Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pesantren adalah lembaga yang diterima oleh masyarakat, sehingga mempunyai peranan penting dalam upaya mencerdaskan moral budi bangsa Indonesia. Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang mengiringi dakwah Islamiyah di Indonesia memiliki banyak persepsi. Pesantren biasa dipandang sebagai lembagai ritual, lembaga pembinaan moral, lembaga dakwah, dan yang paling popular adalah sebagai institusi pendidikan Islam yang mengalami pembaharuan dalam menghadapi berbagai tantangan internal maupun eksternal. Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang sudah berdiri ratusan tahun, di pesantren diajarkan dan dididikkan kepada santri nilai-nilai agama. Sebab ciri yang paling menonjol pada pesantren tahap awal adalah pendidikan dan penanaman nilai-nilai agama santri lewat kitab-kitab klasik. Selanjutnya setelah adanya ide-ide pembaharuan pemikiran Islam ke Indonesia, dan turut serta terjadinya perubahan dalam bidang pendidikan pesantren yang pada mulanya hanya berorientasi kepada pendalaman ilmu agama semata-mata, maka mulai diajarkan mata pelajaran umum di pesantren, Masuknya mata pelajaran umum ini diharapkan untuk memperluas cakrawala berfikir santri, sebab pendidikan Islam pada dasarnya adalah pendidikan yang 2 bertujuan membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmani maupun rohani. Di tengah pergulatan masyarakat, pesantren dipaksa bersaing dengan institut pendidikan lainnya, terlebih dengan sangat maraknya pendidikan berlabel luar negri yang menambah semakin ketatnya persaingan mutu out-put keluaran pendidikan. Kompetensi yang kian ketat itu, memposisikan institusi pesantren untuk mempertaruhkan kualitas out-put pendidikannya agar tetap unggul dan menjadi pilihan masyarakat, terutama umat Islam. Ini menandakan, bahwa pesantren perlu banyak melakukan pembenahan internal dan inovasi baru agar tetap mampu meningkatkan mutu pendidikannya. Persoalan ini tentu saja berkolerasi positif dengan konteks pengajaran di pesantren. Di mana, secara tidak langsung mengharuskan adanya pembaharuan modernisasi dalam berbagai aspek pendidikan di dunia pesantren. Sebut saja misalnya mengenai kurikulum, sarana prasarana, tenaga kependidikan pegawai administrasi, guru, manajemen pengelolaan, sistem evaluasi dan aspek-aspek lainnya dalam penyelenggaraan pendidikan di pesantren. Jika aspek-aspek pendidikan seperti ini tidak mendapat perhatian yang proporsional untuk segera dimodernisasi, atau minimal disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat, tentu akan mengancam pertahanan pesantren di masa depan. Masyarakat akan semakin tidak tertarik dan lambat laun akan meninggalkan pendidikan „ala pesantren, kemudian lebih memilih intitusi pendidikan yang lebih menjamin kualitas out-put-nya. Pada tahap ini, pesantren berhadapan dengan dilema antara tradisi dan modernitas. Dengan begitu, pengembangan pesantren tidak saja dilakukan dengan cara memasukan pengetahuan non-agama, melainkan agar lebih efektif dan signifikan, praktek pengajaran harus menerapkan metodologi yang lebih baru dan modern. Sebab ketika didaktik-didaktik yang diterapkan masih berkutat 3 pada cara- cara lama yang ketinggalan zaman alias “kuno”, maka selama itu pula pesantren sulit untuk berkompetisi dengan institusi pendidikan lainya. 1 Pada masa sekarang telah banyak model pesantren yang berkembang di Indonesia: Pertama, pesantren yang masih terikat kuat dengan sistem pendidikan Islam sebelum zaman pembaharuan yang dicirikan dengan pengajaran kitab-kitab yang diajarkan dalam bentuk klasik serta menggunakan metode sorogan dan hafalan. Kedua, pesantren yang merupakan pengembangan dari pesantren model pertama yakni dengan pengajaran kitab- kitab klasik yang diajarkan dalam bentuk klasikal dan nonklasikal. Disamping itu telah diajarkan ekstrakurikuler. Ketiga, pesantren yang di dalamnya program keilmuan telah diupayakan menyeimbangkan antara ilmu agama dan umum. Keempat, pesantren yang mengutamakan pengajaran ilmu-ilmu keterampilan di samping ilmu-ilmu agama sebagai mata pelajaran pokok. Kelima, pesantren yang mengasuh beraneka ragam lembaga pendidikan yang tergolong formal dan nonformal. 