasanya kebal tahan terhadap ISPA diperkirakan di dalam. ASI terdapat zat anti terhadap kuman penyakit ISPA.


(38)

3. Kekebalan

Bayi baru lahir biasanya mempunyai kekebalan terhadap penyakit dipteri dan campak sampai umur 4-9 bulan. Kekebalan ini didapat dari ibunya waktu dalam kandungan. Setelah umur tersebut kekebalan menghilang atau berkurang oleh karena itu diusahakan agar timbul lagi dengan cara membuat zat anti. Zat anti terbentuk jika ada rangsangan dari luar yang mendorong terjadinya zat anti ini. Pada anak yang lebih besar (5-7 tahun), kekebalan terhadap berabgai penyakit dapat timbul jika sudah tertular oleh penyakit tertentu. Biasanya kekebalan ini timbul setelah anak menderita penyakit ringan. Pada bayi kekebalan dapat timbul dengan memberikan imunisasi terhadap penyakit tertentu.

4. Imunisasi

Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Anak diimunisasi berarti diberi kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Tingkat kekebalan terhadap penyakit tertentu belum tentu kebal terhadap penyakit lain (Notoatmodjo, 1997).

Penyakit campak dan pertusis merupakan dua penyakit saluran nafas yang mempunyai angka kematian yang relatif tinggi. Infeksi virus campak pada saluran pernafasan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada mukosa. Pada umumnya komplikasi penyakit campak dapat menyebabkan terjadinya diare kronis dan pnemonia. Untuk penyakit pneumonia adanya infeksi sekunder bakteri dan virus akibat komplikasi dengan penyakit campak. Pemberian imunisasi campak, DPT, pada anak dapat menurunkan insiden campak sekaligus pneumonia


(39)

dan lebih dari 90% kematian karena pneumonia komplikasi dengan pertusis (Kartasasmita, 1994).

5. Status Sosial Ekonomi

Status sosial ekonomi keluarga meliputi unsur pendidikan, pengetahuan, pekerjaan orang tua serta penghasilan kelaurga. Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah menyebabkan hasil yang diperoleh juga rendah. Tingkat penghasilan keluarga yang rendah menyebabkan orang tua sulit menyediakan fasilitas perumahan yang baik, perawatan kesehatan dan gizi anak yang memadai. Keadaan ini menyebabkan daya tahan tubuh berkurang dan mudah terkena penyakit infeksi (Sarimawar, 1999).

2.7. Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi ISPA

Penyakit gangguan saluran pernafasan dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan :

1. Ventilasi

Ventilasi adalah sarana untuk memelihara kondisi atmosfer yang menyenangkan dan menyehatkan bagi manusia. Udara yang dikeluarkan waktu ekspirasi, dengan cepat akan berdifusi dengan udara luar, sehingga perubahan komposisi dengan cepat berdifusi dengan udara luar, sehingga perubahan komposisi dengan cepat berdifusi dengan udara luar (Lubis, 1985). Ventilasi ada 2 (dua), yaitu ventilasi alamiah dan ventilasi buatan. Secara alamiah berarti terjadinya pertukaran udara dari luar ke dalam ruangan dan sebaliknya dengan


(40)

pemasangan jendela, pintu atau lubang penghawaan sebagai ventilasi sedangkan secara mekanis berarti pertukaran udara dengan adanya alat-alat bantu.

Tujuan dari pengadaan lubang ventilasi diantaranya yaitu : a. Menyediakan udara segar

b. Membersihkan udara kotor

c. Menghilangkan bau-bauan yang kurang sedap. d. Membuang debu dan gas

Luas ventilasi untuk semua ruangan dalam rumah harus cukup luas sehingga dapat terjadi pertukaran udara dengan baik dan tidak menimbulkan udara berhenti. Menurut Kepmenkes No. 829 tahun 1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan, luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai.

2. Kelembaban

Kelembaban sangat penting untuk pertumbuhan kuman penyakit. Kelembaban yang tinggi dapat menjadi tempat yang disukai oleh kuman untuk pertumbuhan dan perkembangan. Keadaan yang lembab dapat mendukung terjadinya penularan penyakit. Kelembaban di dalam rumah disebabkan oleh 3 (tiga) faktor (Lubis, 1985).

a. Kelembaban yang naik dari tanah b. Merembes melalui dinding c. Bocor melalui atap


(41)

Usaha–usaha untuk mencegah terjadinya hal ini adalah drainage yang baik, di sekitar rumah, lantai kedap air dan membuat lapisan yang menahan lembab (damp

proof courses). Kelembaban di dalam rumah harus lebih rendah atau sama dengan

kelembaban di luar rumah. Kelembaban relatif yang lokal untuk dalam rumah adalah 40 – 50%.

Kelembaban yang terlalu tinggi dapat menyebabkan selalu basah. Air tanah ini bisa merembes ke lantai atau dinding melalui daya tarik kapiler dari pori-pori yang ada di lantai dan di dinding. Oleh karena itu lantai dan dinding bagian bawah perlu dibnuat dari bahan yang kedap air (Lubis, 1985).

