Faktor-faktor Anak yang Melakukan Kenakalan

G.W Bawengan mengemukakan bahwa kondisi keluarga dijadikan salah satu penyebab terjadinya kejahatan karena : 1. Lingkungan keluarga merupakan suatu keluarga masyarakat yang pertama dihadapi oleh setiap anak-anak oleh karena itu lingkungan tersebut sangat memegang peranan utama sebagai pengulangan untuk menghadapi masyarakat yang lebih luas lagi. Bahwa keluarga merupakan suatu lembaga yang bertugas menyiapkan kebutuhan hidup sehari-hari dan sebagai tempat control terhadap tingkah laku anak-anak. 2. Bahwa lingkungan keluarga merupakan wadah yang pertama kali dihadapi oleh anak-anak semenjak mereka lahir. Mereka menerima pengaruh-pengaruh emosional dari lingkungan tersebut, seperti kepuasan, kekecewaan, rasa cinta, benci dan amarah mempengaruhi watak anak mulai dibina dalam lingkungan tersebut dan akan bersifat menentukan masa depannya 13 . Maman Marta Saputra mengemukakan dalam bukunya Azas-azas Kriminologi bahwa rumah tangga adalah yang sering menghasilkan anak-anak nakal disebabkan oleh kondisi keluarga 14 sebagai berikut : a. Anggota keluarga lainnya juga penjahat, pemabuk, immoral. b. Tidak adanya salah satu orang tua atau kedua-duanya karena kematian dan perceraian. c. Kurangnya pengawasan orang tua karena mereka merasa cuek, masa bodo, dan cacat mental. 13 G.W Bawengan, Masalah Kejahatan sebab dan Akibatnya Jakarta: Pradya Paramitha 1977, h. 90 14 Maman Marta Saputra, op, cit h. 55 d. Ketidak harmonisan karena masih adanya yang masih kuasa sendiri, iri hati, cemburu, adanya pihak lain yang turut campur. e. Perbedaan rasial dan agama ataupun perbedaan adat istiadat. f. Tekanan ekonomi seperti pengangguran, kemiskinan, dan ibu yang bekerja diluar. Dalam bukunya yang berjudul Kriminologi, B. Simanjuntak berpendapat 15 bahwa, kondisi-kondisi rumah tangga yang mungkin dapat menghasilkan “anak nakal”, adalah : a. Adanya anggota lainnya dalam rumah tangga itu sebagai penjahat, pemabuk, emosional . b . Ketidak adaan salah satu atau kedua orangtuanya karena kematian, perceraian atau pelarian diri . c. Kurangnya pengawasan orangtua karena sikap masa bodoh, cacat inderanya, atau sakit jasmani atau rohani. d. Ketidakserasian karena adanya main kuasa sendiri, iri hati, cemburu, terlalu banyak anggota keluarganya dan mungkin ada pihak lain yang campur tangan. e. Perbedaan rasial, suku, dan agama ataupun perbedaan adat istiadat, rumah piatu, panti-panti asuhan . Dalam keluarga anak-anak mudah sekali terpengaruh oleh pengalaman- pengalaman yang dapat membentuk kepribadiannya jika pengalaman yang didapat kurang baik maka berdampak buruk pula bagi anak-anak. Oleh karena itu sejak kecil 15 B. Simanjuntak, Kriminologi. Bandung: Tarsito, 1984, hlm. 55 . anak dibesarkan oleh keluarga dan seterusnya sebagian besar waktunya adalah di dalam keluarga maka sepantasnya kalau kemungkinan timbul kenakalan anak itu sebagian juga berasal dari keluarga. Dengan demikian jelaslah bahwa situasi dan kondisi rumah tangga sangat berperan penting dalam pembentukan dan perkembangan jiwa anak dan orang tualah yang sangat berjasa didalam perkembangan dan pertumbuhan hidup seorang anak. Menjauhkan diri si anak dari masalah penyimpangan sosial dan masalah kejahatan. 3. Faktor Ekonomi Dalam pandangan hukum islam, faktor ekonomi dapat membawa seseorang anak untuk dapat berbuat kejahatan, misalnya mencuri. Hal ini sesuai dengan makna yang tersirat dalam al-Qur’an :                 Artinya : dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar Q.S An Nisa : 9 Kalau dipahami isi ayat tersebut, bahwa Allah SWT berpesan kepada manusia agar memperhatikan nasib masa depan anaknya, agar kelak dewasa tidak menjadi orang yang lemah. Sedangkan lemah dalam hal ini dapat berarti lemah imannya, pendidikannya dan ekonominya. Sehingga apabila anak-anak dibekali dalam keadaan yang lemah ketiga-tiganya, maka tentu mereka tidak mampu mengemban si’ar islam. Malah sebaliknya mereka hanya akan menjadi beban negara saja karena aksi-aksi kenakalan yang dilakukan oleh anak akan semakin meresahkan masyarakat. Tentu saja hal itu dapat menggangu keamanan dan ketertiban dalam masyarakat. Pertumbuhan ekonomi juga mempunyai dampak bagi perkembangan anak. Apalagi di zaman seperti sekarang ini, bahwa kehidupan serba sulit. Untuk hanya sekedar mencari sesuap nasi kita harus bekerja keras. Tak jarang di kota-kota besar para remaja yang seharusnya duduk di bangku sekolah, terpaksa harus putus sekolah DropOut karena orang tua mereka tak sanggup menyekolahkannya. Kondisi yang ditandai dengan tingginya tingkat pengangguran, sulitnya lapangan kerja, serta daya beli masyarakat yang rendah menjadikan sebagian masyarakat seakan terjebak dalam dua pilihan yaitu bertahan untuk hidup secara lurus atau secara menyimpang Juvenile Delinquency 16 . Hal semacam ini merupakan faktor korelatif kriminogen yang tidak hanya di lakukan orang dewasa akan tetapi di lakukan juga oleh anak, apabila tidak dapat dikelola dengan baik akan menimbulkan tindak kriminal dan kenakalan anak yang lebih signifikan . Lebih jauh tindakan kejahatan yang dilakukan oleh mereka akan menjadi perbuatan yang makin merugikan orang tua, dirinya sendiri, dan masyarakat. Tentulah kita tidak menginginkan perbuatan yang dilakukan oleh mereka menjadi tindakan yang dapat meresahkan warga masyarakat, upaya pencegahan oleh aparat hukum menjadi langkah terakhir dalam mengatasinya 16 w w w. tomyho.wordpress.comkenakalan-remaja tanggal 23 september 2011 47 BAB IV PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP BATAS MINIMAL USIA CAKAP HUKUM ANAK DALAM UU NO. 3 TAHUN 1997

A. Ketentuan Batas Minimal Usia Cakap Hukum Dalam Undang-undang No. 3 tahun

1997 dan Peraturan Lainnya Cakap bekwaan adalah kriteria umum yang dihubungkan dengan keadaan diri seseorang. Ter Haar dalam djojodigoeno melihat kecakapan adalah suatu kondisi seseorang apabila sudah kawin dan hidup terpisah dari orang tuanya. 1 Subekti menulis orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum pada azasnya setiap orang yang sudah dewasa atau akil baligh dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum. 2 Cakap menurut subekti dapat diartikan sebagai mengerti akan sesuatu yang dilakukan serta memahami dampak dari perbuatan yang dilakukan. Dengan kata lain, cakap hukum yakni pada azasnya dapat melakukan tindakan hukum secara sah dengan akibat hukum yang sempurna mereka yang telah dewasa, sudah dapat mengendalikan apa yang diperbuatnya serta mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya. 3 Jadi orang-orang yang cakap melakukan perbuatan hukum 1 Ade Manan Suherman, Penjelasan Hukum Tentang Batasan Umur, Jakarta : PT Gramedia, 2010. h. 34 2 Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1987. cet. XI h. 17 3 Titik Triwulan Tutik, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2006. cet. I h. 54 adalah orang yang dewasa dan sehat akal pikirannya serta tidak dilarang oleh sesuatu perundang-undangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum tertentu. Dalam hubungannya dengan kecakapan hukum, terkait dengan batasan umur dalam literatur dapat ditemukan perbedaan. Menurut pasal 2 BW Hukum Perdata manusia menjadi subjek hukum yakni sejak lahir sampai mereka meninggal dunia, akan tetapi menurut Undang-undang tidak semua orang sebagai subjek hukum adalah cakap untuk melaksanakan sendiri hak dan kewajibannya. Terhadap definisi anak berkenaan dengan batasan umur undang-undang menetapkan lain berikut ini perbedaan terkait batasan umur : 1. Menurut hukum perdata kemampuan untuk dapat bertindak sebagai hukum adalah apabila mereka telah berumur 21 tahun atau sudah kawin. 2. Menurut Undang-undang no. 1 tahun 1974 tentang perkawinan apabila telah berusia 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita. 3. Menurut hukum pidana menyatakan bahwa dalam menuntut orang yang bersalah karena melakukan suatu perbuatan pidana sebelum berumur 16 tahun hakim dapat menentukan : a. Supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya walinya atau pemeliharanya tanpa pidana apapun atau, 4 b. Memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apapun. 4 Lihat pada pasal 45 KUHP 4. Menurut Undang-undang no. 3 tahun 1997 anak nakal ialah : a. Anak yang melakukan tindak pidana atau, b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lainnya yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Apabila telah mencapai umur 8 tahun tetapi belum mencapai usia 18 tahun dan belum pernah kawin. 5 Tidak seragamnya definisi anak ini juga menimbulkan kesulitan dalam penerapan hukum anak, namun sesuai dengan yuridiksi penanganan anak yang berhadapan dengan hukum maka yang menjadi batasan umur yang dipakai adalah sesuai dengan undang-undang no. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yakni apabila telah mencapai usia 8 tahun tetapi belum mencapai usia 18 tahun dan belum kawin. Pengadilan negeri adalah pengadilan yang berwenang menangani kasus anak nakal sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman yang berada dilingkungan peradilan umum, maka dari itu berbagai macam kejahatan atau kenakalan anak hingga merugikan orang lain maka secara khusus dapat dikenakan sanksi berdasarkan undang-undang no. 3 tahun 1997. Maka lebih lanjut kita perlu memahami dan mengerti suatu tindak pidana. 5 pasal 1 ayat 2 Undang-undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak