Kisah Bani Israel Tersesat Selama Empat Puluh Tahun

62

BAB IV PERBANDINGAN ANALISA SIKAP ATH-THABÂRÎ

DAN IBNU KATSÎR TERHADAP ISRÂÎLIYYÂT

A. Sikap Ath-Thabârî dan Ibnu Katsîr Terhadap Isrâîliyyât Dalam Tafsirnya

1. Kisah Bani Israel Tersesat Selama Empat Puluh Tahun

a. Q.S al-Mâidah[5] : 20-26                                                                                                                                   63 “Dan Ingatlah ketika Mûsa Berkata kepada kaumnya: Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika dia mengangkat nabi nabi diantaramu, dan mengangkat kamu menjadi raja-raja 121 , dan diberikan- Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun diantara umat-umat yang lain. Hai kaumku, masuklah ke tanah Suci yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang karena takut kepada musuh, Maka kamu menjadi orang-orang yang merugi. Mereka berkata: Hai Mûsa, Sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, Sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka ke luar daripadanya. jika mereka ke luar daripadanya, pasti kami akan memasukinya. Berkatalah dua orang 122 diantara orang-orang yang takut kepada Allah yang Allah Telah memberi nikmat atas keduanya: Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang kota itu, Maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman. Mereka berkata: Hai Mûsa, kami sekali sekali tidak akan memasuki nya selama-lamanya, selagi mereka ada didalamnya, Karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, Sesungguhnya kami hanya duduk menanti disini saja. Berkata Mûsa: Ya Tuhanku, Aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu. Allah berfirman: Jika demikian, Maka Sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, selama itu mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi tih 123 itu. Maka janganlah kamu bersedih hati memikirkan nasib orang-orang yang fasik 124 itu 121 Menegnai pengertian raja di atas, Ibnu Jarîr berkata, Abdullah bin Amr bin al-Ash, ketika ditanya: “Tidakkah kami termasuk orang miskin dari kaum Muhajirin?” Abdullah balik bertanya:”Apakah kamu punya istri?” “ya”, jawab orang itu. “Apakah kamu punya rumah sendiri?” “Ya” “Jika demikian anda terasuk raja,” kata Abdullah. Alhasan Alhashari berkata:”Yang disebut raja itu hanya karena mempunyai kendaraan, pelayan dan rumah tempat tinggal”. Lihat Muhammad nasib ar-Rifa’I, Tafsîru al-Aliyyul Qadîr Lî Iktisâri Tafsîr Ibnu Katsîr, terj. Drs. Syihabbuddin, Riyadh: Maktabah Ma’arif, 1989, Jilid III, h.64. 122 Dua orang tersebut bernama Yusya’ atau Yasyuk dan Khalib. Lihat Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim, Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wadzuryah, 2006, h. 151. 123 Tih itu sendiri berarti terlunta-lunta, telantar, tersesat jalan. Dr.Shalah Abdul Fattah al- Khalidy, Kisah-kisah Al-Quran Pelajaran dari Orang-orang Terdahulu, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, Jilid III, h. 227. 124 Al-fisqu ‘kefasikan’ adalah keluar dari perintah-perintah Allah. Fasiqin ‘orang-orang yang fasik’ adalah mereka yang keluar dari batas-batas yang ditentukan Allah, membangkang perintah-perintah-Nya. Lihat, Dr.Shalah Abdul Fattah al-Khalidy, Kisah-kisah Al-Quran Pelajaran dari Orang-orang Terdahulu, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, Jilid III, h. 229. 64 b. Ringkasan Kisah Bani Israel Tersesat Selama Empat Puluh Tahun. 125 Allah telah menyelamatkan Bani Israel dari Fir’aun dan mengeluarkan mereka dari gurun Sinai di bawah pimpinan Mûsa a.s., dan memberikan kepada mereka nikmat yang besar di gurun Sinai, yaitu memencarnya dua belas mata air dari batu untuk mereka sebagai nikmat dari Allah. Dan Allah pun menaungi mereka dengan awan putih, dan menjadikan makanan mereka manna tumbuhan sejenis herba atau cendawan dan salwa makanan manis sejenis madu. Musa meminta mereka untuk memasuki tanah suci 126 dan mengatakan kepada mereka bahwa Allah akan memberikan pertolongan dalam menghadapi musuh, yaitu orang-orang kafir yang juga berada di negeri tersebut, dan mereka tidak lain harus berjihad berjuang di jalan Allah. Akan tetapi, orang-orang Yahudi berwatak penakut dan hina diri, dan tidak mengetahui kiat untuk berani dan perwira menghadapi musuh. Karena itu, mereka manolak perintah Mûsa a.s. dan berkata, “Sesungguhnya terdapat di negeri itu sekelompok orang besar dan perkasa yang sadis;kasar, yang kami tidak kuasa memerangi mereka itu, maka kami tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar darinya.” Serta merta tampillah dari kalangan orang-orang Yahudi tersebut dua orang laki-laki yang telah Allah anugerahi keberanian dan 125 Kisah ini diambil dari Dr.Shalah Abdul Fattah al-Khalidy, Kisah-kisah Al-Quran Pelajaran dari Orang-orang Terdahulu, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, Jilid III, h. 205. 126 Ibnu Abbas mengartikan ‘Tanah suci’ ialah T ur Sina dan sekitarnya, yaitu Baitul Maqdis dan sekitarnya. Lihat, Muhammad nasib ar-Rifa’I, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, terj. Drs. Syihabbuddin, Riyadh: Maktabah Ma’arif, 1989, Jilid III, h. 65. 65 kekuatan, dan kedua orang itu heran terhadap sikap kaumnya yang pengecut itu. Kedua orang pemberani itu lalu menyusun taktik dan strategi perang dan kemenangan kepada mereka, yaitu dengan mengatakan kepada mereka, “Serbulah mereka melalui pintu gerbang itu, dan mulailah kalian menyerang mereka, dan peluang kemenangan besar bagi pihak yang menyerang dan memulai serbuan perang. Jika kamu sekalian melakukan yang demikian itu pastilah kamu akan menang, kemudian sesungguhnya Allah telah menjamin kemenangan bagi kalian. Karena itu bertawakallah kepada-Nya dan mintalah pertolongan dan kemenangan dari-Nya.” Orang-orang Yahudi itu merasa bahwa dua orang laki-laki tersebut telah membuat mereka terdiam tidak dapat membantah, dan mereka berdua berhasil mematahkan alasan mereka untuk takut berperang, tetapi orang-orang Yahudi itu tetap tidak menghiraukannya dan menyatakan pembangkangan seraya mengatakan kepada Mûsa a.s., “Hai Mûsa, kami sekali-kali tidak akan memasuki negeri itu selama-lamanya selagi mereka sekali-kali tidak akan memasuki negeri itu selama-lamanya selagi mereka ada di dalamnya. Karena itu, pergilah kamu bersama Rabbmu dan berperanglah kamu berdua; sesungguhnya kami hanya duduk berpangku tangan menanti disini saja.” Menghadaplah Mûsa kepada Tuhannya seraya berkata, “Wahai Rabbku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. 66 Sebab itu, pisahkanlah aku dari orang-orang fasik itu kaum Yahudi karena membangkang.” Allah lalu menjatuhkan hukuman kepada para pengecut dari suku Yahudi itu, yaitu dengan mengharamkan mereka dari kemuliaan, nikmat, kemenangan, dan kebahagiaan memasuki tanah suci. Setelah itu, Allah menakdirkan bagi mereka berupa pengalaman pahit untuk berputar-putar kebingungan di gurun Sinai selama empat uluh tahun, yang merupakan jangaka waktu yang cukup lama untuk mematikan generasi yang hina dan pengecut itu, dan lahir sebuah generasi baru sebagai pengganti mereka setelah itu, yang tumbuh dalam kepribadian keras, bercita-cita tinggi, dan ulet di iklim padang pasir dimana mereka mampu memerangi orang-orang kafir, dan Allah menggariskan kemenangan bagi mereka. Allah berfirman, “….maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, selama itu mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi padang tih itu. Maka janganlah kamu bersedih hati memikirkan nasib orang-orang yang fasik itu.’’ 127 Sebagian ulama tafsir dan ahli sejarah menyebutkan beberapa riwayat dan uraian tentang sebagian perincian kisah yang mereka ambil dari riwayat Israiliyyat. Di antara riwayat ini terdapat cerita yang mungkar, mitos, dan legenda belaka tanpa didasari data dan dalil yang akurat. 127 Q.S. al-Maidah [5] ayat 26. 67 Diantara riwayat Israiliyyat itu adalah penentuan nama kota yang telah diperintahkan Mûsa a.s. untuk memasuki, yaitu menurut Israiliyyat Aryha yang terletak di daerah pedalaman kawasan tengah palestina. Contoh lain adalah penentuan ukuran postur orang-orang gagah perkasa penghuni kota tersebut. Dalam versi Israiliyyat disebutkan bahwa tinggi orang-orang tersebut adalah 3.333 13 hasta, dan ketika lapar, ia mengulurkan tangannya dengan mudah sampai ke dasar laut, mengambil ikan, dan mengangkat tangannya kearah matahari, lalu dengan mudahnya ia memanggang ikan yang ditangannya itu. Dengan demikian, ia dapat mematangkan ikan itu di bawah sengatan panas sinar matahari yang terik. c. Komentar Ibnu Jarîr dan Ibnu Katsîr Untuk merinci kisah di atas, ath-Thabârî mengemukakan Israiliyyat yang diterimanya dari Ibnu Abbas bahwa nabi Mûsa diperintahkan Allah untuk memasuki Negara kaum Jabbarîn, yakni kaum yang gagah perkasa seperti yang telah diungkap di atas. Berangkatlah Mûsa disertai oleh kaumnya. Sebelum memasukinya, ia mengutus dua belas kepala suku untuk menyelidiki keadaan di dalam negara itu. Di sana mereka melihat postur tubuh kaum Jabbarin sangat tinggi dan besar. Mereka kemudian memasuki ladang perkebunan, tetapi keberadaan mereka diketahui oleh pemilik kebun. Salah seorang dari mereka kemudian ditangkap dan diletakkan di lengan baju pemilik kebun tersebut bersama buah-buahan yang dibawanya. Di hadapan sang raja negara itu, mereka diletakkan di telapak tangannya. Setelah 68 terjadi dialog, para kepala suku yang tertangkap disuruh kembali untuk menyampaikan apa yang telah disaksikannya kepada Mûsa dan teman- temannya. Mûsa memerintahkannya agar merahasiakan berita itu kepada teman-temannya, tetapi akhirnya berita itu pun bocor. Riwayat yang berasal dari Mujahid mengatakan bahwa buah anggur mereka dapat ditumpangi oleh lima orang pengikut Mûsa. 128 Ath-Thabârî pun mengemukakan riwayat dari as-Suda bahwa ketika berada di negara kaum Jabbarîn, kedua belas kepala suku yang diutus Mûsa itu bertemu dengan salah seorang Jabbarin yang bernama Auj bin Ataq. Setelah tertangkap, ia meletakkan mereka di lubang tali celananya, sedangkan di atas kepalanya terletak kayu bakar. Sesampainya di hadapan istrinya, ia berkata sambil meletakkan mereka di atas telapak tangannya, “Lihatlah mereka yang hendak memerangi kita. Apakah ku injak saja mereka dengan kakiku?” “Jangan ”, tandas istrinya, “Lepaskan mereka untuk mengabarkan keadaan kita kepada rekan-rekannya.” 129 Materi riwayat di atas ternyata tidak dikomentari oleh ath- Thabârî, padahal di dalamnya terdapat sesuatu yang bertentangan dengan akal. Gambaran tentang postur tubuh mereka sangat sulit untuk diterima akal. Ibnu Katsîr berkomentar bahwa banyak ulama tafsir yang mengemukakan riwayat Israiliyyat yang berkaitan dengan kaum 128 Ibnu Jarîr Ath-Thabârî, Jami’ Al-Bayân fî Tafsîr Al-Qurân, Jilid IV, Juz VI, h. 174- 175 129 Ibnu Jarîr Ath-Thabârî, Jami’ Al-Bayân fî Tafsîr Al-Qurân, Jilid IV, Juz VI, h. 174- 175 69 Jabbarin. Salah satu dari mereka adalah Iwaj yang tingginya mencapai 3330 hasta. Berita ini sangat memalukan karena bertentangan dengan sabda nabi 130 : ”Sesungguhnya Allah menciptakan adam setinggi 60 hasta. Setelah nabi Adam, maka tinggi manusia terus berkurang sampai sekarang.” Rasyid Ridha menyatakan bahwa riwayat tentang Jabbarin merupakan khurafat yang disebarkan oleh orang Yahudi ke tengah- tengah umat Islam. Sehubungan dengan persoalan ini, al-Alusi pun mengatakan bahwa cerita tentang Iwaj merupakan cerita rekaan Ahli Kitab yang tidak terdapat dalam kitab suci mereka. Dengan mengutip pendapat Ibnu Qayyim, ia pun mengatakan bahwa riwayat tentang hal itu palsu maudhu’ dan merupakan hasil perbuatan orang kafir zindik yang bermaksud mengolok-olok dan mempermainkan para Rasul yang mulia. Cerita ini dipandangnya sebagai khurafat yang tidaak memiliki sumber. 131

2. Kisah Harut Marut