Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
kejahatan.
5
Di lapangan hukum pidana, anak-anak diperlakukan sebagai orang dewasa kecil sehingga proses perkaranya di lembaga pemasyarakatan dilakukan sama
dengan perkara orang dewasa. Hal yang paling transparan dalam pemeriksaan, begitu petugas memeriksa terdakwa yang masih anak-anak diperlakukan sama dengan
orang dewasa bahkan kadang-kadang dengan cara dibentak dipukul, ditakuti atau bahkan dengan kekerasan. Perlakuan yang berbeda hanya pada waktu sidang di
pengadilan, untuk perkara pidana anak sidang dilakukan secara tertutup.
6
Terkait dengan penerapan Undang-undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak maka patut menjadi perhatian semua, bahwa anak-anak yang
dihukum penjara di Indonesia semakin besar jumlahnya. Menurut catatan UNICEF, jumlahnya telah mencapai lebih dari 4000 orang anak per tahun. Padahal sebagian
besar mereka adalah hanya melakukan kejahatan ringan.
7
Banyak anak-anak yang dipenjara dengan masa kurang dari 1 tahun. Mereka kemudian menjalani pidananya
di dalam Rumah Tahanan Negara lapas bahkan terdapat 529 orang anak yang berada dilapas berusia dibawah 12 tahun.
8
Sebagaimana yang ditegaskan dalam Konvensi Hak-hak Anak Convention on the Rights of the Child pasal 37 huruf b Resolusi No. 109 maupun peraturan
minimum standar PBB tentang Administrasi Peradilan Bagi Anak resolusi No. 4033
5
Teguh Prasetyo, Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana, Bandung: Nusa Media, 2010. cet Ih.124-125
6
Lihat Pasal 153 ayat 3 KUHAP
7
www.Politik.Kompasiana.com20100429 Perlindungan Anak diIndonesia dan Solusinya
html diakses pada tanggal 21 juni 2011
8
www.KPAI.go.idartikel190alternatif Pemidanaan Restorative Justice Bagi Anak Berkonflik
Dengan Hukum. html diakses pada tanggal 21 juni 2011
tanggal 29 november 1985 yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990 Dinyatakan: “penangkapan, penahanan, dan
pemenjaraan haruslah menjadi langkah terakhir yang diambil dalam penanganan anak yang berkonflik dengan hukum dan untuk jangka waktu yang terpendek atau untuk
waktu yang sesingkat-singkatnya”. Perlindungan terhadap anak secara yuridis merupakan upaya yang ditujukan untuk mencegah agar anak tidak mengalami
perlakuan yang diskriminatif perlakuan salah Child Abused baik secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka menjamin kelangsungan hidup, tumbuh, dan
perkembangan anak secara wajar baik fisik maupun mental dan sosial. Selanjutnya tindakan jahat anak dimasa sahabat rasulullah saw diketahui pada
sebuah kasus. Abdurarazaq telah meriwayatkan dari Muhammad bin Hayyun ia berkata bahwa: Ibnu Shaibah telah menuduh seorang wanita bahwa rambutnya
wanita berbeda dengan rambut orang tuanya yang tertuduh, kemudian perkaranya diajukan pada Umar bin Khattab r.a. Beliau Umar memerintahkan kata-katanya
lihatlah disekitar kemaluannya, ternyata anak tersebut belum tumbuh rambut kemaluannya. Umar berkata kepada anak itu ibnu Abi Shaibah kalau saja terbukti
telah tumbuh rambut kemaluanmu pastilah aku akan menjilidmu.
9
Kasus diatas
belum begitu
terang apakah
dalam hukum
Islam membebaskan anak begitu saja atau ada sanksi lain atau diberikan ta’zir kepada anak itu apa bentuk ta’zir yang cocok serta umur berapa diterapkan ta’zir itu.
Disisi lain mayoritas umat Islam memahami aturan untuk kejahatan ada dan cukup
9
Ruway’i al-Ruhaily, Fiqh Umar I, Jakarta: Pustaka al-Kausar, 1983. h.173
sederhana bahkan dipahami anak-anak diberikan pembebasan dalam pertanggung jawaban hukum sebagaimana yang terdapat pada hadis Rasulullah saw :
نﻮﻨﺠﻤﻟا ﻦﻋو ﻢﻠﺘﺤﯾ ﻰﺘﺣ ﻲﺒﺼﻟا ﻦﻋو ﻆﻘﯿﺘﺴﯾ ﻰﺘﺣ ﻢﺋ ﺎﻨﻟا ﻦﻋ : ﺔﺛﻼﺛ ﻦﻋ ﻢﻠﻘﻟا ﻊﻓر دود اﻮﺑا هاور ﻞﻘﻌﯾ ﻰﺘﺣ
Artinya : “
Bebas dari hukuman tiga orang yaitu : orang tidur sampai ia bangun, anak- anak sampai ia dewasa dan orang gila sampai ia sadar berakal”H.R Abu
Daud.
Hadis tersebut menjelaskan bahwa apabila anak kecil yang belum baligh melakukan jarimah, maka tidak dikenakan hukuman. Ketentuan mengenai orang
tidur, anak-anak dan orang gila menurut Haliman mengatakan bahwa mereka itu adalah orang-orang yang tidak berakal dan mereka itu bukanlah mukallaf.
10
Abdul Qadir Audah memberikan penjelasan tentang anak-anak yang belum dewasa, bahwa apabila anak menjelang dewasa saat berusia 7 sampai 15 tahun lalu ia
melakukan pidana dengan niat merugikan orang lain maka ia tidak dikenakan pertanggungjawaban pidana, hanya saja dikenakan hukuman pengajaran. Sedangkan
apabila ia telah dewasa baligh yakni antara 15 tahun, baru ia dikenakan pertanggungjawaban pidana.
11
Salah satu persoalan mendesak untuk memperoleh perhatian yang serius adalah penanganan pemidanaan anak yang dalam proses peradilan cenderung
terjadi pelanggaran hak azasi manusia, bahkan bukti menunjukkan praktek kekerasan dan penyiksaan terhadap anak yang masuk pengadilan. Padahal seorang anak
10
Haliman, Pidana Syari’at Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1971. h.171-215
11
Abdul Qadir Audah, al-Tasyri al -Jinai al- Islami Muqaranah Beirut: Mussasah al-Risalah, 1992. h.602
belum pantas menjalani proses pengadilan, bahkan penjara bukanlah merupakan solusi terakhir bagi anak karena akan menghilangkan hak-hak anak seperti hak
memperoleh pendidikan, hak kesehatan, hak berkomunikasi dengan orang tua, dan stigma yang melekat pada anak setelah proses pengadilan.
Kasus pidana yang dilakukan seorang anak banyak kalangan menilai tidak mengindahkan tata cara penanganan terbaik dan demi kepentingan terbaik bagi anak
oleh karena itu pemberian hukuman bukan berarti balas dendam dan jalan terakhir apabila seorang anak terlibat kasus kejahatan.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan kajian
penelitian dalam bentuk penulisan skripsi dengan judul “ Batas Minimal Usia Cakap Hukum Dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan
Anak Ditinjau Dari Perspektif Hukum Islam“ B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah
Meskipun Undang-undang no. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak telah berlaku sejak lama, bukan berarti menjadi celah bagi aparat penegak hukum dapat
memperlakukan anak secara tidak baik dan dapat dengan mudah melakukan penyimpangan terhadap isi aturan yang telah dibuat khususnya dalam menanganii
perkara anak. Agar lebih terarah, maka penulis membatasi masalah yang dibahas yaitu tentang peninjauan dari perspektif hukum Islam terkait permasalahan anak usia
8-18 tahun yang dapat dipidana dalam Undang-undang No. 3 tahun 1997.
Perumusan masalah adalah sebagai berikut: 1. Berapa batas minimal usia seseorang anak dapat bertindak cakap hukum baik
dari hukum Islam dan hukum Positif? 2. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap ketentuan batasan usia cakap
hukum dalam Undang-undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak?