Baku pembanding : Famotidin USP, lakukan pengeringan pada suhu
80°selama 5 jam sebelum digunakan
2.1.3.2 Mekanisme kerja
Famotidin merupakan antagonis kompetitif histamin yang khas pada reseptor H
2
, sehingga secara efektif dapat menghambat sekresi asam lambung, menekan kadar asam dan volume sekresi lambung. Famotidin merupakan
antagonis H
2
yang kuat dan sangat selektif dengan masa kerja panjang Siswondono dan Soekardjo, 1995.
2.1.3.3 Farmakokinetika
Penyerapan Famotidin dalam saluran cerna tidak sempurna 40–45 dan pengikatan protein plasma relatif rendah 15–22 . Kadar plasma tertinggi dicapai
dalam 1–3 jam setelah pemberian oral, waktu paro eliminasi 2,5–4 jam, dengan masa kerja obat 12 jam Siswondono dan Soekardjo, 1995.
2.1.2.4 Efek samping
Efek samping obat antara lain adalah trombositopenia, konstipasi, diare, sakit kepala dan pusing Siswondono dan Soekardjo, 1995.
2.1.2.5 Kegunaan
Famotidin digunakan untuk pengobatan tukak lambung atau usus dan keadaan hipersekresi yang patologis, misal sindrom Zollinger–Ellison
Siswondono dan Soekardjo, 1995.
2.1.2.6 Dosis
Dosis Famotidin adalah 20–40 mg Siswondono dan Soekardjo, 1995.
2.2 Koefisien partisi
Sifat fisika molekul organik seperti koefisien partisi berhubungan erat dalam bidang farmasi, meskipun demikian sifat-sifat fisika ini kurang begitu
penting diperhatikan oleh bidang kimia analisis. Sifat fisika molekul obat dan juga
Universitas Sumatera Utara
reaksi-reaksi degradasi suatu obat memegang peranan yang penting dalam mendesain metode analisis. Bentuk molekul obat ada yang sederhana dan ada
yang sangat kompleks yang mengandung beberapa gugus fungsional. Gabungan beberapa gugus fungsional dalam satu molekul obat akan menentukan
keseluruhan sifat-sifat molekul obat tersebut Gandjar dan Rohman, 2007. Bila suatu senyawa masuk ke dalam suatu sistem kromatogram, segera
terdistribusi diantara fase diam dan fase gerak. Bila aliran fase gerak dihentikan pada waktu tertentu, senyawa diasumsikan sebagai suatu distribusi kesetimbangan
diantara dua fase. Konsentrasi dalam tiap-tiap fase ditampilkan dengan koefisien partisi termodinamik De Lux Putra, 2007
Koefisien partisi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi distribusi obat dalam tubuh. Setelah obat sampai ke peredaran darah, obat harus menembus
sejumlah sel untuk mencapai reseptor. Dimana koefisien partisi juga menentukan jaringan mana yang dapat dicapai oleh suatu senyawa. Senyawa yang sangat
mudah larut dalam air hidrofilik tidak akan sanggup melewati membran lipid untuk mencapai organ yang kaya akan lipid misalnya otak. Sebaiknya senyawa
yang mudah larut dalam lemak akan mudah menembus membran biologis. Tetapi jika terlalu lipofilik senyawa tersebut akan tertahan lama pada jaringan lemak dan
sulit meninggalkan tempat itu dengan cepat. Koefisien partisi hanyalah salah satu diantara beberapa parameter fisiko kimia yang mempengaruhi distribusi obat
dalam tubuh, di samping faktor lain yaitu parameter elektronik dan parameter sterik Nogrady, 1992.
Menurut Martin 1978 koefisien partisi didefinisikan sebagai kadar keseimbangan monomerik senyawa dalam fase non air dibagi dengan kadar dalam
Universitas Sumatera Utara
fase air. Menurut Nernst koefisien partisi dapat di sederhanakan sesuai dengan persamaan berikut :
P =
Cw Co
Log P = log Co – log Cw Co adalah kadar dalam fase non air dan Cw kadar molal dalam air, setelah
mengalami keseimbangan partisi. Karena P adalah kuantitas tanpa dimensi, setiap unit kadar dapat digunakan, tetapi idealnya untuk hitungan dilakukan dalam
keadaan yang sangat encer, pengenceran cukup sampai 10 - 1 molal atau tergantung metode analisis yang digunakan untuk menetapkan kadar, kadang-
kadang sampai kadar 10 - 5 molal Sardjoko, 1993. Adanya pemahaman tentang koefisien partisi dan pengaruh pH pada
koefisien partisi akan bermanfaat dalam hubungannya dengan ekstraksi dan kromatografi obat. Semakin besar nilai P maka semakin banyak senyawa dalam
pelarut organik. Nilai P suatu senyawa tergantung pada pelarut organik tertentu yang digunakan untuk melakukan pengukuran.
Beberapa pengukuran koefisien partisi dilakukan dengan menggunakan partisi air dan n-oktanol, karena oktanol dalam banyak hal menyerupai membran
biologis dan juga merupakan model yang baik pada kromatografi fase terbalik. Nilai P sering kali dinyatakan dengan nilai log P. sebagai contoh nilai log P1
setara dengan nilai P10. nilai P = 10 merupakan nilai P untuk senyawa tertentu yang mengalami partisi ke dalam pelarut organik tertentu. Partisi dilakukan
dengan air dan pelarut organik dalam jumlah yang sama. P = 10 berarti bahwa 10 bagian senyawa berada dalam lapisan organik dan 1 bagian berada dalam lapisan
air Gandjar dan Rohman, 2007 .
Universitas Sumatera Utara
2.3 Waktu Retensi