KAJIAN TEORI Perbandinagn Pembelajaran Fiqih di Pondok Pesantren Modern Dengan pndok Pesantren Salaf Dalam Persepsi Ssntri: studi kasus pondok pesantren daarul ahsan dan pondok pesantren Al-Musayyadah

8

BAB II KAJIAN TEORI

1. Pembelajaran Fiqih

a. Pengertian Pembelajaran Fiqih

Untuk memahami arti dari pembelajaran fiqih, maka perlu terlebih dahulu memahami arti pembelajaran secara tersendiri dan arti dari pelajaran fiqih secara tersendiri pula. Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata pembelajaran adalah kata benda yang diartikan sebagai proses, cara, menjadikan makhluk hidup belajar. 1 Pembelajaran dapat diberi arti sebagai upaya yang sistematis dan disengaja oleh pendidik untuk menciptakan kondisi-kondisi agar peserta didik melakukan kegiatan belajar. 2 Sedangkan menurut Corey “pembelajaran merupakan suatu proses belajar dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situati itu. 3 Berdasarkan pengertian di atas, secara umum pembelajaran merupakan upaya untuk siswa dalam bentuk kegiatan memilih, menetapkan dan 1 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996, cet k-7, hal.53 2 H. D. Sudjana S, Metode Dan Teknik Pembelajaran Partisipasi, Bandung: Falah Production, 2001, cet k-4, hal. 8 3 Arif Sodiman, Media Pengajaran, Jakarta: CV. Rajawali, 1990, cet k-2, hal. 7 mengembangkan metode dan strategi yang optimal untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan. Sedangkan secara etimologi, fiqih berarti paham yang mendalam. 4 Dengan definisi lain dalam buku Zakiah Daradjat , fiqih artinya faham atau tahu. 5 Dan dalam firman Allah SWT surah At-Taubah ayat 122 dijelaskan:                         ”Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya ke medan perang. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya” . 6 Tahu dan paham yang dimaksud di atas adalah tahu dan paham tentang masalah-masalah agama. Pengertian fiqih seperti tergambar pada ayat di atas merupakan pengertian yang sebenarnya. Pengertian tersebut pada perkembangan selanjutnya mengalami penyempitan makna. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Quraisy Shihab bahwa ”fiqih yang pada mulanya dimaksudkan sebagai pengetahuan yang menyeluruh tentang agama, mencakup hukum, keimanan, akhlak, al- qur‟an, dan hadits” . 7 Tetapi istilah itu kemudian dipakai khusus menyangkut pengetahuan tentang hukum agama saja. Sedangkan menurut istilah yang digunakan para ahli fiqih fuqaha, fiqih itu ialah ilmu yang menerangkan hukum-hukum syariat Islam yang di ambil dari dalil-dalilnya yang terperinci. Dilihat dari segi ilmu pengetahuan 4 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid I, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997, hal. 2 5 Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996, hal. 78 6 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran Dan Terjemahan, Semarang:CV. Adi Grafika,1994, h. 301 7 M. Quraisy Shihab, Membumikan Al- Qur‟an, Bandung: Mizan, 1994, h. 383 yang berkembang dalam kalangan ulama Islam, fiqih itu ialah ilmu pengetahuan yang membicarakanmembahasmemuat hukum-hukum Islam yang bersumber pada al- Qur‟an, sunah dan dalil-dalil syar‟i yang lain, setelah diformulasikan oleh para ulama dengan mempergunakan kaedah-kaedah ushul fiqih. 8 Sementara itu menurut pengikut As- Syafi‟i mengatakan bahwa fiqih itu adalah: ”Ilmu yang menerangkan segala hukum agama yang berhubungan dengan pekerjaan para mukallaf, yang dikeluarkan istinbatkan dari dali- dalil yang jelas tafshili”. 9 Senada dengan As- Syafi‟i, ulama Hanafiyah memberikan batasan bahwa fiqih adalah ilmu yang menerangkan segala hak dan kewajiban yang berhubungan dengan amalan para mukallaf. Dari definisi di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud fiqih yaitu ilmu yang menerangkan segala hukum-hukum yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf yang diperoleh dari dalil-dalil yang rinci. Adapun pengertian mata pelajaran fiqih dalam kurikulum Madrasah Tsanawiyah adalah: 10 a. Mata pelajaran fiqih adalah bimbingan untuk mengetahui ketentuan- ketentuan syariat Islam. Materi yang sifatnya memahami, menghayati dan mengamalkan pelaksanaan syariat tersebut yang kemudian menjadi dasar pandangan dalam kehidupannya, keluarga dan masyarakat lingkungannya. 8 Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, h. 78 9 Hasbi Ash-Siddieqy, Pengantar Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1980, cet. VI, h. 25-26 10 Depag RI, GBPP Mts Mata Pelajaran Fiqih, Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1993, cet ke-1, h. 1 b. Bentuk bimbingan tersebut tidak terbatas pada pemberian pengetahuan, tetapi lebih jauh seorang guru dapat menjadi contoh dan tauladan bagi siswa dan masyarakat lingkungannya. Dengan keteladanan guru diharapkan para orang tua dan masyarakat membantu secara aktif pelaksanaan fiqh di dalam rumah tangga dan masyarakat lingkungannya. Dari penjelasan di atas, dapat penulis pahami tentang pengertian mata pelajaran fiqh dalam kurikulum Madrasah Tsanawiyah yaitu mata pelajaran yang diarahkan untuk memberikan pengetahuan, pemahaman dan bimbingan kepada siswa mengenai ketentuan-ketentuan syariat Islam untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

b. Tujuan Pembelajaran Fiqih

Sebagai bahan pelajaran yang diberikan pada anak didik dalam proses belajar mengajar, mata pelajaran fiqih tentu memiliki sasaran dan tujuan yang ingin dicapai. Untuk memenuhi tujuan tersebut, dalam skripsi ini diuraikan dan dikomparasikan antar tujuan fiqih dan tujuan mata pelajaran fiqih secara spesifik. Menurut Aswadi Syukur, tujuan fiqih ilmu fiqih adalah ”menerapkan hukum syara pada setiap perkataan dan perbuatan mukallaf. 11 Sedangkan rumusan tujaun fiqih menurut Abdul Wahab Kallaf adalah ”menerapkan hukum-hukum syariat Islam bagi seluruh tindakan dan ucapan manusia. 12 Kedua rumusan tujuan fiqih tersebut tidaklah berbeda, keduanya menghendaki penerapan hukum syara pada setiap tingkah laku dan ucapan mukallaf ditengah hidup dan kehidupannya. Tujuan fiqih tersebut mengalami perincian ketika telah menjadi tujuan mata pelajaran seperti yang tertera dalam Kurikulum Madrasah Tsanawiyah yang dikeluarkan oleh Departemen Agama RI adalah membekali peserta didik agar dapat: 11 M. Aswadi Syukur, Pengantar Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih, Surabaya: Bina Ilmu, 1990, cet ke-1, hal. 4 12 Abdul Wahab Kallaf, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung: Gema Risalah Press, 1996, cet ke- 1, hal.26 1.Mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum Islam secara terperinci dan menyeluruh, baik berupa dalil naqli maupun aqli. Pengetahuan dan pemahaman tersebut diharapkan menjadi pedoman hidup dalam kehidupan pribadi dan sosial. 2.Melaksanakan dan mengalamkan ketentuan hukum Islam dengan benar. Pengalaman tersebut diharapkan dapat menumbuhkan ketaatan menjalankan hukum Islam, disiplin dan tanggung jawab sosial yang tinggi dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya. 13

c. Fungsi dan Ruang Lingkup Pembelajaran Fiqih

Mengenai fungsi fiqih, secara umum dapat disebutkan bahwa fiqih berfungsi: ”sebagai rujukan para mukallaf untuk mengetahui syariat Islam sehingga pola tingkah lakunya dapat terkendali pada landasan etikan dan moral yang religius”. 14 Fungsi mata pelajaran fiqih di Madrasah Tsanawiyah seperti yang termaktub dalam Kurikulum 2004 Madrasah Tsanawiyah adalah: 1.Penanaman nilai-nilai dan kesadaran beribadah peserta didik kepada Allah Swt sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. 2.Penanaman kebiasaan melaksanakan hukum Islam di kalangan peserta didik dengan ikhlas dan perilaku yang sesuai dengan peraturan yang berlaku di Madrasah dan masyarakat. 3.Pembentukan kedisiplinan dan rasa tanggung jawab sosial di Madrasah dan masyarakat. 4.Pengembangan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt serta akhlak muliam peserta didik seoptimal mungkin, melanjutkan yang telah ditanamkan lebih dahulu dalam lingkungan keluarga. 5.Pembangunan mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui ibadah dan muamalah. 6.Perbaikan kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan dan pelaksanaan ibadah dalam kehidupan sehari-hari. 7.Pembekalan peserta didik untuk mendalami fiqih atau hukum Islam pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 15 13 Depag RI, kurikulum 2004 Standar Kompetensi Madrasah Tsanawiyah, Jakarta: Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, 2004, hal. 46 14 Abdul Wahab Kallaf, Ilmu Ushul Fiqih, …, hal.27 15 Depag RI, kurikulum 2004 Standar Kompetensi Madrasah Tsanawiyah, …hal. 47 Fiqih berfungsi sebagai sumber hukum yang menjadi pendorong dan pembentuk tingkah laku yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum sehingga terbentuk komunitas masyarakat muslim yang memiliki kesadaran akan hak dan kewajibannya sebagai prasyarat terwujudnya kondisi hidup dan kehidupan yang harmonis dan sejahtera. Para pengajar harus memahami fungsi fiqih ini agar pendidikan dan pembinaan pribadi siswa dapat terarah sesuai dengan harapan yang ditentukan. Sedangkan ruang limgkup pengajaran fiqih di Madrasah Tsanawiyah meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara: a. Hubungan manusia dengan alam b. Hubungan manusia dengan Allah Swt c. Hubungan manusia dengan sesama manusia, dan selain manusia dan lingkungan. Khusus mengenai ruang lingkup hubungan manusia dengan Allah Swt yang merupakan bentuk ibadah diantaranya shalat. Shalat merupakan salah satu materi yang harus diberikan karena selain menjadi ibadah ritual juga memiliki nilai pendidikan yang berarti. Shalat mengajarkan seseorang untuk berdisiplin dan mentaati berbagai peraturan dan etika dalam kehidupan dunia. Hal ini terlihat dari penetapan waktu shalat harus dipelihara oleh setiap muslim dan tata tertib yang terkandung di dalamnya. Dari segi sosial kemasyarakatan shalat merupakan pengukuhan aqidah setiap anggota masyarakat dan kekuatan jiwa mereka yang berimplikasi terhadap persatuan dan kesatuan umat. Persatuan dan kesatuan ini menimbulkan hubungan sosial yang harmonis dan kesamaan pemikiran dalam menghadapi segala problema kehidupan sosial kemasyarakatan. Dari ruang lingkup maupun fungsi yang tercantum dalam Kurikulum Mts terlihat ruang lingkup materi pelajaran begitu luans menyangkut hubungan vertikal dan horizontal siswa didik. Demikian juga dengan fungsi yang terkandung dalam mata pelajaran tersebut yang sangat diharapkan sekali siswa mampu menjadi dirinya sebagai muslim yang memiliki kesadaran sebagai hamba Allah untuk beribadah secara benar dan melaksanakan syariat dengan ikhlas. Semuanya itu tidak terlepas dari bagaimana kondisi pembelajaran fiqih tersebut dalam mencapai fungsi yang diharapkan. Tujuan, fungsi dan ruang lingkup pembelajaran fiqih di Madrasah semuanya akan terpenuhi atau tidak jika tergantung kepada upaya yang diterapkan oleh madrasah yang bersangkutan terutama pada kegiatan pengelolaan pembelajarannya.

2. Pondok Pesantren

a. Pengertian Pondok Pesantren

Untuk mengetahui makna dan pengertian pondok pesantren, terlebih dahulu perlu dipahami maknanya, istilah pondok berasal dari Bahasa Arab Funduq yang berarti hotel, asrama, rumah, dan tempat tinggal sederhana. 16 Sementara itu untuk istilah pesantren terdapat perbedaan dalam makna khususnya berkaitan dengan asal-usul katanya. Secara etimologi pesantren berasal dari kata santri yang menjadi awalan “pe” dan akhiran “an”, berarti tempat tinggal para santri. Istilah santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru mengaji. 17 Menurut Nurcholis Madjid ada dua pendapat yang berkaitan dengan istilah pesantren. pertama, pendapat yang mengatakan bahwa “santri” berasal dari kata sastri, sebuah kata dari bahasa sansekerta yang artinya melek huruf mengenal huruf. Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa perkataan santri sesungguhnya berasal dari bahasa jawa dari kata Cantrik, berarti seseorang yang selalu mengikuti kemana guru itu pergi menetap. 18 Zamkaksyari Dhofier berpendapat bahwa kata santri berasal dari bahasa India yang berarti orang yang tahu buku-buku suci agama, atau secara 16 Yunus Namsa, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000, h. 33 17 Mansur dan mahfud junaedi, rekonstruksi sejarah pendidikan islam di Indonesia, Jakarta: departemen agama RI, 2005, cet k-1, hal. 95 18 Nurcholis Madjid, bilik-bilik pesantren : sebuah potre perjalanan, Jakarta: Paramadina, 1997, cet ke-1. Hal. 19-20 umum dapat diartikan buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan. 19 Pesantren adalah lembaga lokal yang mengajarkan praktik-praktik dan kepercayaan-kepercayaan Islam. Pesantren merupakan pengembangan sistem halaqah yang di dalamnya para murid harus mondok dan hidup dalam zawiyah kamar penyiapan syaiknya guru tarekat. 20 Pesantren didefinisikan sebagai suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama Islam dan didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang bersifat permanen. Selanjutnya, pesantren adalah sistem pendidikanyang melakukan kegiatan sepanjang hari, santri tinggal di asrama dalam satu kawasan bersama guru, kiyai dan senior mereka. 21 Menurut Aminudin Rosyad dan Baihaqi AK dalam buku Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, istilah pondok pesantren merupakan dua istilah yang menunjukan kepada suatu pengertian, suku jawa menggunakan sebutan pondok atau pesantren dan sering pula menyebutnya sebagai pondok pesantren. 22 Menurut Sudjako dan Prasojo dalam bukunya profil pesantren dikemukakan bahwa pengertian istilah pesantren sebagai berikut: “pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam, umumnya dengan cara non klasikal, dimana seorang guru atau kiyai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab- kitab yang ditulis dalam bahasa arab oleh ulama-ulama arab abad pertengahan”. Para santri biasanya tinggal di dalam pondok asrama dalam pesantren tersebut. 23 19 Zamakhsyari Dhofier, tradisi pesantren “studi tentang pandangan hidup kiyai”. Jakarta: LP3ES, 1982, cet ke-1, hal. 18 20 Hilmy Muhammadiyah dan Sulthan Fatoni, NU: Identitas Islam Indonesia, Jakarta: lembaga studi agama dan sosial, 2004, cet. Ke-1, hal. 109 21 Mujamil Qamar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Intitusi, Jakarta: PT Erlangga, 2005, hal. 2 22 Aminudin Rosyad dan Baihaqi AK, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, 1986, Hal. 53 23 Sudjako, Prasojo, Profil Pesantren, Jakarta: LP3ES, 1995, cet ke-5, Hal. 82 Menurut M. Arifin pondok pesantren berarti, suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan sistem asrama komplek dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dan leadership seseorang atau beberapa kiyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat karismatik serta independent dalam segala hal. 24 Pendapat di atas pada dasarnya tidak menunjukan suatu kontradiksi, melainkan lebih bersifat saling melengkapi. Sehingga, meski terdapat perbedaan dalam melihat asal usul kata pondok dan kata pesantren, namun tidak terdapat perbedaan esensial. Oleh karena itu secara sederhana pondok pesantren dapat diartikan sebagai lembaga pendidikan Islam untuk mempelajari, memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman prilaku sehari- hari, serta mengajarkan kepada santri membaca kitab-kitab agama Islam, dan para santrinya tinggal bersama guru atau kiyai mereka. Adapun fungsi dan kedudukan pesantren pada masa ini belum sebesar dan sekomplek sekarang. Pada masa awal, pesantren hanya berfungsi sebagai media islamisasi dan sekaligus memadukan tiga unsure pendidikan, yakni: 25 a. Tabligh untuk menyebarkan ilmu b. Ibadah untuk menanamkan iman c. Amal untuk mewujudkan kegiatan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari Pada masa sekarang ini, pesantren tidak hanya memberikan pelayanan pendidikan dan keagamaan, tetapi juga membimbing sosial, cultural dan ekonomi masyarakat lingkungannya. 26

b. Kurikulum Pendidikan di Pondok Pesantren

24 Hadimulyo, Dua Pesantren Dua Wajah Budaya, Jakarta: LP3ES, 1985, Hal. 99 25 Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren: Pendidikan Alternatif Masa Depan, Jakarta: Gema Insan Press, 1997, cet ke-1, hal. 71 26 Nurcholis Madjid, Bilik- bilik Pesantren : Sebuah Potret Perjalanan,…, hal. 76 Istilah kurikulum berasal dari bahasa Perancis, yaitu “Courier” yang berarti to run, maksudnya adalah berlari. Sedangkan dalam bahasa Yunani kurikulum diartikan sebagai “jarak” yang ditempuh oleh pelari, sehingga kurikulum dalam pendidikan diartikan sebagai sejumlah pelajaran yang harus ditempuh atau dsiselesaikan oleh anak didik guna mendapat ijazah. 27 Secara terminologi, kurikulum berarti suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang di programkan, direncanakan dan dirancang serta sistematik atas dasar norma-norma yang berlaku dan dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan. 28 Perkataan kurikulum mulai dikenal sebagai istilah dalam dunia pendidikan kurang lebih sejak satu abad yang lalu. Istilah ini muncul untuk pertama kalinya dalam Kamus Webster tahun 1856. pada tahun itu kata kurikulum dipergunakan dalam bidang olahraga, yaitu suatu alat yang membawa orang dari start sampai finish. Baru kemudian pada sekitar tahun 1955 istilah kurikulum dipergunakan dalam bidang pendidikan dengan arti sejumlah mata pelajaran pada suatu lembaga pendidikan. Dalam Kamus Webster tersebut kurikulum diartikan dua macam, yaitu: 29 1. Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari siswa pada lembaga pendidikan sekolah atau perguruan tinggi guna memperoleh ijazah tertentu. 2. Sejumlah mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan atau jurusan. dari beberapa pengertian diatas, dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan kurikulum adalah sesuatu yang harus ditempuh oleh peserta didik 27 Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharauan Pendidikan Pesantren, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005, hal. 77 28 Zurinal Z dan Wahdi Sayuti, Ilmu Pendidikan Pengantar Dasar-dasar Pendidikan, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006, cet ke-1, hal. 57 29 Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor, dan Pembaharuan pendidikan pesantren, …, hal. 78 dalam menyelesaikan suatu program. Sedangkan dalam studi kependidikan Islam istilah kurikulum menggunakan “manhaj” yang berarti sebagai jalan yang terang atau jalan yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupannya. Jalan terang tersebut adalah jalan yang dilalui oleh pendidik dan pembimbing dengan orang yang di didik atas bimbingnya guna dapat mengembangkan pengetahuan keterampilan serta sikap mereka. Sedangkan kurikulum pesantren sebenarnya meliputi seluruh kegiatan yang dilakukan di pesantren selama sehari semalam, pada masa sebelum kemerdekaan istilah kurikulum beluk dikenal dalam sebagaian pesantren walaupun materinya ada dalam praktek mengajar, bimbingan rohani, dan latihan kecakapan merupakan kesatuan dalam proses pendidikan di pesantren. 30 Dengan demikian kurikulum di pondok pesantren adalah keseluruhan usaha lembaga pendidikan pesantren dalamn member pengalaman kepada santri secara terencana dan terorganisir untuk mempengaruhi kegiatan belajar mengajar sehingga tercapai tujuan yang telah dirumuskan. Sedangkan materi pembelajaran yang diberikan di pondok pesantren mengacu kepada isi materi yang terdapat pada kitab kuning, sehingga pimpinan pondok hanya menentukan apa yang harus dipelajari oleh santri. Kitab yang dipelajari biasanya tidak dilengkapi dengan sandangan syakal, oleh karena kitab kuning juga kerap disebut oleh kalangan pesantren sebagai ”kitab gundul”. Dan karena itu rentang waktu sejarah yang sangat jauh dari kemunculannya sekarang, tidak sedikit yang menjuluki kitab kuning ini dengan “kitab kuno”. Pengajaran kitab-kitab ini meskipun berjenjang namun materi yang diajarkan kadang-kadang berulang-ulang. Hanya berupa pendalaman dan perluasan wawasan santri. Memang ini menjadi salah satu bentuk penyelenggaraan pengajaran pondok pesantren yang diselenggarakan berdasarkan sistem kurikulum kitabi. Berdasarkan pada jenjang ringan 30 M. Habib Chirzin, “Agama Ilmu dan Pesantren”, Jakarta: LP3ES, 1995, cet ke-5, hal. 87 beratnya muatan kitab. Tidak berdasarkan tema-tema maudhlu‟i yang memungkinkan tidak terjadinya pergulangan namun serta komprehensif diajarkan permateri pada para santri. Meski diajarkan dengan sistem kitabi tetap terjaga sistematika kitab berdasarkan pada bidang bahasan. perjenjangan berdasarkan kitab yang dipelajari santri, dalam pelaksanaannya di pondok pesantren tidaklah menjadi suatu kemutlakan. Bahkan dapat saja pondok pesantren memberikan tambahan atau melakukan inovasi atau pula mengajarkan kitab-kitab yang lebih popular darn efektif. Adapun alokasi waktu dan mata pelajaran atau kitab yang diajarkan sehari- hari dapat ditentukan sendiri oleh kiyai atau guru yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan dengan memperhatikan keadaan atau kondisi pondok pesantren dari segi penyelenggaraan dan sumber daya manusia. Untuk mengetahui gambaran kitab yang biasa diajarkan di pondok pesantren, berikut contoh-contoh kitab beserta kategorinya: 31 1. Cabang Ilmu Fiqih a.Safinat- u „I-Shalah b.Safinat- u „I-Najah c. Fath- u „I-Qarib d. Taqrib e. Fath- u „I-Muin f. Minhaju- u „I-Qawim g. Muthma‟innah h. Al- Iqna‟ i. Fath- u „I-Wahhab 2. Cabang Ilmu Tauhid a. ‟Aqidat-u „I –Awamm nazham b. Bad‟-u „I- Amal nazham c.Sanusiyah 3. Cabang Ilmu Tasawuf 31 Nurcholis Madjid, Bilik- bilik Pesantren : Sebuah Potret Perjalanan,…, hal. 28-29 a.Al-Nasha „ih-u „I –Diniyah b. Irsyad- u „I –Ibad c. Tanbih- u „I –Ghafilin d. Minhaj- u „I –Abidin e. Al- Da‟wat-u „I –Tammah f. Al- Hikam g. Risalat- u „I –Mu‟awanah wa „I-Muzhaharah h. Bidayat- u „I -Hidayah 4. Cabang Ilmu Nahwu dan Sharaf a.Al-Maqsud nazham b. „Awamil nazham c. „Imrithi nazham d. Ajurumiyah e. Kaylani f. Mirhat- u „I- I „Rab g. Ibnu „Aqi h. Alfiyah nazham sedangkan materi pelajaran umum yang biasa diajarkan di pondok pesantren sebagai berikut: a. Bahasa Indonesia b. Bahasa inggris c. IPS - Sejarah - Geografi - Ekonomi d. IPA - Fisika - Kimia - Biologi - Tata Negara Waktu pembelajaran di pondok pesantren biasanya adalah setelah shalat subuh berjamaah di masjid, setelah shalat ashar dan seah shalat „Isya. Pengajian ini dilakukan secara berjenjang atau keseluruhan. Tergantung metode dan sistem penyelenggaraan yang dilakukan. Sedangkan waktu pagi sampai siang biasanya di isi dengan kegiatan mandiri atau keterampilan khusus yang di selenggarakan oleh pihak pondok pesantren.

c. Tujuan dan Ciri Khas Pengajaran Pesantren

Adapun tujuan didirikannya pondok pesantren pada dasarnya terbagi kepada dua hal, yaitu: 1 Tujuan Khusus Yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kiyai yang bersangkutan serta mengamalkan dalam masyarakat. 2 Tujuan umum Yakni membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu agamanya menjadi muballigh Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya. Melihat dari tujuan tersebut, jelas sekali bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang diharapkan dapat meneruskan missinya dalam dakwah Islam. Adapun ciri-ciri khas pondok pesantren yang sekaligus menunjukan unsur-unsur pokoknya, serta membedakannya dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya adalah sebagai berikut: 32 a. Pondok Definisi singkat istilah “pondok” adalah tempat sederhana yang merupakan tempat tinggal kyai bersama para santrinya. Di Jawa besarnya pondok tergantung pada jumlah santrinya. Adanya pondok yang sangat kecil dengan jumlah santri kurang dari seratus sampai pondok yang memiliki tanah yang luas dengan jumlah santri lebih dari tiga ribu. Tanpa memperhatikan 32 Drs. Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,1996 cet 1. hal. 39 berapa jumlah santri, asrama santri wanita selalu dipisahkan dengan asrama santri laki-laki. Kompleks sebuah pesantren memiliki gedung-gedung selain dari asrama santri dan rumah kyai, termasuk perumahan ustadz, gedung madrasah, lapangan olahraga, kantin, koperasi, lahan pertanian danatau lahan peternakan. Kadang-kadang bangunan pondok didirikan sendiri oleh kyai dan kadang-kadang oleh penduduk desa yang bekerja sama untuk mengumpulkan dana yang dibutuhkan. Salah satu niat pondok selain dari yang dimaksudkan sebagai tempat asrama para santri adalah sebagai tempat latihan bagi santri untuk mengembangkan keterampilan mandiri dalam amsyarakat sesudah tamat dari pesantren. Santri harus bersikap mandiri, misalnya memasak sendiri, mencuci pakaian sendiri dan diberi tugas seperti memelihara lingkungan pondok. Sistem asrama ini merupakan cirri khas tradisi pesantren yang membedakan sistem pendidikan pesantren dengan sistem pendidikan Islam lain. 33 b. Masjid Secara etimologi menurut M. Quraish Shihab, masjid-masjid berasal dari bahasa Arab “sajada” yang berarti patuh, taat, serta tunduk dengan penuh hormat dan takdzim. Sedangkan secara terminologis, masjid merupakan tempat aktifitas manusia yang mencerminkan kepatuhan kepada Allah Swt. 34 Upaya menjadikan masjid sebagai pusat pengkajian dan pendidikan Islam berdampak pada tiga hal. Pertama, mendidik anak agar tetap beribadah dan selalu mengingat kepada Allah. Kedua, menanamkan rasa cinta kepada ilmu pengetahuan dan menyadarkan hak-hak dan kewajiban manusia. Ketiga, memberikan ketentraman, kedamaian, kemakmuran dan potensi-potensi positif melalui pendidikan kesabaran, keberanian, dan semangat dalam hidup beragama. 33 Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor, dan Pembaharuan pendidikan pesantren, …,hal. 70 34 HM. Amin Haedari dan Abdullah Hanif, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Komplesitas Global…hal. 36 Kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan dalam tradisi pesantren merupakan manifestasi universalisme dari sistem pendidikan Islam yang pernah diperaktikan oleh Nabi Muhammad Saw artinya, telah terjadi proses berkesinambungan fungsi masjid sebagai kegiatan umat. Tradisi penggunaan masjid sebagai pusat aktifitas kaum muslimin diteruskan oleh para sahabat dan khalifah berikutnya. c. Santri Santri adalah siswa atau murid yang belajar dipesantren. Pada umumnya santri terbagi dalam dua kategori. Pertama, santri mukim yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap di pesanteren santri mukim yang paling lama tinggal di persantren tersebut biasanya yang dipercaya untuk memegang tanggung jawab mengurusi kepentingan pesantren sehari-hari. Santri senior juga memikul tanggung jawab untuk mengajarkan santri-santri junior tentang kitab-kitab dasar dan menengah. Kedua, santri kalong yaitu para santri yang berasal dari desa-desa disekitar pesantren. Mereka bolak balik dari rumahnya sendiri untuk memenuhi tugas belajar dan aktifitas pesantren lainnya. Apabila pesantren memiliki lebih banyak santri mukim dari pada santri kalong maka pesantren tersebut adalah pesantren besar. Oleh karenanya, hanya seorang santri yang memiliki kesungguhan dan kecerdasan saja yang diberi kesempatan disebuah pesantren besar. Selain dua istilah santri diatas ada juga istilah “santri kelana” dalam dunia pesantren. Santri kelana adalah santri yang selalu berpindah-pindah dari satu pesantren ke pesantren lainnya hanya untuk memperdalam ilmu agama. d. Kiyai Kiyai atau pengasuh pondok pesantren merupakan elemen yang sangat esensial bagi suatu pesantren. Menurut asal muasalnya. sebagaimana dirinci Zamakhsyari Dhofier, perkataan kiyai dalam bahasa Jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda. Pertama, sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap sakti dan kramat. Kedua, sebagai gelar kehormatan bagi orang-orang tua umumnya. Ketiga, sebagai gelar kehormatan yang diberikan oleh masyarakat kepada seseorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren. 35 Kiyai dalam bahasan buku ini, mengacu kepada pengertian ketiga yakni gelar yang diberikan kepada para pemimpin agama Islam atau pondok pesantren dalam mengajarkan berbagai jenis kitab-kitab klasik kuning kepada para santrinya. Peran penting kiyai terus signifikan hingga kini, kiyai dianggap memiliki pengaruh secara sosial dan politik karena memiliki ribuan santri yang taat dan patu serta mempunyai ikatan primordial patron dengan lingkungan masyarakat lainnya. 36 e. Kitab-kitab Islam Klasik Unsur pokok lainnya yang cukup membedakan pesantren dengan lembaga pendidikan lainnya bahwa pada pesantren diajarkan kitab-kitab Islam klasik atau yang sangat terkenal dengan sebutan kitab kuning. Yang dikarang oleh para ulama terdahulu, mengenai berbagai berbagai macam ilmu pengetahuan agama Islam dan bahasa Arab, pelajaran dimulain dengan kitab- kitab yang sederhana, kemudian dilanjutkan dengan kitab-kitab tentang berbagai ilmu yang mendalam. Tingkatan suatu pesantren dan pengajarannya, biasnya diketahui dari jenis kitab-kitab yang diajarkan. Secara garis besar sistem pengajaran yang dilaksanakan di pesantren, dapat dikelompokan menjadi tiga macam yaitu: Sorogan, Bandungan, Weton. 37

d. Metode pembelajaran di Pondok Pesantren

Secara etimologis, metode berasal dari kata “met” dan “hodes” yang berarti melalui. Sedang secara istilah, metode adalah jalan atau cara yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Sementara itu, pembelajaran adalah kegiatan belajar mengajar yang berlangsung secara interaktif antara santri dan kyai atau ustadz sebagai pendidik yang diatur berdasarkan 35 HM. Amin Haedari dan Abdullah Hanif, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan Tantang an Komplesitas Global…hal.45 36 HM. Amin Haedari dan Abdullah Hanif, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Komplesitas Global…hal. 28-35 37 Hasbullah, Kapita Selek ta Pendidikan Islam,…hal. 49-52 kurikulum yang telah disusun dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Jadi, yang dimaksud dengan metode pembelajaran adalah cara-cara yang mesti ditempuh dalam kegiatan belajar mengajar antara santri dan kyai atau ustadz untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Metode pembelajaran di pesantren ada yang bersifat tradisional dan modern baru. Tradisional adalah metode pembelajaran yang diselenggarakan untuk kebiasaan-kebiasaan yang telah lama di pergunakan pada institusi pesantren atau metode pembelajaran asli original pesantren. Sedangkan pembelajaran baru modern merupakan metode pembelajaran hasil pembaharuan kalangan pesantren dengan mengadopsi metode-metode yang berkembang di masyarakat modern. Walaupun tidak mesti, penerapan metode baru juga diikuti dengan pengambilan sistem baru baru, yaitu sistem sekolah klasikal. Meski pada mulanya pesantren sudah mengenal sistem klasikal, namun tidak dengan batas-batas fisik yang lebih tegas seperti pada sisitem klasikal yang diterapkan di sekolah atau madrasah modern. 38 Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam secara selektif bertujuan menjadikan para santri sebagai manusia yang mandiri yang diharapkan dapat menjadi pemimpin umat dalam menuju keridlaan Tuhan. Ada beberapa metode pengajaran yang dipergunakan untuk mendalami kitab-kitab standar Muqarrah di pesantren., yaitu metode Wetonan, metode sorogan bandongan, metode muhawarah, metode mudzakarah dan metode majlis ta‟lim. Metode ini sudah diterapkan sejak berdirinya pesantren dan semakin terjadi perbaikan sejak pesantren mengalami masa perubahan dan kebangkitan di tahun 1900-an. Sampai sekarang dimana metode itu masih menunjukan efektivitasnya. Uraian metode-metode tersebut adalah sebagai berikut: 1. Metode Wetonan Pelaksanaan metode wetonan ini adalah sebagai berikut: kyai membaca sesuatu kitab dalam waktu tertentu dan santri membawa kitab yang sama, kemudian santri mendengarkan dan menyimak tentang bacaan kyai 38 Mahmud, MM, Model-model Pembelajaran di Pesantren, Tangerang, Media Nusantara, 2006, cet ke-1, hal, 49-51 tersebut. Metode pengajaran yang demikian adalam metode bebas, sebab absensi santri tidak ada. Santi boleh datang boleh juga tidak, dan tidak ada juga sistem kenaikan kelas. Santri yang cepat dalam menamatkan kitab boleh menyambung ke kitab yang lebih tinggi atau mempelajari kitab lainnya. Metode ini seolah-olah mendidik anak supaya kreatif dan dinamis. Dengan metode pengajaran wetonan ini lama belajar santri tidak tergantung kepada lamanya tahun belajar, tetapi berpatokan pada waktu kapan murid tersebut menamatkan kitab-kitab pelajaran yang ditetapakan. Apabila beberapa santri bersama-sama menamatkan satu kitab, maka suatu upacara yang disebut khataman diselenggarakan, dimana dipertunjukan pencak, gambus, dan terbang rebana sebagai hiburan dan sebagai adu kekuatan dijadikan sebagai hiburan. Dalam metode wetonan ini dilakukan dengan cara seorang kyai duduk dilingkari santri-santri. Kelompok santri itu kemudian mengikuti kyai yang membaca, menerjemahkan, menjelaskan, mengulas kitab-kitab dalam bahasa arab itu. 2. Metode Sorogan Metode sorogan dalam pengajian merupakan bagian yang paling sulit dari keseluruhan metode pendidikan islam tradisional, sebab metode tersebut menuntut kesabaran, kerajianan, ketaatan, dan disiplin pribadi dari murid. Dalam metode ini santri yang pandai mengajukan sebuah kitab kepada kyai untuk dibaca dihadapan kyai tersebut. Kalau dalam membaca dan memahami kitab tersebut terdapat kesalahan, maka kesalahan itu langsung akan dibenarkan oleh kyai. Metode sorogan ini terutama dilakukan untuk santri yang permulaan belajar atau sebaliknya dilakukan oleh santri-santri khusus yang dianggap pandai dan diharapkan dikemudian hari menjadi seorang alim. Kitab-kitab yang dipakai dalam metode sorogan itu adalah kitab yang ditulis dalam huruf gundul tanpa huruf hidup. Untuk itu seorang murid dalam membacanya memerlukan bimbingan guru yang dapat mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan murid tersebut dalam bahasa arab. 3. Metode Muhawarah Muhawarah adalah suatu kegiatan berlatih bercakap-cakap dengan bahasa arab yang diwajibkan oleh pesantren kepada para santri selama mereka tinggal di pondok. Di beberapa pesantren, latihan muhawarah atau muhadasah tidak diwajibkan setiap hari, akan tetapi hanya satu kali atau dua kali dalam seminggu yang digabungkan dengan latihan muhadlarah atau khitabah yang tujuannya melatih anak didik berpidato. 39 Khusus untuk santri pemula, kegiatan ini dilakukan pada waktu-waktu tertentu. Sebelumnya, mereka diberi pembendaharaan kata-kata bahasa ara yang sering dipergunakan untuk dipergunakan untuk dihafalkan sedikit demi sedikit sehingga mencapai target sesuai jangka waktu yang ditentukan. Setelah menguasai kosa kata bahasa arab yang cukup, mereka diwajibkan untuk menggunakannya dalam percakapan sehari-hari. Pada beberapa pesantren, bahasa asing yang dipergunakan sebagai alat komunikasi untuk para santri, tidak hanya bahsa Arab, tetapi juga bahasa Inggris. Sehingga percakapan sehari-hari yang dipergunakan santri adalah bahasa Arab dan Inggris. 40 4. Metode Mudzakarah Mudzakarah merupakan suatu pertemuan ilmiah yang secara spesifik membahas masalah diniyah seperti ibadah dan akidah serta masalah agama pada umumnya. Dalam mudzakarah tersebut dapat dibedakan atas dua tingkat kegiatan: pertama, mudzakarah diselenggarakan oleh sesama santri untuk membahas suatu masalah dengan tujuan melatih para santri agar terlatih dalam memecahkan persoalan dengan mempergunakan kitab-kitab yang tersedia, salah seorang santri mesti ditunjuk sebagai juru bicara untuk menyampaikan kesimpulan dari masalah yang didiskusikan. Kedua, mudzakarah yang di pimpin oleh kyai, dimana hasil dari mudzakarah para santri diajukan untuk dibahas dan nilai seperti dalam suatu seminar. Biasanya lebih banyak berisi suatu tanya jawab dan hampir seluruhnya diselenggarakan dalam bahasa arab. 39 Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam,…,hal. 15 40 Mahmud, MM, Model- model Pembelajaran di Pesantren,…,hal.78 5. Metode Majlis ta‟lim Majli s ta‟lim adalah suatu media penyampaian ajaran agama islam yang bersifat umum dan terbuka. Para jamaah terdiri dari berbagai lapisan yang memiliki latar belakang pengetahuan bermacam-macam dan tidak dibatasi oleh tingkatan usia maupun perbedaan kelamin. Pengajian semacam ini hanya diadakan pada waktu-waktu tertentu saja. Ada yang seminggu sekali dan ada yang dua minggu sekali atau sebulan sekali. Kadang juga kyai mengadakan pengajian khusus untuk wanita. Materi yang diberikan bersifat umum berisi nasehat-nasehat keagamaan yang bersifat amar ma‟ruf nahi munkar. Adakalanya materi diambil dari kitab-kitab tertentu seperti tafsir Qur‟an dan Hadist. 41 Dalam metode ini pesantren salaf dan pesantren modern sama saja hanya disini pesantren modern mengajarkan pendidikan umum 70 persen dan 30 persen pendidikan agama Islam.

