Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Masyarakat Pemelihara Unggas terhadap Penanggulangan Flu Burung di Desa Telaga Tujuh Kecamatan Labuhan Deli Tahun 2009
PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL MASYARAKAT
PEMELIHARA UNGGAS TERHADAP PENANGGULANGAN
FLU BURUNG DI DESA TELAGA TUJUH
KECAMATAN LABUHAN DELI
TAHUN 2009
TESIS
Oleh
ANTON BOYLIEN NAINGGOLAN
077033003/IKM
.
S
E K O L AH
P A
S C
A S A R JA
NA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 0 9
(2)
PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL MASYARAKAT
PEMELIHARA UNGGAS TERHADAP PENANGGULANGAN
FLU BURUNG DI DESA TELAGA TUJUH
KECAMATAN LABUHAN DELI
TAHUN 2009
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Konsentrasi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
ANTON BOYLIEN NAINGGOLAN
077033003/IKM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 0 9
(3)
Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL
MASYARAKAT PEMELIHARA UNGGAS TERHADAP PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG DI KECAMATAN LABUHAN DELI KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2009
Nama Mahasiswa : Anton Boylien Nainggolan Nomor Pokok : 077033003
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Konsentrasi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) (Ir. Indra Chahaya S, MSi)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) (Prof. Dr. Ir. T.Chairun Nisa, B.MSc)
(4)
Telah diuji pada Tanggal : 21 Juli 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM Anggota : 1. Ir. Indra Chahaya S, M.Si
2. Drs. Eddy Syahrial, MS
(5)
PERNYATAAN
PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL MASYARAKAT
PEMELIHARA UNGGAS TERHADAP PENANGGULANGAN
FLU BURUNG DI DESA TELAGA TUJUH
KECAMATAN LABUHAN DELI
TAHUN 2009
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, Juli 2009 Penulis
(6)
ABSTRAK
Saat ini virus H5N1 tidak mudah menyebar dari unggas ke manusia, atau dari manusia ke manusia. Akan tetapi, kejadian yang terus berulang oleh virus H5N1 pada unggas dan manusia meningkatkan kemungkinan terjadinya virus baru yang dapat menular dari manusia ke manusia, yang berpotensi memicu pandemi di seluruh dunia. Pemerintah Indonesia, World Health Organizaton (WHO), Food and Agriculture Organization (FAO), dan badan internasional lainnya serta mitra lokal bekerja sama untuk mengendalikan virus H5N1 dan mencegah pandemi pada manusia.
Berdasarkan hal tersebut maka dengan ini peneliti ingin mengetahui pengaruh faktor eksternal (intervensi petugas kesehatan, intervensi petugas peternakan, iklan layanan) dan internal (umur, pendidikan, pengetahuan, sikap) pada masyarakat pemelihara unggas terhadap penanggulangan flu burung di kelurahan telaga tujuh kecamatan labuhan deli tahun 2009 yang bersifat survey dengan pendekatan
Explanatory Research (penelitian penjelasan) yang bertujuan untuk menganalisa
pengaruh atau analisa kecenderungan antara variabel-variabel penelitian melalui pengujuan hipotesa.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa Hasil uji dengan menggunakan tabulasi silang secara manual dari faktor internal terhadap tindakan penanggulangan flu burung, dapat diketahui bahwa sikap berpengaruh terhadap tindakan responden terhadap penanggulangan flu burung karena diantara seluruh variabel yang ada pada faktor internal sikap yang memiliki hasil 45 orang responden yang memiliki sikap tidak baik dengan tindakan yang tidak baik, Hasil uji dengan menggunakan tabulasi silang secara manual dari faktor eksternal terhadap tindakan penanggulangan flu burung, dapat diketahui bahwa intervensi media cetak berpengaruh terhadap tindakan responden terhadap penanggulanan flu burung karena diantara keempat variabel yang ada pada faktor eksternal media cetak memiliki nilai yang tertinggi yaitu terdapat 7 orang yang mengatakan tidak pernah mendapatkan informasi dari media cetak dengan tindakan baik. Oleh karena itu maka perlu dilakukan sosialisasi flu burung dengan menggunakan cara atau media yang lain seperti menggunakan metode audiovisual (film flu burung), dilakukan bina suasana dan pemberdayaan masyarakat dengan membuat kelompok-kelompok masyarakat yang sadar akan lingkungan gunanya agar masyarakat dapat memahami tentang penanggulangan flu burung, dinas kesehatan dan peternakan agar dapat meningkatkan kerja sama dengan swasta atau lembaga swadaya masyarakat untuk meningkatkan program strategis yang selama ini sudah dilaksanakan sehingga program untuk mengurangi kasus penularan flu burung dapat terselenggara dengan lebih optimal.
(7)
ABSTRACT
Nowadays H5N1 virus does not spread easily from birds to humans, or from human to human. However, the repeated occurrence of the H5N1 virus by the poultry and humans increases the possibility of a new virus that can spread from human to human, and potentially triggering a pandemic in the world. The Government of Indonesia, the World Health Organizaton (WHO), Food and Agriculture Organization (FAO), and other international institutions and local partners institutions work together to control the H5N1 virus and prevent the pandemic in humans.
Based on it the researcher would like to know the influence of external factors (intervention of health officer, the intervention of poultry officer, and and educative advertising) and internal (age, education level, knowledge, attitudes) on the poultry business community against avian influenza in the Telaga Tujuh village, Labuhan Deli district in 2009 with survey research type and explanatory approach that aims to analyze the influence or trend analysis between the variables through the research hypothesis.
The results of the research shows that the test using a manual cross-tabulation on factors internal related to the eradication action of avian influenza, it’s known that attitude can affect the action of the respondents in avian influenza eradication because within all variables in the internal factors there are 45 respondents who have the not good attitude criteria with also not good action criteria. In the other side, test results manual cross-tabulation on external factors related to the eradication action of avian influenza, it’s found out that the mass media intervention affected on respondents’s action against avian influenza because among the four variables in the external factors in mass media has the highest value that is there are 7 people who did not get the information from the mass media with the good action criteria. Therefore it needs avian influenza socialization with other media, such as audiovisual (avian influenza educative movie), community empowerment with create groups of people that concerned with their environment so that people can understand the eradication of avian influenza, regional health and poultry office could increase cooperation with the private sector or non-government organizations to improve strategic program that was implemented during this program to reduce cases of avian influenza optimally.
(8)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat Rahmat dan KaruniaNya penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Masyarakat Pemelihara Unggas terhadap Penanggulangan Flu Burung di Desa Telaga Tujuh Kecamatan Labuhan Deli Tahun 2009”. Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak.
Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah menyediakan fasilitas perkuliahan.
Kepada Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM selaku Ketua Program Studi, dan Ibu Halinda Sari Lubis, MKKK selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan dan motivasi serta arahan dalam perkuliahan dan penyelesaian tesis.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM dan Ibu Ir. Chahaya S, M.Si selaku Komisi Pembimbing, yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran serta dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam menyusun tesis ini, dan terima kasih juga kepada Bapak Drs. Eddy Syahrial, MS dan Ibu Halinda Sari Lubis, MKKK selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan masukan kritikan dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada kedua orang tua yaitu ayahanda Kombes. Pol. (Purn) Drs. A. Nainggolan, SH dan Ibunda Ani Rosma Simbolon beserta Abanganda dr. Loybert N dan Adinda Tiouri Bona Uli N, SE yang telah ikhlas memberikan semangat dan doanya selama menempuh perkuliahan
(9)
di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sampai selesai, tak lupa pula kepada anakku tersayang Natanael Halomoan N sebagai motivasi penulis selama menjalankan studi dan menyelesaikan tesis ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh Staf Puskesmas Pembantu Telaga Tujuh Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang yang telah meluangkan waktu, tenaga dan saran dalam penyelesaian tesis ini.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman seangkatan pada Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara memberikan masukan agar selesainya pembuatan tesis ini serta tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan seperti Afif Kurniawan, Ahmad Sungadi, Ahmad Irfan, Dika yang telah memberikan meluangkan waktunya menemani penulis dalam menjalani masa studi.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.
Medan, Juli 2009
(10)
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Anton Boylien Nainggolan yang dilahirkan di Medan pada tanggal 11 Oktober 1975 anak kedua dari tiga bersaudara, beragama Kristen Protestan dan sudah menikah dengan nama istri Nora Simbolon serta dianugrahi seorang putra yang bernama Natanael Halomoan N. Penulis beralamatkan di Jl. Menteng VII No. 39A, Kecamatan Medan Denai Kota Medan.
Penulis menamatkan Sekolah Dasar di SD St. Antonius Medan tahun 1988, pada tahun 1991 menamatkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Tri Sakti Medan, tahun 1994 menamatkan Sekolah Menengah Atas di SMA Xaverius Lubuk Linggau.
Penulis memulai karir pada tahun 2004 sebagai PNS dan bekerja sebagai dokter umum di Puskesmas Pematang Johar Kecamatan Labuhan Deli, pada tahun 2005 menjadi Kepala Puskesmas di Tiga Juhar dan hingga sekarang penulis menjabat sebagai Kepala Puskesmas di Puskesmas Pematang Johar Kecamatan Labuhan Deli.
(11)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR... x
DAFTAR BAGAN... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.3.1. Tujuan Umum ... 5
1.3.2. Tujuan Khusus ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7
2.1. Flu Burung ... 7
2.1.1. Definisi... 7
2.1.2. Patogenesis... 9
2.1.3. Diagnosis ... 10
2.1.4. Flu Burung pada Unggas ... 12
2.1.5. Cara penularan Flu Burung pada Manusia ... 16
2.1.6. Gejala-gejala Umum ... 16
2.1.7. Cara Mencegah Penularan Virus Flu Burung (H5N1) dari Hewan ke Manusia ... 16
2.1.8. Partisipasi Masyarakat untuk Mencegah Flu Burung ... 18
2.1.9. Masa Inkubasi ... 19
2.2. Faktor Internal dan Eksternal Perilaku Masyarakat ... 20
2.2.1. Umur ... 24
2.2.2. Pendidikan ... 24
2.2.3. Status Perkawinan... 24
2.2.4. Status Sosial Ekonomi ... 25
2.2.5 Perilaku dan Bentuk-bentuk Perilaku. ... 25
(12)
BAB III METODE PENELITIAN ... 33
3.1. Jenis Penelitian... 33
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33
3.2.1. Lokasi Penelitian... 33
3.2.2. Waktu Penelitian... 34
3.3. Populasi dan Sampel ... 34
3.4. Metode Pengumpulan Data... 35
3.4.1. Data Primer ... 35
3.4.2. Data Sekunder ... 35
3.5. Definisi Operasional ... 35
3.6. Aspek Pengukuran ... 36
3.7. Tehnik Pengumpulan Data... 38
3.8. Analisis Data... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN... 39
4.1. Gambaran Daerah Penelitian ... 39
4.2. Analisis Univariat ... 40
4.2.1. Faktor Internal... 40
4.2.2. Faktor Eksternal ... 47
4.2.3. Distribusi Tindakan Responden... 48
4.3. Tabulasi Silang Antara Faktor Internal dan Eksternal dengan Tindakan... 50
4.3.1. Faktor Internal... 50
4.3.2. Faktor Eksternal ... 53
BAB V PEMBAHASAN ... 57
5.1. Faktor Internal... 57
5.1.1. Umur ... 57
5.1.2. Status Pernikahan ... 58
5.1.3. Pendidikan... 59
5.1.4. Pengetahuan. ... 60
5.1.5. Sikap... 63
5.2. Faktor Eksternal ... 65
5.2.1 Intervensi Petugas Kesehatan ... 65
5.2.2. Intervensi Petugas Peternakan ... 66
5.2.3. Media Cetak (Koran, Brosur, Leaflet, Poster, Dan Lain-Lain). ... 67
(13)
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 73
6.1. Kesimpulan ... 73
6.2. Saran ... 75
(14)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Individu ... 40 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan ... 41 4.3. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden terhadap
Penanggulangan Flu Burung... 43 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap... 44 4.5. Distribusi Tingkat Sikap Responden terhadap
Penanggulangan Flu Burung... 46 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Informasi Umum ... 47 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan... 48 4.8. Distribusi Tingkat Tindakan Responden terhadap
Penanggulangan Flu Burung... 50 4.9. Hasil Tabulasi Antara Pengetahuan dengan Tindakan
Responden dalam Penanggulangan Flu Burung ... 52 4.10. Hasil Tabulasi Antara Sikap dengan Tindakan
Responden dalam Penanggulangan Flu Burung ... 52 4.11. Hasil Tabulasi Antara Intervensi Petugas Kesehatan dengan
Tindakan Responden dalam Penanggulangan Flu Burung .... 53 4.12. Hasil Tabulasi Antara Intervensi Petugas Peternakan dengan
Tindakan Responden dalam Penanggulangan Flu Burung .... 54 4.13. Hasil Tabulasi Antara Intervensi Media Cetak dengan
Tindakan Responden dalam Penanggulangan Flu Burung... 55 4.14. Hasil Tabulasi Antara Intervensi Media Elektronik dengan
(15)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
(16)
DAFTAR BAGAN
Nomor Judul Halaman
2.1. Komponen Health Belief Model dan Keterkaitannya ... 22 2.2. Teori Tindakan Beralasan ... 24
(17)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 78 2. Hasil Pengolahan Data... 82 3. Surat Izin Penelitian... 100
(18)
ABSTRAK
Saat ini virus H5N1 tidak mudah menyebar dari unggas ke manusia, atau dari manusia ke manusia. Akan tetapi, kejadian yang terus berulang oleh virus H5N1 pada unggas dan manusia meningkatkan kemungkinan terjadinya virus baru yang dapat menular dari manusia ke manusia, yang berpotensi memicu pandemi di seluruh dunia. Pemerintah Indonesia, World Health Organizaton (WHO), Food and Agriculture Organization (FAO), dan badan internasional lainnya serta mitra lokal bekerja sama untuk mengendalikan virus H5N1 dan mencegah pandemi pada manusia.
Berdasarkan hal tersebut maka dengan ini peneliti ingin mengetahui pengaruh faktor eksternal (intervensi petugas kesehatan, intervensi petugas peternakan, iklan layanan) dan internal (umur, pendidikan, pengetahuan, sikap) pada masyarakat pemelihara unggas terhadap penanggulangan flu burung di kelurahan telaga tujuh kecamatan labuhan deli tahun 2009 yang bersifat survey dengan pendekatan
Explanatory Research (penelitian penjelasan) yang bertujuan untuk menganalisa
pengaruh atau analisa kecenderungan antara variabel-variabel penelitian melalui pengujuan hipotesa.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa Hasil uji dengan menggunakan tabulasi silang secara manual dari faktor internal terhadap tindakan penanggulangan flu burung, dapat diketahui bahwa sikap berpengaruh terhadap tindakan responden terhadap penanggulangan flu burung karena diantara seluruh variabel yang ada pada faktor internal sikap yang memiliki hasil 45 orang responden yang memiliki sikap tidak baik dengan tindakan yang tidak baik, Hasil uji dengan menggunakan tabulasi silang secara manual dari faktor eksternal terhadap tindakan penanggulangan flu burung, dapat diketahui bahwa intervensi media cetak berpengaruh terhadap tindakan responden terhadap penanggulanan flu burung karena diantara keempat variabel yang ada pada faktor eksternal media cetak memiliki nilai yang tertinggi yaitu terdapat 7 orang yang mengatakan tidak pernah mendapatkan informasi dari media cetak dengan tindakan baik. Oleh karena itu maka perlu dilakukan sosialisasi flu burung dengan menggunakan cara atau media yang lain seperti menggunakan metode audiovisual (film flu burung), dilakukan bina suasana dan pemberdayaan masyarakat dengan membuat kelompok-kelompok masyarakat yang sadar akan lingkungan gunanya agar masyarakat dapat memahami tentang penanggulangan flu burung, dinas kesehatan dan peternakan agar dapat meningkatkan kerja sama dengan swasta atau lembaga swadaya masyarakat untuk meningkatkan program strategis yang selama ini sudah dilaksanakan sehingga program untuk mengurangi kasus penularan flu burung dapat terselenggara dengan lebih optimal.
(19)
ABSTRACT
Nowadays H5N1 virus does not spread easily from birds to humans, or from human to human. However, the repeated occurrence of the H5N1 virus by the poultry and humans increases the possibility of a new virus that can spread from human to human, and potentially triggering a pandemic in the world. The Government of Indonesia, the World Health Organizaton (WHO), Food and Agriculture Organization (FAO), and other international institutions and local partners institutions work together to control the H5N1 virus and prevent the pandemic in humans.
Based on it the researcher would like to know the influence of external factors (intervention of health officer, the intervention of poultry officer, and and educative advertising) and internal (age, education level, knowledge, attitudes) on the poultry business community against avian influenza in the Telaga Tujuh village, Labuhan Deli district in 2009 with survey research type and explanatory approach that aims to analyze the influence or trend analysis between the variables through the research hypothesis.
The results of the research shows that the test using a manual cross-tabulation on factors internal related to the eradication action of avian influenza, it’s known that attitude can affect the action of the respondents in avian influenza eradication because within all variables in the internal factors there are 45 respondents who have the not good attitude criteria with also not good action criteria. In the other side, test results manual cross-tabulation on external factors related to the eradication action of avian influenza, it’s found out that the mass media intervention affected on respondents’s action against avian influenza because among the four variables in the external factors in mass media has the highest value that is there are 7 people who did not get the information from the mass media with the good action criteria. Therefore it needs avian influenza socialization with other media, such as audiovisual (avian influenza educative movie), community empowerment with create groups of people that concerned with their environment so that people can understand the eradication of avian influenza, regional health and poultry office could increase cooperation with the private sector or non-government organizations to improve strategic program that was implemented during this program to reduce cases of avian influenza optimally.
(20)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Akhir tahun 2003 flu burung mulai merebak di Asia tetapi baru diberitakan awal tahun 2004. Penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus avian infuenza jenis H5N1 pada unggas dikonfirmasikan telah terjadi di Republik Korea, Vietnam, Jepang, Thailand, Kamboja, Taiwan, Laos, China, Indonesia dan Pakistan. Sumber virus diduga berasal dari migrasi burung dan transportasi unggas yang terinfeksi (Kristina, 2005).
Saat ini virus H5N1 tidak mudah menyebar dari unggas ke manusia, atau dari manusia ke manusia. Akan tetapi, kejadian yang terus berulang oleh virus H5N1 pada unggas dan manusia meningkatkan kemungkinan terjadinya virus baru yang dapat menular dari manusia ke manusia, yang berpotensi memicu pandemi di seluruh dunia. Pemerintah Indonesia, World Health Organizaton (WHO), Food and Agriculture Organization (FAO), dan badan internasional lainnya serta mitra lokal bekerja sama untuk mengendalikan virus H5N1 dan mencegah pandemi pada manusia (Komnas FPBI, 2008).
Di Indonesia pada bulan Januari 2004 di laporkan adanya kasus kematian ayam ternak yang luar biasa (terutama di Bali, Botabek, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Jawa Barat). Awalnya kematian tersebut disebabkan oleh karena virus new castle, namun konfirmasi terakhir oleh Departemen Pertanian
(21)
disebabkan oleh virus flu burung (Avian influenza (AI)). Jumlah unggas yang mati akibat wabah penyakit flu burung di 10 propinsi di Indonesia sangat besar yaitu 3.842.275 ekor (4,77%) dan yang paling tinggi jumlah kematiannya adalah propinsi Jawa Barat (1.541.427 ekor). Pada bulan Juli 2005, penyakit flu burung telah merenggut tiga orang nyawa warga Tangerang Banten, Hal ini didasarkan pada hasil pemeriksaan laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes Jakarta dan laboratorium rujukan WHO di Hongkong (Depkes RI, 2008).
Pada bulan Juli 2005 ditemukan untuk pertama kali di Indonesia kasus flu burung pada manusia. Indonesia menyusul Thailand, Vietnam, dan Kamboja yang sudah terlebih dahulu melaporkan terjadinya infeksi flu burung subtipe H5N1 pada manusia. Data dari Depkes menunjukkan hingga 7 April 2007 jumlah kumulatif kasus H5N1 pada manusia yang sudah dikonfirmasi laboratorium 94 orang, 74 orang di antaranya meninggal dunia. Jumlah tersebut merupakan jumlah terbanyak di dunia. Indonesia juga menduduki peringkat teratas dalam hal case fatality rate (CFR) dengan angka kematian kasus mencapai 78,72% melebihi Vietnam yang angkanya 45,16% (Depkes, 2007).
Untuk menangani masalah flu burung, pemerintah telah mengambil langkah-langkah umum seperti melaksanakan respons cepat di daerah atau wilayah yang belum terjangkit sebagai tindakan kewaspadaan dini dengan intensifikasi surveilans epidemiologi terutama terhadap kasus influenza dan pneumonia. Pemerintah menyiagakan 44 rumah sakit di seluruh Indonesia untuk menerima rujukan perawatan/observasi penderita yang diduga terjangkit flu burung, menginstruksikan
(22)
kepada pemerintah provinsi untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap kemungkinan berjangkitnya flu burung di wilayah masing-masing (Depkes, 2005).
Pemerintah juga meningkatkan upaya penyuluhan kesehatan masyarakat dan membangun jaringan kerja dengan berbagai pihak agar masyarakat sadar dan waspada akan adanya flu burung di daerah sekitarnya (Depkes, 2005).
Kasus avian influenza di Indonesia ini sudah sepatutnya menjadi perhatian, terutama karena komplikasi yang ditimbulkannya dan ancaman pandemi influenza. Dalam waktu singkat penyakit ini dapat menjadi lebih berat berupa pneumonia dan apabila tidak dilakukan tatalaksana dengan baik dapat menyebabkan kematian. Sementara itu, kekhawatiran ancaman pandemi influenza mengingat adanya kemungkinan munculnya strain yang mendapatkan kemampuan mutasi atau rekombinasi materi genetik dengan virus influenza manusia sehingga virus ini akan sangat patogen dan dapat bertransmisi (Supari, 2008).
Di Sumatera Utara dari mulai tahun 2005-2008 terjadi sebanyak 52 kasus
suspect flu burung. Dari jumlah tersebut delapan diantaranya positif terinfeksi H5N1 (flu burung), setelah diperiksa di Balitbangkes Jakarta dan 44 negatif, sedangkan tujuh meninggal (Waspada online, 2008).
Flu burung di Sumut pertama kali ditemukan positif pada unggas jenis ayam buras dan burung puyuh di Kabupaten Simalungun dan Kota Tebing Tinggi pada Juni 2005. Dari temuan itu, virus flu burung secara cepat menyebar ke daerah lainnya di Sumut akibat lalu lintas unggas yang tidak dapat dikontrol, sehingga hingga akhir
(23)
tahun 2005 tercatat 14 kabupaten/kota dengan 26 kecamatan pada 30 desa positif terinfeksi. Kemudian pada 2006, penyebaran virus itu menurun dan hanya menyerang 11 kabupaten/kota dengan 17 kecamatan pada 26 desa. Kemudian pada 2007 angka penyebaran itu menurun tajam dengan hanya menyebar pada dua kabupaten dengan dua kecamatan pada tiga desa (Kompas.com, 2008).
Kepala Subdinas Penanggulangan dan Pencegahan Penyakit (P2P) Dinkes Sumut, dr. Surya Darma menerangkan bahwa jumlah kasus flu burung di Sumatera Utara pada 2008 ada sekitar 53 kasus. Dari 53 kasus tersebut yang terbanyak terdapat di Kabupaten Asahan dan Madina. Hanya saja, kasus flu burung itu bukanlah terdapat pada manusia, melainkan pada hewan ternak (Inimedanbung.com, 2008).
Berdasarkan laporan Dinas Peternakan Kecamatan Labuhan Deli banyak ternak unggas 2007 sebanyak 65.713 ekor yang tersebar di 5 desa, pada tahun 2005 terjadi kasus kematian unggas 97 ekor unggas secara mendadak (Dinas Pertanian dan Peternakan, 2007). Berdasarkan laporan Puskesmas Kecamatan Labuhan Deli 2007 terdapat tujuh kasus suspek flu burung di daerah kecamatan tersebut.
Program pencegahan flu burung terus dilakukan oleh Depateman Kesehatan Republik Indonesia baik di melalui seminar, pembagian vaksin, menunjuk 44 rumah sakit rujukan, sosialisasi melalui media massa maupun melalui petugas kesehatan. Target utama dari program tersebut adalah pada kelompok yang berisiko tinggi dalam penularan flu burung pada manusia yaitu peternak, pekerja di peternakan dan pedagang burung. Sesuai dengan teori Green dalam Notoadmodjo (2002) ada faktor
(24)
internal dan ekstenal masyarakat beresiko tinggi yang tentunya akan mempengaruhi keberhasilan program tersebut.
Berdasarkan gambaran di atas, maka sangat penting untuk mengetahui pengaruh faktor internal dan eksternal masyarakat untuk penanggulangan kasus flu burung di Kecamatan Labuhan Deli tertama pada masyarakat yang memelihara burung.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari Latar belakang tersebut di atas yang menjadi permasalahan dalam kajian penelitian ini pengaruh faktor internal dan eksternal masyarakat terhadap penanggulangan penyakit flu burung di Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang tahun 2009.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh faktor internal dan eksternal masyarakat terhadap penanggulangan penyakit flu burung di Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang tahun 2008.
(25)
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik faktor internal (umur, jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan dan sikap) masyarakat Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang tahun 2009.
2. Untuk mengetahui karakteristik faktor eksternal (ada tidaknya intervensi petugas kesehatan, iklan layanan) masyarakat di Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang tahun 2009.
3. Untuk mengetahui penanggulangan (tindakan) penyakit flu burung di Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang tahun 2009.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Menjadi bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dalam menyusun arah kebijakan dan perencanaan program pemberantasan dan penanggulangan flu burung serta intervensi yang tepat dan efisien dalam menurunkan angka kesakitan flu burung di Kecamatan Labuhan Deli Kab. Deli Serdang.
2. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian ini nantinya bisa menjadi referensi bagi penelitian yang lain.
3. Bagi peneliti lain, sebagai upaya penambahan dan pengalaman dalam mengaplikasikan pengetahuan tentang pelaksanaan program pemberantasan penyakit flu burung.
(26)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Flu Burung 2.1.1. Definisi
Flu Burung atau Avian influenza disebabkan oleh subtype tertentu dari virus influenza A pada populasi binatang, terutama ayam. Infeksi virus avian influenza A (H5N1) pada manusia pertama kali dilaporkan terjadi pada tahun 1997 dan menyebabkan outbreak di Hongkong. Sesudah itu, strain H9 dan H7 juga dilaporkan menyebabkan infeksi pada manusia (WHO, 2005).
Dikenal beberapa tipe virus influenza yaitu tipe A, tipe B, dan tipe C. Berdasarkan sub tipenya terdiri dari Hemaglutinin (H) dan Neuraminidase (N). Influenza pada manusia disebabkan virus jenis H1N1, H2N2 dan H3N2. Sedangkan
avian influenza disebabkan virus jenis H5N1, H9N1, dan H7N2. Strain yang sangat virulen penyebab flu burung adalah subtipe A H5N1 (Depkes, 2005).
Virus influenza A (H5N1) termasuk orthomixovirus. Tipe virion berselubung, sferis (100 nm), dengan sebuah nukleokapsid heliks simetris yang dikelilingi 8 segmennegative-stranded RNA. Bagian dalam selubung dibatasi matriks protein (M) dan bagian luar oleh peplomer glikoprotein hemaglutinin (HA) berbentuk batang yang merupakan homotrimer dari membran glikoprotein kelas I dan molekul
neuraminidase (NA) berbentuk cendawan yang merupakan tetramer dari membran
(27)
Strain H5N1 yang virulen berbeda dari strain avian yang lain, ini terletak pada hubungan antara pemecahan HA dan derajat virulensi. Pada strain yang virulen, HA terdiri dari banyak asam amino dasar pada lokasi pemecahan, yang dipecah secara intraseluler oleh protease endogen. Sedangkan pada kasus strain avian yang avirulen seperti virus influenza A non-avian, HA kehilangan residu asam amino dasar, karenanya tidak menjadi sasaran pemecahan protease. Selain itu, semua tipe virus influenza A secara antigenik labil, beradaptasi dengan baik untuk menghindari pertahanan tubuh dan kekurangan mekanisme untuk proof reading; karenanya konstan. Perubahan kecil dan permanen pada komposisi antigen sangat sering terjadi yang dikenal dengan antigenic drift. Karakteristik penting lain adalah antigenic shift
akibat reassortment materi genetik dari spesies yang berbeda sehingga menghasilkan variabilitas pada HA spikes, menjaga struktur dasar virus tetap konstan (Kristina, 2005).
Pada proses antigenic drift terjadi perubahan susunan asam amino pada waktu gen melakukan enconding antigen permukaan setiap kali virus bereplikasi sehingga menghasilkan galur baru. Sedangkan pada proses antigenic shift terjadi bila 2 virus yang berbeda dari 2 penjamu berbeda menginfeksi penjamu lain yang akan menghasilkan virus baru yang kemungkinan mampu untuk menginfeksi penjamu lain termasuk manusia (Syahdrajat, 2007).
Virus H5N1 dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22°C dan lebih dari 30 hari pada 0°C. Di dalam tinja unggas dan dalam tubuh unggas yang sakit dapat bertahan lebih lama. Virus akan mati pada pemanasan 60°C selama 30 menit
(28)
atau 56°C selama 3 jam dan dengan deterjen, desinfektan misalnya formalin, serta cairan yang mengandung iodin. 2,6 Hasil studi menunjukkan bahwa unggas yang sakit mengeluarkan virus influenza A (H5N1) dengan jumlah besar dalam kotorannya. Penyebaran penyakit ini terjadi di antara populasi unggas satu peternakan, bahkan dapat menyebar dari satu peternakan ke peternakan daerah lain. Secara umum virus flu burung tidak menyerang manusia, namun beberapa tipe tertentu dapat mengalami mutasi lebih ganas dan menyerang manusia. Penularan penyakit ini kepada manusia dapat melalui udara yang tercemar virus tersebut, baik yang berasal dari tinja atau sekreta unggas yang terserang flu burung. Belum ada bukti terjadi penularan dari manusia ke manusia (Depkes, 2005).
2.1.2. Patogenesis
Penyakit influenza dimulai dengan infeksi virus pada sel epitel saluran nafas. Virus ini kemudian memperbanyak diri (replikasi) dengan sangat cepat hingga mengakibatkan lisis sel epitel dan terjadi deskuamasi lapisan epitel saluran nafas. Pada tahap awal, respons imun innate akan menghambat replikasi virus, apabila kemudian terjadi reexposure, respons imun adaptif yang bersifat antigen spesifik mengembangkan memori imunologis yang akan memberikan respons lebih cepat. Replikasi virus akan merangsang pembentukan sitokin proinflamasi termasuk IL-1, IL-6, dan TNF-a yang kemudian masuk ke sirkulasi sistemik dan menyebabkan gejala sistemik influenza seperti demam, malaise, dan mialgia. Umumnya influenza bersifat
(29)
Infeksi strain H5N1 yang sangat patogen memicu respons imun yang tidak cukup sehingga menyebabkan respons inflamasi sistemik. Kemampuan strain H5N1 untuk menghindari mekanisme pertahanan tubuh (sitokin) berperan pada patogenitas dari strain ini. Pada infeksi H5N1, sitokin yang diperlukan untuk menekan replikasi virus, terbentuk secara berlebihan (cytokine storm) yang justru menyebabkan kerusakan jaringan paru yang luas dan berat. Terjadi pneumonia virus berupa
pneumonitis interstisial. Proses berlanjut dengan terjadinya eksudasi dan edema
intraalveolar, mobilisasi sel radang dan eritrosit dari kapiler sekitar, pembentukan membran hyalin dan juga fibroblas. Sel radang akan memproduksi banyak sel mediator peradangan. Secara klinis keadaan ini dikenal dengan acute respiratory distress syndrome (ARDS). Difusi oksigen terganggu, terjadi hipoksia/anoksia yang dapat merusak organ lain (anoxic multiorgan dysfunction) (Redaksi infeksi.com, 2007).
2.1.3. Diagnosis
WHO pada bulan Agustus 2006 membuat definisi baru tentang kasus infeksi virus influenza H5N1 (Redaksi infeksi.com, 2007).
1. Orang yang dalam investigasi yakni seseorang yang telah diputuskan oleh pejabat kesehatan yang berwenang dalam kesehatan masyarakat untuk diinvestigasi mengenai kemungkinan infeksi H5N1.
2. Kasus suspek yakni seseorang dengan penyakit saluran nafas bawah yang tidak bisa dijelaskan disertai demam >38oC, batuk dan sesak atau kesulitan bernafas dan satu atau lebih keadaan di bawah ini (dalam 7 hari sebelum terjadi gejala):
(30)
a. Kontak dekat (jarak 1 meter) dengan orang (merawat, berbicara, bersentuhan) yang dicurigai, probabel atau yang sudah dipastikan menderita avian influenza.
b. Terpapar ayam, unggas atau bangkai unggas, lingkungan tercemar kotoran unggas di daerah yang dicurigai atau dipastikan terjadi infeksi H5N1 pada unggas atau manusia dalam satu bulan terakhir.
c. Mengkonsumsi bahan baku atau produk ternak ayam yang tidak dimasak sempurna di daerah yang dicurigai atau telah dikonfirmasi ada kasus H5N1 pada unggas atau manusia dalam 1 bulan terakhir.
d. Kontak dengan binatang (bukan unggas) yang sudah dipastikan tertular H5N1.
e. Kontak dengan bahan pemeriksaan (hewan maupun manusia) yang dicurigai mengandung H5N1.
3. Kasus probabel
Definisi 1: kriteria kasus infiltrat atau bukti suatu pneumonia akut pada gambaran foto toraks ditambah bukti gagal nafas (hipoksemia, takipnoe berat) atau konfirmasi laboratorium positif untuk influenza A tetapi untuk infeksi H5N1 belum terbukti positif suspek dan satu atau lebih keadaan di bawah ini:
Definisi 2: seseorang yang meninggal karena penyakit saluran nafas akut yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya, secara epidemiologi dengan kasus probabel atau konfirm avian influenza.
(31)
4. Kasus pasti (confirm) yakni kasus suspek atau probabel dan satu dari hasil laboratorium ini:
a. Kultur virus menunjukkan positif influenza A/H5N1. b. PCR positif H5N1.
c. Peningkatan titer antibodi netralisasi untuk H5N1 empat kali lipat atau lebih antara fase akut dan fase konvalesen. Titer antibodi netralisasi harus 1:80 atau lebih tinggi.
d. Titer antibodi mikronetralisasi untuk H5N1 1:80 atau lebih dari serum hari 14 atau sesudahnya setelah gejala timbul dan suatu hasil positif menggunakan assay yang berbeda (misalnya HI 1:60 atau lebih, atau
Western Blot).
2.1.4. Flu Burung pada Unggas
2.1.4.1. Hal-hal yang menyebabkan infeksi virus flu burung pada unggas 1. Kontak langsung dengan (CBAIC, 2007):
a. Unggas yang terinfeksi, sebagai contoh: unggas sehat bercampur dengan unggas yang terinfeksi saat berkeliaran di halaman atau berada dalam satu kandang.
b. Burung-burung liar yang terinfeksi, contoh: saat mereka berada di sawah. 2. Kontak tidak langsung melalui (CBAIC, 2007):
a. Kotoran dari unggas yang terkena virus atau burung-burung liar.
b. Sumber air (danau, kolam) yang tercemar kotoran dan atau bulu dari unggas yang terinfeksi atau burung-burung liar.
(32)
c. Jerami tempat sarang unggas yang terinfeksi.
d. Virus yang terbawa oleh orang-orang yang datang dari daerah yang terjangkit melalui sepatu, baju, perkakas (cangkul, sekop, sangkar, bak atau peti telur) dan alat transportasi (sepeda dan ban sepeda motor).
e. Pakan unggas yang terinfeksi.
2.1.4.2. Gejala flu burung yang umum pada unggas
Kita harus mencurigai unggas kita telah terjangkit virus Flu Burung jika mengalami gejala sebagai berikut (CBAIC, 2007):
1. Unggas mati mendadak dalam jumlah yang besar dengan atau tanpa gejala klinis. 2. Unggas mungkin memiliki gejala yang berikut:
a. Lemas (tidak berenergi) dan kehilangan selera.
b. Jengger bengkak, berwarna biru atau berdarah, bulu-bulu berguguran. c. Kepala tertunduk menyatu dengan badan.
d. Kesulitan bernafas.
e. Bengkak pada kepala dan kelopak mata.
f. Pendarahan di kulit pada area yang tidak ditumbuhi bulu, terutama pada kaki. g. Penurunan jumlah telur yang dihasilkan.
h. Diare, menggigil dan mengeluarkan air mata. i. Gelisah.
2.1.4.3. Cara mencegah perpindahan virus flu burung antar unggas
Flu Burung dapat dicegah! Untuk melindungi unggas, Anda harus mengikuti instruksi-instruksi sebagai berikut (Depkes, 2004):
(33)
a. Masukkan unggas ke dalam kandang, jangan biarkan berkeliaran. b. Kandangkan masing-masing unggas dalam kandang yang berbeda.
c. Pilih atau beli ayam atau bebek atau unggas muda yang sehat. Pisahkan unggas yang baru dibeli setidaknya selama dua minggu.
d. Jika unggas terlihat sakit, segera pisahkan dari yang lainnya. e. Cuci tangan dengan sabun sesudah kontak dengan unggas. f. Transportasikan hanya unggas yang sehat.
g. Bersihkan halaman di sekitar kandang setiap hari (buanglah kotoran unggas maupun bulunya. Bakar atau kuburkan kotorannya).
h. Cuci dan bersihkan peralatan yang dipakai di peternakan dengan disinfektan seminggu sekali.
i. Bersihkan, cuci, kemudian suci hamakan kandangnya dengan disinfektan atau bahan kimia lainnya. Seperti cairan pemutih pakaian.
j. Siapapun (termasuk Anda dan keluarga Anda) yang masuk ke halaman peternakan, cuci sol sepatu dengan air bersabun atau berikan sepatu yang bersih saat mereka memasuki gerbang.
k. Beri pakan yang menyehatkan dan air bersih pada unggas.
l. Beri vaksin unggas yang sehat jika memungkinkan untuk mencegah berjangkitnya infeksi virus Flu Burung.
Langkah-langkah yang harus kita perbuat jika unggas mati mendadak dan dalam jumlah yang banyak (Depkes, 2004):
(34)
a. Laporkan kepada aparat berwenang terutama ke Dinas Pertanian/Peternakan atau Dinas Kesehatan.
b. Jangan buang unggas yang mati.
c. Musnahkan unggas dengan cara dibakar atau kuburkan bangkai dengan kedalaman galian setinggi lutut orang dewasa.
d. Gunakan alat pelindung (masker, sarung tangan, sepatu bot, baju lengan panjang, celana panjang dan topi).
e. Bersihkan badan sesudahnya dan cuci semua pakaian dengan sabun.
f. Bersihkan, cuci, kemudian suci hamakan dengan disinfektan seperti pemutih
dan Chlor, tepung kapur atau karbol untuk membersihkan sarang, kandang
dan alat transportasi.
g. Bersihkan sepatu atau sandal, peralatan, roda atau ban mobil transportasi sebelum memasuki dan setelah meninggalkan kandang unggas. Bagi pedagang, jangan parkir kendaraan dekat kandang.
h. Cuci tangan dengan sabun setelah kontak dengan unggas.
i. Salinlah baju dan cuci pakaian dengan sabun setelah kontak dengan unggas. j. Kandang harus dikosongkan selama 2 minggu sehingga bebas virus Flu
Burung.
(35)
2.1.5. Cara Penularan Flu Burung pada Manusia
Manusia bisa terinfeksi atau terjangkit oleh virus H5N1 melalui (Depkes. 2005):
a. Kontak dengan unggas yang terinfeksi saat membawa, mengangkut, menyembelih dan memproses unggas atau terinfeksi kotoran unggas.
b. Makan darah unggas mentah, marus dan makan telur atau daging unggas setengah matang.
2.1.6. Gejala-gejala Umum
Gejala Flu Burung pada manusia mirip dengan gejala flu pada umumnya seperti (Depkes. 2005):
a. Mendadak mengalami demam tinggi dan berkelanjutan hingga di atas 380C. b. Mengalami sesak nafas.
c. Batuk.
d. Sakit kepala, terasa ngilu di persendian lengan, kaki dan punggung (sakit akan meningkat saat batuk). Mungkin juga terasa sakit di sekitar mata.
Penyakit dapat berkembang dengan cepat dan menimbulkan permasalahan pada pernafasan hingga akhirnya menurunkan kondisi tubuh. Perawatan yang terlambat akan mengakibatkan pasien meninggal.
2.1.7. Cara Mencegah Penularan Virus Flu Burung (H5N1) dari Hewan ke Manusia
Pada saat ini, tidak ada vaksin yang mampu mencegah penyakit ini jika sudah berjangkit pada manusia dan penanganannya pun sukar dilakukan. Maka dari itu
(36)
pencegahan Flu Burung sangatlah penting. Bisa saja unggas tetap tampak sehat meskipun ia membawa virus H5N1. Untuk mencegah berjangkitnya virus Flu Burung secara aktif, ikuti petunjuk berikut (CBAIC, 2007):
a. Melatih diri sendiri dan menjaga kesehatan makanan.
b. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir setelah kontak dengan unggas dan produk unggas lainnya, sebelum menyiapkan makanan dan sebelum makan.
c. Beli unggas yang sehat.
d. Jangan makan darah mentah, marus dan daging unggas atau telur setengah matang. e. Jangan menyembelih unggas sakit.
f. Jangan makan unggas mati atau sakit.
g. Hindari kontak dengan sumber yang terinfeksi.
h. Jangan biarkan anak-anak melakukan kontak dengan unggas atau bermain di dekat kandang.
i. Jangan biarkan unggas berkeliaran di dalam rumah.
j. Hindari kontak yang tak perlu dengan unggas, bahkan unggas yang sehat sekali pun.
k. Gunakan masker dan sarung tangan saat kontak atau menyembelih unggas.
l. Kuburkan limbah unggas (bulu, jeroan dan darah) sedalam lutut orang dewasa setelah disembelih.
m.Mandi, ganti dan cuci pakaian, juga sepatu atau sandal dengan sabun setelah kontak dengan unggas.
(37)
o. Jika Anda menderita demam tinggi, sakit pada dada, susah bernafas, sakit kepala dan otot terasa ngilu, sesudah kontak dengan unggas yang sakit atau mati segera pergi ke klinik atau rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang tepat. Jangan mengobati sendiri, minumlah obat yang diresepkan oleh dokter.
Yang harus dilakukan saat ada orang terinfeksi virus Flu Burung (Depkes, 2004)
a. Bawalah segera orang yang menderita demam tinggi tersebut ke rumah sakit terdekat.
b. Jangan mengobati sendiri, minumlah obat yang diresepkan oleh dokter.
c. Hindari kontak yang tak perlu dengan orang yang terinfeksi Flu Burung (H5N1). Jika harus terjadi kontak, gunakan pakaian pelindung.
2.1.8. Partisipasi Masyarakat untuk Mencegah Flu Burung 2.1.8.1. Jika tidak terjangkit flu burung
a. Komunikasikan kepada para keluarga, tetangga dan warga sekitar mengenai dampak Flu Burung serta cara pencegahannya jika sampai menyerang unggas dan manusia. Sebarkan selebaran "Pencegahan Flu Burung pada unggas dan manusia" melalui pertemuan dengan para ibu, arisan dan pertemuan-pertemuan kelompok kecil di masyarakat lainnya.
b. Beri semangat dan pengertian pada para warga untuk mempraktekkan kebersihan diri dan lingkungan di rumah, di dapur, di halaman, kandang dan tempat umum.
(38)
c. Jadilah contoh yang terbaik dalam pengelolaan kebersihan halaman dan kandang.
d. Beri pengertian kepada para ibu agar selalu melakukan vaksinasi unggas jika memungkinkan.
e. Selalu waspada, mengamati dan lapor pada Dinas Peternakan/Pertanian atau Dinas Kesehatan setempat jika ada kematian unggas yang mendadak dan dalam jumlah yang besar di lingkungan Anda (CBAIC, 2007).
2.1.8.2. Jika terjangkit flu burung
a. Ajari dan sediakan petunjuk pada orang-orang di lingkungan kita bagaimana cara mencegah Flu Burung dari mulai penyebaran hingga penularannya pada manusia. Selalu ingatkan warga untuk menjaga kebersihan masing-masing, batasi kontak dengan unggas sakit.
b. Doronglah masyarakat agar selalu mengikuti petunjuk petugas Dinas Peternakan/Pertanian atau Dinas Kesehatan, untuk menangani unggas yang sakit atau mati.
c. Bantu untuk mendeteksi dan melaporkan wilayah yang baru terjangkit Flu Burung pada pihak berwenang, Dinas Peternakan/Pertanian atau Dinas Kesehatan setempat (CBAIC, 2007).
2.1.9. Masa Inkubasi
a. Pada Unggas : 1 minggu.
b. Pada Manusia : 1-3 hari, Masa infeksi 1 hari sebelum sampai 3-5 hari sesudah timbul gejala. Pada anak sampai 21 hari (Dinkes, 2004).
(39)
2.2. Faktor Internal dan Eksternal Perilaku Masyarakat
Perilaku pada hakekatnya adalah suatu aktivitas pada manusia, baik yang dapat diamati secara langsung atau pun dapat ditaati secara tidak langsung. (Notoatmodjo, 1993). Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subyek tersebut. Bentuk dari respon tersebut adalah: 1) bentuk pasif atau respon internal, yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, berupa pikiran, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan, dan 2) bentuk aktif, yakni apabila perilaku tersebut jelas dapat diobservasi secara langsung dalam bentuk tindakan nyata atau overt behavior (Notoatmodjo, 1993).
Pendapat lain tentang perilaku dikemukakan oleh Budioro (1998) yang mendefinisikan sebagai segala bentuk tangapan dari individu terhadap lingkungannya. Proses dan mekanisme perilaku sebenarnya sangat rumit dan kompleks, tetapi bentuk operasionalnya disederhanakan dalam 3 komponen utamanya, yakni pengetahuan, sikap dan tindakan. Lebih lanjut Notoatmodjo (1993) mengatakan bahwa pembentukan perilaku dipengaruhi oleh: 1) faktor intern/dalam diri individu yang mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar, dan 2) faktor ekstern/luar individu meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non fisik seperti iklim, manusia, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Berikut diuraikan bentuk operasional dari perilaku, yakni pengetahuan, sikap dan tindakan.
(40)
Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2002), faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku menurut Green dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi (faktor internal) seperti umur, pendidikan, status pernikahan, suku keyakinan, dan nilai, berkenaan dengan motivasi seseorang bertindak. Faktor pemungkin atu faktor pendukung (enabling) perilaku adalah fasilitas, sarana, atau prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Terakhir adalah faktor penguat (faktor eksternal) seperti keluarga, petugas kesehatan dan lain-lain.
Teori dan model perilaku dan kesehatan yang lain adalah Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model/HBM). Di dalam teori HBM menganggap perilaku kesehatan merupakan fungsi dari pengetahuan dan sikap. Secara khusus model ini menegaskan bahwa persepsi seseorang tentang kerentanan dan kemanjuran pengobatan dapat mempengaruhi keputusan seseorang dalam perilaku-perilaku kesehatan.
Strecher and Rosenstock (1997) mengatakan ada 7 komponen dan HBM, yaitu:
1) Pengertian tentang kerentanan penyakit (perceived susceptibility). Misalnya pengertian tentang seberapa besar kemungkinan seseorang dapat dihinggapi penyakit atau terlibat dalam masalah kesehatan yang bersangkutan.
2) Pengertian tentang keparahan penyakit (perceived severity). Misalnya pengertian tentang seberapa parahnya bila ia sampai terjangkit penyakit atau terlibat masalah kesehatan yang bersangkutan.
(41)
3) Pengertian tentang kegunaan/manfaat untuk melakukan tindakan yang bersangkutan (perceived benefits). Misalnya bila ia bersedia melakukan tindakan apakah ancaman kerentanan dan keparahan penyakit akan berkurang atau teratasi.
4) Pengertian tentang hambatan untuk melakukan tindakan yang bersangkutan
(perceived barriers). Misalnya yang menyangkut biaya, bahaya efek samping atau komplikasi, khawatir menhadapi rasa sakit atau ketidaknyamanan lainnya.
5) Dorongan untuk bertindak (cues of action). Adanya sumber informasi tambahan yang akan mempengaruhi pengertian-pengertian tersebut di atas, seperti pendidikan, gejala-gejala penyakit, media informasi.
6) Kemampuan diri untuk berperilaku melaksanakan tindakan yang bersangkutan
(self-efficacy). Misalnya dengan kondisi yang ada pada dirinya apakah ia merasa mampu berperilaku sebagaimana yang seharusnya.
7) Variabel lain, seperti demografi, sosiopsikologi dan variabel struktur yang mempengaruhi persepsi individu dan tidak langsung mempengaruhi perilaku kesehatan. Bagan 2.1 berikut menyajikan komponen HBM dan keterkaitannya.
Persepsi individu
Pengertian kerentanan dan keparahan penyakit
Faktor-faktor yang mempengaruhi
Umur, jenis kelamin, ras, Kepribadian Sosioekonomi
Pengetahuan
Pengertian ancaman penyakit
Dorongan untuk bertindak : Pendidikan Gejala penyakit, sakit
Media informasi
Kemungkinan tindakan
Manfaat dari tindakan dikurangi hambatan untuk
perubahan perilaku
Kemungkinan untuk perubahan perilaku
Bagan 2.1. Komponen Health Belief Model dan Keterkaitannya (Strecher and Rosenstock, 1997)
(42)
Di samping teori perilaku di atas, yakni teori precede and proceed dan HBM, teori lain tentang perubahan perilaku dikemukakan oleh Fishbein yakni teori tindakan beralasan (theory of reasoned action). Di dalam teori tindakan beralasan dikemukakan faktor paling penting dalam mempengaruhi perilaku adalah keinginan berperilaku (behavioral intention) seseorang. Keinginan berperilaku adalah suatu proposisi yang menghubungkan diri dengan tindakan yang akan datang. Faktor yang langsung mempengaruhi keinginan berperilaku adalah sikap terhadap perilaku
(attitude toward behavior) dan norma subyektif atau sosial yang berhubungan dengan perilaku (subjective norm). Kepercayaan utama untuk berperilaku (behavioral beliefs)
dan evaluasi dalam melakukan perilaku (evaluation of behavioral outcomes) secara bersama akan membentuk sikap terhadap perilaku. Norma subjektif adalah persepsi seseorang tentang apa yang mereka anggap bahwa orang lain ingin agar mereka lakukan. Norma subyektif dipengaruhi oleh kepercayaan normatif (normative beliefs)
dan motivasi untuk memenuhi harapan (motivation to comply). Menurut teori tindakan beralasan seseorang cenderung melaksanakan perilaku yang dievaluasi dan diterima secara baik oleh orang lain dan cenderung menahan diri dari perilaku yang dianggap tidak baik dan tidak menyenangkan orang lain (Montano, Kasprzyk and Taplin, 1997 dan Peter dan Olson, 2000). Bagan di bawah ini mencantumkan teori tindakan beralasan.
(43)
Kepercayaan utama berperilaku Evaluasi dalam melakukan perilaku Kepercayaan normatif Motivasi untuk memenuhi harapan Sikap terhadap perilaku Keinginan berperilaku Norma subjektif Perilaku
Pengaruh lingkungan : 1.Lingkungan Fisik 2.Lingkungan Sosial 3.Lingkungan
Pemasaran
Variabel Personal: 1.Nilai, tujuan akhir 2.Pengetahuan lainnya,
kepercayaan dan sikap 3.Sifat pribadi 4.Pola gaya hidup 5.Karakteristik
demografi 6.Karakteristik
psikologis
Bagan 2.2. Teori Tindakan Beralasan (Montano, Kasprzyk and Taplin, 1997 dan Peter dan Olson, 2000)
2.2.1. Umur
Umur merupakan variabel yang sangat penting dalam mempelajari masalah kesehatan (Notoatmodjo, 2002).
2.2.2. Pendidikan
Pendidikan diartikan sebagai suatu usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak, yang bertujuan kepada kedewasaan, tujuannya adalah pendewasaan anak. Menurut Notoatmodjo (2002), pendidikan dalam arti formal adalah suatu proses penyampaian bahan/materi pendidikan oleh pendidik kepada sasaran pendidik guna mencapai perubahan perilaku (tujuan).
2.2.3. Status Perkawinan
Menurut Becker yang dikutip oleh Smet (1984), seseorang dalam melakukan tindakan atau melakukan suatu perilaku tidak lepas dari peran pertimbangan keluarga seperti anak dan suami.
(44)
2.2.4. Status Sosial Ekonomi
Menurut teori Green status sosial ekonomi seseorang juga menentukan seseorang melakukan suatu tindakan. Berdasarkan status sosial ekonomi orang akan memilih apa yang akan dilakukan. Menurut Sarwono (1997), seorang memilih dan menentukan suatu keputusan untuk melakukan tindakan akan dipengaruhi oleh ketersediaan biaya yang dimiliki.
2.2.5. Perilaku dan Bentuk-bentuk Perilaku
Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respons/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respons ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat (overt) sedangkan perilaku pasif tidaklah tampak, seperti misalnya pengetahuan, persepsi atau motivasi. Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku kedalam tiga domain yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah knowledge, attitude, practice
(45)
2.2.5.1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap sutu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni melalui mata dan telinga.
Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari pengalaman orang lain yang disampaikan kepadanya, dari buku, teman, orang tua, guru, rasio, televisi, foster majalah dan surat kabar (Sarwono, 1997).
Pengetahuan yang ada pada diri manusia bertujuan untuk dapat menjawab masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya sehari-hari dan digunakan untuk menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia. Dalam hal ini pengetahuan dapat diibaratkan sebagai suatu alat yang dipakai manusia dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapinya (Notoatmodjo, 2002).
Menurut Notoatmodjo (2002), domain kognitif pengetahuan mempunyai 6 (enam) tingkatan, yaitu:
1. Tahu, yaitu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk di dalam pengetahuan ini ialah mengingat kembali
(recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” merupakan tingkat pengetahuan yang rendah. Untuk mengukur bahwa seseorang tahu dapat diukur dari kemampuan orang tersebut menyebutkannya, menguraikan, mendefinisikan,
(46)
memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menguraikan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah paham terhadap suatu objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, terhadap objek yang dipelajari.
2. Aplikasi, yaitu diartikan sebagai kemampuan untuk mempergunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dalam konteks atau situasi lain.
3. Analisis, yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen terapi masih di dalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
4. Sintesis, yaitu menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formalisasi dari formulasi-formulasi yang telah ada.
5. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
2.2.5.2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Disebut juga bahwa sikap itu merupakan kesiapan
(47)
atau kesediaan untuk bertindak dan juga merupakan pelaksanaan motif tertentu (Notoatmodjo, 2002).
Menurut Gerungan (1991), sikap merupakan pendapat maupun pandangan seseorang tentang suatu objek yang mendahului tindakannya. Sikap tidak mungkin terbentuk sebelum mendapat informasi, melihat atau mengalami sendiri suatu objek.
Manusia dilahirkan dengan sikap pandangan ataupun sikap perasaan tertentu, tetapi sikap tersebut terbentuk sepanjang perkembangannya. Peranan sikap di dalam kehidupan manusia sangat besar, sebab apabila sudah terbentuk pada diri manusia, maka sikap itu akan turut menentukan cara-cara tingkah lakunya terhadap objek-objek sikapnya. Adanya sikap akan menyebabkan manusia bertindak secara khas terhadap objeknya. Sikap dapat dibedakan menjadi (Notoatmodjo, 2002):
1. Sikap Sosial
Suatu sikap sosial yang dinyatakan oleh cara-cara kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap objek sosial. Sikap sosial menyebabkan terjadinya cara-cara tingkah laku yang dinyatakan berulang-ulang terhadap suatu objek sosial, dan biasanya objek sosial itu dinyatakan tidak hanya oleh seseorang saja tetapi oleh orang lain yang sekelompok atau semasyarakat.
2. Sikap Individu
Sikap individu dimiliki hanya oleh seseorang saja, di mana sikap-sikap individual berkenaan dengan objek-objek yang bukan merupakan objek perhatian sosial. Sikap individu dibentuk karena sifat-sifat pribadi diri sendiri.
(48)
Sikap dapat diartikan sebagai suatu bentuk kecenderungan untuk bertingkah laku, dapat juga diartikan sebagai suatu bentuk respon evaluatif yaitu suatu respon yang sudah dalam pertimbangan oleh individu yang bersangkutan.
Sikap mempunyai karaktarisik: 1. Selalu ada objeknya. 2. Biasanya bersifat evaluatif. 3. Relatif mantap.
4. Dapat dirubah.
Sikap adalah kecenderungan untuk berespon baik secara positif atau negatif terhadap orang lain, objek atau situasi. Sikap tidak sama dengan perilaku dan kadang-kadang sikap tersebut baru diketahui setelah seseorang itu berperilaku. Tetapi sikap selalu tercermin dari perilaku seseorang.
Menurut Ahmadi sikap dibedakan menjadi (Notoatmodjo, 2002):
1. Sikap negatif, yaitu: sikap yang menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku di mana individu itu berada.
2. Sikap positif, yaitu: sikap yang menunjukkan menerima atau menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku di mana individu itu berada.
Menurut Notoatmodjo (2002), sikap mempunyai beberapa tingkatan yaitu: 1. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang atau subjek mau dan
(49)
2. Merespon (responding), memberi jawaban apabila diotaknya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari suatu sikap, karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.
3. Bertanggung jawab (responsibel), bertanggung jawab atas sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko atau merupakan sikap yang paling tinggi. 4. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung, secara langsung dapat dinyatakan pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek, secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden.
2.2.5.3. Tindakan
Suatu rangsang akan direspon oleh sesorang sesuai dengan arti rangsangan tersebut bagi orang yang bersangkutan. Respon atau reaksi inilah yang disebut perilaku, bentuk-bentuk perilaku itu sendiri dapat bersifat sederhana dan kompleks.
Dalam peraturan teoritis, tingkah laku dibedakan atas sikap, di mana sikap diartikan sebagai suatu kecenderungan potensi untuk mengadakan reaksi (tingkah laku). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu tindakan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan atau suatu fasilitas.
(50)
Tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari tubuh setelah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar tubuh suatu lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Secara logis, sikap dapat dicerminkan dalam suatu bentuk tindakan namun tidak pula dapat dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis (Notoatmodjo, 2002).
Tindakan terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu (Notoatmodjo, 2002):
1. Persepsi, mengenal dan memilih sebagai objek sehubungan dengan tindakan
yang akan diambil.
2. Respons terpimpin, dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar.
3. Mekanisme, apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar
secara otomatis atau atau sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan.
4. Adaptasi, suatu tindakan yang sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
(51)
a. Kerangka Konsep
Variabel independen/bebas
Variabel dependen/terikat
Faktor Internal Umur
Status Pernikahan Pendidikan Pengetahuan Sikap
Tindakan Penangulangan
Flu Burung
Faktor Eksternal
Intervensi Petugas Kelurahan Intervensi Petugas Kesehatan Media Cetak
Media Elektronik
(52)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat survey dengan pendekatan Explanatory Research
(penelitian penjelasan) yang bertujuan untuk menganalisa pengaruh atau analisa kecenderungan antara variabel-variabel penelitian melalui pengujuan hipotesa (Singarimbun, 1985).
Dalam penelitian ini akan menganalisa faktor internal (umur, pendidikan, pengetahuan, sikap) dan faktor eksternal (intervensi petugas peternakan, intervensi petugas kesehatan, iklan layanan) masyarakat terhadap penanggulangan penyakit flu burung di Desa Telaga Tujuh Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Labuhan Deli tepatnya di Desa Telaga Tujuh Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009.
Alasan lokasi penelitian:
1. Ditemukannya kasus suspek flu burung.
(53)
3. Belum pernah dilakukannya penelitian sejenis. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu 10 bulan sejak bulan November 2008 sampai dengan Agustus 2009. Dimulai dari pelaksanaan, konsultasi judul, persiapan proposal penelitian, persiapan proposal kolokium/seminar proposal, pengumpulan data serta melakukan analisa data, penyusunan hasil penelitian, seminar hasil penelitian dan ujian komprehensif.
Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang mempunyai potensi tertular terutama pemelihara unggas di Kecamatan Labuhan Deli, dengan jumlah populasi 168 orang.
Sampel diambil secara random sampling dari populasi, dengan jumlah sampel dihitung dengan rumus Vincent sebagai berikut:
p p Zc NG p p Zc N n 1 ( . ) 1 ( . 2 2 ) 5 , 0 1 ( 5 , 0 ) 96 , 1 ( ) 1 , 0 ( 168 ) 5 , 0 1 ( 5 , 0 ) 96 , 1 ( 168 2 2 n 60,96
n berarti sampel 61 orang Keterangan: n = jumlah sampel
N = jumlah populasi p = proporsi populasi
(54)
G = galat pendugaan (0,5)
Zc = taraf kepercayaan 95 % (1,96)
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
Diperoleh dari hasil wawancara dengan responden yang berpedoman pada kuesioner.
3.4.2. Data Sekunder
Diperoleh dari mengadakan pencatatan terhadap data-data yang dibutuhkan dari Puskesmas Labuhan Deli.
3.5. Definisi Operasional
1. Umur adalah lama hidup responden yang dihitung melalui ulang tahun terakhir responden dalam tahun pada saat penelitian dilakukan.
2. Status pernikahan adalah kondisi pernikahan responden yang terdiri dari nikah dan belum menikah.
3. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang pernah dilalui responden sampai memperoleh tanda tamat sekolah (ijazah).
4. Intervensi Petugas Peternakan adalah ada atau tidaknya penyuluhan untuk pencegahan flu burung dari petugas peternakan.
5. Petugas Kesehatan adalah ada atau tidaknya penyuluhan untuk pencegahan flu burung dari petugas kesehatan (Puskesmas).
(55)
6. Media Cetak adalah sarana tertulis yang digunakan responden untuk mendapatkan informasi untuk pencegahan flu burung (koran, brosur, leaflet, poster, dan lain-lain).
7. Media Elektronik adalah sarana elektronik yang digunakan responden untuk mendapatkan informasi untuk pencegahan flu burung (Radio, TV).
8. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang dipahami oleh responden tentang flu burung, misalnya penyebab, gejala, dan penanganan flu burung.
9. Sikap adalah pandangan responden tentang anjuran-anjuran pencegahan flu burung.
10.Tindakan adalah segala sesuatu yang dilakukan responden dalam hal penanggulangan flu burung.
3.6. Aspek Pengukuran
Data primer yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan yaitu dengan kuesioner untuk memberikan gambaran sejauh mana tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan responden terhadap Flu Burung.
A. Pengetahuan
Pada kuesioner responden diminta untuk menjawab pertanyaan Benar-Salah, jika jawaban responden sesuai dengan kunci jawaban yang ada, maka akan diberi skor 1, sedangkan bila jawaban responden tidak sesuai dengan kunci jawaban yang ada maka akan diberi skor 0, dengan distribusi pengetahuan responden dikategorikan sebagai berikut:
(56)
Tingkat pengetahuan Baik, apabila memenuhi bobot ≥ 50 % Tingkat pengetahuan Tidak Baik, apabila memenuhi bobot <50% B. Sikap
Pada kuesioner responden diminta untuk menanggapi Setuju-Tidak Setuju terhadap pernyataan, jika jawaban responden sesuai dengan kunci jawaban yang ada, maka akan diberi skor 1, sedangkan bila jawaban responden tidak sesuai dengan kunci jawaban yang ada maka akan diberi skor 0, dengan distribusi pengetahuan responden dikategorikan sebagai berikut:
Tingkat sikap Baik, apabila memenuhi bobot ≥ 50 % Tingkat sikap Tidak Baik, apabila memenuhi bobot <50% C. Tindakan
Pada kuesioner responden diminta untuk menjawab Ya – Tidak terhadap pertanyaan untuk tindakan yang dilakukan selama 6 (enam) bulan sebelum penelitian dilakukan, jika jawaban responden sesuai dengan kunci jawaban yang ada, maka akan diberi skor 1, sedangkan bila jawaban responden tidak sesuai dengan kunci jawaban yang ada maka akan diberi skor 0, dengan distribusi pengetahuan responden dikategorikan sebagai berikut:
Tingkat tindakan Baik, apabila memenuhi bobot ≥ 50 % Tingkat tindakan Tidak Baik, apabila memenuhi bobot <50%
(57)
3.7. Tehnik Pengumpulan Data
Data primer dan data sekunder yang telah dikumpulkan dianalisis dengan proses pengolahan data yang mencakup antara lain kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1. Editing, data yang diolah, dirapikan diseragamkan sehingga terlihat jelas sifat-sifat yang dimiliki data tersebut.
2. Tabulasi, data dikelompokkan sesuai dengan sifat yang dimiliki dan
dipindahkan ke dalam suatu tabel dan disesuaikan dengan tujuan kemudian dianalisis secara deskriptif.
3. Coding, yaitu untuk memudahkan proses entri data tiap jawaban diberi kode dan skor.
4. Entri, data yang diperoleh dientri ke dalam sistem SPSS. 5. Penyajian data/laporan. Data disajikan dalam bentuk tabel.
3.8. Analisis Data
Data yang diperoleh diolah melalui proses editing dan coding dengan bantuan komputer menggunakan program SPSS (Statistical Package For Service Solution) sebagai berikut:
Analisis univariat yaitu analisa dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang masing-masing variabel independen dan dependen dalam bentuk distribusi frekuensi dan tabulasi silang secara manual.
(58)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian
Secara geografis wilayah Kecamatan Labuhan Deli terletak pada 30-370 lintang Utara dan 980-470 dengan luas wilayahnya 12.723 km2 dengan batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka dan Kabupaten Langkat. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Medan dan Kecamatan Sunggal. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Hamparan Perak.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Percut Sei Tuan dan Kota Medan. Di mana wilayahnya terdiri dari 5 desa yang terdiri dari 60 dusun, dengan jumlah penduduknya ± 48.857 jiwa dengan kepadatan penduduk 3.84 jiwa/km2.
Berdasarkan mata pencaharian penduduknya daerah ini penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani dan peternak. Berdasarkan data dari Dinas Peternakan Kecamatan Labuhan Deli terdapat 168 rumah tangga yang memelihara ternak seperti ayam, bebek, lembu, sapi, kerbau.
(59)
4.2. Analisis Univariat 4.2.1. Faktor Internal 4.2.1.1. Karakteristik individu
Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Individu No. Variabel Karakteristik Individu Frekuensi Persentase
1 Umur :
a. <=25 4 6.6
b. 26-50 39 63.9
c. >50 18 29.5
Total 61 100.0
2 Status Pernikahan :
a. Belum menikah 1 1.6
b. Menikah 56 91.8
c. Duda/janda 4 6.6
Total 61 100.0
3 Tingkat Pendidikan :
a. SD 37 60.7
b. SLTP 4 6.6
c. SLTA 7 11.5
d. Diploma/Sarjana 1 1.6
e. Tidak tamat SD 12 19.7
Total 61 100.0
Karakteristik responden yang ditanyakan dalam penelitian ini meliputi umur, status perkawinan, dan tingkat pendidikan. Berdasarkan Tabel 4.1 di atas, dapat kita lihat frekuensi umur responden pada umur ≤ 25 tahun ada 4 orang (6,6%), umur 26-50 tahun ada 39 orang (63,9%), dan umur >26-50 tahun ada 18 orang (29,5%). Frekuensi status pernikahan responden yang belum menikah ada 1 orang (1,6%), menikah ada 56 orang (91,8%), dan janda/duda ada 4 orang (6,6%). Frekuensi pendidikan responden yang SD ada 37 orang (60,7%), SLTP ada 4 orang (6,6%), SLTA ada 7
(60)
orang (11,5%), Diploma/Sarjana ada 1 orang (1,6%), dan tidak tamat SD ada 12 orang (19,7%).
4.2.1.2. Distribusi pengetahuan responden
Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan
Benar Salah No. Pengetahuan
F % F %
1 Flu burung adalah penyakit akut menular yang
disebabkan oleh virus H5N1 59 96.7 2 3.3
2
Flu burung sangat berbahaya karena menyebabkan kematian unggas secara mendadak dan menyebar dengan cepat
59 96.7 2 3.3
3 Flu burung tidak dapat menular pada manusia dan
menyebabkan kematian 46 75.4 15 24.6
4 Virus dapat mati jika makanan di masak hingga
matang 44 72.1 17 27.9
5 Kotoran dari unggas yang terkena virus atau
burung-burung liar bisa menularkan penyakit 37 60.7 24 39.3
6
Gejala Flu Burung pada ayam adalah jengger bengkak, berwarna biru atau berdarah, bulu-bulu berguguran, kaki berdarah
43 70.5 18 29.5
7 Unggas seperti itik, angsa bisa terinfeksi oleh virus
flu burung tanpa menunjukkan gejala sedikit pun 54 88.5 7 11.5
8 Memberi vaksin pada unggas yang sehat tidak dapat
mencegah berjangkitnya infeksi virus Flu Burung 55 90.2 6 9.8
9 Mengalami sesak nafas, batuk, sakit kepala, dan
tanpa demam adalah gejala Flu Burung pada Manusia 47 77 14 23
10 Kita boleh memakan daging ayam yang sakit asalkan
dimasak dengan matang 21 34.4 40 65.6
11 Memakan telur mentah dapat berpotensi menularkan
Flu Burung 44 72.1 17 27.9
12 Flu burung sudah dapat berpindah dari manusia ke
manusia 33 54.1 28 45.9
13 Flu burung dapat dicegah dengan membersihkan
kandang dengan rutin 50 82 11 18
14
Menggunakan Alat Pelindung Diri seperti masker dan sarung tangan dapat menurunkan resiko terkena flu burung
47 77 14 23
15 Cara menghindari flu burung, unggas lebih baik
(61)
Lanjutan Tabel 4.2.
16 Untuk menghindari flu burung, perlu dibersihkan
halaman sekitar kandang setiap hari 53 86.9 8 13.1
17 Menggunakan perlu dilakukan pemberian vaksin agar
unggas tidak terkena penyakit flu burung 53 86.9 8 13.1
Berdasarkan Tabel 4.2 di atas, dapat kita lihat bahwa sebagian besar responden yang menyatakan bahwa flu burung adalah penyakit akut menular yang disebabkan oleh virus H5N1 benar ada 59 orang (96,7%). Flu burung sangat berbahaya karena menyebabkan kematian unggas secara mendadak dan meyebar dengan cepat sebagian besar responden menjawab adalah benar ada 59 orang (96,7%). Flu burung tidak dapat menular pada manusia dan menyebabkan kematian sebagian besar responden menjawab adalah benar ada 46 orang (75,4%). Virus flu burung dapat mati jika makanan dimasak hingga matang sebagian besar responden menjawab adalah benar ada 44 orang (72,1%). Kotoran dari unggas yang terkena virus atau burung-burung liar dapat menularkan penyakit sebagian besar responden menjawab adalah benar ada 37 orang (60,7%). Gejala flu burung pada ayam adalah jengger bengkak, berwarna biru atau berdarah, bulu-bulu berguguran, kaki berdarah sebagian besar responden menjawab adalah benar ada 43 orang (70,5%). Unggas seperti itik dan angsa dapat terinfeksi oleh virus flu burung tanpa menunjukkan gejala sedikitpun sebagian besar responden menjawab adalah benar ada 54 orang (88,5%). Memberi vaksin pada unggas yang sehat tidak dapat mencegah berjangkitnya infeksi virus flu burung sebagian besar responden menjawab adalah benar ada 55 orang (90,2%). Mengalami sesak nafas, batuk, sakit kepala, dan tanpa demam adalah gejala
(62)
flu burung pada manusia sebagian besar responden menjawab adalah benar ada 47 orang (77%). Kita boleh memakan daging ayam yang sakit asalkan dimasak dengan matang sebagian besar responden menyatakan salah ada 40 orang (65,6%). Memakan telur mentah dapat berpotensi menularkan flu burung sebagian besar responden menjawab adalah benar ada 44 orang (72,1%). Flu burung sudah dapat berpindah dari manusia ke manusia sebagian besar responden menjawab adalah benar ada 33 orang (54,1%). Menggunakan alat pelindung diri seperti masker dan sarung tangan dapat menurunkan resiko terkena flu burung sebagian besar responden menjawab adalah benar ada 47 orang (77%). Untuk menghindari flu burung, unggas lebih baik berkeliaran dari pada dikandangkan sebagian besar responden menjawab adalah benar ada 37 orang (60,7%). Untuk menghindari flu burung, perlu dibersihkan halaman sekitar kandang setiap hari sebagian besar responden menjawab adalah benar ada 53 orang (86,9%). Perlu dilakukan pemberian vaksin agar unggas tidak terkena penyakit flu burung sebagian besar responden menjawab adalah benar ada 53 orang (86,9%). Tabel 4.3. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden terhadap
Penanggu-langan Flu Burung
Tingkat Pengetahuan
Responden Frekuensi Persentase
Baik 13 21.3
Tidak Baik 48 78.7
Total 61 100.0
Berdasarkan perhitungan jawaban responden untuk kategori pengetahuan tentang penanggulangan flu burung yang sesuai dengan Tabel 4.3 di atas, dapat kita lihat frekuensi responden yang paling sedikit memiliki pengetahuan baik ada 13
(1)
Correlations
Correlations
1 .259*
.044
61 61
.259* 1
.044
61 61
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Faktor Internal
Tindakan Responden
Faktor Internal
Tindakan Responden
Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). *.
Correlations
Correlations
1 -.035
.786
61 61
-.035 1
.786
61 61
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Faktor Eksternal
Tindakan Responden
Faktor Eksternal
Tindakan Responden
(2)
Regression
Variables Entered/Removed b
Media Elektronik, pendidika n, Pengetahu an Responde n, umur responde n, Media Cetak, status pernikaha n, Intervensi Petugas Peternaka n, Sikap Responde n, Intervensi Petugas
Kesehatan a
. Enter
Model 1
Variables Entered
Variables
Removed Method
All requested variables entered. a.
Dependent Variable: Tindakan Responden b.
Model Summary
.795a .631 .566 .286
Model 1
R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Predictors: (Constant), Media Elektronik, pendidikan, Pengetahuan Responden, umur responden, Media Cetak, status pernikahan, Intervensi Petugas Peternakan, Sikap Responden, Intervensi Petugas Kesehatan
(3)
ANOVAb
7.142 9 .794 9.707 .000a
4.169 51 .082
11.311 60
Regression Residual Total Model 1
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), Media Elektronik, pendidikan, Pengetahuan Responden, umur responden, Media Cetak, status pernikahan, Intervensi Petugas Peternakan, Sikap Responden, Intervensi Petugas Kesehatan
a.
Dependent Variable: Tindakan Responden b.
Coefficientsa
1.024 .376 2.724 .009
-.101 .070 -.130 -1.430 .159
-.341 .144 -.223 -2.368 .022
.062 .025 .231 2.496 .016
.167 .123 .158 1.348 .183
.708 .137 .632 5.165 .000
-.152 .341 -.126 -.447 .657
.275 .319 .236 .862 .393
.079 .088 .086 .895 .375
-.138 .155 -.095 -.889 .378
(Constant) umur responden status pernikahan pendidikan
Pengetahuan Responden Sikap Responden Intervensi Petugas Kesehatan Intervensi Petugas Peternakan Media Cetak Media Elektronik Model
1
B Std. Error Unstandardized
Coefficients
Beta Standardized
Coefficients
t Sig.
Dependent Variable: Tindakan Responden a.
Tabel Kontingensi 2x2 untuk Pengetahuan*Tindakan :
Tindakan
Sedang Baik Jumlah
Sedang 41 7 48
Pengetahuan
Baik 5 8 13
Jumlah 46 15 61
Tabel Penolong :
Sel Oij Eij {|Oij‐Eij|‐o,5}²/Eij
(4)
b1k2 7 11,80 1,57
b2k1 5 9,80 1,89
b2k2 8 3,20 5,78
X²H = 9,75
Titik Kritis : X²c = X²0,05(2-1)(2-1) = X²0,05;1 = 3,841
Daerah Kritis : Tolak Ho, jika X²H > X²c, dan ternyata X²H (9,75) > X²c (3,841), atau dengan kata lain Ho ditolak. Berarti terbukti secara signifikan pada α=0,05, pengetahuan responden mempengaruhi tindakan responden dalam penanggulangan flu burung.
Tabel Kontingensi 2x2 untuk Sikap*Tindakan :
Tindakan
Sedang Baik Jumlah
Sedang 45 5 50
Sikap
Baik 1 10 11
Jumlah 46 15 61
Tabel Penolong :
Sel Oij Eij {|Oij‐Eij|‐o,5}²/Eij
b1k1 45 37,70 1,23
b1k2 5 12,30 3,76
b2k1 1 8,30 5,57
b2k2 10 2,70 17,13
X²H = 27,69
Titik Kritis : X²c = X²0,05(2-1)(2-1) = X²0,05;1 = 3,841
Daerah Kritis : Tolak Ho, jika X²H > X²c, dan ternyata X²H (27,69) > X²c (3,841), atau dengan kata lain Ho ditolak. Berarti terbukti secara signifikan pada α=0,05, sikap responden mempengaruhi tindakan responden dalam penanggulangan flu burung. Tabel Kontingensi 2x2 untuk Intervensi Petugas Kesehatan*Tindakan :
Tindakan
Sedang Baik Jumlah
Pernah 38 14 52
Intervensi Petugas
Kesehatan Tidak
Pernah 8 1 9
Jumlah 46 15 61
(5)
Sel Oij Eij {|Oij‐Eij|‐o,5}²/Eij
b1k1 38 39,21 0,01
b1k2 14 12,79 0,04
b2k1 8 6,79 0,07
b2k2 1 2,21 0,23
X²H = 0,35
Titik Kritis : X²c = X²0,05(2-1)(2-1) = X²0,05;1 = 3,841
Daerah Kritis : Tolak Ho, jika X²H > X²c, dan ternyata X²H (0,35) < X²c (3,841), atau dengan kata lain Ho diterima. Berarti terbukti secara signifikan pada α=0,05, intervensi petugas kesehatan tidak mempengaruhi tindakan responden dalam penanggulangan flu burung.
Tabel Kontingensi 2x2 untuk Intervensi Petugas Peternakan*Tindakan :
Tindakan
Sedang Baik Jumlah
Pernah 38 13 51
Intervensi Petugas
Peternakan Tidak
Pernah 8 2 10
Jumlah 46 15 61
Tabel Penolong :
Sel Oij Eij {|Oij‐Eij|‐o,5}²/Eij
b1k1 38 38,46 0,00
b1k2 13 12,54 0,00
b2k1 8 7,54 0,00
b2k2 2 2,46 0,00
X²H = 0,00
Titik Kritis : X²c = X²0,05(2-1)(2-1) = X²0,05;1 = 3,841
Daerah Kritis : Tolak Ho, jika X²H > X²c, dan ternyata X²H (0,00) < X²c (3,841), atau dengan kata lain Ho diterima. Berarti terbukti secara signifikan pada α=0,05, intervensi petugas peternakan tidak mempengaruhi tindakan responden dalam penanggulangan flu burung.
Tabel Kontingensi 2x2 untuk Intervensi media cetak*Tindakan :
Tindakan
Sedang Baik Jumlah
Pernah 33 8 41
Media Cetak
(6)
Pernah
Jumlah 46 15 61
Tabel Penolong :
Sel Oij Eij {|Oij‐Eij|‐o,5}²/Eij
b1k1 33 30,92 0,08
b1k2 8 10,08 0,25
b2k1 13 15,08 0,17
b2k2 7 4,92 0,51
X²H = 1,01
Titik Kritis : X²c = X²0,05(2-1)(2-1) = X²0,05;1 = 3,841
Daerah Kritis : Tolak Ho, jika X²H > X²c, dan ternyata X²H (1,01) < X²c (3,841), atau dengan kata lain Ho diterima. Berarti terbukti secara signifikan pada α=0,05, media cetak tidak mempengaruhi tindakan responden dalam penanggulangan flu burung.
Tabel Kontingensi 2x2 untuk Intervensi media elektronik*Tindakan :
Tindakan
Sedang Baik Jumlah
Pernah 40 15 55
Media Elektronik Tidak
Pernah 6 0 6
Jumlah 46 15 61
Tabel Penolong :
Sel Oij Eij {|Oij‐Eij|‐o,5}²/Eij
b1k1 40 41,48 0,02
b1k2 15 13,52 0,07
b2k1 6 4,52 0,21
b2k2 0 1,48 0,65
X²H = 0,95
Titik Kritis : X²c = X²0,05(2-1)(2-1) = X²0,05;1 = 3,841
Daerah Kritis : Tolak Ho, jika X²H > X²c, dan ternyata X²H (0,95) < X²c (3,841), atau dengan kata lain Ho diterima. Berarti terbukti secara signifikan pada α=0,05, media elektronik tidak mempengaruhi tindakan responden dalam penanggulangan flu burung.