3. Kepadatan Hunian (Over Crowding)

Over crowding menimbulkan efek-efek negatif terhadap kesehatan fisik dan

mental maupun moral. Penyebaran penyakit-penyakit menular di rumah yang padat penghuninya cepat terjadi.

Rumah tinggal dinyatakan over crowding bila jumlah yang tidur di rumah tersebut menunjukkan hal-hal sebagai berikut :

a. Dua individu dari jenis kelamin yang berbeda dan bermur di atas 10 tahun dan bukan berstatus sebagai suami isteri, tidur di dalam satu kamar.

b. Jumlah orang di dalam rumah dibanding dengan luas lantai telah melebihi ketentuan yang telah ditetapkan, misalnya luas lantai kurang dari 8 m2 digunakan lebih dari 2 orang (Lubis, 1985).


(42)

2.8. Kerangka Konsep

2.9. Hipotesa

1. Ada hubungan ventilasi dengan kejadian ISPA pada anak pra sekolah.

2. Adanya hubungan kelembaban dengan kejadian ISPA pada anak pra sekolah. 3. Ada hubungan konstruksi dinding rumah dengan kejadian ISPA pada anak pra

sekolah

4. Ada hubungan kepadatan hunian kamar tidur dengan kejadian ISPA pada anak pra sekolah.

5. Ada hubungan bahan bakar untuk memasak dengan kejadian ISPA pada anak pra sekolah.

6. Ada hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian ISPA pada anak pra sekolah.

7. Ada hubungan penggunaan pengendali serangga dengan kejadian ISPA pada anak pra sekolah.

Kondisi lingkungan dalam rumah

1. Ventilasi 2. Kelembaban 3. Konstruksi dinding 4. Kepadatan hunian kamar

tidur

5. Sumber polusi udara

• Bahan bakar untuk memasak

• Kebiasaan merokok

• Penggunaan bahan pengendali serangga

Kejadian ISPA pada Anak pra sekolah Karakteristik anak pra

sekolah: 1. Jenis kelamin 2. Umur


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional, yaitu suatu pendekatan yang sifatnya sesaat pada suatu waktu dan tidak diikuti dalam suatu kurun waktu tertentu.

Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli. Adapun alasan pemilihan lokasi dalam penelitian adalah :

1. Masih tingginya kasus gangguan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di Kelurahan Mabar Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli.

2. Masih banyak kondisi fisik rumah penduduk yang tidak memenuhi syarat kesehatan.

3. Belum pernah diadakan penelitian mengenai kejadian ISPA pada anak pra sekolah di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli.

Waktu Penelitian


(44)

3.3. Populasi dan Sampel Populasi

Dalam penelitian ini sebagai populasi adalah ibu yang mempunyai anak pra sekolah di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli.

Sampel

Perhitungan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumas Tarro Yamane yang dikutip dari Notoatmodjo (2003), sebagai berikut :

n =

) ( 1 N d2

N +

Keterangan:

N = Besar Populasi n = Besar sampel

d = Tingkat kepercayaan/ketetapan yang diinginkan (10%) Perhitungan :

720 n =

1+ 720 (0,12) 720 n =

1 + 7,20 720 n =

8,20 n = 87,80


(45)

Dari rumus di atas, maka sampel yang dibutuhkan yaitu 88 responden. Apabila dalam satu rumah terdapat lebih dari satu orang anak pra sekolah maka informasi yang diminta adalah tentang anak pra sekolah terkecil.

3.4. Teknik Pengambilan Sampel

Adapun mengambilan sampel dilakukan dengan sistematik random sampling yaitu populasi anak pra sekolah sebanyak 88 orang.

3.5. Metode Pengumpulan Data 3.5.1. Data Primer

Data primer diperoleh secara langsung melalui wawancara kepada responden dengan menggunakan kuesioner dan melakukan observasi.

3.5.2. Data Sekunder

Data yang diambil dari kantor kelurahan, puskesmas medan deli Kecamatan Medan Deli.

3.6. Defenisi Operasional

1. Kejadian ISPA adalah masuknya kuman atau mikroorganisme tubuh yang menyerang saluran pernafasan dan sampai menimbulkan gejala batuk, pilek, dan/atau demam selama 2 (dua) minggu terakhir saat pengambilan data

2. Ventilasi adalah luas penghawaan yang permanen miminal 10% dari luas lantai


(46)

3. Kelembaban adalah kualitas keadaan udara di dalam ruangan rumah yang baik antara (40-70%)

4. Kepadatan hunian ruang tidur adalah luas ruang tidur minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 (dua) orang dewasa

5. Bahan bakar untuk memasak adalah bahan bakar yang digunakan untuk memasak (gas/elpiji, kompor, kayu).

6. Kebiasaan merokok adalah adanya penghuni rumah yang mempunyai kebiasaan merokok di dalam rumah.

7. Penggunaan bahan pengendali serangga adalah Pestisida yang digunakan membasmi serangga baik dalam bentuk spray, semprot dan obat nyamuk bakar.

3.7.Aspek Pengukuran

Variabel yang diukur adalah : 1. Penyakit ISPA

Cara pengukurannya berdasarkan keterangan dari ibu bukan berdasarkan keterangan dari tenaga kesehatan (hanya berupa anamnese) dan melakukan observasi terhadap anak pra sekolah. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal yang dibagi dalam 2 kategori, yaitu :

1 = sakit, ada keluhan (batuk, pilek, demam) 2 = Tidak ada keluhan


(47)

2. Ventilasi

Adapun pengukuran ventilasi dengan menggunakan meteran. Skala pengukuran adalah skala ordinal, dibagi dalam 2 kategori, yaitu :

1 = tidak memenuhi syarat apabila <10% dari luas lantai.

2 = memenuhi syarat apabila >10% dari luas lantai (Kepmenkes RI No.829/ Menkes/SK/VII/1999)

3. Kelembaban

Cara pengukuran dengan menggunakan alat yaitu Higrometer. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal, dibagi dalam 2 kategori yaitu : 1 = tidak memenuhi syarat (<40% dan >70%)

2 = memenuhi syarat (40% - 70%) 4. Konstruksi dinding rumah

Cara pengukuran dengan melakukan pengamatan keadaan dinding rumah. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal, dibagi dalam 2 kategori yaitu :

1 = tidak baik (kayu, bambu) 2 = baik (tembok)

5. Kepadatan hunian kamar tidur

Cara pengukuran dengan menggunakan meteran (observasi) dan berdasarkan Kepmenkes No. 829/1999. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal dibagi dalam 2 kategori, yaitu :


(48)

1 = padat (apabila <8 m2 tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang)

2 = tidak padat (apabila >8 m2 dapat digunakan lebih dari 2 orang) (Kepmenkes RI No.829/ Menkes/SK/VII/1999).

6. Penggunaan bahan bakar masak

Cara pengukurannya menanyakan langsung kepada ibu yang mempunyai anak pra sekolah. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal dibagi dalam 2 kategori, yaitu :

1 = tidak baik (kayu)

2 = baik (gas/elpiji, kompor) 7. Kebiasaan merokok

Cara pengukurannya melalui wawancara kepada pendamping. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal dibagi dalam 2 kategori, yaitu : 1 = tidak baik (ada yang merokok di dalam rumah)

2 = baik (tidak ada yang merokok di dalam rumah) 8. Penggunaan bahan pengendali serangga

Cara pengukurannya melalui wawancara kepada pendamping. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal dibagi dalam 2 kategori, yaitu : 1 = menggunakan bahan pembasmi serangga dalam bentuk spray, semprot dan

obat nyamuk bakar

2 = tidak menggunakan bahan pembasmi serangga dalam bentuk spray, semprot dan obat nyamuk bakar.


(49)

9. Penghasilan keluarga

Adalah pendapatan keluarga dari hasil pekerjaan utama meskipun tambahan (dalam rupiah) yang dikategorikan berdasarkan Upah Minimum Propinsi Sumatera Utara (UMP) = Rp. 738.000, yang dikategorikan :

1 = rendah (<Rp. 738.000)

2 = sedang (Rp. 738.000 – Rp. 1.500.000) 3 = Tinggi (>Rp. 1.500.000)

3.8.Analisa Data

Data yang terkumpul akan diolah dengan sistem komputerisasi menggunakan program SPSS untuk kemudian dilakukan analisa. Data yang telah masuk diinterpretasikan lebih lanjut dengan menggunakan analisa univariat dan analisa bivariat.

3.8.1. Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran pada masing-masin variabel yang terdiri dari data umum meliputi identitas responden, pendapatan keluarga, kondisi lingkungan dalam rumah meliputi teknis bangunan. Kepadatan hunian serta sumber polutan udara terhadap kejadian ISPA. Data-data tersebut ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

3.8.2. Analisa Bivariat

Analisa Bivariat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara kondisi lingkungan dalam rumah penduduk dengan kejadian ISPA. Adapun uji statistik yang digunakan adalah uji chi square (X2) (Murti, 1996).


(50)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kelurahan Mabar merupakan salah satu kelurahan yang ada di wilayah Kecamatan Medan Deli, terdiri dari 19 lingkungan dengan luas area 465 ha, dan beriklim tropis. Secara Geografi Kelurahan Mabar berbatasan dengan :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan kelurahan Kota Bangun

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Mulia Hilir

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Mabar Hilir dan Deli Serdang d. Sebelah Barat berbatasan dengan desa Manunggal Kecamatan Labuhan Deli

Jumlah penduduk wilayah Kelurahan Mabar sebanyak 34.612 jiwa (7.965KK). Penghasilan utama masyarakat Kelurahan Mabar sebagian besar karyawan pabrik dan sebagian lainnya penduduk bekerja sebagai wiraswasta dan pegawai negeri sipil, TNI, POLRI.

Mabar memiliki sarana pendidikan yaitu SD (Sekolah Dasar) 7 unit, SLTP 5 unit, SMU/SMK 6 unit sarana peribadatan yaitu mesjid 5 unit, gereja 2 unit, sarana kesehatan seperti Puskesmas 1 unit, Poliklinik/Balai Pengobatan 8 unit, Apotik 2 unit, tempat Praktek Dokter 4 unit.


(51)

4.2. Gambaran Kependudukan

Gambaran penduduk kelurahan Mabar dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 4.1. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Di Kelurahan Mabar Kec. Medan Deli Tahun 2010.

No. Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 0-3 2775 8,0

2 4-6 3910 11,3

3 7-12 4993 14,4

4 13-15 4031 11,6

5 16-18 4137 12,0

6 19-21 2720 7,9

7 22-24 1628 4,7

8 25-27 1545 4,5

9 28-30 1973 5,7

10 31-33 1854 5,4

11 34-36 1989 5,7

12 37-39 1005 2,9

13 >40 2052 5,9

Total 34.612 100

Berdasarkan Tabel 4.1. dapat diketahui distribusi jumlah penduduk menurut kelompok umur di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli paling tinggi berada pada kelompok umur 7-9 tahun sebanyak 4993 jiwa (14,4%), sedangkan jumlah penduduk yang terendah berada pada kelompok umur 37-39 tahun sebanyak 1005 jiwa (2,9%).


(52)

4.3. Sepuluh Penyakit Terbesar Di Kelurahan Mabar

ISPA merupakan penyakit tertinggi di Kelurahan Mabar. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.2. sebagai berikut :

Tabel 4.2. Sepuluh Penyakit Terbesar Di Kelurahan Mabar

No. Penyakit Jumlah

1 ISPA 23.410

2 Infeksi Kulit 7.837

3 Hypertensi 3.510

4 Tonsilitis 3.480

5 Bronchitis 3.268

6 Rematik 3.248

7 Tukak Lambung 2.965

8 Penyakit Telinga Mastoid 2.435

9 Diare 1.955

10 Gusi Predental 1.402

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Medan Deli Tahun 2009

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa penyakit ISPA menempati urutan yang pertama di Kelurahan Mabar. Ini berarti penyakit ISPA merupakan penyakit terbesar di wilayah tersebut.

4.4. Karakteristik Responden

Karakteristik responden meliputi umur, pendidikan, pendapatan keluarga. Gambaran karakteristik responden dapat dilihat pada tabel berikut ini :


(53)

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Kelompok Umur Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010

No. Umur Jumlah Persentase (%)

1 21-30 tahun 40 45,4

2 31-40 tahun 35 39,8

3 41-50 tahun 13 24,8

Total 88 100

Berdasarkan Tabel 4.3. diketahui bahwa usia responden paling banyak berada pada kelompok umur 21-30 tahun yaitu 40 orang (45,4%). Dan kelompok umur yang paling sedikit adalah umur 41-50 tahun ada 13 orang (14,8%).

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Kelompok Pendidikan Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010

No. Pendidikan Jumlah Persentase (%)

1 Tidak sekolah 18 11,3

2 SD 12 13,7

3 SMP 28 31,8

4 SMU/SMA 22 25

5 Perguruan Tinggi/Akademi 16 18,2

Total 88 100

Berdasarkan Tabel 4.4. diketahui bahwa mayoritas responden di Kelurahan Mabar memiliki pendidikan SMU/SMA sebanyak 28 orang (31,8%). Sedangkan untuk pendidikan yang paling sedikit adalah tidak sekolah sebanyak 10 orang (11,3%).


(54)

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pendapatan Keluarga Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010

No. Pendapatan per bulan Jumlah Persentase (%)

1 Rendah (<Rp. 738.000) 24 27,3

2 Sedang (Rp.738.000-Rp.1.500.000) 45 51,1

3 Tinggi (>Rp. 1.500.000) 19 21,6

Total 88 100

Berdasarkan Tabel 4.5 diketahui bahwa sebagian besar tingkat pendapatan keluarga responden adalah sedang dengan pendapatan rata-rata per bulan Rp.738.000,- - Rp. 1.500.000 sebanyak 45 (51,1%).

4.5. Karakteristik Anak Pra Sekolah

Karakteristik anak pra sekolah meliputi jenis kelamin, umur, imunisasi. Gambaran karakteristik anak prasekolah dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.6. Distribusi Anak Pra Sekolah Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010

No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

1 Laki-laki 38 43,2

2 Perempuan 50 56,8

Total 88 100

Berdasarkan Tabel 4.6. dapat dilihat bahwa responden anak pra sekolah perempuan lebih besar yaitu 50 orang (56,8%) dibandingkan anak pra sekolah laki-laki yaitu 38 orang (43,2%).


(55)

Tabel 4.7. Distribusi Anak Pra Sekolah Berdasarkan Karakteristik Umur Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010

No. Umur (Tahun) Jumlah Persentase (%)

1 3 – 4 49 55,7

2 5 - 6 39 44,3

Total 88 100

Berdasarkan Tabel 4.7. diketahui bahwa umur anak para sekolah paling banyak berada pada kelompok umur 5-6 tahun yaitu 49 orang (54,6%) dan kelompok umur paling sedikit adalah umur 3-4 tahun yaitu 39 orang (44,4%)

Tabel 4.8. Distribusi Anak Pra Sekolah Berdasarkan Karakteristik Imunisasi Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010

No. Imunisasi Jumlah Persentase (%)

1 Tidak lengkap (salah satu imunisasi tersebut tidak dapat)

48 45,5

2 Lengkap (BCG, DPT III, Polio I-IV, Hepatitis I-III, campak)

40 54,5

Total 88 100

Berdasarkan Tabel 4.8 diketahui bahwa pada umumnya anak pra sekolah di Kelurahan Mabar mendapat imunisasi lengkap (BCG, DPT I-III, Polio I-IV, hepatitis I-III, campak) yaitu 48 orang (54,5%) dan yang tidak lengkap (salah satu imunisasi tersebut tidak diperoleh) sebesar 40 orang (45,5%).


(56)

4.6. Kondisi Lingkungan Rumah

Kondisi lingkungan rumah yang diamati pada penelitian ini adalah kelembaban, ventilasi, dinding, kepadatan hunian kamar, bahan bakar untuk memasak, kebiasaan merokok dalam rumah, dan bahan pengendali serangga dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.9. Distribusi Bangunan Rumah dengan Ventilasi Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010

No. Ventilasi Jumlah Persentase (%)

1 Memenuhi syarat kesehatan 26 29,5

2 Tidak memenuhi syarat kesehatan 62 70,5

Total 88 100

Berdasarkan Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa ventilasi rumah yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 26 rumah (29,5%) dan ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan sebanyak 62 rumah (70,5%).

Tabel 4.10. Distribusi Kelembaban Rumah Penduduk Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010

No. Kelembaban Jumlah Persentase (%)

1 Memenuhi syarat kesehatan 29 33,0

2 Tidak memenuhi syarat kesehatan 59 67,0

Total 88 100

Berdasarkan Tabel 4.10 didapatkan nilai kelembaban yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 29 rumah (33,0%) dan kelembaban yang tidak memenuhi syarat sebesar 59 rumah (67,0%).


(57)

Tabel 4.11. Distribusi Konstruksi Dinding Rumah Penduduk Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010

No. Konstruksi Dinding Jumlah Persentase (%)

1 Baik 34 38,6

2 Tidak baik 54 61,4

Total 88 100

Berdasarkan Tabel 4.11. dapat dilihat bahwa sebagian besar rumah penduduk yang mempunyai dinding yang baik sebanyak 34 rumah (38,6%) sedangkan rumah penduduk yang mempunyai dinding tidak bai sebanyak 54 rumah (61,4%).

Tabel 4.12. Distribusi kepadatan Hunian Kamar Tidur Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010

No. Kepadatan Hunian Kamar Tidur Jumlah Persentase (%)

1 Tidak padat 23 26,1

2 Padat 65 73,9

Total 88 100

Berdasarkan Tabel 4.12 sebagian besar rumah penduduk dengan kepadatan hunian kamar tidur yang tidak padat sebanyak 23 rumah (26,1%) dan rumah yang kepadatan hunian kamar tidur yang padat sebanyak 65 rumah (73,9%).

Tabel 4.13. Distribusi Bahan Bakar Untuk Memasak Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010

No. Bahan Bakar Untuk Memasak Jumlah Persentase (%)

1 Menggunakan gas elpiji/kompor 28 31,8

2 Menggunakan kayu 60 68,2


(58)

Berdasarkan Tabel 4.13 dapat dilihat bahwa mayoritas rumah tangga menggunakan bahan bakar gas elpiji/kompor untuk memasak sebanyak 28 rumah (31,8%) sedangkan rumah tangga yang menggunakan bahan bakar kayu untuk memasak sebanyak 60 rumah (68,2%).

Tabel 4.14. Distribusi Kebiasaan Merokok Dalam Rumah Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010

No. Kebiasaan Merokok Dalam Rumah Jumlah Persentase (%)

1 Tidak ada yang merokok 27 30,7

2 Ada yang merokok 61 69,3

Total 88 100

Berdasarkan Tabel 4.14 dapat dilihat adanya angota keluarga yang tidak merokok di dalam rumah sebanyak 27 rumah (30,7%) sedangkan adanya anggota keluarga yang merokok dalam rumah sebanyak 61 rumah (69,3%).

Tabel 4.15. Distribusi Penggunaan Obat Nyamuk Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010

No. Bahan Pengendali Serangga Jumlah Persentase (%)

1 Tidak menggunakan obat nyamuk bakar (menggunakan kelambu)

30 34,1

2 Menggunakan obat nyamuk bakar (semprot, spray, lotion)

58 65,9

Total 88 100

Berdasarkan Tabel 4.15 dapat dilihat bahwa yang tidak menggunakan obat nyamuk bakar (menggunakan kelambu) sebanyak 30 rumah (34,1%) sedangkan yang menggunakan obat nyamuk bakar (semprot, spray, lotion) sebanyak 58 rumah (65,9%).


(59)

4.7. Kejadian ISPA

Kejadian ISPA pada anak pra sekolah berdasarkan hasil wawancara dengan pendamping yaitu ibunya dapat dilihat pada tabel dibawah.

Tabel 4.16. Distribusi Kejadian ISPA Pada Anak Pra Sekolah Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010

No. Kejadian ISPA Jumlah Persentase (%)

1 Tidak ada keluhan 28 31,8

2 Ada Keluhan (sakit) 60 68,2

Total 88 100

Hasil penelitian didapat rumah dengan kejadian ISPA yang ada di Kelurahan Mabar sebanyak 60 rumah (68,2%) dan yang tidak ada keluhan sebanyak 28 rumah (31,8%).

4.8. Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah Dengan Kejadian ISPA

Hubungan kondisi lingkungan rumah dengan kejadian ISPA meliputi hubungan kelembaban dengan kejadian ISPA, hubungan ventilasi dengan kejadian ISPA, hubungan konstruksi dinding dengan kejadian ISPA, hubungan kepadatan hunian kamar tidur dengan kejadian ISPA, hubungan bahan bakar untuk memasak dengan kejadian ISPA, hubungan kebiasaan merokok dalam rumah dengan kejadian ISPA, hubungan bahan pengendali serangga dengan kejadian ISPA dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.


(60)

4.8.1. Hubungan Ventilasi Dengan Kejadian ISPA

Berdasarkan tabel 4.17 dapat dilihat bahwa hubungan kejadian ISPA dengan ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan sebesar 20,0% dan kejadian ISPA dengan ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan 80,0%,

Tabel 4.17. Hubungan Ventilasi Dengan Kejadian ISPA Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010

No. Ventilasi Rumah

Kejadian ISPA

Total X2 Prob Ada Keluhan

(Sakit)

Tidak Ada Keluhan

1 Memenuhi syarat kesehatan

12 14 26

2 Tidak memenuhi syarat kesehatan

48 14 62 8.254 0,005

Total 60 28 88

Hasil uji Chi Square pada tingkat signifikan 0,05 didapatkan p=0,001 ternyata lebih kecil dari 0,05 ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kelembaban dengan kejadian ISPA.

4.8.2. Hubungan Kelembaban Dengan Kejadian ISPA

Berdasarkan tabel 4.18 dapat dilihat bahwa hubungan kejadian ISPA dengan kelembaban yang memenuhi syarat kesehatan sebesar 21,7% dan kejadian ISPA dengan kelembaban yang tidak memenuhi syarat sebesar 78,3%.


(61)

Tabel 4.18. Hubungan Kelembaban Dengan Kejadian ISPA Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010

No. Kelembaban Rumah

Kejadian ISPA

Total X2 Prob Ada Keluhan

(Sakit)

Tidak Ada Keluhan

1 Memenuhi syarat kesehatan

13 16 29

2 Tidak memenuhi syarat kesehatan

47 12 59 10.875 0.001

Total 60 28 88

Hasil uji Chi Square pada tingkat signifikan 0,05 didapatkan p=0,005 ternyata lebih kecil dari 0,05 ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara ventilasi dengan kejadian ISPA.

4.8.3. Hubungan Konstruksi Dinding Dengan Kejadian ISPA

Berdasarkan Tabel 4.19 didapatkan bahwa kejadian ISPA dengan konstruksi dinding yang baik sebesar 31,7% dan kejadian ISPA dengan konstruksi tidak baik sebesar 68,3%.

Tabel 4.19. Hubungan Konstruksi Dinding Dengan Kejadian ISPA Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010

No.

Konstruksi Dinding Rumah

Kejadian ISPA

Total X2 Prob Ada Keluhan

(Sakit)

Tidak Ada Keluhan

1 Baik 19 15 34

2 Tidak baik 41 13 54 3,864 0,042

Total 60 28 88

Hasil uji Chi Square pada tingkat signifikan 0,05 didapatkan p=0,042 ternyata lebih kecil dari 0,05 ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara konstruksi dinding rumah dengan kejadian ISPA.


(62)

4.8.4. Hubungan Kepadatan Hunian Kamar Tidur Dengan Kejadian ISPA

Berdasarkan Tabel 4.20 didapatkan bahwa kejadian ISPA dengan kepadatan hunian kamar tidur yang memenuhi syarat kesehatan sebesar 16,7% dan kejadian ISPA dengan kepadatan hunian kamar tidur yang tidak memenuhi syarat kesehatan sebesar 83,3%.

Tabel 4.20. Hubungan Kepadatan Hunian Dengan Kejadian ISPA Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010

No. Kepadatan Hunian Kamar Tidur

Kejadian ISPA

Total X2 Prob Ada Keluhan

(Sakit)

Tidak Ada Keluhan

1 Tidak padat 10 13 23

2 Padat 50 15 65 8,759 0,004

Total 60 28 88

Hasil uji chi square pada tingkat signifikan 0,05 didapatkan p=0,004 ternyata lebih kecil dari 0,05 ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian kamar tidur dengan kejadian ISPA.

4.8.5. Hubungan Bahan Bakar Untuk Memasak Dengan Kejadian ISPA

Berdasarkan Tabel 4.21 dapat dilihat bahwa hubungan kejadian ISPA dengan bahan bakar untuk memasak yang memenuhi syarat kesehatan sebesar 15% dan kejadian ISPA dengan bahan bakar untuk memasak yang tidak memenuhi syarat kesehatan sebesar 85%.


(63)

Tabel 4.21. Hubungan Bahan Bakar Untuk Memasak Dengan Kejadian ISPA Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010

No. Bahan Bakar Untuk Memasak

Kejadian ISPA

Total X2 Prob

Ada Keluhan (Sakit)

Tidak Ada Keluhan 1 Baik (Gas elpiji,

kompor)

9 19 28

2 Tidak Baik (Kayu)

51 9 60 24,586 0,000

Total 60 28 88

Hasil uji chi square pada tingkat signifikan 0,05 didapatkan p=0,000 ternyata lebih kecil dari 0,05 ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara bahan bakar untuk memasak dengan kejadian ISPA.

4.8.6. Hubungan Kebiasaan Merokok Dalam Rumah Dengan Kejadian ISPA

Berdasarkan Tabel 4.22 dapat dilihat bahwa hubungan kejadian ISPA dengan adanya kebiasaan merokok dalam rumah sebesar 16,7% dan kejadian ISPA dengan tidak adanya kebiasaan merokok dalam rumah sebesar 83,3%.

Tabel 4.22. Hubungan Kebiasaan Merokok Dalam Rumah Dengan Kejadian ISPA Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010

No.

Kebiasaan Merokok Dalam

Rumah

Kejadian ISPA

Total X2 Prob

Ada Keluhan (Sakit)

Tidak Ada Keluhan 1 Tidak ada yang

merokok

10 17 27

2 Ada yang merokok

50 11 61 17,416 0,000


(64)

Hasil uji Chi Square pada tingkat signifikan 0,05 didapatkan p=0,000 ternyata lebih kecil dari 0,05 ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dalam rumah dengan kejadian ISPA.

4.8.7. Hubungan Bahan Pengendali Serangga Dengan Kejadian ISPA

Berdasarkan Tabel 4.23 dapat dilihat bahwa hubungan kejadian ISPA dengan bahan pengendali serangga yang memenuhi syarat kesehatan sebesar 26,7% dan kejadian ISPA dengan bahan pengendali serangga yang tidak memenuhi syarat sebesar 73,3%.

Tabel 4.23. Hubungan Bahan Pengendali Serangga Dengan Kejadian ISPA Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2010

No. Bahan Pengendali Serangga

Kejadian ISPA

Total X2 Prob Ada Keluhan

(Sakit)

Tidak Ada Keluhan 1 Memenuhi syarat

kesehatan

16 14 30

2 Tidak memenuhi syarat kesehatan

44 14 58 4,626 0,029

Total 60 28 88

Hasil uji Chi Square pada tingkat signifikan 0,05 didapatkan p=0,029 ternyata lebih kecil dari 0,05 ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara bahan pengendali serangga dengan kejadian ISPA.

Berdasarkan tabel di atas dapat dipaparkan bahwa :

1. Ventilasi mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian ISPA 2. Kelembaban mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian ISPA


(65)

3. Konstruksi dinding rumah mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian ISPA

4. Kepadatan hunian kamar tidur mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian ISPA

5. Sumber polutan dalam ruangan (bahan bakar untuk memasak, keberadaan penghuni merokok dalam rumah, bahan pengendali serangga) mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian ISPA


(66)

BAB V PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner terhadap responden dan observasi langsung maka dapat diuraikan sebagai berikut :

Karakteristik Responden Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan responden bahwa sebahagian responden memiliki tingakt pendidikan SLTP sebanyak 28 orang (31,8%). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden masih rendah. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang biasanya mempunyai taraf pengetahuan dan keterampilan yang baik serta akan lebih mengerti tentang sesuatu hal khususnya masalah kesehatan dalam hal ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dalam rumah dan penanganan penyakit ISPA. Karena menurut Survai Demokrafi kesehatan Indonesia pada tahun 1997 bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang dimana dapat membuat seseorang untuk lebih mudah menerima ide-ide dan teknologi baru.

Pendapatan

Pendapatan keluarga anak pra sekolah per bulannya tergolong kategori sedang (Rp.738.000 – Rp.1.500.000 per bulan) sebanyak 45 responden. Hal ini menunjukkan bahwa persentase pendapatan keluarga per bulannya dapat diperkirakan bahwa rata-rata kondisi ekonomi penduduk berada pada golongan menengah ke bawah.


(67)

Menurut Notoadmojo (2002), seseorang kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada mungkin oleh karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat. Penelitian menurut Tugaswati, dkk (2003), menyebutkan bahwa ekonomi yang baik diharapkan semakin mampu seseorang untuk membiayai keluarganya dari segi material yaitu menggunakan suatu bahan bakar yang lebih baik seperti gas atau elpiji.

Jenis Kelamin, Umur, Imunisasi Anak Pra Sekolah

Jumlah anak pra sekolah berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibanding anak pra sekolah berjenis kelamin laki-laki dimana jumlah berjenis kelamin perempuan sebanyak 50 orang (56,8%). Anak pra sekolah yang berumur 3-4 tahun sebanyak 49 orang (55,7%) sedangkan yang berumur 5-6 tahun sebanyak 39 orang (44,3%). Anak pra sekolah yang mendapat imunisasi lengkap sebanyak 40 orang (45,5%), sedangkan anak pra sekolah yang tidak mendapat imunisasi lengkap sebanyak 48 orang (54,4%).

Anak diimunisasi berarti diberi kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Tingkat kekebalan terhadap penyakit tertentu belum tentu kebal terhadap penyakit lain (Notoadmojo, 1997).

5.2. Kondisi Lingkungan Dalam Rumah Responden

Kondisi lingkungan dalam rumah penduduk pada penelitian ini meliputi ventilasi dalam rumah, kelembaban dalam rumah, konstruksi dinding rumah, kepadatan hunian kamar tidur, bahan bakar untuk memasak, kebiasaan merokok dalam rumah, bahan pengendali serangga.


(1)

bahan bakar untuk memasak * Kejadian ISPA

Crosstab

19 9 28

8,9 19,1 28,0

67,9% 32,1% 100,0%

67,9% 15,0% 31,8%

21,6% 10,2% 31,8%

9 51 60

19,1 40,9 60,0

15,0% 85,0% 100,0%

32,1% 85,0% 68,2%

10,2% 58,0% 68,2%

28 60 88

28,0 60,0 88,0

31,8% 68,2% 100,0%

100,0% 100,0% 100,0%

31,8% 68,2% 100,0%

Count

Ex pec ted Count % within bahan bak ar untuk memasak % within K ejadian ISPA % of Total

Count

Ex pec ted Count % within bahan bak ar untuk memasak % within K ejadian ISPA % of Total

Count

Ex pec ted Count % within bahan bak ar untuk memasak % within K ejadian ISPA % of Total

baik

tidak baik bahan bak ar untuk

memasak Total Tidak ada keluhan Ada keluhan (sakit) Kejadian IS PA

Total

Chi-Square Tests

24,586b 1 ,000

22,210 1 ,000

24,197 1 ,000

,000 ,000

24,307 1 ,000

88 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,91.


(2)

kebiasaan merokok dalam rumah * Kejadian ISPA

Crosstab

17 10 27

8,6 18,4 27,0

63,0% 37,0% 100,0%

60,7% 16,7% 30,7% 19,3% 11,4% 30,7%

11 50 61

19,4 41,6 61,0

18,0% 82,0% 100,0%

39,3% 83,3% 69,3% 12,5% 56,8% 69,3%

28 60 88

28,0 60,0 88,0

31,8% 68,2% 100,0%

100,0% 100,0% 100,0% 31,8% 68,2% 100,0% Count

Ex pec ted Count % within kebias aan merokok dalam rumah % within Kejadian ISPA % of Total

Count

Ex pec ted Count % within kebias aan merokok dalam rumah % within Kejadian ISPA % of Total

Count

Ex pec ted Count % within kebias aan merokok dalam rumah % within Kejadian ISPA % of Total

tidak ada y ang merokok

ada yang merokok kebias aan merokok

dalam rumah Total Tidak ada keluhan Ada keluhan (sakit) Kejadian ISPA Total Chi-Square Tests

17,416b 1 ,000

15,406 1 ,000

16,922 1 ,000

,000 ,000

17,218 1 ,000

88 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,59.


(3)

bahan pengendali serangga * Kejadian ISPA

Crosstab

14 16 30

9,5 20,5 30,0

46,7% 53,3% 100,0%

50,0% 26,7% 34,1%

15,9% 18,2% 34,1%

14 44 58

18,5 39,5 58,0

24,1% 75,9% 100,0%

50,0% 73,3% 65,9%

15,9% 50,0% 65,9%

28 60 88

28,0 60,0 88,0

31,8% 68,2% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 31,8% 68,2% 100,0% Count

Ex pec ted Count % within bahan pengendali serangga % within K ejadian ISPA % of Total

Count

Ex pec ted Count % within bahan pengendali serangga % within K ejadian ISPA % of Total

Count

Ex pec ted Count % within bahan pengendali serangga % within K ejadian ISPA % of Total

memenuhi syarat kesehatan

tidak memenuhi sy arat kes ehat an bahan pengendali serangga Total Tidak ada keluhan Ada keluhan (sakit) Kejadian IS PA

Total

Chi-Square Tests

4,626b 1 ,031

3,646 1 ,056

4,522 1 ,033

,052 ,029

4,573 1 ,032

88 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,55.


(4)

Lampiran 6. Gambar-Gambar Penelitian

Gambar 1. Wawancara terhadap salah satu responden


(5)

Gambar 3. Keadaan salah satu rumah responden tampak dari depan


(6)

Gambar 5. Keadaan Lokasi Penelitian