Hubungan Kualitas Fisik Rumah Terhadap Kejadian ISPA Pasca Bencana Erupsi Gunung Sinabung Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Tiganderket Karo Sumatera Utara Pada Tahun 2015

(1)

SKRIPSI

OLEH : DESI MARIANTA

NIM. 111000186

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

HUBUNGAN KUALITAS FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN ISPA PASCA BENCANA ERUPSI GUNUNG SINABUNG DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS KECAMATAN TIGANDERKET KARO SUMATERA UTARA PADA TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH : DESI MARIANTA

NIM. 111000186

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

(4)

ABSTRAK

Kecamatan Tiganderket adalah salah satu kecamatan yang berada kurang dari 10 Km dari Gunung Sinabung yang erupsi semenjak tahun 2010 sampai dengan sekarang. Permasalahan penelitian ini adalah meningkatnya kasus Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) di Puskesmas Kecamatan Tiganderket tahun 2014. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan kualitas fisik rumah terhadap kejadian ISPA pasca bencana erupsi Gunung Sinabung di Puskesmas Kecamatan Tiganderket Karo Sumatera Utara tahun 2015.

Penelitian ini adalah studi analitik observasional dengan desain penelitian kasus kontrol. Populasi adalah yang menderita ISPA dan berobat di Puskesmas Tiganderket selama 2014 sebanyak 3.504 orang, dengan sampel sebanyak 124 orang yang diperoleh dengan Proportional Random Sampling. Data yang diperoleh dianalisis dengan statistik uji ChiSquare 95%CI (p=0,05) dan mencari nilai Odds Ratio.

Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Kecamatan Tiganderket dapat disimpulkan karakteristik responden yang berhubungan terhadap kejadian ISPA adalah pekerjaan (p value=0,010). Kondisi Fisik Rumah yang berhubungan terhadap kejadian ISPA adalah kondisi lantai (p value=0,000, OR=5,697). Karakteristik perilaku penghuni yang berhubungan terhadap kejadian ISPA adalah membuka jendela setiap hari (p value= 0,001, OR=3,838) dan merokok (p value=0,000, OR=7,091). Tidak ada hubungan antara umur (p value=1,000), jenis kelamin (p value=0,463), status pernikahan (p value=1,000), pendidikan (p value=0,407), alamat desa (p value=1,000), luas ventilasi kamar (p value=0,769), jenis dinding (p value=0,402), kelembaban udara kamar (p value=0,315), suhu kamar, kepadatan hunian kamar (p value=0,094), menyapu rumah setiap hari (p value=0,697, OR=0,737), mengepel rumah per minggu (p value=0,243) dengan kejadian ISPA di Puskesmas Kecamatan Tiganderket.

Disarankan bagi masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan rumah, membuka jendela hanya pagi hari, menghindari merokok didalam rumah, dan menggunakan masker ketika diluar rumah.


(5)

ABSTRACT

Tiganderket sub-district is one of the districts that were less than 10 km from Mount Sinabung that erupted since 2010 until now. The problem in this research is the increasing cases of Acute Respiratory Infection (ARI) in the Primary Health Care (PHC) Tiganderket sub-district in 2014. The purpose of this study was to determine the relation between the physical quality of houses with ARI incidents after eruption of Mount Sinabung in the PHC Tiganderket sub-district Karo Sumatera Utara in 2015.

This study is observational analytic study with case control study design. The population is suffering from ARI and was treated at the PHC Tiganderket during 2014 as many as 3,504 people, with a sample of 124 peoples were obtained by proportional random sampling. Data were analyzed with Chi Square test statistic 95% CI (p = 0,05) and Odds Ratio value.

Based on the results of research in the Puskesmas Tiganderket sub-district concluded respondent characteristics related to ARI is a job (p value = 0,010). Physical conditions related to the ARI is the condition of the floor (p value = 0,000, OR = 5,697). Occupant behavior characteristics related to ARI is to open a window every day (p value = 0,001, OR = 3,838) and smoking (p value = 0,000, OR = 7,091). There is no relation between age (p value = 1,000), sex (p value = 0,463), marital status (p value = 1,000), education (p value = 0,407), village address (p value = 1,000), spacious room ventilation (p value = 0,769), type of wall (p value = 0,402), room air humidity (p value = 0, 15), room temperature, room density (p value = 0,094), the occupants sweep the house every day (p value = 0,697 , OR = 0,737), mop the house every week (p value = 0,243) with ARI in the PHC Tiganderket sub-district.

It is suggested to the community to keeping house clean, opening the windows only in the morning, avoiding smoking inside the house, and using mask when outside the house.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Desi Marianta

Tempat/Tanggal Lahir : Tanjung Merawa/11 September 1993

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Anak ke : 2 dari 2 Bersaudara

Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat Rumah : Jl. Palas IV No 18A Medan Tuntungan Medan

Riwayat Pendidikan :

1. TK NAZARETH : Tahun 1997-1999 2. SDN 040487 TIGANDERKET : Tahun 1999-2005 3. SMPN 2 PAYUNG : Tahun 2005-2008 4. SMAN 1 KABANJAHE : Tahun 2008-2011 5. FKM USU MEDAN : Tahun 2011-2015


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Hubungan Kualitas Fisik Rumah Terhadap Kejadian ISPA Pasca Bencana Erupsi Gunung Sinabung Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Tiganderket Karo Sumatera Utara Pada Tahun 2015”. Skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada: 1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Sumatera Utara.

2. Ibu Ir. Evi Naria, Mkes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan FKM USU dan selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Ir. Indra Chahaya S, Msi, selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan, saran, dan petunjuk kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 4. Ibu Prof.Dr.Dra.Irnawati Marsaulina, MS, selaku Dosen Pembimbing II yang

telah meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.


(8)

5. Ibu Dra. Nurmaini, MKM, Ph.D, selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak Dr. Jansen Perangin-angin, MM, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karo yang telah memberikan izin melakukan penelitian dan juga memberikan bimbingan kepada penulis.

7. Bapak dr. Deddy A. Pinem, selaku Kepala Puskesmas Tiganderket beserta staf di Puskesmas Tiganderket yang telah memberikan izin melakukan penelitian dan sangat membantu penulis selama proses penelitian. Begitu juga dengan responden yang bersedia berpartisipasi untuk penelitian penulis. 8. Seluruh Dosen dan Staf di FKM USU yang telah banyak membantu penulis

selama proses perkuliahan .

9. Teruntuk Ayahanda dan Ibunda, sebagai orangtua yang selalu mengasihi, mendoakan dan ikut berjuang dalam penyelesaian skripsi ini, bangga menjadi putri kalian. Begitu juga untuk saudara penulis, Desindra Natanael Sembiring yang memberikan perhatian dalam penyelesaian skripsi ini.

10. Saudari penulis, Renggania Perangin-angin yang selalu ada untuk mendoakan dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

11. Sahabat seperjuangan selama di FKM USU, Riski Sri Purwanti P, Rani Azhari, Lidia Oktavia, Gabriela Paula H.M. Terimakasih untuk semual hal yang telah kita lalui bersama, akan merindukan kalian nantinya.

12. Senior di FKM USU yang telah lebih dulu menyandang gelar SKM dan membantu penulis untuk segera menyandang SKM juga: Kak Nata Sipayung, Kak Isri Rezta, Kak Eni Fidrin, Kak Fransiska Simbolon.


(9)

13. Adik terkasih, Deswita Natalia beserta keluarga yang banyak membantu selama proses penelitian untuk skripsi penulis.

14. Teman-teman di FKM USU stambuk 2011, terkhusus Vicky Arfeni, Nanda Safira, Devy Ariati, Yunita Lingga, Shella Elvandari, Widya Eka P, Medis P, yang telah memberikan semangat dan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini. 15. Rudi Juandi Gultom, Frans Yoshua Sinuhaji, Tria Feba S, Deasy Sonia yang

selalu mendoakan dan memberi semangat untuk penyelesaian skripsi ini. 16. Junior dan teman sepermainan yang penulis sayangi, Mario Fransiscus, Septo

Tepriandy, Joshua Matulesi, Johanis S, Calvin Nababan, Ribka Sofie, Elen Dinarta, Monica Damayanti, Ruth Nadeak, Novita Sari P, Nelvitriana S, Meilita V Sinaga. Dan untuk Erdeva, terimakasih untuk semua hal baik yang pernah terjadi.

17. Leontius Silalahi, Peri Samuel dan Septian Sebayang (Teknik Mesin USU 2012) yang telah membantu memberi masukan dan bantuan untuk penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2015 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penulisan ... 7

1.3.1 Tujuan Umum ... 7

1.3.2 Tujuan Khusus ... 7

1.4 Hipotesis Penulisan ... 8

1.5 Manfaat Penulisan ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ... 10

2.1.1 Definisi ISPA ... 10

2.1.2 Klasifikasi ISPA ... 10

2.1.3 Etiologi ISPA ... 11

2.1.4 Tanda dan Gejala Klinis ISPA... 11

2.1.5 Faktor Resiko ISPA ... 12

2.1.5.1 Faktor Lingkungan ... 12

2.1.5.2 Faktor Individu Anak ... 14

2.1.5.3 Faktor Perilaku ... 14

2.1.6 Cara Penularan ISPA ... 16

2.2 Rumah dan Kesehatan ... 16

2.2.1 Definisi Rumah ... 16

2.2.2 Rumah Sehat ... 17

2.2.3 Syarat-syarat Umum Perumahan Sehat ... 17

2.2.4 Persyaratan Lingkungan Dalam Rumah Sehat ... 19

2.3 Kerangka Konsep ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

3.1 Jenis Penelitian ... 23

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 24

3.2.2 Waktu Penelitian ... 24

3.3 Populasi dan Sampel ... 24


(11)

3.3.2 Sampel ... 25

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 26

3.4.1 Sumber Data ... 26

3.4.1.1 Data Primer ... 26

3.4.1.2 Data Sekunder ... 27

3.4.2 Cara Pengumpulan Data ... 27

3.4.3 Batasan-batasan dan Kriteria Kasus dan Kontrol ... 27

3.4.3.1 Batasan-batasan Kasus dan Kontrol ... 27

3.4.3.2 Kriteria Kasus dan Kontrol ... 28

3.5 Definisi Operasional ... 29

3.6 Aspek Pengukuran ... 32

3.6.1 Kondisi Lantai ... 32

3.6.2 Jenis Dinding ... 32

3.6.3 Luas Ventilasi ... 32

3.6.4 Kelembaban ... 33

3.6.5 Suhu ... 33

3.6.6 Kepadatan Hunian ... 33

3.7 Metode Pengumpulan Data ... 33

3.7.1 Pengukuran Langsung ... 34

3.7.2 Observasi ... 34

3.8 Metode Analisis Data ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 36

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 36

4.2 Hasil Analisis Univariat ... 37

4.2.1 Karakteristik Responden... 37

4.2.2 Kondisi Fisik Rumah ... 39

4.2.3 Karakteristik Perilaku Penghuni Rumah ... 41

4.3 Hasil Analisis Bivariat ... 44

4.3.1 Hubungan Karakteristik Responden Terhadap Kejadian ISPA ... 44

4.3.2 Hubungan Kondisi Fisik Rumah Terhadap Kejadian ISPA ... 46

4.3.3 Hubungan Karakteristik Perilaku Penghuni Terhadap ISPA ... 48

BAB V PEMBAHASAN ... 50

5.1 Hubungan Karakteristik Responden Terhadap Kejadian ISPA ... 50

5.2 Hubungan Kondisi Fisik Rumah Terhadap Kejadian ISPA ... 52

5.3 Hubungan Karakteristik Perilaku Penghuni Terhadap ISPA ... 57

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

6.1 Kesimpulan ... 60

6.2 Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Distribusi Sampel Penelitian ... 25 Tabel 4.1 Distribusi Kejadian ISPA Di Rumah Responden Pada Tahun

2014 ... 37 Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik Responden Di Wilayah Kerja Puskemas

Tiganderket Tahun 2015 ... 38 Tabel 4.3 Distribusi Kondisi Fisik Rumah di Wilayah Kerja Puskesmas

Tiganderket Tahun 2015 ... 40 Tabel 4.4 Distribusi Karakteristik Perilaku Penghuni Rumah di Wilayah

Kerja Puskesmas Tiganderket Tahun 2015 ... 42 Tabel 4.5 Hubungan Karakteristik Responden Terhadap Kejadian ISPA

di Wilayah Kerja Puskesmas Tiganderket Tahun 2015 ... 44 Tabel 4.6 Hubungan Kondisi Fisik Rumah Terhadap Kejadian ISPA di

Wilayah Kerja Puskesmas Tiganderket Tahun 2015 ... 46 Tabel 4.7 Hubungan Karakteristik Perilaku Penghuni Terhadap Kejadian


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Kerangka Konsep ... 21 Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian Kasus Kontrol ... 22


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. SK Pembimbing Skripsi ... 65

Lampiran 2. Surat Permohonan Izin Survei Pendahuluan ... 66

Lampiran 3. Surat Survei Penelitian ... 67

Lampiran 4. Surat Keterangan ... 68

Lampiran 5. Kuesioner Penelitian ... 69

Lampiran 6. Lembar Observasi Penelitian ... 71

Lampiran 7. Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas ... 72

Lampiran 8. Data Yang Belum Diolah ... 74

Lampiran 9. Master Data ... 79

Lampiran 10. Printout Hasil Analisis Univariat Dan Bivariat ... 95


(15)

ABSTRAK

Kecamatan Tiganderket adalah salah satu kecamatan yang berada kurang dari 10 Km dari Gunung Sinabung yang erupsi semenjak tahun 2010 sampai dengan sekarang. Permasalahan penelitian ini adalah meningkatnya kasus Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) di Puskesmas Kecamatan Tiganderket tahun 2014. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan kualitas fisik rumah terhadap kejadian ISPA pasca bencana erupsi Gunung Sinabung di Puskesmas Kecamatan Tiganderket Karo Sumatera Utara tahun 2015.

Penelitian ini adalah studi analitik observasional dengan desain penelitian kasus kontrol. Populasi adalah yang menderita ISPA dan berobat di Puskesmas Tiganderket selama 2014 sebanyak 3.504 orang, dengan sampel sebanyak 124 orang yang diperoleh dengan Proportional Random Sampling. Data yang diperoleh dianalisis dengan statistik uji ChiSquare 95%CI (p=0,05) dan mencari nilai Odds Ratio.

Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Kecamatan Tiganderket dapat disimpulkan karakteristik responden yang berhubungan terhadap kejadian ISPA adalah pekerjaan (p value=0,010). Kondisi Fisik Rumah yang berhubungan terhadap kejadian ISPA adalah kondisi lantai (p value=0,000, OR=5,697). Karakteristik perilaku penghuni yang berhubungan terhadap kejadian ISPA adalah membuka jendela setiap hari (p value= 0,001, OR=3,838) dan merokok (p value=0,000, OR=7,091). Tidak ada hubungan antara umur (p value=1,000), jenis kelamin (p value=0,463), status pernikahan (p value=1,000), pendidikan (p value=0,407), alamat desa (p value=1,000), luas ventilasi kamar (p value=0,769), jenis dinding (p value=0,402), kelembaban udara kamar (p value=0,315), suhu kamar, kepadatan hunian kamar (p value=0,094), menyapu rumah setiap hari (p value=0,697, OR=0,737), mengepel rumah per minggu (p value=0,243) dengan kejadian ISPA di Puskesmas Kecamatan Tiganderket.

Disarankan bagi masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan rumah, membuka jendela hanya pagi hari, menghindari merokok didalam rumah, dan menggunakan masker ketika diluar rumah.


(16)

ABSTRACT

Tiganderket sub-district is one of the districts that were less than 10 km from Mount Sinabung that erupted since 2010 until now. The problem in this research is the increasing cases of Acute Respiratory Infection (ARI) in the Primary Health Care (PHC) Tiganderket sub-district in 2014. The purpose of this study was to determine the relation between the physical quality of houses with ARI incidents after eruption of Mount Sinabung in the PHC Tiganderket sub-district Karo Sumatera Utara in 2015.

This study is observational analytic study with case control study design. The population is suffering from ARI and was treated at the PHC Tiganderket during 2014 as many as 3,504 people, with a sample of 124 peoples were obtained by proportional random sampling. Data were analyzed with Chi Square test statistic 95% CI (p = 0,05) and Odds Ratio value.

Based on the results of research in the Puskesmas Tiganderket sub-district concluded respondent characteristics related to ARI is a job (p value = 0,010). Physical conditions related to the ARI is the condition of the floor (p value = 0,000, OR = 5,697). Occupant behavior characteristics related to ARI is to open a window every day (p value = 0,001, OR = 3,838) and smoking (p value = 0,000, OR = 7,091). There is no relation between age (p value = 1,000), sex (p value = 0,463), marital status (p value = 1,000), education (p value = 0,407), village address (p value = 1,000), spacious room ventilation (p value = 0,769), type of wall (p value = 0,402), room air humidity (p value = 0, 15), room temperature, room density (p value = 0,094), the occupants sweep the house every day (p value = 0,697 , OR = 0,737), mop the house every week (p value = 0,243) with ARI in the PHC Tiganderket sub-district.

It is suggested to the community to keeping house clean, opening the windows only in the morning, avoiding smoking inside the house, and using mask when outside the house.


(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gunung Sinabung adalah gunung api yang berada di Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Ketinggian gunung ini adalah 2.460 meter. Gunung ini tidak pernah tercatat meletus sejak tahun 1600 (Global Volcanism Program, 2008). Tanggal 27 Agustus 2010 terjadi beberapa kali letusan freatik yang mengeluarkan asap mencapai 1500 meter dari mulut kawah. Sejak saat itu Gunung Sinabung diubah dari tipe B menjadi tipe A (Kementerian ESDM, 2013).

Erupsi Gunung Sinabung pada tahun 2013 terjadi sejak tanggal 15 September 2013 dan berlangsung hingga saat ini. Badan Geologi ESDM pada tanggal 24 November 2013 melaporkan bahwa dampak erupsi awan panas dapat membahayakan jiwa manusia dan membakar benda-benda yang dilalui awan panas karena awan panas merupakan material vulkanik yang terdiri dari campuran abu, gas, batuan yang bersuhu tinggi berkisar >200˚C. Penduduk dari 17 Desa dan 2 Dusun harus diungsikan sejak tanggal 24 November 2013 oleh karena status Gunung Sinabung dinaikkan menjadi level IV(Awas).

Status level IV(Awas) ini terus bertahan hingga memasuki tahun 2014, guguran lava pijar dan semburan awan panas masih terus terjadi sampai 3 Januari 2014 dan mulai tanggal 4 Januari 2014 terjadi rentetan kegempaan, letusan, dan luncuran awan panas terus-menerus, disertai dengan abu vulkanik yang saat itu mencapai Kota Medan yang jaraknya sekitar 80 km dari pusat letusan (Suryani, 2014).


(18)

2

Setelah kondisi ini bertahan terus-menerus, pada minggu terakhir Januari 2014 kondisi Gunung Sinabung mulai stabil dan pengungsi yang berasal dari beberapa desa diluar radius bahaya (5 km) dapat dipulangkan.

Kecamatan Tiganderket adalah salah satu kecamatan yang berdomisili di luar radius bahaya (5 km) dari puncak Gunung Sinabung. Pasca mengungsi, masyarakat di Kecamatan Tiganderket kembali ke desa mereka masing-masing. Namun permasalahan tidak selesai sampai pulang dari pengungsian saja, karena sekalipun Kecamatan Tiganderket berada di luar radius bahaya, efek debu vulkanik selain berdampak langsung di lokasi bencana juga berdampak ke wilayah sekitarnya yang lebih luas. Debu vulkanik yang bertebaran di udara dan terbawa angin ke daerah-daerah lain dalam radius puluhan bahkan ratusan kilometer biasanya ukurannya sangat kecil.

Menurut Wardhana (2004), pencemaran partikel seperti debu pada peristiwa meletusnya gunung berapi merupakan dampak pencemaran partikel yang disebabkan karena peristiwa alamiah (faktor internal). Secara umum partikel-partikel yang mencemari udara dapat merusak lingkungan dan menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia. Partikel-partikel tersebut dapat menimbulkan berbagai macam penyakit saluran pernapasan. Pada saat menarik nafas, udara yang mengandung partikel akan terhirup masuk ke dalam paru-paru. Ukuran debu partikel (debu) yang masuk ke dalam paru-paru akan menentukan letak penempelan atau pengendapan partikel tersebut. Partikel yang berukuran kurang dari 5 mikron akan bertahan di saluran nafas bagian atas, sedangkan partikel 3-5 mikron akan tertahan di bagian tengah, partikel lebih kecil 1-3 mikron


(19)

akan masuk ke kantung paru-paru, menempel pada alveoli. Partikel yang lebih kecil, kurang 1 mikron akan ikut keluar saat dihembuskan.

Menurut The International Volcanic Health Hazard Network yang dikutip oleh Suryani (2014), secara umum debu vulkanik menyebabkan masalah kesehatan khususnya menyebabkan iritasi pada paru-paru, kulit dan mata. Gejala pernapasan akut yang sering dilaporkan oleh masyarakat setelah gunung mengeluarkan debu adalah iritasi selaput lendir dengan keluhan bersin, pilek dan beringus, iritasi dan sakit tenggorokan (kadang disertai batuk kering), batuk dahak, mengi, sesak napas, iritasi pada jalur pernapasan dan juga napas menjadi tidak nyaman. Gangguan ini akan lebih berat bila terkena pada orang atau anak yang sebelumnya mempunyai riwayat alergi saluran napas bronkitis kronis, emfisema, atau asma. Selain itu,mata dan paru-paru kulit juga dapat teriritasi oleh debu vulkanik.

Kondisi bencana gunung meletus menyebabkan kondisi lingkungan menjadi buruk, sarana dan prasarana umum menjadi terbatas. Hal ini mendukung terjadinya penularan kasus ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) menjadi lebih cepat. Pada kondisi seperti ini, jumlah kasus ISPA sangat besar dan menduduki peringkat teratas (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat disebabkan oleh kuman, virus, ataupun aspirasi (makanan, bahan bakar minyak, debu, dan sebagainya) yang dimulai dengan keluhan gejala ringan sampai menyebabkan kematian. Meskipun pada orang dewasa tidak menimbulkan kesakitan yang parah, namun pada orang tertentu ISPA juga bisa berpotensi menimbulkan masalah


(20)

4

kesehatan yang lebih besar, terutama pada orang yang memiliki asma, alergi, dan penyakit paru kronik (Ahyanti dan Artha, 2013).

Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2008, 4 dari 10 penyakit penyebab kematian di dunia adalah penyakit bidang paru dan pernapasan. WHO menyebutkan bahwa ISPA merupakan salah satu penyebab kematian tersering dinegara sedang berkembang yang menyerang 400 sampai dengan 500 juta jiwa dengan Proportional Mortality Rate (PMR) sebesar 26,67%.

Menurut Riskesdas tahun 2007, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita(13,2%) setelah diare (17,2%). Sejak tahun 2007 sampai 2012, angka cakupan penemuan pneumonia balita tidak mengalami perkembangan berarti yaitu berkisar 23%-27,71% (Kementerian Kesehatan RI,2013).

Berdasarkan data Puskesmas Tiganderket, ISPA termasuk dalam sepuluh besar penyakit dan masih menduduki urutan pertama, disusul penyakit lainnya seperti hipertensi, gastritis, rhemautic, diare, dan lain-lain. Proporsi kasus ISPA di Puskesmas Tiganderket pada tahun 2013 sebesar 37,69% dan meningkat pada tahun 2014 sebesar 43,74% (Profil Kesehatan Puskesmas Tiganderket, 2013, 2014). Peningkatan proporsi kasus ISPA ini terjadi bahkan setelah masyarakat di kecamatan Tiganderket sudah setahun menempati desa mereka pasca mengungsi. Peningkatan kasus ISPA ini diperkirakan karena desa-desa di kecamatan Tiganderket hampir setiap hari terpapar debu vulkanik, sehingga sanitasi lingkungan rumah menjadi buruk.

Sanitasi lingkungan rumah merupakan sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan rumah sehat yang memenuhi syarat kesehatan


(21)

yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Azwar, 1990).

Menurut Kepmenkes RI No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan, parameter penilaian rumah sehat yang dinilai meliputi lingkup 3 (tiga) kelompok komponen penilaian, yaitu : (1) kelompok komponen rumah, meliputi langit-langit, dinding, lantai, jendela kamar tidur, jendela kamar keluarga, dan ruang tamu, ventilasi, sarana pembuangan asap dapur, pencahayaan; (2) kelompok sarana sanitasi, meliputi sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran, sarana pembuangan air limbah, dan sarana pembuangan sampah; dan (3) kelompok perilaku penghuni, meliputi perilaku membuka jendela kamar tidur, membuka jendela ruang keluarga dan tamu, membersihkan halaman rumah, membuang tinja bayi/anak ke kakus, dan membuang sampah pada tempatnya.

Berdasarkan observasi awal, ketika debu vulkanik beterbangan di dalam atau di halaman rumah warga, jarang sekali mereka dapat membersihkan debu vulkanik tersebut. Hal ini disebabkan oleh minimnya air bersih pasca erupsi Gunung Sinabung. Debu vulkanik yang tidak dibersihkan dari tanaman-tanaman atau jalanan seringkali terbawa angin masuk kedalam rumah dan terhirup warga. Lingkungan perumahan sangat berpengaruh pada terjadinya dan tersebarnya ISPA.

Menurut Pudjiastuti (2002), partikel debu menyebar di atmosfer akibat dari berbagai proses alami seperti letusan gunung, hembusan debu serta tanah oleh angin. Partikel debu akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara, di lingkungan tempat tinggal kemudian masuk


(22)

6

ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan. Selain dapat membahayakan terhadap kesehatan juga dapat menyebabkan gangguan aestetik dan fisik seperti terganggunya pemandangan dan pelunturan warna bangunan.

Partikel debu vulkanik yang menyebar di udara mempengaruhi kualitas fisik rumah yang meliputi kondisi lantai, jenis dinding, luas ventilasi, suhu, kelembaban dan kepadatan hunian. Selain itu, perilaku penghuni juga mempengaruhi kadar debu vulkanik di dalam rumah.

Berdasarkan hasil penelitian Ardianto dan Ririh (2009), kepadatan hunian kamar, kelembaban kamar, suhu kamar, ventilasi, lama tinggal, dan kebiasaan merokok berhubungan bermakna dengan kejadian ISPA. Hasil penelitian Maryani (2012) juga menunjukkan ada hubungan antara luas ventilasi kamar, kelembaban udara kamar, kepadatan hunian kamar, kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang, dan tidak ada hubungan antara pencahayaan alami dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.

Pada awal tahun 2015, masih terdapat kasus gangguan ISPA yang terjadi pada masyarakat Kecamatan Tiganderket pasca erupsi Gunung Sinabung. Hal ini diketahui dari laporan bulanan Puskesmas Tiganderket yang mencatat 101 orang dari 322 orang yang berkunjung ke puskesmas Tiganderket didiagnosa menderita ISPA oleh dokter.

Oleh karena itu peneliti tertarik ingin mengetahui hubungan kualitas fisik rumah terhadap kejadian ISPA pasca bencana erupsi Gunung Sinabung di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Tiganderket, Karo, Sumatera Utara pada tahun 2015.


(23)

1.2 Perumusan Masalah

Saat ini masih terdapat peningkatan kejadian ISPA pasca bencana erupsi Gunung Sinabung, dan belum diketahui secara jelas faktor risiko yang mempengaruhi. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor risiko yang berkaitan dengan lingkungan fisik rumah, maka diharapkan akan dapat diupayakan penanggulangannya yang lebih komprehensif di desa yang menjadi wilayah kerja puskesmas Kecamatan Tiganderket.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan karakteristik responden, kualitas fisik rumah dan perilaku penghuni terhadap kejadian ISPA pasca bencana erupsi Gunung Sinabung di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Tiganderket, Karo, Sumatera Utara pada tahun 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui karakteristik responden (umur, jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan dan alamat desa tempat tinggal) di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Tiganderket, Karo, Sumatera Utara pada tahun 2015.

2) Untuk mengetahui kondisi fisik rumah (kondisi lantai, kondisi dinding, luas ventilasi, kelembaban kamar, suhu kamar, dan kepadatan hunian kamar) di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Tiganderket, Karo, Sumatera Utara pada tahun 2015.


(24)

8

3) Untuk mengetahui perilaku penghuni (kebiasaan membersihkan rumah, kebiasaan menutup/membuka jendela, dan kebiasaan merokok) di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Tiganderket, Karo, Sumatera Utara pada tahun 2015.

4) Untuk mengetahui hubungan karakteristik responden dengan kejadian ISPA pasca bencana erupsi Gunung Sinabung di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Tiganderket, Karo, Sumatera Utara pada tahun 2015.

5) Untuk mengetahui hubungan kondisi fisik rumah dengan kejadian ISPA pasca bencana erupsi Gunung Sinabung di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Tiganderket, Karo, Sumatera Utara pada tahun 2015.

6) Untuk mengetahui hubungan perilaku penghuni dengan kejadian ISPA pasca bencana erupsi Gunung Sinabung di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Tiganderket, Karo, Sumatera Utara pada tahun 2015.

1.4 Hipotesis Penelitian

1) Ada hubungan karakteristik responden dengan kejadian ISPA di wilayah kerja puskesmas Kecamatan Tiganderket, Karo, Sumatera Utara pada tahun 2015.

2) Ada hubungan kondisi fisik rumah dengan kejadian ISPA di wilayah kerja puskesmas Kecamatan Tiganderket, Karo, Sumatera Utara pada tahun 2015.


(25)

3) Ada hubungan perilaku penghuni dengan kejadian ISPA di wilayah kerja puskesmas Kecamatan Tiganderket, Karo, Sumatera Utara pada tahun 2015.

1.5 Manfaat Penelitian

1) Sebagai informasi bagi masyarakat dalam upaya menjaga sanitasi lingkungan guna mencegah dan mengurangi resiko terjadinya kejadian ISPA.

2) Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dalam penentuan intervensi dari permasalahan kesehatan yang terjadi yang berhubungan dengan faktor lingkungan dan kejadian ISPA.

3) Sebagai sarana belajar bagi penulis dalam menerapkan pengetahuan yang telah didapat selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4) Sebagai bahan referensi bagi perpustakaan FKM USU dan peneliti selanjutnya.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 2.1.1 Definisi ISPA

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis, fharingitis, dan otitis serta saluran pernafasan bagian bawah seperti laryngitis, bronchitis, bronchiolitis dan pneumonia, yang dapat berlangsung selama 14 hari. Batas waktu 14 hari diambil untuk menentukan batas akut dari penyakit tersebut. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli beserta organ seperti sinus, ruang telinga tengah dan pleura (Depkes RI, 2008).

ISPA merupakan radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru. ISPA yang mengenai saluran napas bawah, misalnya bronkitis,bila menyerang kelompok umur tertentu, khususnya bayi, anak-anak, dan orang tua, akan memberikan gambaran klinik yang berat dan jelek dan seringkali berakhir dengan kematian (Alsagaff dan Abdul, 2010).

2.1.2 Klasifikasi ISPA

Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2009):

1. ISPA ringan adalah seorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala batuk, pilek dan sesak.

2. ISPA sedang apabila timbul gejala-gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 390 C dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.


(27)

3. ISPA berat apabila kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu makan menurun.

2.1.3 Etiologi ISPA

Etiologi ISPA terdiri dari bakteri, virus, jamur, dan aspirasi. Bakteri penyebab ISPA antara lain Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenza. Virus penyebab ISPA antara lain Influenza, Adenovirus, dan Sitomegalovirus. Jamur yang dapat menyebabkan ISPA antara lain Aspergillus sp., Candida albicans, dan Histoplasma. Sedangkan aspirasi lain yang juga dapat menjadi penyebab ISPA adalah makanan, asap kendaraan bermotor, BBM (bahan bakar minyak) biasanya minyak tanah, cairan amnion pada saat lahir, dan benda asing seperti biji-bijian (Widoyono, 2008).

Sebagian besar ISPA disebabkan oleh infeksi, akan tetapi dapat juga disebabkan oleh bahan seperti aspirasi minyak mineral, inhalasi bahan-bahan organik atau uap kimia seperti Berillium, inhalasi bahan-bahan debu yang mengandung alergen, seperti spora aktinomisetes termofilik yang terdapat pada ampas tebu di pabrik gula, obat (Nitrofurantoin, Busulfan, Metotreksat), radiasi dan Desquamative interstitial pneumonia, Eosinofilic pneumonia (Alsagaff dan Abdul, 2010).

2.1.4 Tanda dan Gejala Klinis ISPA

Tanda dan gejala penyakit infeksi saluran pernafasan dapat berupa batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit kepala. Sebagian besar dari gejala saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk, kesulitan


(28)

12

bernapas, sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit kepala tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Namun sebagian anak yang menderita radang paru (pneumonia), bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik akan menyebabkan kematian (Fuad, 2008).

2.1.5 Faktor Resiko ISPA

Menurut Departemen Kesehatan RI dalam Maryani (2012) secara umum terdapat 3 faktor risiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak, dan faktor perilaku.

2.1.5.1 Faktor Lingkungan

a. Pencemaran Udara dalam Rumah

Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain.

b. Luas Ventilasi

Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Menyuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen yang optimum bagi pernapasan.

2. Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan zat-zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara.


(29)

3. Menyuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang.

4. Menyuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan.

5. Mengeluarkan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi tubuh, kondisi, evaporasi ataupun keadaan eksternal.

6. Mendisfungsikan suhu udara secara merata. c. Pencahayaan

Pencahayaan alami dan atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan.

d. Kualitas udara Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut:

1. Suhu udara nyaman berkisar 180-300 Celcius. 2. Kelembaban udara berkisar antara 40%-70%.

3. Konsentrasi gas CO² tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam. 4. Pertukaran udara=5 kaki kubik per menit per penghuni. 5. Konsentrasi gas formaldehid tidak melebihi 120 mg/m³.

e. Kepadatan hunian rumah

Kepadatan hunian dalam rumah menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, kepadatan hunian ruang tidur minimal luasnya 8m² dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang kecuali anak di bawah umur 5 tahun. Berdasarkan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas. Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada.


(30)

14

2.1.5.2 Faktor Individu Anak

Faktor resiko terjadinya Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) terkhusus pada anak-anak adalah sebagai berikut:

a. Umur Anak b. Berat Badan lahir c. Status gizi

d. Vitamin A e. Status Imunisasi 2.1.5.3 Faktor Perilaku

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu dengan lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Peran aktif keluarga dan masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat atau keluarga (Maryani, 2012).

Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman, serta lingkungan. Dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok (Notoatmodjo, 2007):

1) Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance) atau usaha seseorang untuk menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek :


(31)

a) Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan jika telah sembuh dari penyakit.

b) Perilaku peningkatan kesehatan.

c) Perilaku gizi, makanan dan minuman dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang bahkan dapat mendatangkan penyakit.

2) Perilaku pencarian dan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan atau disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior).

3) Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang berespons terhadap lingkungannya sebagai determinan kesehatan manusia sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Perilaku ini antara lain mencakup :

a) Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk didalamnya komponen, manfaat, dan penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan.

b) Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang menyangkut segi-segi higiene, pemeliharaan, teknik, dan penggunaannya.

c) Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair, termasuk didalamnya sistem pembuangan sampah dan air limbah yang sehat, serta dampak pembuangan limbah yang tidak baik.

d) Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi ventilasi, pencahayaan, lantai, dan sebagainya.

e) Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk (vektor), dan sebagainya.


(32)

16

2.1.6 Cara Penularan ISPA

ISPA ditularkan lewat udara pada saat orang yang sudah terinfeksi akan mengalami batuk, bersin atau bernafas maka bersamaan dengan itu bakteri atau zat virus yang menyebabkan ISPA secara tidak sengaja akan menginfeksi orang yang ada di sekitar yang menghirup udara tersebut. Faktor yang dapat memudahkan penularan (Said, 2010):

1) Kuman (bakteria dan virus) yang menyebabkan ISPA mudah berkembangbiak dalam rumah yang lantainya lembab, pencahayaan kurang, ventilasi yang tidak memenuhi standar dan polusi udara entah karena asap rokok ataupun asap api sebagai bahan untuk memasak.

2) Orang yang terkena ISPA akan mudah menularkan kuman pada orang lain baik lewat kontak langsung maupun lewat udara saat bersin atau batuk tanpa menutup mulut dan hidung.

3) Kuman yang menyebabkan ISPA mudah sekali menular dari orang yang satu ke orang yang lain, terutama pada rumah yang anggota keluarganya banyak dan tinggal dalam rumah yang ukurannya kecil.

2.2 Rumah dan Kesehatan 2.2.1 Definisi Rumah

Definisi perumahan (housing) menurut WHO adalah suatu bangunan fisik yang digunakan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan dan bangunan tersebut termasuk fasilitas dan perlengkapan pelayanan yang diperlukan, baik untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya, baik untuk keluarga maupun individu (Sarudji, 2010).


(33)

Menurut UU No.4/1992 dalam Sarudji (2010) yang dimaksud dengan rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga, sedangkan perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi sarana lingkungan. Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik kawasan perkotaan ataupun pedesaan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

2.2.2 Rumah Sehat

Rumah sehat merupakan bangunan tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah (Depkes RI, 2003).

2.2.3 Syarat-syarat Umum Perumahan Sehat 1. Syarat Fisiologis

Perumahan harus memenuhi persyaratan fisiologis agar kebutuhan faal tubuh terpenuhi melalui fasilitas yang tersedia. Yang termasuk dalam kebutuhan fisiologis dalam perumahan adalah:

a. Pencahayaan

Pencahayaan yang diperlukan untuk suatu ruangan dapat berbentuk cahaya alami (sinar matahari) dan cahaya buatan (sinar lampu).


(34)

18

b. Penghawaan

Penghawaan untuk suatu ruangan di dalam rumah harus diperhitungkan aliran udara yang masuk dan kapasitas ruangan untuk suatu hunian atau jumlah udara yang diperlukan per orang yang tinggal di dalamnya.

c. Kebisingan

Tidak ada gangguan ketenangan akibat kebisingan baik yang bersumber dari luar maupun dari dalam rumah.

d. Ruangan

Tersedia ruang yang cukup untuk kegiatan bermain bagi anak, dan untuk belajar, ruang tamu, ruang tidur,dsb.

2. Syarat Psikologis

Rumah menjamin ketenangan dan kebebasan anggota keluarga sehingga tidak terganggu oleh anggota keluarga lain. Selain itu, tersedianya ruang keluarga dan lingkungan yang sesuai juga merupakan syarat psikologis.

Rumah juga harus memiliki halaman yang dapat ditanami pepohonan atau tumbuhan taman. Hewan peliharaan harus memiliki kandang sendiri terpisah dari rumah.

3. Mencegah Penularan Penyakit

Beberapa persyaratan berikut yang berkaitan dengan tersedianya fasilitas sanitasi agar kesehatan penghuninya tetap terjaga, tidak tertular penyakit infeksi baik antar penghuni maupun dengan kehadiran anggota warga lainnya.

a. Tersedianya persediaan air bersih/air minum. b. Bebas dari vektor ataupun binatang pengerat.


(35)

c. Tersedianya tempat pembuangan tinja dan air limbah.

d. Luas/ukuran kamar mimimum ukuran 2,5 m x 3 m dengan ketinggian langit-langit 2,75-3 m. Sanitasi perumahan, khususnya yang menyangkut kepadatan penghuni kamar dan luas jendela berpengaruh terhadap timbul dan menularnya penyakit pneumonia.

e. Fasilitas untuk pengolahan makanan/memasak dan penyimpanan makanan yang terbebas dari pencemaran maupun binatang pengerat.

4. Mencegah Terjadinya Kecelakaan a. Adanya ventilasi di dapur

b. Cukup intensitas cahaya c. Jauh dari pohon besar

d. Bangunan mengikuti garis rooi (garis sempadan). Jarak pagar dengan bangunan minimal ½ lebar jalan.

e. Lantai yang selalu basah tidak licin dan tetap dipelihara.

f. Bagian bangunan yang dekat api atau listrik terbuat dari bahan tahan api. g. Cara mengatur isi ruangan yang memberikan keleluasaan anggota

keluarga.

h. Cara menyimpan bahan beracun, hindarkan dari jangkauan anak-anak (Sarudji, 2010).

2.2.4 Persyaratan Lingkungan Dalam Rumah Sehat

Persyaratan kesehatan suatu rumah tinggal sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829/Menkes/SK/VII/1999 adalah sebagai berikut: 1. Bahan bangunan


(36)

20

a. Tidak terbuat dari bahan-bahan yang dapat melepaskan zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan, antara lain:

1) Debu total tidak lebih dari 150 µg/m³

2) Asbes bebas tidak melebihi 0,5 fiber/m³/jam 3) Timah hitam (Pb) tidak melebihi 300 mg/kg.

b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme patogen.

2. Komponen dan penataan ruang rumah

Komponen rumah harus mempunyai persyaratan fisik dan biologis sebagai berikut :

a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan b. Dinding:

1) Di ruang tidur dan ruang keluarga dilengkapi dengan sarana ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara.

2) Di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah dibersihkan.

c. Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.

d. Bumbungan rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih harus dilengkapi dengan penangkal petir.

e. Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, kamar mandi dan ruang bermain anak.


(37)

3. Pencahayaan

Pencahayaan alam dan atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan mata.

4. Kualitas Udara

Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut : a. Suhu udara berkisar antara 18-30˚C

b. Kelembaban udara berkisar antara 40-70%

c. Konsentrasi gas SO², tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam d. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8 jam e. Konsentrasi gas formaldehid tidak melebihi 120 mg/m² 5. Ventilasi

Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai.

6. Binatang penular penyakit

Tidak ada tikus, nyamuk ataupun lalat yang bersarang di dalam rumah. 7. Penyediaan air

a. Tersedia sarana air bersih dengan kapasitas 60 liter/hari/orang

b. Kualitas air minum harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan atau air minum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(38)

22

9. Limbah

a. Limbah cair yang berasal dari rumah tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah.

b. Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, pencemaran terhadap permukaan tanah serta air tanah.

10. Kepadatan hunian ruang tidur

Luas ruang tidur minimal 8 m² dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang dalam satu ruang tidur, kecuali anak di bawah usia 5 tahun.

2.3 Kerangka Konsep

Gambar 2.1. Skema Kerangka Konsep Kondisi Fisik Rumah

1. Kondisi Lantai 2. Kondisi Dinding 3. Luas Ventilasi 4. Kelembaban 5. Suhu

6. Kepadatan Hunian

Kejadian ISPA pasca Erupsi Gunung Sinabung

Perilaku Penghuni 1. Membersihkan

Rumah

2. Menutup/membuka Jendela

3. Kebiasaan Merokok Karakteristik Responden 1. Umur

2. Jenis Kelamin 3. Status pernikahan 4. Pendidikan 5. Pekerjaan

6. Alamat Desa Tempat Tinggal


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini adalah studi analitik observasional dengan desain penelitian kasus kontrol yang bertujuan untuk menilai hubungan kualitas fisik rumah dengan kejadian ISPA dengan cara membandingkan kualitas fisik rumah sekelompok orang yang menderita ISPA (kasus) dan sekelompok orang yang tidak menderita ISPA (kontrol). Rancangan penelitian kasus kontrol dapat digambarkan sebagai berikut:

Faktor risiko +

Retrospektif Efek + (Kasus)

Faktor risiko - Populasi

Faktor risiko + (Sampel)

Retrospektif Efek - (Kontrol)

Faktor risiko -

Gambar 3.1. Skema Rancangan Penelitian Kasus Kontrol

Tahap-tahap penelitian kasus kontrol ini adalah sebagai berikut (Nasir dkk, 2011):

1. Identifikasi variabel-variabel penelitian (faktor risiko dan efek). 2. Menetapkan subjek penelitian (populasi dan sampel).


(40)

24

4. Pemilihan subjek sebagai kontrol.

5. Melakukan pengukuran restrospektif (melihat ke belakang) untuk melihat faktor resiko.

6. Melakukan analisis dengan membandingkan proporsi antara variabel-variabel objek penelitian dengan variabel-variabel kontrol. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Tiganderket, Karo, Sumatera Utara yang terdiri dari 17 desa. Adapun alasan penulis mengadakan penelitian di Kecamatan Tiganderket adalah:

a. Kecamatan Tiganderket merupakan salah satu kecamatan yang berada di bawah radius 10 km dari Gunung Sinabung.

b. Kecamatan Tiganderket tidak mengalami relokasi pasca erupsi Gunung Sinabung.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dimulai dari Februari sampai dengan Juni 2015. 3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah yang pernah menderita ISPA dan berobat di wilayah kerja puskesmas Tiganderket mulai dari Januari 2014 sampai dengan Desember 2014 sebanyak 3504 kasus.


(41)

3.3.2 Sampel

a. Sampel kasus dalam penelitian ini adalah semua penderita ISPA dan terpilih sebagai sampel yang pernah berkunjung ke Puskesmas Tiganderket pada tahun 2014. Besar sampel dalam penelitian ini diperoleh berdasarkan rumus sebagai berikut (Dahlan, 2005):

2 2 d .p.q zα n  Keterangan :

n = Besar Sampel

z = Deviasi normal standar ditentukan. Karena  yang ditentukan sebesar 5% maka z = 1,96

Q = Probabilitas gagal atau yang tidak mengalami kasus sebesar (1-p) maka q = 1 - 0,2 = 0,8

d = Tingkat kecermatan yang diinginkan ditentukan sebesar 0,1 p = Prevalensi penderita ISPA sebesar 0,2

Berdasarkan perhitungan rumus di atas maka besar sampel yang diambil dalam penelitian ini dapat dihitung sebagai berikut:

n = 2

2 ) 1 , 0 ( 8 , 0 2 , 0 ) 96 , 1

( x x

= 01 , 0 614656 , 0

= 61,5 dibulatkan menjadi 62

Pengambilan sampel dilakukan denganpembagian kelas berdasarkan pada jumlah sampel minimal yaitu 62 dibagi dengan jumlah desa di Kecamatan


(42)

26

Tiganderket yaitu 17 desa, sehingga diperoleh hasil 4 desa. Distribusi sampel penelitian diambil dari 4 desa dengan kasus ISPA terbanyak sepanjang tahun 2014. Sampel ditentukan secara Proportional Random Sampling. Cara pengambilan sampel secara proporsi dilakukan dengan mengambil subyek dari setiap strata atau setiap wilayah ditentukan seimbang dengan banyaknya subyek dalam masing-masing strata atau wilayah (Arikunto, 2006).

Tabel 3.1. Distribusi Sampel Penelitian

No. Desa Populasi Kasus Perhitungan Sampel

1. Tiganderket 748

29 15

2. Tanjung Merawa 386

3. Sukatendel 262

10

4. Narigunung II 215

8

Total 1611 62 b. Sampel kontrol adalah sampel yang tidak menderita ISPA. Sampel kontrol diambil dengan perbandingan 1:1 dengan kasus. Kelompok kontrol yang diambil adalah tetangga kelompok kasus yang memiliki usia yang sama agar mempermudah pengumpulan data penelitian. Sampel dari kelompok kasus sebanyak 62 orang dan kelompok kontrol juga 62 orang.Total sampel adalah sebanyak 124 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Sumber Data


(43)

Data diperoleh dengan cara mengadakan wawancara langsung dengan responden melalui pengisian kuesioner serta observasi langsung.

3.4.1.2 Data Sekunder

Data sekunder yang diperoleh adalah data dari: 1. Dinas Kesehatan Kabupaten Karo.

2. Data Dari Puskesmas Kecamatan Tiganderket untuk mengetahui secara pasti kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Tiganderket.

3.4.2 Cara Pengumpulan Data

1. Melakukan verifikasi data mengenai penderita ISPA ke Puskesmas Kecamatan Tiganderket.

2. Memilih penderita ISPA sesuai jumlah yang diperlukan untuk penelitian.

3. Melakukan wawancara, observasi dan pengukuran terhadap lingkungan fisik rumah dan perilaku penghuni.

3.4.3 Batasan-batasan dan Kriteria Kasus dan Kontrol 3.4.3.1 Batasan-batasan Kasus dan Kontrol

1. Kasus

Kasus adalah penderita ISPA yang datang berobat ke Puskesmas Kecamatan Tiganderket yang telah didiagnosa oleh dokter.

2. Kontrol

Adapun kontrol atau non kasus adalah orang yang tinggal dekat dengan kasus yang berdomisili di wilayah kerja puskesmas kecamatan Tiganderket yang tidak didiagnosa menderita ISPA.


(44)

28

3.4.3.2 Kriteria Kasus dan Kontrol 1. Kasus

a. Kriteria Inklusi

1. Penderita ISPA yang pernah mengalami ISPA pada tahun 2014.

2. Penderita ISPA berdomisili tetap di desa di kecamatan Tiganderket sejak Februari 2014.

3. Kondisi rumah penderita ISPA ketika diobservasi masih sama dengan kondisi rumah pada tahun 2014.

4. Penderita ISPA berada di range usia 20-60 tahun. 5. Penderita ISPA bersedia menjadi subyek penelitian. b. Kriteria Eksklusi

1. Penderita ISPA yang berdomisili di luar kecamatan Tiganderket. 2. Penderita ISPA yang menderita ISPA sejak Januari-Mei 2015.

3. Kondisi rumah penderita ISPA ketika diobservasi tidak sama dengan kondisi rumah pada tahun 2014.

4. Penderita ISPA yang berusia di bawah 20 tahun dan diatas 60 tahun. 5. Penderita ISPA yang tidak bersedia menjadi subyek penelitian. 2. Kontrol

a. Kriteria Inklusi

1. Satu orang tetangga terdekat kasus dan tidak menderita ISPA menurut diagnosa dokter.


(45)

2. Kontrol berada di range usia 20-60 tahun. 3. Berdomisili tetap di desa sejak Februari 2014.

4. Kondisi rumah kontrol ISPA ketika diobservasi masih sama dengan kondisi rumah pada tahun 2014.

5. Bersedia menjadi subyek penelitian. b. Kriteria Eksklusi

1. Berasal dari luar wilayah kecamatan Tiganderket.

2. Kondisi rumah kontrol ISPA ketika diobservasi tidak sama dengan kondisi rumah pada tahun 2014.

3. Tidak bersedia menjadi subyek penelitian. 3.5 Definisi Operasional

Definisi operasional dari penelitian ini akan memberikan penjelasan dan batasan mengenai variabel yang akan diteliti.

1. Umur

Usia responden dalam penelitian ini yang dimulai dari usia 20 tahun sampai 60 tahun.

2. Jenis Kelamin

Status seksual responden yang dibedakan dalam kategori Laki-laki dan Perempuan.

3. Status Pernikahan

Status pernikahan responden yang dibedakan dalam kategori Menikah dan Belum Menikah.


(46)

30

Jenjang pendidikan responden, dikategorikan sebagai berikut: a) Tamat SD

b) Tamat SLTP c) Tamat SLTA

d) Tamat Perguruan Tinggi/Akademi 5. Pekerjaan

Kegiatan pekerjaan responden, dikategorikan sebagai berikut: a) Tidak Bekerja

b) Berusaha Sendiri/Wiraswasta c) Petani

d) Pegawai Swasta e) Pegawai Negeri Sipil 6. Jumlah Penghuni Rumah

Jumlah orang yang tinggal menetap didalam rumah dan tinggal bersama. 7. Alamat Desa Tempat Tinggal

Alamat desa tempat tinggal responden, yang terdiri dari: a) Desa Tiganderket

b) Desa Tanjung Merawa c) Desa Sukatendel d) Desa Tapak Kuda

8. Kondisi lantai adalah keadaan kebersihan lantai rumah yang terlihat pada saat observasi, apakah berdebu atau tidak, dikategorikan menjadi:


(47)

b) 1. Memenuhi syarat apabila lantai rumah tidak berdebu/bersih.

9. Kondisi dinding adalah jenis atau bahan yang digunakan untuk membuat dinding rumah, dikategorikan menjadi:

a) 0. Tidak memenuhi syarat apabila dinding kayu, papan, batako. b) 1. Memenuhi syarat apabila dinding terbuat dari tembok.

10. Luas Ventilasi adalah hasil pengukuran luas lubang angin yang dibandingkan dengan luas lantai menggunakan rollmeter, dikategorikan menjadi:

a) 0. Tidak memenuhi syarat apabila luas ventilasi 10% luas lantai. b) 1. Memenuhi syarat apabila luas ventilasi ≥10% luas lantai.

11. Kelembaban adalah kadar uap air yang terkandung dalam rumah yang diukur dengan hygrometer, dikategorikan menjadi:

a) 0. Tidak memenuhi syarat apabila kelembaban 40% atau 70%. b) 1. Memenuhi syarat apabila kelembaban 40%-70%.

12. Suhu adalah derajat panas dingin rumah yang diukur dengan termometer ruangan, yang dikategorikan menjadi:

a) 0. Tidak memenuhi syarat apabila suhu 18˚C dan 30˚C. b) 1. Memenuhi syarat apabila suhu berkisar 18˚C-30˚C

13. Kepadatan Hunian adalah jumlah penghuni yang menempati luas kamar dalam meter per segi, dikategorikan menjadi:

a) 0. Padat apabila terdapat 2 orang per 8m². b) 1. Tidak padat apabila terdapat ≤2 orang per 8m².

14. Membersihkan rumah adalah kegiatan yang dilakukan penghuni rumah untuk menjaga kebersihan rumah, yang terdiri dari:


(48)

32

a) Menyapu Rumah

Menyapu ≥2 kali dalam sehari dikategorikan sebagai menyapu, sedangkan menyapu 2 kali dalam sehari dikategorikan tidak menyapu.

b) Mengepel Rumah

Mengepel 7 kali dalam seminggu dikategorikan sebagai mengepel, sedangkan mengepel 7 kali dalam seminggu dikategorikan tidak mengepel.

15. Menutup/Membuka jendela adalah kegiatan yang dilakukan untuk pertukaran udara dalam rumah melalui jendela, yang terdiri dari:

a) 0. Membuka Jendela b) 1. Menutup Jendela

16. Kebiasaan merokok adalah rutinitas penghuni rumah dalam hal mengkonsumsi rokok, yang terdiri dari:

a) 0. Merokok b) 1. Tidak Merokok

17. Kejadian ISPA pasca erupsi Gunung Sinabung adalah keadaan infeksi saluran pernafasan akut dengan adanya gelaja batuk, pilek, serak, demam, sakit tenggorokan yang dapat berlangsung 14 hari, yang terdiri dari:

a) 0. Penderita ISPA(kasus ISPA)

b) 1. Bukan Penderita ISPA(kontrol ISPA) 3.6 Aspek Pengukuran

3.6.1 Kondisi Lantai

Kondisi lantai yang memenuhi syarat apabila lantai dalam keadaan bersih menurut pengamatan pada saat observasi dilakukan.


(49)

3.6.2 Jenis Dinding

Jenis dinding yang memenuhi syarat apabila dinding terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dari debu, misalnya tembok.

3.6.3 Luas Ventilasi

Kriteria luas ventilasi yang memenuhi syarat apabila luas ventilasi ≥10% luas lantai dan tidak memenuhi syarat apabila luas ventilasi 10% luas lantai. Alat yang digunakan untuk pengukuran luas ventilasi adalah rollmeter. engukuran dilakukan dengan membandingkan luas ventilasi kamar dengan luas lantai kamar. 3.6.4 Kelembaban

Kriteria kelembaban udara yang memenuhi syarat apabila berkisar antara 40%-70% dan tidak memenuhi syarat apabila 40% dan 70%. Alat yang digunakan untuk pengukuran kelembaban udara adalah hygrometer.

Pengukuran dilakukan dengan cara:

1. Ditentukan titik pengukuran kelembaban.

2. Hygrometer diletakkan di tempat yang telah ditentukan. 3. Selama pengukuran alat didiamkan tiga menit.

4. Hasil pengukuran dibaca setelah jarum hygrometer stabil atau konstan. 3.6.5 Suhu

Kriteria suhu yang memenuhi syarat adalah apabila suhu udara berkisar antara 18-30˚C. Alat yang digunakan untuk mengukur suhu udara adalah termometer ruangan .


(50)

34

3.6.6 Kepadatan Hunian

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829/Menkes/SK/VII/1999 kriteria kepadatan hunian kamar yaitu memenuhi syarat apabila terdapat ≤2 orang per 8m2 kecuali anak di bawah umur 5 tahun dan tidak memenuhi syarat atau padat bila terdapat >2 orang per 8m². Kepadatan hunian kamar diukur dengan membagi antara luas kamar dengan jumlah anggota keluarga yang menghuni kamar.

3.7 Metode Pengumpulan Data

Metode perolehan data dilakukan sesuai dengan instrumen penelitian yang digunakan. Pada penelitian ini teknik perolehan data yang digunakan yaitu:

3.7.1 Pengukuran Langsung

Pengukuran langsung meliputi pengukuran luas ventilasi kamar, kelembaban udara kamar, dan kepadatan hunian kamar.

3.7.2 Observasi

Observasi dilakukan dengan melihat dan mencatat hal yang berhubungan dengan aktivitas dari obyek penelitian yang ada hubungannnya dengan masalah dalam penelitian.

3.8 Metode Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan:


(51)

Analisis Univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian, yang menghasilkan distribusi dan presentasi dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010). Analisa Univariat ini menunjukkan deskripsi tiap variabel bebas dan variabel terikat antara kasus dan kontrol.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel dependent dan independent. Kriteria penerimaan hipotesis dengan uji Chi-Square (X2) pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05).

Berdasarkan hasil uji tersebut di atas ditarik kesimpulan dengan kriteria sebagai berikut :

a)Jika nilai p < α maka Ho ditolak, berarti ada hubungan antara variabel dependent dengan independent.

b)Jika nilai p ≥ α maka Ho diterima, berarti tidak ada hubungan antara variabel dependent dengan independent.

Untuk melihat apakah variabel merupakan faktor risiko digunakan uji Odds Rasio Kriteria pengambilan keputusan :

a) Jika OR > 1 maka variabel independent merupakan faktor risiko terjadinya variabel dependent.

b) Jika OR = 1 maka variabel independent bukan merupakan faktor risiko terjadinya variabel dependent.

c) Jika OR < 1 maka variabel independent mengurangi risiko atau merupakan faktor protektif terhadap variabel dependent.


(52)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Tiganderket merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Karo, Medan, Provinsi Sumatera Utara. Luas wilayah Kecamatan Tiganderket mencapai 86,76 Km².

Secara geografis, Kecamatan Tiganderket terletak antara 03˚ 08ˈ garis lintang utara dan 98˚ 37ˈ garis bujur timur dengan batas-batas wilayah:

1. Sebelah Utara : Kabupaten Langkat

2. Sebelah Selatan : Kecamatan Munthe dan Payung 3. Sebelah Barat : Kecamatan Kutabuluh

4. Sebelah Timur : Kecamatan Naman Teran dan Payung.

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Tiganderket yang berada di Kecamatan Tiganderket. Kecamatan Tiganderket terdiri dari 17 desa yaitu Desa Tanjung Pulo, Desa Tanjung Mbelang, Desa Tapak Kuda, Desa Jandi Meriah, Desa Suka Tendel, Desa Tanjung Merawa, Desa Perbaji, Desa Tiganderket, Desa Temburun, Desa Mardinding, Desa Kutambaru, Desa Susuk, Desa Gunung Merlawan, Desa Nari Gunung I, Desa Kuta Galuh, Desa Penampen dan juga Desa Kuta Kepar.

Sampel penelitian yang diambil dalam penelitian ini adalah penduduk yang berasal dari 4 desa dengan kasus ISPA terbanyak sepanjang tahun 2014, yaitu Desa Tiganderket, Desa Tanjung Merawa, Desa Sukatendel dan Desa Tapak Kuda.


(53)

Berdasarkan data Puskesmas Kecamatan Tiganderket pada tahun 2014, 10 penyakit terbesar di Puskesmas Tiganderket adalah ISPA, gastritis, sakit kepala (Cepalgia), hipertensi, diare, rheumatic, ulkus peptikum, alergi, infeksi kulit dan penyakit lainnya seperti diabetes, asma, influenza, dan sebagainya. ISPA menjadi penyakit terbanyak dengan proporsi kasus ISPA di Puskesmas Tiganderket pada tahun 2013 sebesar 37,69% dan meningkat pada tahun 2014 sebesar 43,74%. 4.2 Hasil Analisis Univariat

Hasil analisis univariat untuk kejadian ISPA di rumah responden pada tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.1 dibawah ini.

Tabel 4.1 Distribusi Kejadian ISPA Di Rumah Responden Pada Tahun 2014 No. Karakteristik

Responden

Kasus Kontrol

f % f %

1. Kejadian ISPA Tahun 2014

Tidak Ada 0 0,0 62 100,0

1 Orang 31 50,0 0 0,0

2 Orang 21 33,9 0 0,0

3 Orang 8 12,9 0 0,0

4 Orang 2 3,2 0 0,0

Jumlah 62 100,0 62 100,0 Kejadian ISPA di rumah responden pada tahun 2014 untuk kasus yang paling banyak adalah 1 orang penderita saja, yaitu terdapat di 31 rumah, sedangkan untuk rumah kontrol tidak terdapat penderita ISPA sama sekali selama tahun 2014.

4.2.1 Karakteristik Responden

Distribusi karakteristik responden kasus dan kontrol pada penelitian ini berdasarkan umur, jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, dan alamat desa tempat tinggal dapat dilihat pada Tabel 4.2 dibawah ini.


(54)

38

Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik Responden Di Wilayah Kerja Puskemas Tiganderket Tahun 2015

No. Karakteristik Responden

Kasus Kontrol

f % f %

1. Umur

20-24 Tahun 3 4,8 3 4,8

25-29 Tahun 3 4,8 3 4,8

30-34 Tahun 6 9,7 6 9,7

35-39 Tahun 6 9,7 6 9,7

40-44 Tahun 9 14,5 9 14,5

45-49 Tahun 12 19,4 12 19,4

50-54 Tahun 11 17,7 11 17,7

55-59 Tahun 8 12,9 8 12,9

60-64 Tahun 4 6,5 4 6,5

Jumlah 62 100,0 62 100,0 2. Jenis Kelamin

Laki-laki 27 43,5 22 35,5

Perempuan 35 56,5 40 64,5

Jumlah 62 100,0 62 100,0 3. Status Pernikahan

Menikah 59 95,2 59 95,2

Belum Menikah 3 4,8 3 4,8

Jumlah 62 100,0 62 100,0 4. Pendidikan

Tidak Sekolah 0 0,0 0 0,0

Tamat SD 10 16,1 5 8,1

Tamat SLTP 12 19,4 9 14,5

Tamat SLTA 27 43,5 31 50,0

Tamat Perguruan Tinggi

13 21,0 17 27,4

Jumlah 62 100,0 62 100,0 5. Pekerjaan

Tidak Bekerja 0 0,0 0 0,0

BerusahaSendiri/W iraswasta

3 4,8 14 22,6

Petani 47 75,8 32 51,6

Pegawai Swasta 2 3,2 1 1,6

Pegawai Negeri Sipil

10 16,2 15 24,2

Jumlah 62 100,0 62 100,0

6. Alamat Desa

Tempat Tinggal

Tiganderket 29 46,8 29 46,8

Tanjung Merawa 15 24,2 15 24,2

Lanjutan Tabel 4.2

Sukatendel 10 16,1 10 16,1

Tapak Kuda 8 12,9 8 12,9


(55)

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa umur pada kasus dan kontrol paling banyak adalah 45 sampai 49 tahun (19,4%). Umur pada kasus dan kontrol paling sedikit adalah pada usia 20 sampai 24 tahun (4,8%), dan pada usia 25 sampai 29 tahun (4,8%). Jenis kelamin yang terbanyak adalah perempuan yaitu sebanyak 40 orang (64,5%) pada kasus, 5 orang (56,5%) pada kontrol. Jenis kelamin laki-laki 22 orang (35,5%) pada kasus dan 27 orang (43,5%) pada kontrol. Kasus yang telah menikah sebanyak 59 orang (95,2%) demikian juga dengan kontrol.

Kasus yang belum menikah sebanyak 3 orang (4,8%), demikian juga dengan kontrol sebanyak 3 orang (4,8%). Pendidikan terbanyak adalah tamat SLTA sebanyak 27 orang (43,5%) pada kasus, dan 31 orang (50,0%) pada kontrol. Jenjang pendidikan paling sedikit adalah tamat SD sebanyak 10 orang (16,15) pada kasus, dan 5 orang (8,1%) pada kontrol. Pekerjaan terbanyak adalah petani sebanyak 47 orang (75,8%) pada kasus, 32 orang (51,6%) pada kontrol. Sedangkan pekerjaan paling sedikit adalah pegawai swasta yaitu 2 orang (3,2%) pada kasus dan 1 orang (1,6%) pada kontrol. Jumlah kasus dan kontrol di Desa Tiganderket masing-masing 29 orang (46,8%), jumlah kasus dan kontrol di Desa Tanjung Merawa masing 15 orang (24,2%), di Desa Sukatendel masing-masing 10 orang (16,1%), di Desa Tapak Kuda, masing-masing-masing-masing 8 orang (12,9%). 4.2.2 Kondisi Fisik Rumah

Distribusi karakteristik kondisi fisik rumah berdasarkan kondisi lantai rumah, jenis dinding, luas ventilasi kamar, kelembaban udara kamar, suhu kamar, kepadatan hunian kamar pada rumah kasus dan kontrol disajikan pada Tabel 4.3 dibawah ini.


(56)

40

Tabel 4.3 Distribusi Karakteristik Kondisi Fisik Rumah Di Wilayah Kerja Puskemas Tiganderket Tahun 2015

No. Karakteristik Kondisi Fisik

Rumah

Kasus Kontrol

F % f %

1. Kondisi Lantai

Tidak Bersih 40 64,5 15 24,2

Bersih 22 35,5 47 75,8

Jumlah 62 100,0 62 100,0

2. Jenis Dinding

Tembok 49 52,1 45 47,9

Papan 13 43,3 17 56,7

Jumlah 62 100,0 62 100,0

3. Luas Ventilasi Kamar Tidak Memenuhi

Syarat

55 88,7 56 90,3

Memenuhi Syarat 7 11,3 6 9,7

Jumlah 62 100,0 62 100,0 4. Kelembaban Udara

Tidak Memenuhi Syarat

61 98,4 62 100,0

Memenuhi Syarat 1 1,6 0 0,0

Jumlah 62 100,0 62 100,0

5. Suhu Kamar

Tidak Memenuhi Syarat

0 0,0 0 0,0

Memenuhi Syarat 62 100,0 62 100,0

Jumlah 62 100,0 62 100,0 6. Kepadatan Hunian

Kamar Tidak Memenuhi

Syarat

44 71,0 34 54,8

Memenuhi Syarat 18 29,0 28 45,2

Jumlah 62 100,0 62 100,0

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa pada kasus terdapat 40 rumah (64,5%) dengan kondisi lantai tidak bersih, 22 rumah (35,5%) rumah dengan kondisi lantai bersih. Sedangkan pada kontrol terdapat 15 rumah (24,2%) dengan kondisi lantai tidak bersih, 47 rumah (75,8%) dengan kondisi lantai bersih. Jenis dinding terbanyak yang digunakan adalah tembok, yaitu 43 rumah (69,4%) pada kasus dan 49 rumah (79,0%) pada kontrol. Sedangkan jenis dinding yang


(57)

paling sedikit digunakan adalah triplek yaitu hanya 2 rumah (3,2%) pada kasus. Luas ventilasi kamar pada kasus yang tidak memenuhi syarat sebanyak 55 rumah (88,7%), pada kontrol sebanyak 56 rumah (90,3%). Luas ventilasi pada kasus yang memenuhi syarat hanya 7 rumah (11,3%) dan hanya 6 rumah (9,7%) pada kontrol. Kelembaban udara di pada kasus sebanyak 61 rumah (98,4%), pada kontrol sebanyak 62 rumah (100%). Rumah dengan kelembaban udara yang ideal hanya 1 rumah (1,6%) pada rumah kasus. Suhu kamar terbanyak pada kasus adalah 27˚C sebanyak 17 kamar (27,4%), suhu kamar terbanyak pada kontrol adalah 26˚C sebanyak 22 kamar (35,5%). Sedangkan suhu kamar paling sedikit adalah 29˚C, pada kasus sebanyak 6 kamar (9,7%), pada kontrol sebanyak 2 kamar (3,2%). Kepadatan hunian kamar yang tidak memenuhi syarat pada kasus sebanyak 44 rumah (71,0%), pada kontrol sebanyak 34 rumah (54,8%). Sedangkan untuk kepadatan hunian kamar yang memenuhi syarat pada kasus sebanyak 18 rumah (29%), dan 28 rumah (45,2%) pada kontrol.

4.2.3 Karakteristik Perilaku Penghuni Rumah

Distribusi karakteristik perilaku penghuni rumah berdasarkan frekuensi menyapu rumah per hari, mengepel rumah per minggu, membuka atau menutup jendela setiap hari, dan perilaku merokok pada rumah kasus dan kontrol disajikan pada Tabel 4.4 dibawah ini.

Tabel 4.4 Distribusi Karakteristik Perilaku Penghuni Rumah Di Wilayah Kerja Puskemas Tiganderket Tahun 2015

No. Karakteristik Perilaku Penghuni

Rumah

Kasus Kontrol

F % f %


(58)

42

Setiap Hari

1 Kali 3 4,8 4 6,5

2 Kali 40 64,5 18 29,0

3 Kali 13 21,0 28 45,2

4 Kali 2 3,2 2 3,2

5 Kali 4 6,5 10 16,1

Jumlah 62 100,0 62 100,0 2. Mengepel Rumah

(Per Minggu)

1 Kali 38 61,3 19 30,6

2 Kali 18 29,0 29 46,8

3 Kali 3 4,8 7 11,3

5 Kali 1 1,6 2 3,2

7 Kali 2 3,2 5 8,1

Jumlah 62 100,0 62 100,0

3. Membuka Jendela Setiap Hari

Ya 39 62,9 19 30,6

Tidak 23 37,1 43 69,4

Jumlah 62 100,0 62 100,0

4. Perilaku Merokok

Merokok 47 75,8 19 30,6

Tidak Merokok 15 24,2 43 69,4

Jumlah 62 100,0 62 100,0

5. Anggota Keluarga yang Merokok

Tidak Ada 15 24,2 43 69,4

1 Orang 44 71,0 18 29,0

2 Orang 3 4,8 1 1,6

Jumlah 62 100,0 62 100,0

6. Lama Merokok

Tidak Merokok 15 24,2 43 69,4

< 1 tahun 2 3,2 0 0,0

1-5 tahun 1 1,6 0 0,0

5-10 tahun 0 0,0 3 4,8

> 10 tahun 44 71,0 16 25,8

Jumlah 62 100,0 62 100,0


(59)

7. Jumlah Batang Rokok yang Dikonsumsi

Tidak Ada 15 24,2 43 69,4

< 10 Batang Per Hari 5 8,1 1 1,6

10-20 Batang Per Hari

36 58,1 18 29,0

> 20 Batang Per Hari 6 9,7 0

Jumlah 62 100,0 62 100,0

8. Lokasi Merokok

Tidak Merokok 15 24,2 42 67,7

Didalam Rumah 46 74,2 19 30,6

Luar Rumah 1 1,6 1 1,6

Jumlah 62 100,0 62 100,0

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa frekuensi menyapu terbanyak pada rumah kasus adalah 2 kali dalam sehari, sebanyak 40 rumah (64,5%). Sedangkan frekuensi menyapu terbanyak pada rumah kontrol adalah 3 kali dalam sehari, sebanyak 28 rumah (45,2%). Frekuensi mengepel terbanyak pada rumah kasus adalah 1 kali dalam seminggu, sebanyak 38 rumah (61,3%). Sedangkan frekuensi mengepel terbanyak pada rumah kontrol adalah 2 kali dalam seminggu, sebanyak 29 rumah (46,8%). Frekuensi membuka jendela setiap hari pada rumah kasus sebanyak 39 rumah (62,9%), pada rumah kontrol sebanyak 19 rumah (30,6%). Sedangkan jendela yang tertutup setiap hari pada rumah kasus sebanyak 23 rumah (37,1%), pada rumah kontrol sebanyak 43 rumah (69,4%).


(60)

44

Perilaku merokok terbanyak terdapat pada kasus yaitu terdapat di 47 rumah (75,8%), sedangkan perilaku tidak merokok pada kontrol terdapat di 43 rumah (69,4%). Frekuensi anggota keluarga yang merokok terbanyak adalah 1 orang, terdapat di 44 rumah (71,0%) pada kasus dan 18 rumah (29,0%) pada kontrol. Frekuensi lama merokok terbanyak adalah lebih dari 10 tahun, sebanyak 44 rumah (71,0%) pada kasus dan 16 rumah (25,8%) pada kontrol. Jumlah batang rokok terbanyak yang dikonsumsi per harinya oleh perokok adalah 10 sampai 20 batang. Perokok yang mengkonsumsi rokok 10 sampai 20 batang pada rumah kasus terdapat 36 rumah (58,1%), sedangkan pada kontrol terdapat 18 rumah (29,0%). Perokok dengan kebiasaan merokok didalam rumah paling banyak terdapat pada rumah kasus sebanyak 46 rumah (74,2%), sedangkan pada rumah kontrol sebanyak 19 rumah (30,6%).

4.3 Hasil Analisis Bivariat

4.3.1 Hubungan Karakteristik Responden Terhadap Kejadian ISPA

Hasil analisis bivariat untuk karakteristik responden terhadap kejadian ISPA dapat dilihat pada Tabel 4.5 dibawah ini.

Tabel 4.5 Hubungan Karakteristik Responden Terhadap Kejadian ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas Tiganderket Tahun 2015

No Karakteristik Responden

Kasus Kontrol Nilai p OR (95% CI) F % f %

1 Umur

1,000

1,000 (0,471-2,123) Dewasa Dini(18-40) 20 32,3 20 32,3

DewasaMadya(41-70) 42 67,7 42 67,7 Jumlah 62 100,0 62 100,0 2 Jenis Kelamin

0,463 1,403

(0,681-2,890)

Laki-laki 27 43,5 22 35,5

Perempuan 35 56,5 40 64,5

Jumlah 62 100,0 62 100,0 3 Status Pernikahan

1,000 1,000


(61)

Belum Menikah 3 4,8 3 4,8 (0,194-5,158) Jumlah 62 100,0 62 100,0

4 Pendidikan

0,407 Tidak Sekolah 0 0,0 0 0,0

Tamat SD 10 16,1 5 8,1

Tamat SLTP 12 19,4 9 14,5

Tamat SLTA 27 43,5 31 50,0

Lanjutan Tabel 4.5

Tamat Perguruan Tinggi 13 21,0 17 27,4 Jumlah 62 100,0 62 100,0

5 Pekerjaan

0,010 Tidak Bekerja 0 0,0 0 0,0

Berusaha Sendiri/Wiraswasta

3 4,8 14 22,6

Petani 47 75,8 32 51,6

Pegawai Swasta 2 3,2 1 1,6 Pegawai Negeri Sipil 10 16,2 15 24,2 Jumlah 62 100,0 62 100,0 6 Alamat Desa Tempat

Tinggal

1,000 Tiganderket 29 46,8 29 46,8

Tanjung Merawa 15 24,2 15 24,2 Sukatendel 10 16,1 10 16,1 Tapak Kuda 8 12,9 8 12,9 Jumlah 62 100,0 62 100,0

Berdasarkan Tabel 4.5 hasil analisis hubungan umur dengan kejadian ISPA menggunakan uji Chi Square didapat p value (1,000) lebih dari 0,05 maka Ho diterima. Hasil analisis hubungan jenis kelamin terhadap kejadian ISPA menggunakan uji Chi Square didapat p value (0,463) lebih dari 0,05 maka Ho diterima. Hal ini berarti tidak ada hubungan antara umur dan jenis kelamin terhadap kejadian ISPA. Hasil analisis hubungan status pernikahan terhadap kejadian ISPA menggunakan uji Chi Square didapat p value (1,000) lebih dari 0,05 maka Ho diterima. Hasil analisis hubungan pendidikan terhadap kejadian ISPA menggunakan uji Chi Square didapat p value (0,407) lebih dari 0,05 maka Ho diterima. Hal ini berarti tidak ada hubungan antara status pernikahan dan pendidikan terhadap kejadian ISPA. Hasil analisis hubungan pekerjaan terhadap


(1)

118

Chi-Square Tests Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 1.363a 1 .243

Continuity Correctionb .606 1 .436

Likelihood Ratio 1.405 1 .236

Fisher's Exact Test .439 .220

Linear-by-Linear Association

1.352 1 .245

N of Valid Cases 124

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,50. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Frekuensi Mengepel Rumah (0 / 1)

2.632 .491 14.112

For cohort Status = Kasus ISPA 1.795 .549 5.868 For cohort Status = Kontrol ISPA .682 .412 1.129

N of Valid Cases 124

Crosstab

Status

Total Kasus ISPA Kontrol ISPA

Kebiasaan Membuka Jendela

Membuka Jendela Count 39 19 58

% within Status 62.9% 30.6% 46.8%

Menutup Jendela Count 23 43 66

% within Status 37.1% 69.4% 53.2%

Total Count 62 62 124


(2)

119

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 12.957a 1 .000

Continuity Correctionb 11.694 1 .001

Likelihood Ratio 13.197 1 .000

Fisher's Exact Test .001 .000

Linear-by-Linear Association

12.853 1 .000

N of Valid Cases 124

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 29,00. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Kebiasaan Membuka Jendela (Membuka Jendela / Menutup Jendela)

3.838 1.819 8.094

For cohort Status = Kasus ISPA 1.930 1.325 2.809 For cohort Status = Kontrol ISPA .503 .334 .757

N of Valid Cases 124

Kebiasaan Merokok * Status Crosstabulation Count

Status

Total Kasus ISPA Kontrol ISPA

Kebiasaan Merokok Merokok 47 19 66

Tidak Merokok 15 43 58


(3)

120

Chi-Square Tests Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 25.396a 1 .000

Continuity Correctionb 23.614 1 .000

Likelihood Ratio 26.362 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association

25.191 1 .000

N of Valid Cases 124

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 29,00. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Kebiasaan Merokok (Merokok /Tidak Merokok)

7.091 3.208 15.677

For cohort Status = Kasus ISPA 2.754 1.735 4.370 For cohort Status = Kontrol ISPA .388 .258 .584

N of Valid Cases 124

Chi-Square Tests Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 25.396a 1 .000

Continuity Correctionb 23.614 1 .000

Likelihood Ratio 26.362 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association

25.191 1 .000

N of Valid Cases 124

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 29,00. b. Computed only for a 2x2 table


(4)

121

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Kebiasaan Merokok (Tidak Merokok / Merokok)

.141 .064 .312

For cohort Status = Kasus ISPA .363 .229 .576

For cohort Status = Kontrol ISPA 2.575 1.711 3.876


(5)

122

Lampiran 11. Gambar Dokumentasi Penelitian

Lampiran Gambar 1.

Hygrometer alat untuk pengukuran kelembaban


(6)

123

Lampiran Gambar 3.

Mengukur luas ventilasi kamar dengan rollmeter


Dokumen yang terkait

Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung

7 50 200

Potensi Seed Bank Hutan Gunung Sinabung Jalur Pendakian Sigarang-garang Pasca Letusan Tahun 2010

1 64 73

Dampak Debu Vulkanik Letusan Gunung Sinabung Terhadap Unsur Hara Makro di Kabupaten Karo

3 81 38

Dampak Debu Vulkanik Letusan Gunung Sinabung Terhadap Ketersediaan Dan Serapan Hara P Oleh Tanaman Jagung Serta Terhadap Respirasi Mikroorganisme Pada Tanah Dystrandepts

3 88 65

Keanekaragaman Tumbuhan Obat Di Kawasan Hutan Gunung Sinabung Kabupaten Karo Sumatera Utara

6 97 49

Keanekaragaman dan Konservasi Vegetasi Hutan Gunung Sinabung Untuk Pembangunan Berkelanjutan

0 30 31

Hubungan Kualitas Fisik Rumah Terhadap Kejadian ISPA Pasca Bencana Erupsi Gunung Sinabung Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Tiganderket Karo Sumatera Utara Pada Tahun 2015

0 0 59

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 2.1.1 Definisi ISPA - Hubungan Kualitas Fisik Rumah Terhadap Kejadian ISPA Pasca Bencana Erupsi Gunung Sinabung Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Tiganderket Karo Sumatera Utara Pada Ta

0 1 13

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Kualitas Fisik Rumah Terhadap Kejadian ISPA Pasca Bencana Erupsi Gunung Sinabung Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Tiganderket Karo Sumatera Utara Pada Tahun 2015

0 0 9

HUBUNGAN KUALITAS FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN ISPA PASCA BENCANA ERUPSI GUNUNG SINABUNG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KECAMATAN TIGANDERKET KARO SUMATERA UTARA PADA TAHUN 2015

0 0 14