3. Pesantren Khalafi Modern

Pembaruan pesantren pada masa kini mengarah kepada pengembangan pandangan dunia. Dan substansi pendidikan pesantren agar lebih responsif terhadap kebutuhan tantangan zaman. Selain itu pembaruan pesantren juga diarahkan untuk fungsionalisasi pesantren sebagai salah satu pusat penting bagi pembangunan masyarakat secara keseluruhan. Dalam kamus bahasa Inggris kata “modern” memiliki makna pembaharuan, yang terbaru atau tradisinal. 42 Pondok pesantren modern adalah pesntren yang menggunakan sistem modern baru dari segi penyampaian dan pengajaran materinya. 43 Pesantren khalaf atau modern adalah: “Pesantren yang telah memasukan pelajaran-pelajaran umum dalam madrasah-madrasah yang 41 Imran Arifin, Kepemimpinan Kyai, Malang Kalimasahada Press 1993, cet ke-1 hal. 37-40 42 Jhon M. Echols dan Hassan Shadly, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia, 2008, cet ke-4, hal. 384 43 Ensiklopedia Islam, Jakarta: Depag, 1992, hal. 28 dikembangkannya, atau membuka tipe sekolah-sekolah umum dalam lingkungan pesantren. 44 Hal ini senada dengan Wahjoetomo mengatakan bahwa pesantren Modern adalah lembaga pesanten yang memasukan pelajaran umum kedalam pelajaran madrasah yang dikembangkan atau pesantren menyelenggarakan tipe sekolah umum bahkan perguruan tinggi dalam lingkungannya. 45 Sedangkan Suwendi mengatakan bahwa “Pesantren modern berarti pesantren yang selalu tanggap terhadap tuntutan dan perubahan Zaman, berwawasan pada masa depan, selalu mengutamakan prinsip efektifitas dan efisien dan sejenisnya.” 46 Pondok pesantren modern dapat dikatakan sebagai pondok pesantren yang mengadopsi sistem madrasah atau sekolah, dengan kurikulum Departemen Agama, maupun Departemen Pendidikan Nasional. Selain itu pesantrn modern biasanya memiliki jumlah santri yang banyak, dan tampak adanya administrasi, manajemen yang baik. Pesantren modern adalah pesantren yang memberi respon terhadap ekspansi sisitem pendidikan umum dengan cara merevisi kurikulumnya dengan memasukan semakin banyak mata pelajaran umum membuka kelembagaan dan fasilitas-fasilitas pendidikannya bagi kepentingan pendidikan umum. Selain dengan cara diatas menurut Azumardi Azra pesantren modern dapat merespon perubahan-perubahan sosial yang berlangsung dengan cara: 1. Pembaruan substansi isi pendidikan pesantren dengan memasukan subyek-subyek umum dan victorial. 2. Pembaruan metodologi, seperti sistem klasik, penjenjangan, dan kurikulum yang lebih luas. 3. Pembarauan kelembagaan, seperti kepemimpinan pesantren diversivikasi lembaga pendidikan. 4. Pembaruan fungsi dari fungis kependidikan juga mencakup fungsi sosial ekonomi. 47 44 Zamkarsary Daofier, Tradisi Pesantren, ... hal. 41 45 Wahjoetomo¸ Perguruan Tinggi Pesanten, Jakarta Gama Insani Press 1997, hal. 41 46 Wahjoetomo¸ Perguruan Tinggi Pesanten …hal. 217 47 Azumardi Azra, Ilmu Pendidikan dalam Persepektif Islam, Jakarta Rosdakarya 2000, hal. 102 Dengan demikian semakin jelaslah bahwa pesantren bukan hanya mampu mengembangkan dirinya. Pesantren tidak hanya mengajarkan ilmu- ilmu agama Islam tetapi juga mengadopsi sistem pendidikan nasional. Perkembangan dunia telah melahirkan suatu kemajuan zaman yang modern begitu pula dengan sistem pesantren. Karena itu, sistem pendidikan harus selalu melakukan upaya rekonstruksi pemahaman tentang ajaran-ajarannya agar tetap relevan dan survive. Adapun ciri-ciri pondok pesantren modern diantaranya: 1. Sekolah Formal Sekolah formal yang dilaksanakan di pondok pesantren modern berjalan sebagaimana sekolah-sekolah umum pada umumnya. Pembelajaran dilakukan di dalam kelas secara klasikal, memakai seragam, menggunakan kurikulum Depag, Diknas dan juga kurikulum pondok itu sendiri. Sekolah formal di pondok pesantren modern dilaksanakan secara berjenjang, mulai dari SD atau MI sampai dengan tingkat MA atau SMA bahkan ada beberapa pondok pesantren mengadakan perguruan tinggi untuk melanjutkan pendidikan para santrinya berbeda dengan pesantren tradisional yang melaksanakan perjenjangan pendidikan berdasarkan pengajian kitab yang dipelajari. 2. Lembaga Ekonomi Produktif Lembaga ekonomi prokuktif yang ada di pondok pesantren modern biasa juga disebut dengan koperasi pelajar. Koperasi pelajar menyediakan segala kebutuhan santri, mulai dari buku hingga pakaian. Koperasi dikelola oleh pesantren, santri diajarkan dan dibimbing untuk bermuamalah menurut ajaran agama Islam. 3. lembaga Pengembangan Masyarakat lembaga pengembangan masyarakat atau organisasi, pada pesantren modern organisasi dijalankan oleh santri, organisasi yang mengatur kehidupan sehari-hari santri. Pengurus organisasi biasanya diambil dari santri yang kelasnya tertinggi dan berlaku pada satu periode setelah itu diadakan pergantian pengurus baru, ketua organisasi dipilih oleh seluruh santri secara demokrasi. Ustadz atau guru biasanya hanya bertindak selaku pembimbing atau pengasuh. Dalam organisasi terdapat berbagai kegiatan yang diajarkan kepada santri, hal tersebut guna menyiapkan santri agar dapat terjun kemasyarakat. 4. Klinik Kesehatan Di pondok pesantren modern biasanya sudah terdapat klinik kesehatan atau puskesmas, klinik kesehatan ini melayani guru, karyawan dan santri yang memerlukan perawatan dan pengobatan. Biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan biasanya relatif murah dibandingkan dengan berobat di luar pesantren. Klinik kesehatan bisa jadi milik pesantren, atau hasil kerjasama dengan pihak kesehatan pada umumnya. 5. Manajemen Segala urusan di pondok pesantren modern sudah terorganisir dengan baik. Mulai dari urusan bayaran santri atau keuangan sampai hubungan masyarakat guna mengembangkan pondok pesantren. Kepemimpinan tidak lagi bersifat absolut pada satu orang kyai sebagai pemimpin dan pengasuh serta ustadz atau dewan guru juga memilki wewenang masing-masing pada organisasi pesantren. Semua itu atas kebijakan hasil musyawarah dewan guru dan pimpinan pondok pesantren. 48 Selain ciri-ciri diatas menurut Wahjeotomo bahwa salah satu ciri yang lain dari pondok modern adalah: “ biaya pembangunan pondok tersebut tidak hanya didanai oleh kiyai, tetapi juga dari masyarakat”. 49 Di pondok pesntren modern kiyai tidak memegang keuangan pondok justru yang memegang keuangan adalah bendahara, ia mencari rejeki yang lain yang bukan berasal dari pondok. Selain itu juga kebiasaan pada pondok pesantren modern umumnya para santri sudah tidak memasak lagi tetapi diberi langsung secara instant kepada santri-santri. 48 Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor, dan Pembaharuan pendidikan pesantren, …,hal. 172 49 Azumardi Azra, Il mu Pendidikan dalam Perspektif Islam…,hal. 102

4. Pesantren Salaf Tradisional

Berbicara tentang subyek ini, sejatinya lebih bernuansa teologis ketimbang pendidikan. Namun, untuk melengkapi pemahaman mengenai pembahasan yang dibicarakan dalam skripsi ini, term salafi atau salafiyyah menjadi penting di ungkapkan. Secara etimologis, kata salaf atau salafiyyah berakar dari kata “salaf” فلس, yang berarti “orang yang lebih dulu, orang yang mendahului atau hidup sebelum zaman kita”, antonim dari kata “khalaf” فلخ yang berarti kemudian atau datang belakangan. 50 oleh Karena itu, secara terminologis, perkataan “salaf” mengandung pengertian kronologis yang berarti orang yang hidup pada zaman yang lebih awal. 51 Namun Istilah salafi bagi kalangan pesantren mengacu kepada pengertian “pesantren tradisional”. Pesantren salafi merupakan pesantren yang mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikan. Sistem madrasah diterapkan untuk memudahkan sistem sorogan yang dipakai dalam lembaga-lembaga bentuk lama. Tanpa mengenalkan pelajaran umum. Pada umumnya pesantren salafi masih mempertahankan identitas pesantren sebagai lembaga pendidikan adalah tafaqquh fi al-Din, atau mempersiapkan calon-calon ulama bukan untuk kepentingan lain Khususnya pengisian lapangan kerja. 52 sehingga pesantren salafi kurang memiliki kemampuan dalam mengimbangi dan dan menguasai kehidupan global yang menyebabkan lembaga pesantren “lagging bahind the time” atau tidak mampu menjawab tantangan. 53 Menurut Nasihin Hasan pesantren salafi adalah: “pesantren yang biasanya belum mampu menyempurnakan kelemahan yang dirasakan ada dilingkungannya dan biasanya melekat dari semua sektor dan perangkat kehidupan pondok pesntren”. 54 50 Ibnu Manzhur, Lisan al- „arabi, Mesir: Dar-al-Maa‟arif, tt hal. 2068-2069 51 Ensiklopedia Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1996, cet ke-1 h. 119-120 52 Azumardi Azra, Ilmu Pendidikan dalam Persepektif Islam…hal. 104 53 Nurcholis Majid, Bilik-bilik Pesantren, ... hal. 90 54 Nurcholis Majid, Bilik- bilik Pesantren… hal. 114 Diantara kelemahan-kelemahan tersebut yaitu: kelemahan administratif, organisatoris, dan manajemen, langkah pemimpin dan dan tenaga bantu yang memiliki kecakapan menyeluruh, pengajaran berkualitas tinggi, terbatasnya sumber keuangan, tidak menentukan pola hubungan keluarga dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Sedangkan menurut Yusuf Hasyim, bahwa pesantren salafi adalah: “pesantren yang acuan kurikulumnya secara referensial bertumpu pada kitab- kitab karangan ulama-ulama salafi dan lebih mengutamakan pada aspek keagamaan dengan metode klasiknya sorogan dan bandongan”. 55 Pesantren tradisional selain mengacu pada kitab-kitab kepada kitab- kitab klasik juga berfungsi sebagai transmisi dan transfer ilmu, pemeliharan tradisional Islam dan memproduksi ulama. Ada beberapa alasan menurut Nurcholis Majid mengapa banyak pesantren yang mempertahankan pola salafiyah yang dianggap masih Sophisciated dalam menghadapi persoalan eksternal diantaranya: 1 Dari segi kepemimpinan pesantren secara kukuh masih terpola dengan kepemimpinan yang sentralistik dengan hirarkis yang berpusat kepada satu orang kiyai. 2 Kelemahan dalam bidang metodologi yang akan memberikan dampak lemahnya kreativitas. 3 Terjadinya disorientasi, yakni pesantren kehilangan kemampuan mendefinisikan dan memposisikan dirinya ditengah realitas sosial yang sekarang ini terjadi perubahan yang demikian cepat. 56 Adapun ciri-ciri pondok pesantren salaf dari uraian diatas maka dapat diturunkan bahwa pesantren salafi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Pesantren salafi adalah pesantren yang mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik dengan menggunakan metode non klasik bandongan dan sorogan. b. Masih banyaknya kelemahan baik dalam bidang administratif, organisatoris, kurangnya tenaga yang profesional dan berkualitas tinggi, serta masih terbatasnya sumber keuangan. 55 H. M. Yusuf Hasyim, Dinamika Pesantren, Jakarta P3M 1988 hal.90 56 Nurcholis Majid, Bilik-bilik Pesantren,...hal. 114 c. Kurikulumnya bertumpu pada ulama-ulama salaf. d. Lebih mengutamakan aspek keagamaan tanpa mengenalkan pengetahuan umum. e. Tujuan utamanya adalah refroduksi ulama. 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN