Perspektif Hukum Islam Terhadap UU No. 3 Tahun 1997

menyerupai ikatan unta. 27 Sebuah ikatan akan mencegah manusia menuruti hawa nafsu yang sudah tidak terkendali sebagaimana ikatan akan mencegah unta agar tidak melarikan diri sebagaimana Amr Bin Abdul Qais berkata : “Jika akal mengikatmu dari sesuatu yang tidak sepatutnya maka ia adalah orang yang berakal.” Rasulullah bersabda : ﺐﻠﻘﻟا ﻰﻓ رﻮﻧ ﻞﻘﻌﻟا ﯾﻘ ﯿﺑ ﮫﺑ ق ﺮ ﻞﻃ ﺎﺒﻟا و ﻖﺤﻟا ﻦ Artinya : akal adalah cahaya dalam hati yang dapat membedakan antara perkara yang hak dan perkara yang bathil.” Kecakapan berbuat hukum dalam batas minimal seorang anak adalah saat memasuki periode baligh, karena baligh menjadi tanda seseorang dalam perkembangan kecerdasan akalnya. Masa baligh berkisar antara 10-15 tahun pada masa ini seorang anak dianggap siap untuk melakukan ketentuan ketentuan hukum. Akal pada diri seorang manusia tumbuh dan berkembang sesuai dengan pertumbuhan fisiknya dan baru berlaku atasnya pembebanan hukum, apabila akal telah mencapai tingkat yang sempurna. Perkembangan akal manusia dapat diketahui pada perkembangan jasmaninya. Seseorang manusia akan mencapai tingkat kesempurnaan akal bila telah mencapai batas baligh, dan baligh itu ditandai dengan mimpi basah pada laki-laki dan haidh untuk wanita atau dengan tanda-tanda lainnya yang muncul ketika menjelang baligh Seseorang yang telah dewasa dan berakal akan 27 Ahmad Al-Mursi Husain, Maqashid Syariah, h. 91 mampu memahami hukum yang menyebabkan ia telah memenuhi syarat sebagai subjek hukum. Akil berasal dari kata ‘aqala yang artinya sama dengan fahima atau adrak yang berarti mengetahui, mengerti mengetahui, kemudian kata aql berarti akal atau pikiran sedangkan balaghah berarti sampai maka akil baligh dapat diartikan sebagai orang yang telah sampai pada tingkatan tertentu yakni tingkatan dimana ia telah mampu membedakan mana yang benar dan salah, mana yang baik dan buruk dan sempurna pikirannya. Seseorang dapat dibebani hukum syara apabila ia telah berakal dan mengerti hukum tersebut. Sebagaimana sabda Rasulullah : ﻞﻘﻌﻟا ﻮھ ﻦﯾﺪﻟا و ﻻ ﮫﻟ ﻞﻘﻋ ﻻ ﻦﻤﻟ ﻦﯾ د Artinya : agama itu didasarkan pada akal tidak ada arti agama bagi orang yang tidak berakal. Baligh merupakan batasan seorang untuk dikenakan hukum, pada usia baligh atau dewasa kemampuan akal seseorang sudah berkembang dan berfungsi dengan sangat baik. Sehingga akal dan pemahaman itu merupakan sesuatu yang abstrak dan berkembang secara bertahap dengan tidak ada tanda yang jelas maka ditetapkanlah batas usia baligh seperti yang telah dikemukakan terdahulu.. Para fuqaha sepakat bahwa syarat seseorang mukallaf itu haruslah berakal karena taklif adalah pembebanan hukum yang berupa tuntutan maka mustahil membebani suatu tuntutan kepada seseorang yang tidak berakal. Selanjutnya syarat mukallaf adalah harus memahami tuntutan atau dalil taklif dan kemampuan memahami dalil taklif itu hanya nyata dengan akal, oleh karena itu akal adalah untuk memahami sesuatu. 28 Menurut kesepakatan ulama yang menjadi dasar kecakapan bertindak adalah akal. Apabila akal seseorang masih kurang maka ia belum dibebani kewajiban sebaliknya jika akalnya telah sempurna maka ia wajib melaksanakan beban tugas yang dipikulkan kepadanya. Oleh karena itu akal adalah pemberian yang sangat mulia Dan ketika akalnya cacat karena gila, maka semua perhitungan akalnya diangkat tidak ada pembebanan sanksi untuknya. Berdasarkan hal ini maka kecakapan bertindak ada yang bersifat terbatas ahliyah ada al-nuqshan dan ada yang bersifat sempurna ahliyah ada kamilah. Setiap tingkat ini dikaitkan kepada batas umur seorang manusia adapun tingkatan yang dimaksud yaitu: 1. ‘adim ahliyah tidak cakap sama sekali yaitu manusia semenjak dilahirkan sampai mencapai umur 7 tahun. Dalam batas umur ini, seorang anak belum memiliki kemampuan berpikir atau ghairu tamyiz. Tamyiz artinya kemampuan dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, yang salah dan benar. Jika didasarkan pada kemampuan semacam ini sebenarnya anak-anak sekedar bisa membedakan baik dan buruk tidak hanya terbatas pada usia tertentu akan tetapi banyak anak yang secara usia masih kecil tapi memiliki 28 Jaenal Aripin dan Azharuddin Lathief, Filsafat Hukum Islam Tasyri dan Syar’I, Jakarta : UIN Press, 2000. h. 21 kemampuan berpikir layaknya seperti orang dewasa. Namun dalam hal ini adalah sesuatu yang biasa terjadi secara keumuman atau kebiasaan bukan suatu sebab sebagaiman kaidah fiqhiyah menyatakan 29 : ﻮﻤﻌﺑ ةﺮﺒﻌﻟا ا م ﻟ ﺐﺒﺴﻟا صﻮﺼﺨﺑ ﻻ ﻆﻔﻠ Artinya : yang dianggap adalah yang menjadi keumuman lafadz bukan karena kekhususan sebab. Maka sanksi pidana bagi anak yang usianya dibawah 7 tahun tidak dapat dilakukan baik sebagai hukum pidana maupun sebagai pengajaran. Akan tetapi anak tersebut dapat dikenakan pertanggungjawaban perdata yakni pemberian ganti kerugian yang diderita korban oleh orang tuanya atau ahli warisnya. 2. Ahliyah ‘ada naqishah adalah cakap hukum secara lemah yaitu manusia yang telah mencapai umur 7 tahun sampai 15 tahun. Penamaan naqishah lemah dalam bentuk ini oleh karena akalnya masih lemah dan belum sempurna. Anak yang tergolong dalam batas umur ini dalam hubungan hukum sebagian tindakannya ada yang telah dihukum dan sebagian lagi tidak diberi hukuman. Adapun tindakan kejahatan yang dilakukan oleh seorang anak yang merugikan orang lain dapat dituntut dan dikenai sanksi hukuman berupa ganti kerugian dalam bentuk harta bukan hukuman badan. Oleh karena itu tidak berlakunya hukum qishas dalam pembunuhan, dera atau rajam dalam hal zina, atau potong 29 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Mesir: Dar al-Kuwatuyyah, 1968. h. 186 tangan dalam pencurian. Ia hanya dapat menanggung diyat pembunuhan atau ta’zir yang dibebankan kepada harta orang tuanya. Sebagaimana dalam Firman-Nya:                            Artinya :“Hai anakku sesungguhnya jika ada perbuatan seberat biji sawi dan berada dalam batu atau di langit atau didalam bumi, niscaya Allah akan membalasnya. Sesungguhnya Allah Maha Halus Lagi Maha Mengetahui.QS luqman :16                    Artinya : Hai Anakku dirikanlah sholat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan mencegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan Allah Q.S luqman 17 3. Ahliyah al ‘ada Kamilah adalah cakap berbuat hukum secara sempurna yakni manusia yang telah mencapai usia 15 hingga wafat. Mazhab syafi’i dan hambali serta jumhur ulama berpendapat bahwa usia baligh anak baik laki- laki dan perempuan adalah usia 15 tahun. Hal ini didasarkan pada sebuah riwayat ibnu umar : ﻊﺑرا ﻦﺑرا ﻦﺑا ﺎﻧاو لﺎﺘﻔﻟا ﻲﻓ ﺪﺣا مﻮﯾ ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲا ﻰﻠﺻ ﷲ لﻮﺳر ﻰﻨﺿﺮﻋ : ل ﺎﻗ ﺮﻤﻋ ﻦﺑا ﻦﻋ ﯾ ﻲﻨﺿﺮﻋو ﻲﻧﺰﺠﯾ ﻢﻠﻓ ﺔﻨﺳ ةﺮﺸﻋ ﻲﻧز ﺎﺟﺎﻓ ﺔﻨﺳ ةﺮﺸﻋ ﺲﻤﺧ ﺲﻤﺧ ﻦﺑا ﺎﻧاو ق ﺪﻨﺨﻟا مﻮ ير ﺎﺨﺒﻟا هاور Artinya : Dari Ibnu Umar berkata: aku datang kepada rasulullah untuk ikut berperang uhud ketika usiaku 14 tahun lalu rasulullah tidak mengizinkan setahun kemudian aku datang kepada rasulullah untuk ikut perang khandak lalu Rasulullah izinkan ketika usiaku 15 tahun. HR. Bukhari Pada usia ini seorang manusia memiliki tanggung jawab penuh, baik dalam ucapan maupun perbuatannya sangat berakibat hukum, karena rentang usia dalam tingkatan ini akal manusia telah sepenuhnya sempurna. Manusia dapat menggunakan akalnya untuk berpikir perbuatan baik dan buruk serta resiko yang harus ditanggung olehnya. Tindak tanduk yang dilakukan olehnya dapat dimintakan pertanggung jawabannya . Dengan demikian hukum islam memberikan penjelasan mengenai batas minimal usia seorang anak dapat dianggap cakap hukum, yakni dengan ditandai anak itu telah baligh. Oleh karena itu apabila telah melewati tahapan baligh maka beban taklif sudah tentu mengikat dirinya dan segala perbuatan yang dilakukannya dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum, sebagai resiko yang harus diterima. Tahapan seseorang memasuki baligh adalah saat berusia 15 tahun dimana ukuran ini menjadi batasan akhir yang menjadi tolak ukur seorang anak akan mengalami mimpi basah bagi laki-laki dan haidh bagi wanita atau pun perubahan fisiknya. 75

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa : 1. Memelihara anak dalam Islam dikenal dengan istilah hadanah yang berarti mendidik dan memelihara anak sejak lahir hingga sampai sanggup berdiri sendiri untuk mengurus dirinya sendiri yang dilakukan oleh kerabat anak yang bersangkutan. Mengasuh atau mendidik anak yang belum mumayyiz bertujuan agar menjadi manusia yang hidup sempurna dan bertanggung jawab. Dimana rentang waktu dalam memelihara anak berlangsung selama 7 tahun bagi laki-laki dan 9 tahun bagi perempuan ketika kelak anak akan mencapai tahapan baligh. Baligh pada seseorang dapat ditandai dengan mimpi basah bagi laki-laki dan haid bagi wanita atau dapat dilihat dari tanda-tanda perubahan fisik pada seseorang anak diikuti oleh perkembangan akalnya. Dan batasan akhir seseorang anak mencapai kebalighannya yakni saat usia 15 tahun. Oleh karena itu perbuatan anak yang dianggap melawan hukum atau melanggar hukum dapat dikenakan sanksi hukuman. Sedangkan dalam hukum Positif khususnya Undang-undang No.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, umur anak cakap hukum yaitu : a. Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak adalah sekurang-kurangnya 8 tahun akan tetapi belum mencapai usia 18 tahun, dan belum kawin, maka perbuatan anak sudah dapat diproses di lembaga pengadilan. 2. Ketentuan mengenai sanksi pada anak yang cakap hukum saat berusia 8-18 tahun berdasarkan Undang-undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dapat ditentukan berdasarkan perbedaan umur yaitu : a. Anak yang berusia 8-12 tahun dapat dikenakan sanksi berupa tindakan seperti mengembalikan kepada orang tua, wali atau orang tua asuh, menyerahkan kepada depertemen sosial kemasyarakatan untuk pembinaan latihan kerja. b. Anak yang berusia 12-18 tahun dapat dijatuhi sanksi hukuman meliputi pidana pokok dan pidana tambahan. Adapun pidana pokok seperti penjara, kurungan, denda pengawasan. Pidana tambahan seperti perampasan barang-barang tertentu dan pembayaran ganti kerugian. Pandangan hukum Islam terkait ketentuan hukum tersebut diatas, dimana terkait dengan Ahliyah al-ada seorang anak. Jenis ahliyah al-ada yang dimaksud adalah ahliyah al-ada naqishah 7-15 tahun. Seseorang yang melakukan jarimah, maka ada yang dihukum dan sebagian lagi tidak diberi hukuman dalam artian ia hanya dikenakan tanggung jawab ganti kerugian diyat kepada korban yang dibebankan pada harta orang tuanya atau ta’zir. Tidak dikenai hukuman qishashadhrajamjilidpotongtangan. Kemudian saat anak dapat cakap berbuat hukum secara sempurna ketika berusia 15 tahun. Oleh karena itu anak memiliki tanggung jawab penuh dalam ucapan dan perbuatan yang dilakukan, karena akalnya untuk berpikir telah sepenuhnya sempurna. Dengan demikian hukum Islam mendukung tetap berlakunya UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

B. Saran

Atas dasar kesimpulan yang diatas maka penulis mengemukakan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua kalangan. Beberapa diantaranya : 1. Perlu ada revisi atau perbaharuan kembali dalam undang-undang tersebut mengingat perkembangan mental dan akal anak akan berubah dimasanya nanti. Hakim yang menyidangkan perkara anak harus benar-benar memperhatikan dakwaan yang dibuat dengan cermat dan teliti agar tidak lagi terjadi penyimpangan dari aturan yang telah dibuat. 2. Perlakuan yang berbeda dengan orang dewasa setidaknya tetap konsisten dilaksanakan, baik dimulai dari penangkapan, pemeriksaan, penyidangan dan penahanan seorang anak yang berhadapan dengan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.