2 Dengan demikian, pesantren diidentifikasi memiliki tiga peranan penting dalam masyarakat Indonesia: 1 pesantren sebagai pusat berlansungnya transmisi ilmu-ilmu Islam tradisional, 2 sebagai penjaga dan pemelihara keberlangsungan Islam tradisional, dan 3 sebagai pusat reproduksi ulama. Adapun pendidikan keagamaan yang dilaksanakan pada pesantren dibagi ke dalam beberapa mata pelajaran, diantaranya adalah al- Qur‟an Hadist, aqidah akhlak, fiqih, bahasa arab, dan sejarah kebudayaan Islam. pelajaran ini berisikan teori hukum Islam yang menyangkut kewajiban manusia, khususnya kewajiban individual kepada Allah Swt seperti ibadah shalat. 1 Ahmad El Chumaedy, Membongkar Tradisionalisme Pe ndidikan Pesantren “Sebuah Pilihan Sejarah” Dalam Transformasi Pendidikan Pesantren, www.google .com, Tanggal 06 Oktober 2010. 2 Haidar Putra Daulay, MA, Pendidikan Islam “Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia”, Jakarta: Prenada Media, 2004, cet. 1, hal. 149 4 Pada prinsipnya pelajaran fiqih bertujuan untuk membekali siswa agar memiliki pengetahuan tentang hukum Islam dan mampu mengaplikasikannya dalam bentuk amal praktis. Dengan demikian siswa dapat melakukan ritual ibadah dengan benar sesuai dengan yang dipraktekan dan diajarkan Nabi Muhammad Saw. Menurut Kurikulum Madrasah tsanawiyah, pengertian mata pelajaran fiqih adalah “ salah satu bagian mata pelajaran pendidikan agama Islam, yang kemudian menjadi dasar pandangan hidupnya way of life melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan, pengalaman dan pembiasaan”. 3 Dari pengertian tersebut, terlihat bahwa sasaran yang diharapkan dari pembelajaran fiqih tidak hanya pada sisi kognitif, tetapi juga pada perkembangan ranah afektif dan psikomotorik, dimana siswa harus mampu bertanggung jawab dalam mengamalkan ajaran Islam yang diterimanya tersebut. Dari latar belakang diatas penulis mengambil pondok pesantren sebagai objek penelitian karena pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam satu dari kesekian banyak lembaga pendidikan yang ada, dan cukup jelas keberadaannya itu tergambar dari tujuannya. Manfr ed Zimek menyebutkan bahwa “tujuan formal yang utama dari pendidikan di pesantren adalah menyampaikan pengetahuan dan nilai-nilai dasar maupun gambaran akhlak dan keistimewaan kultus, yang dimiliki seorang kiyai muda, ulama dan ustadz ”. 4 Pondok pesantren modern Daarul Ahsan dengan misi kedepan, sejak awal telah merancang sistem pendidikan yang memungkinkan tumbuhnya pribadi yang soleh dan cerdas serta membawa mereka menyongsong masa depan yang cerah dengan sentuhan kurikulum “three in one” kurikulum pondok modern, salaf, depag. Pondok pesantren Daarul Ahsan ini bertujuan mempersiapkan kader-kader ulama dan pemimpin umat Mudzirul Qoum 3 Departemen Agama RI, Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Madrasah Tsanawiyah, Jakarta: Direktoral Jendral Keagamaan Agama Islam 2004, hal. 46 4 Manfred Zimek, Pesantren dalam Pembaharuan Sosial, Jakarta, P3M, 1986 cet ke-1, h. 16 5 yang siap yang mutafaqih fiddin, berwawasan luas dan dapat berkiprah didunia Internasional berdakwah degan metode bahasa Dunia serta mengimplementasikan fungsi khalifah Allah Swt dimuka bumi yang tercermin dalam sikap proaktif, inovatif dan kreatif. Adapun pondok pesantren salaf Al-Musayyadah adalah pondok pesantren salaf yang hanya mengkaji al- Qur‟an dan kitab-kitab kuning. Dan bukan suatu lembaga pendidikan yang formal. Akan tetapi tujuannya sama dengan lembaga pendidikan lainnya yaitu untuk mempersiapkan kader-kader ulama dan pemimpin umat yang mutafaqih fiddin serta berwawasan luas. Berdasarkan uraian diatas penulis merasa tertarik untuk mengetahui dan membandingkan pembelajaran fiqih pada dua pesantren yaitu di pesantren modern Daarul Ahsan dan pondok pesantren salaf al-Musayyadah. dan dituangkan dalam sebuah karya ilmiah berupa skripsi dengan judul: “Perbandingan Pembelajaran Fiqih Di Pondok Pesantren Modern Dengan Pondok Pesantren Salaf Dalam Persepsi Santri. Studi Kasus di Pondok Pesantren Daarul Ahsan dan Pondok Pesantren al- Musayyadah”.

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian