Penggunaan Bakteri Dari Lumpur Aktif Untuk Menurunkan Nilai Cod (Chemical Oxygen Demand) Limbah Cair Industri Oleokimia Di Pt. Socimas

(1)

PENGGUNAAN BAKTERI DARI LUMPUR AKTIF UNTUK MENURUNKAN NILAI COD (CHEMICAL OXYGEN DEMAND) LIMBAH CAIR INDUSTRI

OLEOKIMIA DI PT. SOCIMAS

SKRIPSI

DEWI SARTIKA 110822002

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

PERSETUJUAN

Judul : PENGGUNAAN BAKTERI DARI

LUMPUR AKTIF UNTUK MENURUNKAN NILAI COD LIMBAH INDUSTRI OLEOKIMIA DI PT. SOCIMAS

Kategori : SKRIPSI

Nama : DEWI SARTIKA

Nomor Induk Mahasiswa : 110822002

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs. Firman Sebayang, MS DR. Rumondang Bulan, MS Nip. 195607261985031001 Nip. 195408301985032001

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

DR. Rumondang Bulan, MS Nip. 195408301985032001


(3)

PERNYATAAN

PENGGUNAAN BAKTERI DARI LUMPUR AKTIF UNTUK MENURUNKAN NILAI COD (CHEMICAL OXYGEN DEMAND) LIMBAH CAIR INDUSTRI

OLEOKIMIA DI PT. SOCIMAS

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2015

DEWI SARTIKA 110822002


(4)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGGUNAAN BAKTERI DARI LUMPUR AKTIF UNTUK MENURUNKAN NILAI COD (CHEMICAL OXYGEN DEMAND) LIMBAH CAIR INDUSTRI OLEOKIMIA DI PT. SOCIMAS ,” dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana sains pada program studi Kimia FMIPA USU. Oleh karena itu penulis menyampaikan penghargaan dan ungkapan terima kasih kepada:

1. Ayah dan Ibu yang telah memberikan dukungannya baik materi dan moril. 2. Dosen pembimbing Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS dan Bapak Drs.

Firman Sebayang, MS yang telah memberikan bimbingan dan perhatian kepada penulis.

3. Pak Mannius Sianipar selaku Manajer Lab. QC, kak Eva Sinaga selaku Staff Kepala General, pak Parulian Sianipar, pak Toni, pak Henry, pak Toyib dan seluruh staff bagian WWTP yang baik hati dan semua pihak PT. Socimas ya-ng telah membantu saya selama penelitian ini berlaya-ngsuya-ng.

4. Kepala dan seluruh asisten Laboratorium Mikrobiologi FFARMASI dan Biokimia FMIPA USU yang telah memberikan bantuan selama penelitian berlangsung.

5. Teman-teman saya Helga Flora Butar-butar, Hotdinawati Sitinjak, Fitri Angelina Sinaga dan teman teman yang lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang memberi dukungan dan semangat sehingga peneliti tetap semangat dalam menjalankan penelitian.

6. Dan kepada seluruh pihak yang telah berjasa membantu peneliti selama melakukan penelitian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2015


(5)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang penggunaan bakteri dari lumpur aktif untuk menurunkan nilai Chemical Oxygen Demand (COD) limbah cair industri oleokimia di PT. Socimas. Hasil isolasi bakteri dari lumpur aktif menghasilkan 3 jenis koloni yang berbeda yaitu bakteri koloni kuning, koloni orange dan koloni krem. Ke 3 jenis koloni bakteri ini masing-masing dimasukkan ke dalam air limbah untuk diukur nilai COD nya menggunakan metode refluks terbuka. Dari hasil penelitian dengan perbandingan masing masing bakteri sp1, sp2, sp3 dan sp4 dengan volume air limbah variasi volume 1:10 (v/v) persen penurunan nilai COD masing-masing adalah 18,59%, 19,40%, 22,36% dan 23,14%, dengan variasi volume 1:100 (v/v) persen penurunan nilai COD masing-masing adalah 42,86%, 48,43%, 51,96% dan 53,16% dan dengan adanya pencampuran dua jenis bakteri ke dalam air limbah variasi volume 1:1:100 (v/v) persen penurunan nilai COD masing-masing adalah 30,90%, 33,09% dan 35,31%.


(6)

THE USING OF BACTERIA FROM ACTIVATED SLUDGE TO DECREASE OF CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) VALUE WASTE LIQUID OF

OLEOCHEMICAL INDUSTRY IN PT. SOCIMAS

ABSTRACT

The research about theusing of bacteria from activated sludge to decrease of Chemical Oxygen Demand (COD) value waste liquid of oleochemical industry in PT. Socimas. The result of bacteria isolation from activated sludge is yellow bacteria colony, orange bacteria colony and cream bacteria colony. Each of this bacteria put in waste water to test the value of COD with opened reflux method. The result of the research by compared each of bacteria sp1, sp2, sp3 and sp4 with waste water volume with volume variation 1:10 (v/v) is 18,59%, 19,40%, 22,36% and 23,14% and with volume variation 1:100 (v/v) is 42,86%, 48,43%, 51,96% and 53,16% and with mix two colony of bacteria with waste water with volume variation 1:1:100 (v/v) is 30,90%, 33,09% and 35,31%.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN iii

PENGHARGAAN iv

ABSTRAK v

ABSTRACK vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB 1 : Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

1 1.2 Permasalahan 2

1.3 Pembatasan Masalah 2

1.4 Tujuan Penelitian 2

1.5 Manfaat Penelitian 2

1.6 Lokasi Penelitian 3

1.7 Metode Penelitian 3

Bab 2 : Tinjauan Pustaka

2.1 Bakteri 4

2.1.1 Struktur Bakteri 4

2.1.2 Bentuk - Bentuk Bakteri 8

2.2 Persyaratan Nutrisi 11

2.3 Enzim 12

2.3.1 Sifat-Sifat Fisik dan Kimiawi Enzim 14 2.3.1 Sifat dan Mekanisme Kerja Enzim 15

2.4 Metabolisme 16

2.4.1 Metabolisme Karbohidrat 16 2.4.2 Metabolisme Lemak 17 2.4.2 Metabolisme Protein 19

2.5 Isolasi Bakteri 20

2.6 Teknik Pewarnaan 21

2.7 Pertumbuhan Mikroorganisme 23

2.8 Sifat Sifat Air Limbah 24

2.8.1 Sifat Kimia Air Limbah 24 2.8.2 Sifat Biologis Air Limbah 26 2.9 Pengolahan Kedua Air Limbah 27 2.9.1 Proses Penambahan Oksigen 27 2.9.2 Pertumbuhan Bakteri dalam Bak Reaktor 29


(8)

2.10 Nutrien Agar 33 2.11 Chemical Oxygen Demand (COD) 34

2.12 Kalium Bikromat (K2Cr2O7) 36

2.13 Lumpur Aktif 36

Bab 3 : Alat dan Bahan

3.1 Alat-alat 38

3.2 Bahan- bahan 39

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Media dan Larutan Pereaksi

3.3.1.1 Media Nutrient Agar (NA) 39 3.3.1.2 Media Nutrient Broth (NB) 39 3.3.1.3 Media Briliant Green Lactose Broth (BGLB) 40 3.3.2 Identifikasi Golongan Bakteri Dengan Pengecatan Gram 40

3.3.3 Pembuatan Agar Miring 41

3.3.4 Perbanyakan Bakteri Pada Agar Miring 41 3.3.5 Pembuatan Inokulum Bakteri 41 3.3.6Pengujian COD air limbah dengan menambahkan 41

Bakteri yang Telah Dipisahkan 3.3.7 Pembuatan Pereaksi

3.3.7.1Larutan K2Cr2O7 0,25 N 41 3.3.7.2 Larutan Indikator Fenantrolin Fero Sulfat 42 3.3.7.3 Larutan Ferro Ammonium Sulfat 0,1N. 42 3.3.8 Penentuan nilai COD dari Larutan blanko 43 3.3.9 Penentuan nilai COD dari Sampel 43 3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Penentuan Nilai COD dari Larutan Blanko 44 3.4.2 Penentuan Nilai COD dari Larutan Sampel 45 3.4.3 Pengukuran Nilai COD dari Air Limbah 46 Bab 4 Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Isolasi bakteri dari lumpur aktif yang berasal dari 47 tempat pembuangan air limbah akhir

4.1.2Data volume FAS 0,1002 N yang dibutuhkan dalam 47 Penentuan Nilai COD dari Sampel

4.1.3 Penentuan dan % Penurunan Nilai COD 49

4.2 Pembahasan 51

Bab 5 : Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 55

5.2 Saran 55

Daftar Pustaka 56


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Beberapa bentuk dan susunan yang khas dari sel-sel bakteri 9

Gambar 2.2 Metabolisme karbohidrat, lipid dan asam amino 20 Gambar 2.3 Gambaran umum mikroorganisme pemakan 23

zat organik di dalam air limbah

Gambar 2.4 Aerasi dengan memasukkan udara ke dalam air limbah 28 Gambar 2.5 Aerasi dengan menggunakan baling-baling 28 Gambar 2.6 Kurva pertumbuhan bakteri pada bak reaktor 30 Gambar 2.7 Penggunaan activated sludge konventional 30 Gambar 2.8 Penggunaan activated sludge dan mengontakkan dengan 31 udara (aerasi)

Gambar 2.9 Proses degradasi senyawa organik tahap 1 32 Gambar 2.10 Proses degradasi senyawa organik tahap 2 33


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel. 2.1 Fungsi Struktur Permukaan Sel Bakteri 8

Tabel. 2.2 Pewarnaan Gram 21

Tabel. 2.3 Ciri-Ciri Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif 11 Tabel. 2.4 Klasifikasi Mikroorganisme yang ada di dalam Air Limbah 26 Tabel. 4.1 Jenis dan karakteristik Bakteri Hasil Isolasi dari Tempat 47 Pembuangan Air Limbah Akhir

Tabel. 4.2 Data volume FAS 0,1002 N yang dibutuhkan dalam 48 Penentuan Nilai COD dari Sampel

Tabel. 4.3 Data Penentuan Nilai COD dan % Penurunan Nilai COD 50 Tabel. 4.4 Data Perbandingan Nilai COD Air Limbah dengan 51 menggunakan Bakteri Hasil Isolasi dan dengan menggunakan


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Tempat Pembuangan Akhir Limbah Cair Industri Oleokimia 58 di PT. Socimas

Lampiran 2. Bakteri hasil isolasi dari LumpurAktif 59Lampiran 3. Tampakan Mikroskop Hasil Uji Pewarnaan Gram Bakteri 60


(12)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang penggunaan bakteri dari lumpur aktif untuk menurunkan nilai Chemical Oxygen Demand (COD) limbah cair industri oleokimia di PT. Socimas. Hasil isolasi bakteri dari lumpur aktif menghasilkan 3 jenis koloni yang berbeda yaitu bakteri koloni kuning, koloni orange dan koloni krem. Ke 3 jenis koloni bakteri ini masing-masing dimasukkan ke dalam air limbah untuk diukur nilai COD nya menggunakan metode refluks terbuka. Dari hasil penelitian dengan perbandingan masing masing bakteri sp1, sp2, sp3 dan sp4 dengan volume air limbah variasi volume 1:10 (v/v) persen penurunan nilai COD masing-masing adalah 18,59%, 19,40%, 22,36% dan 23,14%, dengan variasi volume 1:100 (v/v) persen penurunan nilai COD masing-masing adalah 42,86%, 48,43%, 51,96% dan 53,16% dan dengan adanya pencampuran dua jenis bakteri ke dalam air limbah variasi volume 1:1:100 (v/v) persen penurunan nilai COD masing-masing adalah 30,90%, 33,09% dan 35,31%.


(13)

THE USING OF BACTERIA FROM ACTIVATED SLUDGE TO DECREASE OF CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) VALUE WASTE LIQUID OF

OLEOCHEMICAL INDUSTRY IN PT. SOCIMAS

ABSTRACT

The research about theusing of bacteria from activated sludge to decrease of Chemical Oxygen Demand (COD) value waste liquid of oleochemical industry in PT. Socimas. The result of bacteria isolation from activated sludge is yellow bacteria colony, orange bacteria colony and cream bacteria colony. Each of this bacteria put in waste water to test the value of COD with opened reflux method. The result of the research by compared each of bacteria sp1, sp2, sp3 and sp4 with waste water volume with volume variation 1:10 (v/v) is 18,59%, 19,40%, 22,36% and 23,14% and with volume variation 1:100 (v/v) is 42,86%, 48,43%, 51,96% and 53,16% and with mix two colony of bacteria with waste water with volume variation 1:1:100 (v/v) is 30,90%, 33,09% and 35,31%.


(14)

BAB1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air limbah merupakan benda sisa yang sudah tidak dipergunakan lagi. Tetapi bukan berarti bahwa tidak perlu dilakukan pengelolaan terhadap air limbah tersebut, karena apabila limbah ini tidak dikelola secara baik akan dapat menimbulkan gangguan, baik terhadap lingkungan maupun terhadap kehidupan yang ada. (Sugiharto, 1987)

Lumpur aktif (activated sludge) adalah gumpalan partikel tersuspensi yang mengandung campuran mikroorganisme aerobik yang dihasilkan melalu proses aerasi. Massa mikroorganisme yang terflokusi terdiri atas bakteri, terutama bakteri gram negatif termasuk pengoksidasi karbon dan nitrogen, pembentuk flok dan bakteri aerobik. (Gumbira, 1996)

Karena secara biologi jalur air menghasilkan pemurnian sendiri dan bakteri merupakan faktor utama yang terlibat dalam pemurnian sendiri ini. Perombakan bahan organik oleh bakteri dilakukan oleh organisme aerob dan anaerob. Dan yang terutama metabolisme aeroblah yang menghasilkan oksidasi lengkap limbah organik menjadi karbondioksida dan air. Apabila sungai banyak dipenuhi sampah industri, oksigen yang terlarut dalam air dengan cepat digunakan oleh bakteri aerob.

(Volk, 1989)

Pada pengolahan lanjutan ini, bakteri dapat digunakan sebagai pengganti bahan kimia untuk menjaga proses pengolahan limbah sealami mungkin dan meminimalkan polusi.Tak mengherankan bila banyak Industri Pengolahan Air Limbah (IPAL) menggunakan bakteri. Di samping manfaat berupa peningkatan kapasitas, peningkatan efisiensi dan pengurangan biaya operasional, suplementasi


(15)

bakteri juga menjaga proses pengolahan limbah sealami mungkin, yang menjadi

tujuan akhir dari IPAL itu sendiri

Sesuai dengan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Penggunaan Bakteri Dari Lumpur Aktif Untuk Menurunkan Nilai COD (Chemical Oxygen Demand) Limbah Cair Industri Oleokimia di PT. Socimas”.

1.2 Permasalahan

Apakah bakteri darilumpur aktif dapat menurunkan nilai COD limbah cair industri pabrik oleokimia PT. Socimas.

1.3 Pembatasan Masalah

- Air limbah yang digunakan untuk mengukur nilai COD diambil dari tempat pengolahanairlimbah pabrik oleokimia PT. Socimas.

- Bakteri yang digunakan berasal dari lumpur aktif yang diambil dari tempat pengolahan air limbah pabrik oleokimia PT. Socimas.

- Penentuan nilai COD dengan menggunakan metode yang telah dimodifikasi di PT. Socimas.

1.4 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui kemampuanbakteri darilumpur aktif yang dapat menurunkan nilai COD pada limbah cair pabrik oleokimia.


(16)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa bakteri dalamlumpur aktif dapat digunakan untuk menurunkan nilai COD limbah cair industri oleokimia PT. Socimas.

1.6 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di LaboratoriumMikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Quality Control PT. Socimas, Medan.

1.7 Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan bersifat eksperimental laboratorium dengan menggunakan bakteri yang berasal dari lumpur aktif yang diambil dari tempat pengolahan air limbah pabrik oleokimia PT. Socimas. Dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Air limbah yang telah diukur nilai CODnya kemudian disterilkan pada autoklaf pada suhu 121oC selama 30 menit.

2. Bakteri koloni krem,kuning dan orange dibiakkan pada media NA(Nutrient Agar), NB (Nutrient Broth) dan BGLB (Briliant Green Lactose Broth).

3. Penentuan nilai COD dilakukan dengan refluks terbuka dan dilakukan terhadap sampel tanpa dan dengan penambahan bakteri.

4. Dibuat perbandingan (v/v) dengan berbagai variasi antara air limbah dan inokulum bakteri kemudian diinkubasi pada suhu 35-37oC selama 24 jam dan diukur nilai CODnya.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bakteri

Bakteri adalah suatu organisme yang sederhana. Sebagai pengurai, mereka sangat diperlukan perannya untuk mengurai kembali bahan organik yang rusak dan menstabilkan limbah organik dengan perawatan organisme ini. Bakteri bereproduksi dengan kelipatan pembelahan yaitu sel terbagi lagi menjadi dua sel yang baru, masing-masing bertumbuh dan kemudian membelah lagi. Pembelahan terjadi setiap 15 sampai 30 menit dalam lingkungan yang baik dan makanan yang cukup, oksigen dan nutrisi lainnya. (Hammer, 1977)

2.1.1 Struktur Bakteri

Beberapa bagian struktural umum dijumpai pada semua bakteri seperti dinding sel dan membran sitoplasma. Struktur-struktur lainnya hanya ada pada atau di dalam sel spesies tertentu.

a). Dinding sel

Di bawah substansi ekstraseluler seperti kapsul atau lendir dan di luar membran sitoplasma, terletak dinding sel, yaitu suatu struktur amat kaku yang memberikan bentuk pada sel. Tebal dinding berkisar dari 10 sampai 35 nm; namun beberapa dinding sel amat tebal. Dinding sel merupakan bagian nyata dari berat kering total sel. Bergantung kepada spesies serta kondisi pembiakannya, dinding sel dapat mencapai 10 - 40 % dari berat kering organisme yang bersangkutan. Dinding sel bakteri penting


(18)

artinya bagi pertumbuhan dan pembelahan. Kecuali mikoplasma semua bakteri mempunyai dinding sel yang kaku.

Komposisi kimiawi dinding sel

Yang menyebabkan kakunya dinding sel ialah peptidoglikan. Polimer (molekul besar yang terdiri dari unit-unit yang diulang-ulang) yang amat besar terdiri dari tiga macam bahan pembangun: (1) N-asetilglukosamin (AGA) ,(2) asam N-asetilmuramat (AAM), dan (3) suatu peptida yang terdiri dari empat atau lima asam amino, yaitu L-alanin, D-alanin, asam D-glutamat dan lisin atau asam diaminopimelat. Dinding sel yang utuh juga mengandung komponen-komponen kimiawi lain seperti asam tekoat, protein, polisakarida, lipoprotein dan lipopolisakarida yang terikat pada peptidoglikan. Peptido glikan bersama-sama dengan dua komponen lain dinding sel yaitu asam diaminopimelat dan asam tekoat hanya dijumpai pada prokariota. Namun, susunan kimiawi serta struktur peptidoglikan bervariasi dari satu spesies bakteri ke spesies bakteri yang lain. N-asetilglukosamin dan asam N-asetilmuramat merupakan komponen konstan peptidoglikan, namun ada keragaman pada asam-asam amino yang ada dan pada sifat ikatan antara asam-asam amino ini. Penemuan penting lain yang diperoleh selama berlangsungnya identifikasi komposisi kimiawi dinding sel bakteri ialah bahwa beberapa dari asam-asam amino di dalam peptida pada peptidoglikan terdapat dalam kondfigurasi D. Ini berlawanan dengan penampilannya di dalam protein, yaitu terdapat dalam konfigurasi L.

b). Membran sitoplasma

Langsung di bawah dinding sel terletak suatu membran tipis. Perkiraan ketebalannya, yang didasarkan pada mikrograf elektron irisan-irisan tipis, ialah sekitar 7,5 nm. Membran sitoplasma amatlah penting karena mengendalikan lalu lalangnya substansi kimiawi dalam larutan, masuk ke dalam dan keluar dari sel. Amatlah menakjubkan bahwa sel mikroskopis mengapung seperti itu dalam lingkungan kimiawi yang sangat kompleks dan selalu berubah, mampu mengambil dan menahan nutrien dalam jumlah yang sesuai dan membuang kelebihan nutrien dan/atau produk-produk buangannya. Membran sitoplasma juga menyediakan peralatan biokimia untuk memindahkan ion-ion mineral, gula, asam-asam amino elektron, serta


(19)

metabolit-metabolit lain melintasi membran. Substansi-substansi dalam larutan ini, atau solut, lewat melintasi membran dengan cara difusi pasif atau angkutan aktif. Penjelasan mengenai kedua proses yang penting itu diuraikan berikut:

1). Difusi pasif (osmosis). Difusi pasif tidak membedakan solut-solut yang lewat melintasi membran pada suatu area berkonsentrasi lebih tinggi ke yang lebih rendah. Difusi pasif bekerja untuk menyamakan konsentrasi solut kedua pada sisi membran. 2). Angkutan aktif. Angkutan aktif berbeda dengan difusi pasif bersifat sangat spesifik; yaitu memperlakukan solut secara efektif. Di samping itu proses ini memungkinkan penumpukan solut di dalam sel dengan konsentrasi yang lebih tinggi daripada yang ada di luar sel. Sel-sel ini harus mampu menghimpun nutrient supaya dapat tumbuh. Proses angkutan aktif melibatkan mekanisme yang ruwet di dalam membran sitoplasma. Angkutan macam ini diwujudkan oleh senyawa-senyawa yang disebut portir membran. Bersama-sama dengan reaksi - reaksi biokimiawi yang menghasilkan energi. (Pelczar, 1986)

c). Mesosom

Mesosom merupakan lipatan atau lekukan (folding) dari membran sitoplasma yang berperan aktif dalam proses pembelahan sel dan metabolisme. Proses pembelahan sel atau binary fision dimulai dengan terbentuknya septa melintang pada membran sitoplasma di dalam mesosom, membagi dua sel induk sedemikian rupa sehingga sel anak yang terbentuk akan memiliki komponen dan sifat seperti induknya.

d). Inti sel

Sel bakteri tidak mempunyai pembungkus inti yang sebenarnya. Di dalam inti terdapat kromosom sebagai pusat informasi genetik yang mengatur semua kegiatan dari bakteri tersebut, termasuk metabolisme maupun yang menentukan sifat resistensi terhadap suatu antimikroba. Sel bakteri terkadang juga mempunyai materi genetik ekstrakromosom yang berupa small cyclic DNA yang berada di luar inti dan disebut plasmid. Plasmid secara otonom dapat mengadakan replikasi serta dapat berpindah tempat atau dipindahkan dari satu bakteri ke bakteri yang lain. Contoh plasmid adalah R-plasmid yang membawa sifat resisten terhadap suatu antibiotika.


(20)

Kapsul merupakan suatu lapisan tipis, berada di luar dinding sel dan secara kimiawi tersusun atas polisakarida, peptida atau kedua-duanya. Kapsul tidak dimiliki oleh semua bakteri dan kekompleksan susunan kimiawinya tergantung dari spesies bakteri. Kapsul dapat melindungi bakteri terhadap fagositosis. Kapsul juga menentukan derajat keganasan atau virulensi bakteri, artinya bakteri yang mempunyai kapsul lebih virulen dibandingkan yang tidak memiliki kapsul. Selain itu kapsul juga bersifat antigenik. f). Flagela (bulu cambuk)

Flagela adalah alat gerak yang tidak dimiliki oleh semua bakteri. Flagela tersusun dari protein yang disebut flagelin. Bakteri yang memiliki flagela dapat bergerak aktif dan pergerakan tersebut dapat diamati dengan cara melakukan pemeriksaan atau percobaan tetes gantung (hanging drop), pemeriksaan dengan mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope) atau melakukan penanaman pada media pembenihan semi solid.

g). Filamen aksial

Alat pergerakan yang khusus dimiliki oleh bakteri famili Treponemataceae, misalnya

Treponema pallidum. Filamen aksial ini didapatkan pada bagian dalam dinding sel bakteri dan membungkus bakteri dari satu ujung ke ujung yang lain. Bakteri yang memiliki filamen aksial pergerakannya seperti ular.

h). Pili

Pili atau fimbriae adalah struktur tambahan yang melekat pada permukaan dinding sel tetapi lebih pendek dari flagella serta lebih halus. Pili tersusun dari protein yang disebut pilin dan biasanya dimiliki bakteri gram negatif. Pili yang berfungsi sebagai alat untuk menempelkan dirinya pada sel hospes disebut colonizing factor. Selain itu, ada pili yang berperan pada proses pemindahan materi genetik dari salah satu bakteri ke bakteri yang lain, disebut sex pili.

i). Spora

Beberapa bakteri gram positif dalam keadaan tertentu dapat membentuk resting cells

yang disebut endospora (spora). Pembentukan spora akan terjadi apabila nutrisi esential yang diperlukan tidak memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan bakteri.


(21)

Prosesnya disebut sporulasi. Spora bukan merupakan alat reproduksi dan apabila keadaan menjadi baik kembali atau nutrisi esensial telah terpenuhi maka spora tersebut akan berubah menjadi bakteri lagi (bentuk vegetatif) dan prosesnya disebut germinasi. Menurut letaknya, spora dapat terletak di ujung sel bakteri (terminal spore), dapat juga terletak di subterminal atau pada bagian tengah sel bakteri. Spora dapat bertahan bertahun-tahun sehingga bakteri tersebut dapat bersifat dormant (hidup, tetapi tidak berkembang biak). (Tim Mikrobiologi FK, 2003)

Tabel 2.1 Fungsi struktur permukaan sel bakteri

NO. STRUKTUR FUNGSI KOMPOSISI KIMIAWI

1. Flagela Lokomosi Protein

2. Pili Tabung konjugasi pelekatan sel

Protein

3. Kapsul dan bahan ekstraselular

Penutup lindung, pelekatan sel, makanan cadangan

Polisakarida, polipeptide

4. Dinding sel Penutup lindung, permeabilitas Peptidoglikan, asam tekoat, polisakarida, lipid, dan protein

5. Membran sitoplasma dan mesosom

Penutup semipermeabel, mekanisme transpor, pembelahan sel, sintesis makromolekul biologis

Lipid, protein

(Pelczar,1986)

2.1.2 Bentuk Bakteri

Ukuran bakteri berkisar antara panjang 0,5 sampai 10µ dan lebar 0,5 sampai 2,5µ tergantung dari jenisnya(µ=1 mikron=0,001 mm). Walaupun terdapat beribu jenis bakteri, tetapi hanya beberapa karakteristik bentuk sel yang ditemukan yaitu:

1) Bentuk bulat atau cocci (tunggal=coccus) 2) Bentuk batang atau bacilli (tunggal=bacillus) 3) Bentuk spiral atau spirilli (tunggal=sprillum)


(22)

4) Bentuk koma atau vibrios (tunggal=vibrio)

coccus batang

cocci berpasangan batang dalam

cocci dalam bentuk rantai bentuk rantai

cocci dalam kelompok vibrio atau koma

kecil

spirillum

Gambar 2.1. Beberapa bentuk dan susunan yang khas dari sel-sel bakteri

Sel-sel ini dapat dijumpai dalam keadaan tunggal, berpasangan, tetrad, kelompok kecil, gerombolan atau rantai.(Buckle, 1987)

Beberapa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme meliputi:

1). Suplai zat gizi

Mikroorganisme juga membutuhkan suplai makanan yang akan menjadi sumber energi dan menyediakan unsur-unsur kimia dasar untuk pertumbuhan sel. Unsur-unsur dasar tersebut adalah karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, magnesium, zat besi dan sejumlah kecil logam lainnya.

2). Suhu

Suhu adalah satu faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan organisme. Suhu dapat mempengaruhi,mikroorganisme dalam dua cara yang berlawanan.

a). Apabila suhu naik, kecepatan metabolisme naik dan pertumbuhan dipercepat. Sebaliknya apabila suhu turun, kecepatan metabolisme juga turun dan pertumbuhan diperlambat.

b). Apabila suhu naik atau turun, tingkat pertumbuhan mungkin terhenti komponen sel menjadi tidak aktif dan sel-sel dapat mati.


(23)

Berdasarkan hal diatas, beberapa hal sehubungan dengan suhu bagi setiap organisme dapat digolongkan sebagai berikut:

1). Suhu minimum : dibawah suhu ini pertumbuhan mikroorganisme tidak terjadi lagi.

2). Suhu optimum :suhu di mana pertumbuhan paling cepat.

3). Suhu maksimum : di atas suhu ini pertumbuhan mikroorganisme tak mungkin terjadi. (Buckle, 1987)

Semua bakteri dapat diklasifikasikan ke dalam satu diantara tiga golongan besar, tergantung pada suhu yang dibutuhkan:

a. Psikrofil : jenis bakteri yang dapat hidup antara suhu -5 - 20oC.

b. Mesofil : jenis bakteri yang dapat hidup antara suhu 20-40oC. Perbedaan karakter mesofil adalah mereka mampu hidup seperti suhu tubuh manusia (37oC) dan mereka tidak dapat hidup pada suhu di atas 45oC.

c. Termofil : jenis bakteri yang dapat hidup pada suhu 35oC dan diatasnya.

Kelompok pada termofil adalah :

1). Fakultatif Termofil : bakteri yang dapat tumbuh pada suhu 37oC, dengan suhu pertumbuhan optimum 45-60oC.

2). Obligate Termofil : organisme yang dapat tumbuh hanya pada suhu diatas 50 oC. Dengan suhu optimum di atas 60oC.

(Capuccino and Sherman, 1996) 3). pH

Kebanyakan bakteri tumbuh pada kisaran sempit; pH mendekati netral 7,5). Sedikit bakteri yang tumbuh pada pH asam di bawah 4. Ada bakteri bahkan dapat hidup pada pH 1. Alkalinitas juga menghambat pertumbuhan tapi tidak digunakan sebagai preservasi. (Suryanto, 2006)

4). Tekanan Osmosa

Pada umumnya larutan hipertonis menghambat pertumbuhan, karna dapat menyebabkan plasmolisa. Beberapa mikroorganisme dapat menyesuaikan diri terhadap kadar garam atau kadar gula yang tinggi antara lain ragi yang osmofil (dapat tumbuh pada kadar gula yang tinggi) dan bakteri halofilik (dapat


(24)

tumbuh pada kadar garam tinggi), bahkan beberapa mikroorganisme dapat tahan di dalam substrat dengan kadar garam sampai 30%, golongan ini bersifat

halodurik. (Suriawiria, 1996).

Sebanyak 80%-90% bakteri tersusun atas air. Tekanan osmose sangat diperlukan bakteri agar tetap hidup. Apabila bakteri berada dalam larutan yang konsentrasinya lebih tinggi daripada konsentrasi yang ada dalam sel bakteri, maka akan terjadi keluarnya cairan dari sel bakteri melalui membran sitoplasma yang disebut plasmolisis. Pada umumnya, bakteri untuk pertumbuhannya memerlukan kadar garam hanya 1% - 2%. (Tim Mikrobiologi FK, 2003)

5. Atmosfer gas

Gas-gas utama yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri ialah oksigen dan CO2. Bakteri memperlihatkan keragaman yang luas dalam hal respons terhadap oksigen bebas. Organisme yang membutuhkan oksigen adalah bakteri aerob.(Pelczar, 1986)

2.2Persyaratan nutrisi

Pengamatan-pengamatan berikut ini melukiskan hal tersebut dan juga menampakkan keragaman yang amat besar dalam hal tipe nutrisi yang dijumpai antara bakteri:

1. Tumbuhan hijau dapat menggunakan energi pancaran atau cahaya dinamakan fototrof. Yang lain seperti hewan, bergantung pada oksidasi (kehilangan elektron dari satu atom) senyawa-senyawa kimia untuk memperoleh energinya. Makhluk- makhluk ini disebut kemotrof. Semua organisme hidup terbagi menjadi fototrof atau kemotrof dan kedua tipe nutrisi ini dijumpai di antara bakteri. 2. Banyak bakteri juga membutuhkan CO2 sebagai sumber karbonnya. Semua organisme macam itu disebut autotrof. Bila mereka memperoleh energinya dengan cara mengoksidasi senyawa kimiawi maka disebut kemoautotrof. Mikrorganisme yang mensyaratkan senyawa organik sebagai sumber karbonnya disebut heterotrof.

3. Semua organisme membutuhkan nitrogen, sulfur, fosfor dan beberapa unsur logam Na, K, Ca, Mg, Mn, Fe, Zn, Cu dan Co untuk pertumbuhan tidak terkecuali bakteri.


(25)

4. Semua organisme hidup membutuhkan vitamin (senyawa organik khusus yang penting untuk pertumbuhan) yang berfungsi membentuk substansi yang mengaktivasi enzim substansi yang menyebabkan perubahan kimiawi. Beberapa bakteri mampu membuat (mensintesis) seluruh kebutuhan vitaminnya dari senyawa-senyawa lain di dalam medium. Yang lain tidak akan tumbuh kecuali bila ditambahkan satu atau lebih vitamin ke dalam mediumnya.

5. Semua organisme hidup membutuhkan air untuk fungsi-fungsi metabolik dan pertumbuhannya. Untuk bakteri, semua nutrien harus ada dalam bentuk larutan sebelum dapat memasuki bakteri tersebut. (Pelczar,1986)

2.3 Enzim

Kegiatan kimiawi yang dilakukan oleh sel-sel sangatlah rumit.Demikian beragamnya bahan yang digunakan sebagai bahan nutrien oleh sel disatu pihak dan sebagai ragam substansi yang disintesis menjadi komponen–komponen sel di pihak lain. Sel melakukan kegiatan initerletak pada kerja enzim, substansi yang ada dalam sel dalam jumlah yang amat kecil dan mampu menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan yang berkaitan dengan proses-proses selular (dan kehidupan). Tak mungkin ada kehidupan tanpa enzim.

Di dalam sebuah sel rata-rata terdapat ribuan jenis enzim yang berbeda-beda. Di dalam sel hidup, kesemua enzim ini beserta kegiatannya harus terkoordinasi sedemikian rupa sehingga produk-produk yang sesuai dapat terbentuk dan tersedia, pada tempat yang tepat dalam jumlah yang tepat, dan waktu yang tepat, dan dengan menggunakan energi seminimum mungkin. Koordinasi ini dimungkinkan oleh adanya pengendalian enzim. (Pelczar, 1986)

Sistem enzim yang berperan dalam jalannya reaksi biokimiawi sangat kompleks dan tiap enzim hanya mempengaruhi satu macam reaksi spesifik, misalnya enzim yang berperan pada metabolisme protein tidak dapat mempengaruhi atau berperan pada metabolisme karbohidrat ataupun lemak.Agar enzim dapat bekerja dengan baik pada beberapa enzim diperlukan bahan-bahan nonprotein misalnya


(26)

adanya ion-ion Mg, ion Mn, dan sebagainya yang disebut kovaktor atau aktifator. Enzim diproduksi dalam jumlah yang tidak banyak, karena enzim tersebut tidak ikut terproses (tidak rusak) pada reaksi biokimiawi dan dapat digunakan berulang-ulang. Oleh karena tersusun dari protein enzim sangat peka terhadap pengaruh pH, suhu dan beberapa agen kimiawi maupun pengaruh fisis tertentu. Enzim memiliki suhu maupun pH optimal yang sama dengan pH dan suhu optimal bakteri, disamping itu bekerjanya sangat spesifik.

Pemecahan atau sintesis suatu bahan biasanya berlangsung dalam satu rantai reaksi kimiawi dimana tiap-tiap tahapan reaksi dikatalisir oleh enzim tertentu. Bila salah satu enzim yang mempengaruhi tahapan reaksi metabolisme tidak ada maka reaksi kimiawi tersebut akan berhenti pada bagian dimana enzim yang diperlukan tadi tidak ada dan berakibat terjadinya penumpukan bahan-bahan metabolit yang bersifat toksis yang dapat mematikan bakteri tersebut. (Tim Mikrobiologi FK, 2003)

Enzim adalah katalis hayati. Katalis walaupun dalam jumlah yang sedikit memiliki kemampuan yang unik untuk mempercepat berlangsungnya reaksi kimiawi tanpa enzim itu sendiri terkonsumsi atau berubah setelah reaksi selesai. Enzim adalah senyawa organik yang dihasilkan oleh sel-sel hidup. Inilah mengapa enzim disebut katalis hayati atau organik atau sarana katalitik. Suatu katalis tertentu akan berfungsi pada hanya satu jenis reaksi tertentu saja. Sekalipun semua enzim pada mulanya dihasilkan di dalam sel beberapa diekskresikan melalui dinding sel dan dapat berfungsi di luar sel. Jadi dikenal dua tipe enzim: enzim ekstraseluler, atau eksoenzim (berfungsi di luar sel) dan enzim intraseluler atau endoenzim (berfungsi di dalam sel).

Fungsi utama enzim ialah melangsungkan perubahan-perubahan seperlunya pada nutrien disekitarnya sehingga memungkinkan nutrien tersebut memasuki sel. Misalnya amilase menguraikan pati menjadi unit-unit gula yang lebih kecil. Enzim intraseluler mensintesis bahan seluler dan juga menguraikan nutrien untuk menyediakan energi yang dibutuhkan sel.Misalnya, heksokinase mengkatalisis fosforilasi heksose dan glukose (senyawa-senyawa gula sederhana) di dalam sel. Khasnya satu molekul enzim dapat merngkatalisis perubahan 10 sampai 10.000 molekul substrat(senyawa yang dikenai proses perubahan oleh enzim) perdetik.


(27)

Reaksi- reaksi yang dikatalisis oleh enzim seringkali berlangsung beberapa ribu sampai lebih dari sejuta kali lebih cepat dari reaksi-reaksi yang sama tetapi tidak dikatalisis oleh enzim.

2.3.1 Sifat-sifat fisik dan kimiawi enzim

Enzim dapat berupa protein murni ataugabungan antara protein dengan gugusan-gugusan kimiawi lainnya. Seperti halnya semua protein, enzim akan terdenaturasikan oleh panas,terpresipitasikan (terendapkan)oleh etanol atau garam-garam anorganik berkonsentrasi tinggi seperti ammonium sulfat,dan tidak dapat melewati membran semipermeabel atau membran selektif; dengan perkataan lain, tak terdialisis. Protein enzim adalah molekul yang amat besar; berat molekulnya berkisar antara kurang lebih 10.000 sampai satu juta.

Banyak enzim terdiri dari protein yang bergabung dengan molekul organik dengan berat molekul rendah yang dinamakan koenzim. Bagian proteinnya disebut apoenzim. Bila bergabung kedua bagian tersebut membentuk enzim yang lengkap, disebut holoenzim

Apoenzim + Koenzim Holoenzim

tidak aktif tidak aktif aktif protein protein

tidak terdialisis terdialisis

berat molekul tinggi berat molekul rendah

Molekul-molekul enzim amatlah efisien dalam mempercepat pengubahan substrat menjadi produk akhir. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, satu molekul enzim tunggal dapat melangsungkan pengubahan sebanyak 1.000 molekulsubstrat per detik. Kemampuan ini serta kenyataan bahwa enzim tidak dikonsumsi ataupun mengalami perubahan, menerangkan mengapa enzim dalam jumlah yang amat sedikit sudah cukupbagi proses-proses selular.


(28)

Tetapi enzim bersifat tidak stabil. Aktivitasnya berkurang dengan nyata atau hancur oleh berbagai kondisi fisik atau kimiawi. Dalam hal ini terdapat perbedaan besar diantara enzim yang berbeda-beda. Beberapa menjadi tidak aktif oleh perubahan-perubahan yang amat kecil disekitarnya seperti misalnya bila dibiarkan sebentar saja dalam suhu kamar.

Dua ciri yang amat menyolok mengenai enzim ialah efisiensi katalitiknya yang tinggi dan derajat kekhususannnya yang tinggi terhadap substrat. Sel biasanya menghasilkan enzim yang berbeda untuk setiap senyawa yang harus dikenai proses metabolisme olehnya. Lagipula setiap enzim menyebabkan perubahan satu langkah pada substratnya.

Glukose + Sel-sel khamir Alkohol + CO2 substrat sumber enzim produk akhir

Pengubahan ini dicapai bukan oleh satu enzim tunggal, tetapi oleh sekelompok enzim, yaitu suatu sistem enzim, lebih dari selusin individu enzim bekerja berurutan, masing-masing menyebabkan terjadinya suatu reaksi kimiawi yang menghasilkan suatu perubahan spesifik pada produk yang dibentuk oleh reaksi enzim yangtepat mendahuluinya. Reaksi terakhir sekian banyak enzim dalam sistem tersebut menghasilan produk-produk akhir.

2.3.2 Sifat dan mekanisme kerja enzim

Kebanyakan reaksi enzim dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi keseluruhan sebagai berikut:

enzim E + substrat S komp. enzim - substrat ES produk P + enzim E

Enzim E dan substrat S bergabung menjadi kompleks enzim substrat ES, yang kemudian terurai menjadi produk P. Enzimnya tidak terkonsumsi di dalam reaksi tersebut tetapi dilepaskan kembali untuk reaksi selanjutnya dengan molekul substrat yang lain. Proses ini diulang-ulang banyak sekali sampai semua molekul substansi yang tersedia habis terpakai.


(29)

Yang menjadi pokok dalam teori mengenai mekanisme kerja enzim ialah konsep aktivasi substrat yang terjadi setelah pembentukan kompleks enzim-substrat (ES). Aktivasi memungkinkan substrat diubah oleh kerja enzim.Terjadinya aktivasi molekul substrat inidisebabkan oleh affinitas kimiawi substrat yang tinggi terhadap daerah-daerah tertentu pada permukaan enzim yang disebut situs aktif. Ketegangan atau distorsi yang dihasilkan pada beberapa ikatan pada molekul substrat membuatnya labil (tidak mantap) dan karenanya mengalami perubahan sebagaimanaditentukan oleh enzim yang bersangkutan. Molekul-molekul yang telah mengalami perubahan itu tidak lagi mempunyai affinitas terhadap situs-situs aktif tadi dan karenanya dilepaskan. Enzimnya kemudian bebas untuk bergabung lagi dengan substrat berikutnya dan demikianlah proses tersebut berulang.

Fungsi utama suatu enzim ialah mengurangi hambatan energi aktivasi pada suatu reaksi kimiawi. Yang dimaksud energi aktivasi ialah energi yang dibutuhkan untuk membawa substansi ke situs reaktifnya. Enzim bergabung dengan substrat membentuk status transisi yang membutuhkan energi aktivasi lebih kecil untuk berlangsungnya reaksi kimiawi tersebut. Pembahasan ini berlaku bagi substrat yang mengalami peruraian dan digunakan untuk memperoleh energi. (Pelczar, 1986)

2.4 Metabolisme

Metabolisme ialah semua reaksi kimiawi yang dilakukan oleh sel yang menghasilkan energi dan yang menggunakan energi untuk sintesis komponen-komponen sel dan untuk kegiatan-kegiatan selular, seperti pergerakan. Reaksi kimiawi yang membebaskan energi melalui perombakan nutrien disebut reaksi disimilasi atau peruraian; jadi merupakan kegiatan katabolitik sel. Jadi reaksi disimilasi menghasilkan energi, reaksi asimilasi menggunakan energi.

2.4.1 Metabolisme Karbohidrat

Karbohidrat selain merupakan sumber utama karbon bagi bakteri aerob maupun anaerob, juga merupakan sumber energi. Unsur karbon tersebut oleh bakteri


(30)

diperlukan untuk sintesis karbohidrat, asam amino, lipid dan purin.

Molekul karbohidrat terdiri atas dua atau lebih monosakarida yang disebut gula kompleks atau polisakarida yang sebenarnya terbentuk oleh karena adanya kondensasi antara molekul-molekul heksosa (monosakarida). Untuk memecah gula kompleks atau polisakarida, terlebih dahulu bakteri harus memecah ikatan glikosidik antara molekul-molekul monosakarida yang menyusunnya dengan bantuan enzim. Proses pemecahan ikatan glikosidik terdiri atas: hidrolisis, fosforilasi, dan transglikosidasi. Protein dihidrolisis berjalan secara menetap (irreversible) dengan bantuan enzim glikosidase atau invertase:

Invertase dan air

Sukrosa Glukosa + Fruktosa

Hasil akhir pemecahan karbohidrat oleh bakteri aerob adalah H2O dan CO2, sedangkan oleh bakteri anaerob hasilnya adalah asam laktat.

Pemecahan senyawa polisakarida selulosa umumnya melalui proses dekomposisi oleh bakteri anaerob, baik yang berada di tanah maupun yang berada dalam saluran cerna hewan memamah biak. Walaupun selulosa terdiri atas molekul-molekul heksosa tetapi lebih sukar dihidrolisis. (Tim Mikrobiologi FK, 2003)

2.4.2Metabolisme lemak

Glukosa adalah sumber energi tunggal yang terpenting bagi kebanyakan sel. Tetapi, bagi banyak mikroorganisme, zat-zat lain seperti lemak dan protein, dapat digunakan sebagai sumber energi pilihan. Zat-zat tersebut diubah secepat dan seefisien mungkin menjadi intermediat lintasan-lintasanglikolitik dan TCA(tricarboxylic acid)

sehingga untuk terlaksananya peruraian secara lengkap hanya dibutuhkan sejumlah minuman enzim tambahan. Lintasan glikolitik dan siklus TCA berlaku sebagai suatu pusat umum dan lintasan-lintasan katabolitik lainnya dibangun disekelilingnya.


(31)

Perombakan lipid atau lemak diawali dengan pecahnya trigliserida oleh penambahan air sehingga terbentuk gliserol dan asam lemak dengan bantuan enzim-enzim lipase:

O O

H2C O C R1 H2C OH HO C R1

O O

Lipase

HC O C R2 + 3H2O HC OH + HO C R2

O O

H2C O C R3 H2C OH HO C R3

Trigliserida Gliserol Asam-asam lemak (-R = rantai hidrokarbon)

Gliserol sebagai komponen lemak dapat diubah menjadi intermediat lintasan glikolitik (dihidroksiaseton fosfat) melalui reaksi reaksi berikut:

Gliserol kinase

Gliserol + Adenosin trifosfat (ATP) Adenosin difosfat (ADP)+ Mg2+ Gliserol – 3 – fosfat

Gliserol dehidrogenase

Gliserol – 3-fosfat + NAD+ dihidroksiaseton fosfat + NADH2

Dihidroksiaseton fosfat yang terbentuk akan diuraikan melalui mekanisme. Asam-asam lemak dioksidasi melalui pengusiran berturut – turut fragmen berkarbon


(32)

dua dalam bentuk asetil-KoA.Asetil-KoA yang terbentuk kemudian dapat memasuki siklus TCA, sedangkan atom-atom hidrogen beserta elektron-elektronnya memasuki rantai angkutan elektron menuju fosforilasi oksidatif.

Ada lebih banyak hasil energi per gram lemak daripada per gram karbohidrat. Namun, relatif hanya beberapa spesies mikroba yang efektif dalam merombak lipid, baik tipe yang sederhana maupun yang rumit, antara lain karena terbatasnya daya larut lipid. (Pelczar, 1986).

Bagian-bagian tertentu bakteri juga tersusun dari lipid misalnya sel membran serta bagian tertentu dinding sel dan kapsul. Pada umumnya lemak tersebut merupakan lipopolisakarida. Lipopolisakarida tersusun dari lemak (lipid) yang berikatan dengan senyawa polisakarida inti (core polysaccharide). Bakteri memiliki enzim lipase yang dapat memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Lipopolisakarida merupakan bagian yang menyusun endotoksin dari bakteri gram negatif. (Tim Mikrobiolgi FK, 2003)

2.4.3 Metabolisme protein

Banyak bakteri heterotrofik dapat menghancurkan protein di luar tubuhnya dan menggunakan produk-produk hasil proses tersebut sebagai sumber tenaga karbon dan nitrogen. Karena molekul protein terlampau besar untuk dapat melewati membran, bakteri mengekskresikan enzim yang disebut proteaseyang menghidrolisis protein tersebut menjadi peptide-peptide.

Bakteri menghasilkan peptidase yang menguraikan peptide menjadi asam-asam amino individu, yang kemudian dikatabolisme melalui cara yang bergantung pada tipe asam aminonya dan spesies atau galur bakteri yang menguraikannya. Proses ini adalah sebagai berikut:

Protease peptidase


(33)

Bilamana asam amino diuraikan, kerangka karbon asam-asam amino tersebut mengalami peruraian oksidatif menjadi senyawa-senyawa yang dapat memasuki siklus TCA untuk dioksidasi lebih lanjut. Masuknya ke dalam siklus TCA dapat melalui asetil-KoA, asam α ketoglutarat, asam suksinat, asam fumarat atau asam oksaloasetat. (Pelczar, 1986)

Gambar 2.2 Metabolisme karbohidrat, lipid dan asam amino

Seperti dapat dilihat dari gambar, asetil KoA merupakan intermediate umum dari metabolisme karbohidrat dan lipid dan siklus TCA merupakan lintasan umum untuk oksidasi karbohidrat, lipid dan asam amino.

2.5 Isolasi Bakteri

Ketahanan dan kesinambungan pertumbuhan mikroorganisme bergantung pada persediaan nutrisi yang mencukupi dan lingkungan pertumbuhan yang baik. Untuk ketahanan pertumbuhan, sebagian besar mikroba harus menggunakan bahan berbobot molekul rendah dan dapat larut yang sering diperoleh dari degradasi nutrien kompleks secara enzimatik. Suatu larutan yang mengandung nutrien-nutrien tersebut disebut


(34)

dengan media biakan. Pada dasarnya semua media biakan berbentuk cair, semipadat atau padat. (Cappucino dan Sherman, 2013)

Bakteri di alam umumnya tumbuh dalam populasi yang terdiri dari berbagai spesies. Oleh karena itu, untuk mendapatkan biakan murni, sumber bakteri harus diperlakukan dengan pengenceran agar didapat hanya 100-200 bakteri yang ditransfer ke medium, sehingga dapat tumbuh menjadi koloni yang berasal dari bakteri tunggal. Ada beberapa metode untuk mengionokulasi bakteri sesuai dengan jenis medium tujuannya yaitu:

1. Metode gores atau streak plateadalah metode isolasi kualitatif, menggunakan

loop ose dan menggoreskannnya ke permukaan medium agar dengan pola tertentu dengan harapan pada ujung goresan,hanya sel-sel bakteri tunggal yang terlepas dari ose dan menempel ke medium. Sel- sel bakteri tunggal ini akan membentuk koloni tunggal yang kemudian dapat dipindahkan ke medium selanjutnya agar didapatkan biakan murni.

2. Metode sebar atau spread plate. Metode ini membutuhkan campuran suspensi sebelumnya dari mikroorganisme yang digunakan. Dilakukan dengan menyemprotkan suspensi ke atas medium agar kemudian menyebarkannya secara merata dengan trigalski. Dengan ini diharapkan bakteri terpisah secara individual, kemudian dapat tumbuh menjadi koloni tunggal.

3. Metode tuang atau pour plate dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan mencampur suspensi bakteri dengan medium agar pada suhu 50oC kemudian menuangkannya pada petridisk atau denganmenyemprotkan suspensi pada dasar petridisk, kemudian menuang medium agar keatasnya dan diaduk. Setelah agar mengeras, bakteri akan berada pada tempatnya masing-masing dan diharapkan bakteri tidak mengelompok sehingga terbentuk koloni tunggal. (Cappucino dan Sherman, 1996)

2.6 Teknik Pewarnaan

Banyak senyawa organik berwarna (zat pewarna) digunakan untuk mewarnai mikroorganisme untuk pemeriksaan mikroskopis. Salah satunya yaitu pewarnaan


(35)

gram. Pewarnaan gram masih merupakan salah satu prosedur yang paling banyak digunakan untuk mencirikan bakteri.

Tabel. 2.2Pewarnaan Gram LARUTAN DAN

URUTAN

PENGGUNAANNYA

REAKSI DAN TAMPANG BAKTERI

Gram Positif Gram Negatif

1 Ungu Kristal (UK) Sel Berwarna Ungu Sel Berwarna Ungu 2 Larutan Yodium (Y) Kompleks UK-Y terbentuk di

dalam sel; sel tetap berwarna ungu

Kompleks UK-Y terbentuk di dalam sel; sel tetap berwarna ungu

3 Alkohol Dinding sel mengalami dehidrasi,pori-pori

menciut;daya rembes dinding sel dan membran menurun, UK-Y tak dapat keluar dari sel; sel tetap ungu

Lipid terekstraksi dari dinding sel, pori-pori mengembang,

kompleks UK-Y keluar dari sel; sel menjadi tak berwarna 4 Safranin Sel tak terpengaruhi, tetap ungu Sel menyerap zat

pewarna ini, menjadi merah

(Pelczar, 1986)

Tabel 2.3 Ciri-ciri bakteri gram positif dan bakteri gram negatif NO

.

CIRI PERBEDAAN RELATIF

Gram Positif Gram Negatif 1 Struktur dinding sel Tebal (15-80 nm)

Berlapis tunggal(mono)

Tipis (10-15 nm) Berlapis tiga (multi) 2. Komposisi dinding

sel

Kandungan lipid rendah (1-4%)

Peptidoglikan ada sebagai lapisan tunggal; komponen utama merupakan lebih dari 50% berat kering pada

Kandungan lipid tinggi (11-22%)

Peptidoglikan ada sebagai lapisan tunggal; komponen utama merupakan lebih dari


(36)

beberapa sel bakteri Asam tekoat

50% berat kering pada beberapa sel bakteri Tidak ada asam tekoat 3. Pertumbuhan

dihambat oleh zat-zat warna dasar, misalnya

Ungu kristal

Pertumbuhan dihambat dengan nyata

Pertumbuhan tidak begitu dihambat

4. Persyaratan nutrisi Relatif rumit pada banyak spesies

Relatif sederhana 5. Resistensi terhadap

gangguan fisik

Lebih resisten Kurang resisten (Pelczar, 1986)

2.7 Pertumbuhan Mikroorganisme

Pada industri fermentasi maka pertumbuhan bakteri yang murni sangat diharapkan, sedangkan pada pengolahan air limbah diharapkan pertumbuhan bakteri yang heterogen sebagaimana yang terdapat di alam. Pada proses pengolahan air limbah zat organik akan semakin menurun sedangkan komposisi biomasa akan berubah dan pada saat ini jumlah bakteri dan protozoa semakin besar. Keadaan ini dipergunakan sebagai patokan efisien setidaknya pengolahan dengan memeriksa lumpur aktif yang dihasilkan pada bak pengolah. Sarkodina tumbuh pada awal proses, sedangkan paramesium tumbuh pada fase berikutnya dan diikuti munculnya rotifera apabila pengotoran air limbah sudah mulai menurun dan mencapai titik terendah. Untuk dapat mengetahui lebih jelas tentang pertumbuhan jenis mikroorganisme pada air limbah yang memakan zat organik dapat dilihat pada gambar.


(37)

Gambar 2.4 Gambaran umum mikroorganisme pemakan zat organik di dalam air limbah

Dari gambar diatas terlihat bahwa dengan banyaknya kandungan zat organik di dalam air limbah berarti bahwa jumlah makanan yang tersedia adalah cukup banyak, yang berarti juga bahwa pengotoran air limbah cukup tinggi. Pada kondisi seperti ini, maka jenis binatang yang dapat tumbuh dengan baik adalah sarkodina yang kemudian diikuti oleh jenis paramesium dan apabila keadaan sudah banyak mengandung oksigen baru tampak pertumbuhan rotifera. Kondisi seperti diatas adalah kondisi alami yang tanpa mengalami pengaruh dari luar. Dengan demikian secara alamiah air limbah yang ada sebenarnya akan kembali menjadi jernih apabila kita biarkan saja berjalan secara alami hanya saja waktu yang dipergunakan cukup lama. Untuk mempercepat proses tersebut kiranya perlu dilakukan pengolahan air limbah agar produksi yang ada sesuai pengolahan secara alami.(Sugiharto, 1987)

2.8 Sifat – Sifat Air Limbah 2.8.1 Sifat Kimia Air Limbah

Kandungan bahan kimia yang ada di dalam air limbah dapat merugikan lingkungan melalui berbagai cara. Bahan organik terlarut dapat menghabiskan oksigen dalam limbah serta akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak sedap pada penyediaan air bersih. Selain itu akan lebih berbahaya apabila bahan tersebut merupakan bahan yang beracun. Adapun bahan kimia yang penting yang ada didalam air limbah pada umumnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Bahan Organik

Air limbah dengan pengotoran yang sedang, maka sekitar75% dari benda-benda tercampur dan 40% dari zat padat yang dapat disaring berupa bahan organik alami. Zat padat adalah bagian dari kelompok binatang dan tumbuh-tumbuhan serta hasil kegiatan manusia yang berhubungan dengan komponen bahan organik tiruan. Pada umumnya zat organik berisikan kombinasi dari karbon, hidrogen, dan oksigen


(38)

bersama-sama dengan nitrogen. Elemen lainnya yang penting seperti belerang, fosfor, dan besi juga dapat dijumpai. Pada umumnya kandungan bahan organik yang dijumpai dalam air limbah berisikan 40-60% adalah protein, 25-50% berupa karbohidrat serta 10% lainnya berupa lemak atau minyak. Urea sebagai kandungan bahan terbanyak, di dalam urine merupakan bagian lain, yang penting dalam bahan organik, sebab bahan ini diuraikan secara cepat dan jarang didapati urea yang tidak terurai berada di dalam air limbah.

Semakin lama jumlah dan jenis bahan organik semakin banyak, hal ini akan mempersulit dalam pengelolaan air limbah sebab beberapa zat tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme. Agar bisa mengolah zat tersebut perlu adanya tambahan biaya untuk membubuhkan bahan kimia seperti penyerap karbon untuk mengolah air limbah secara lengkap.(Sugiharto, 1987)

Penguraian bahan organik pada air limbah kota dibagi ke dalam 3 kelompok kategori yaitu karbohidrat, protein dan lemak.

Mayoritas dari karbohidrat, lemak dan protein dalam air limbah berupa molekul yang besar yang tidak dapat ditembus oleh membran sel dari mikroorganisme. Bakteri supaya memetabolisme zat masa molekul tinggi, harus dapat memecahkan molekul besar dalam fraksi difusi untuk asimilasi kedalam sel. Langkah pertama dalam peruraian bakteri pada senyawa organik adalah menghidrolisis karbohidrat ke dalam gula zat yang larut, protein menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak yng pendek. Selanjutnya hasil biodegradasi aerobik dalam bentuk CO2 dan H2O. Dengan penguraian tanpa oksigen, pembuangan anaerobik, produk akhir adalah asam organik, alkohol dan perantara cair lainnya sebaik badan gas dari CO2,CH4 dan H2S.

Dari bahan organik dalam air limbah, 60 sampai 80 persen siap tersedia untuk terurai. Beberapa senyawa organik, seperti selulosa, hidrokarbon yang memenuhi rantai panjang, dan senyawa kompleks lainnya, meskipun tersedia sebagai makanan bagi bakteri dianggap tidak terurai karena batasan waktu dan lingkungan sistem


(39)

perawatan air limbah secara biologis. Detergen dan pestisida adalah juga bagian dari 20 sampai 40 persen adalah fraksi hampa dari limbah. Sejak mereka mengandung struktur cincin organik yang sulit untuk diurai. Kelompok umum dari surfaktan adalah alkil benzen sulfonat. Sebelumnya alkil benzen sulfonat turunan dari polimer yang besar dari propilen dan kelompok alkil adalah cabang yang tinggi. Strukutur ini, sangat tahan terhadap pengolahan secara biologi, hasil dalam kontaminasi dari dua permukaan dan persediaan air bawah tanah dengan kekayaan jenis yang tidak baik. Bahan ini sekarang membuat besarnya dari hidrokarbon normal (rantai lurus), kemudian rantai karbon tidak bercabang memudahkan peruraian oleh bakteri.

Meskipun beberapa limbah baunya adalah senyawa anorganik contoh, H2S, banyak disebabkan oleh senyawa organik yang menguap seperti merkaptan, asam butirat dan lainnya. (Hammer, 1977)

2.8.2 Sifat Biologis Air Limbah

Pemeriksaan biologis didalam air dan air limbah untuk memisahkan apakah ada bakteri-bakteri patogen berada di dalam air limbah. Keterangan biologis ini diperlukan untuk mengukur kualitas air terutama bagi air yang dipergunakan sebagai air minum serta untuk keperluan kolam renang. Selain itu untuk menaksir tingkat kekotoran air limbah sebelum dibuang ke badan air. Pembagian dari mikroorganisme adalah sangat bervariasi, sebab terdapat banyak skema yang bisa dipergunakan. Selain itu terdapat kecenderungan klasifikasi kedalam jenis binatang, tumbuh-tumbuhan dan protista. Sebagai gambaran umum, bahwa protista berisikan binatang bersel satu berkemampuan hidup sendiri dan membuat sel-sel baru sebagaiproses regenerasi. Banyak multiseluler tergolong dalam protista berisikan binatang bersel satu berkemampaun hidup sendiri dan membuat sel-sel baru sebagai proses regenerasi. Banyak multiseluler tergolong dalam protista sebab ada satu sel yang hidup sendiri apabila dipisahkan. Virus yang tergolong nonsel bisa juga tergolong sel, akan tetapi masih perlu dipertanyakan. Tumbuh-tumbuhan dan binatang mempunyai banyak sel organisme, di mana tumbuh-tumbuhan mendapatkan makanan melalui proses difusi


(40)

kedalam sel sementara binatang menangkap dan memakan partikel makanan padat.

Tabel 2.4 Klasifikasi Mikroorganisme yang ada di dalam Air Limbah No. Kelompok besar Anggota

1. Binatang Bertulang belakang (Rotifers) Kerang- kerangan (Crustaceae) Kutu dan Larva (Worm and Larvae) 2. Tumbuh-tumbuhan Lumut (Ferns)

Pakis/paku (Ferns)

3. Protista Bakteri, Ganggang (Algae), Jamur (Fungi), Hewan bersel satu (Protozoa)

Sumber : Donald W. Sundstrom, 1979

2.9Pengolahan Kedua Air Limbah (Secondary Treatment)

Pengolahan kedua umumnya mencakup proses biologis untuk mengurangi bahan-bahan organik melalui mikroorganisme yang ada di dalamnya. Pada proses ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain jumlah air limbah, tingkat kekotoran, jenis kotoran yang ada dan sebagainya. Reaktor pengolah lumpur aktif dan saringan penjernihan biasanya dipergunakan dalam tahap ini. Pada proses penggunaan lumpur aktif (activated sludge), maka air limbah yang telah lama ditambahkan pada tangki aerasi dengan tujuan untuk memperbanyak jumlah bakteri secara cepat agar proses biologis dalam menguraikan bahan organik berjalan lebih cepat. Lumpur aktif tersebut dikenal sebagai MLSS (Mixed Liquor Suspended Solid). Terdapat dua hal yang penting dalam proses biologis ini antara lain:

1. Proses penambahan oksigen. 2. Proses pertumbuhan bakteri.


(41)

2.9.1 Proses Penambahan Oksigen (Aerasi)

Pengambilan zat pencemar yang terkandung di dalam air limbah merupakan tujuan pengolahan air limbah. Penambahan oksigen adalah salah satu usaha dari pengambilan zat pencemar tersebut, sehingga konsentrasi zat pencemar dapat berkurang atau bahkan dapat dihilangkan sama sekali. Zat yang diambil dapat berupa gas, cairan, iod, koloid atau bahan tercampur.

Pada prakteknya terdapat dau cara untuk menambahkan oksigen ke dalam air limbah yaitu:

1. Memasukkan udara ke dalam air limbah.

2. Memaksa air ke atas untuk berkontak dengan oksigen.

1. Memasukkan udara ke dalam air limbah

adalah proses memasukkan udara atau oksigen murni ke dalam air limbah melalui benda poros atau nozzle.

Gambar 2.6.1a Aerasi dengan memasukkan udara ke dalam air limbah

Apabila nozzle diletakkan di tengah-tengah maka akan meningkatkan kecepatan berkontaknya gelembung udara tersebut dengan air limbah, sehingga proses pemberian oksigen akan berjalan lebih cepat. Oleh karena itu, biasanya nozzle ini


(42)

diletakkan pada dasar bak aerasi. Udara yang dimasukkan adalah berasal dari udara luar yang dipompakan ke dalam air limbah oleh pompa tekan.

2. Memaksa air ke atas untuk berkontak dengan oksigen

adalah cara mengontakkan air limbah dengan oksigen melalui pemutaran baling-baling yang diletakkan pada permukaan air limbah. Akibat dari pemutaran ini, air limbah akan terangkat ke atas dan dengan terangkatnya maka air limbah akan mengadakan kontak langsung dengan udara sekitarnya.

Gambar 2.6.1b Aerasi dengan menggunakan baling-baling

2.9.2 Pertumbuhan Bakteri dalam Bak Reaktor

Bakteri diperlukan untuk menguraikan bahan organik yang ada di dalam air limbah. Oleh karena itu, diperlukan jumlah bakteri yang cukup untuk menguraikan bahan-bahan tersebut. Bakteri itu sendiri akan berkembang biak apabila jumlah makanan yang terkandung di dalamnya cukup tersedia, sehingga pertumbuhan bakteri dapat dipertahankan secara konstan. Pada permulaannya bakteri berbiak secara konstan dan agak lambat pertumbuhannya karena adanya suasana baru pada air limbah tersebut, keadaan ini dikenal sebagai lag phase. Setelah beberapa jam berjalanmaka bakteri mulai tumbuh berlipat ganda dan fase ini dikenal sebagai fase akselerasi (acceleration phase).Setelah tahap ini berakhir maka terdapat bakteri yang tetap dan bakteri yang terus meningkat jumlahnya. Pertumbuhan yang dengan cepat setelah fase kedua ini


(43)

disebut sebagai log phase. Selama log phase diperlukan banyak persediaan makanan, sehingga pada suatu saat terdapat pertemuan antara pertumbuhan bakteri yang meningkat dan penurunan jumlah makanan yang terkandung di dalamnya. Apabila tahap ini berjalan terus maka akan terjadi keadaan dimana jumlah bakteri dan makanan tidak seimbang dan keadaan ini kita sebut declining growth phase. Pada akhirnya makanan akan habis dan kematian bakteri akan terus meningkat sehingga tercapai suatu keadaan di mana jumlah bakteri yang mati dan tumbuh mulai berimbang yang dikenal sebagai stationary phase.

Setelah jumlah makanan habis dipergunakan, maka jumlah kematian akan lebih besar dari jumlah pertumbuhannya maka keadaan ini disebut endogeneus phase

dan pada saat ini bakteri menggunakan energi simpanan ATP untuk pernafasannya sampai ATP habis yang kemudian akan mati.

Gambar 2.6 Kurva pertumbuhan bakteri pada bak reaktor

Dengan melihat fase pertumbuhan, maka dalam pertumbuhannya perlu adanya penambahan bahan makanan dari lumpur yang baru, sehingga pertumbuhan bakteri dapat dipertahankan dan pengolahan air limbah dapat terus berlangsung. Untuk lebih jelasnya, maka pertumbuhan bakteri pada bak reaktor dapat kita lihat pada gambar


(44)

Gambar 2.7 Penggunaan activated sludge conventional

Gambar 2.8 Penggunaan activated sludge dan mengontakkan dengan udara (aerasi)

Dengan demikian penambahan kembali bahan lumpur yang telah banyak mengandung makanan dan bakteri sangat diperlukan. Lumpur yang biasanya dipergunakan untuk penambahan makanan ini disebut lumpur aktif (activated sludge)

di mana pemberiannya dilakukan sebelum memasuki bak aerasi dengan mengambil lumpur dari bak pengendapan kedua atau dari bak pengendapan terakhir (final sedimentation tank).(Sugiharto, 1987)

Dalam air limbah kadang-kadang tidak hanya satu jenis mikroorganisme yang hidup tapi bermacam-macam. Bakteri adalah yang paling menonjol peranannya sebagai pengurai. Selain bakteri, protozoa dan algae juga berperan. Protozoa menggunakan makanan bakteri dan mampu secara cepat merombak organik dengan cara oksidasi. Algae (ganggang) melakukan fotosintesa sehingga terdapat penambahan oksigen dalam limbah dan pada gilirannya mengoksidasi bahan pencemar. (Gintings, 1992)


(45)

Pentosa CO2

Enter Doudoroff

Oksidasi Deaminasi

alfa/beta (reduktif atau oksidatif) KDPG

Triosafosfat

Glikolisis NH4

Oksidatif asimilasi

PHB CH4 + CO2+ H2O

PHB : poli-beta-hydoksy-butyric acid

Polisakarida Lemak Protein

Gula Gliserol +Asam lemak Asam Amino

Piruvat Laktat

Asetat Etanol

Dan beberapa asam dengan berat molekul rendah (propionat, butirat)


(46)

KDPG : 2-keto-3-deoxy-6-P-glukonate

Gambar 2.6.2d Proses degradasi senyawa organik tahap 1

CO2 H2O HNO3 SO42-

C O H2 N S

Kondisi aerobik Kondisi anaerobik

C O H2 N S

+

+ Nitrat + Asam Piruvat

CO2 H2O H2S CH4 NH3

H2O + Nitrit Asam Laktat Gambar 2.6.2e. Proses degradasi senyawa organik tahap 2 (Waluyo, 2009)

O2

Senyawa Organik


(47)

2.10 Nutrien agar

Contoh-contoh medium cair dan padat yang relatif sederhana menunjang pertumbuhan banyak heterotrof yang umum ialah kaldu nutrien dan nutrien agar. Komposisi nutrien agar diantaranya ekstrak daging sapi 3 g, pepton 5g, agar 5 g dan air 1000 ml. Media

dalam bentuk kaldu nutrien atau yang mengandung agar disiapkan dengan melarutkan masing-masing bahan yang dibutuhkan atau lebih mudah lagi dengan cara menambahkan air pada suatu produk komersial berbentuk bubuk yang sudah mengandung semua nutrien yang dibutuhkan. (Pelczar,1986)

2.11 Chemical Oxygen Demand (COD)

Bentuk lain untuk mengukur kebutuhan oksigen ini adalah Chemical Oxygen Demand. Pengukuran ini diperlukan untuk mengukur kebutuhan oksigen terhadap zat organik yang dihancurkan secara oksidasi. Oleh karena itu dibutuhkan bantuan pereaksi oksidator yang kuat dalam suasana asam. Nilai BOD selalu lebih kecil daripada nilai COD diukur pada senyawa organik yang dapat diuraikan maupun senyawa organik yang tidak dapat berurai. (Agusnar, 2008)

COD secara luas digunakan untuk mengkarakteristik kadar bahan organikdari air limbah dan polusi dari air alami. Pengukuran uji sejumlah oksigen yang diperlukan untuk oksidasi kimia dari bahan organik dalam sampel untuk diubah menjadi CO2 dan H2O. Prosedurnya adalah dengan penambahan sejumlah larutan K2Cr2O7 standart sesuai kebutuhan, asam sulfat yang mengandung perak sulfat dan pengukuran volume sampel ke dalam labu. Campuran larutan ini direfluks selama 2 jam. Banyak jenis bahan organik dihancurkan pada proses ini oleh kromat dan asam sulfat.

Organik + Cr2O72- + H+ heat CO2 + H2O + 2Cr3+ Ag+


(48)

Setelah pendinginan, kondensor dicuci dan dilarutkan dengan destilate water, sisa dikromat dalam sampel ditirasi dengan Ferro Ammonium Sulfat menggunakan indikator Ferroin.Reaksi ion ferro dengan ion dikromat dengan titik akhir perubahan warna dari biru-hijau menjadi coklat kemerahan.

6Fe2+ + Cr2O72- + 14H+ 6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O

Dilakukan prosedur yang sama untuk perlakuan terhadap sampel blank. Tujuan dari perlakuan terhadap blank ini adalah untuk memastikan kesalahan yang mungkin terjadi karena kehadiran bahan organik asing dalam zat. Perbedaan antara sejumlah penitrat yang digunakan untuk blank dan sampel dibagi volume sampel dikalikan dengan normalitas dari penitrat. Pengalian angka 8000 adalah untuk mempercepat hasil dalam satuan miligram per liter dari oksigen, karena 1 liter mengandung 1000 ml dan berat ekivalen dari oksigen adalah 8.

COD = (ml blank – ml sampel pentitrat) x (normalitas Fe(NH4)2(SO4)2) x 8000

(mg/l) ml sampel

(Hammer, 1977)

Apabila di dalam limbah organik diperkirakan terdapat kandungan klorida yang dapat mengganggu reaksi maka perlu ditambahkan merkuri sulfat untuk menghilangkan gangguan tersebut. Klorida dapat mengganggu karena akan ikut teroksidasi oleh kalium bikromat sesuai dengan reaksi:

6Cl- + Cr2O72-+ 14H+--->3Cl2 + 2Cr3++ 7H2O

Apabila di dalam contoh terdapat kandungan klorida dalam jumlah yang dapat mengganggu, maka oksigen yang diperlukan dalam reaksi diatas tidak dapat ditentukan dengan benar. Seberapa jauh tingkat pencemaran oleh bahan buangan organik tidak dapat dapat diketahui secara benar.


(49)

Makin banyak kalium bikromat yang dipakai pada reaksi oksidasi, berarti makin banyak oksigen yang diperlukan. Ini berarti bahwa air lingkungan makin banyak tercemar oleh bahan buangan organik. Dengan demikian maka seberapa jauh tingkat pencemaran air lingkungan dapat ditentukan.(Wardhana, 2004)

2.12 Kalium Bikromat (K2Cr2O7)

Kalium bikromat merupakan salah suatu oksidator kuat. Dalam keadaan asam akan mengalami reduksi menjadi Cr3+ menurut persamaan reaksi sebagai berikut : Cr2O72- + 14 H+ + 6 e- 2Cr 3+ + 7H2O Eo = + 1,33 V

Daya oksidasi dari kalium bikromat lebih rendah dari kalium permanganat (KMnO4) Maupun ion serium (IV). Akan tetapi kalium bikromat berguna sekali karena

larutannya stabil dan juga mudah diperoleh serta harganya relatif murah. (Hardjadi, 1993)

2.13Lumpur Aktif

Lumpur aktif (activated sludge) adalah gumpalan partikel tersuspensi yang mengandung campuran mikroorganisme aerobik yang dihasilkan melalui proses aerasi. Massa mikroorganisme yang terflokusi terdiri atas bakteri, terutama bakteri gram negatif termasuk pengoksidasi karbon dan nitrogen, pembentuk flok dan bakteri aerobik. (Gumbira, 1996)

Fungsi dari aerasi adalah penambahan jumlah oksigen,penurunan jumlah CO2,menghilangkan H2S,metana (CH4) dan berbagai senyawa organik yang bersifat volatil (menguap).(Waluyo,2009)

Baik metode secara modern dan tradisional pencampuran lumpur aktif memiliki elemen penting yang sama. Limbah awal disaring, pembuangan pasir, dan pengendapan utama sebelum aerasi. Lumpur dari tanki aerasi diendapkan setelah


(50)

aerasi agar tidak terkontaminasi dan tidak terjadi perubahan dan untuk perawatan kedepannya tergantung pada akhir penggunaan. Lumpur akan bermanfaat pada tangki pengendapan akhir dan menjadi bagian terbesar dalam daur ulang lumpur. Dimana fraksi kecil terbuang supaya menjaga sistem tetap berada. Fraksi yang terbuang bercampur lumpur utama umumnya tebal. (Arceivala, 1988)

BAB 3

METODE PERCOBAAN

3.1 Alat-alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

- Neraca Analitis Ohaus

- Pipet volume 5 ml Pyrex

- Pipet volume 10 ml Pyrex

- Pipet volume 25 ml Pyrex

- Erlenmeyer 250 ml Pyrex

- Erlenmeyer 500 ml Pyrex

- Labu takar 100 ml Pyrex

- Labu takar 1000 ml Pyrex

- Batu didih - pH meter - Botol aquades - Hot plate - Buret Digital - Cawan petri - Jarum ose - Bunsen - Pipet tetes

- Gelas ukur Pyrex


(51)

- Gelas erlenmeyer Pyrex - Oven

- Tabung reaksi - Mikroskop

3.2 Bahan- bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

- Media Nutrient Agar (NA) p.a (merck)

- Media Nutrient Broth (NB) p.a (merck)

- Media Briliant Green Lactose Broth (BGLB) p.a (merck)

- Hg2SO4 (E.Merck)

- K2Cr2O7 0,25 N

- Fe(NH4) 2(SO4) 2.6H2O

- Indikator Ferroin (E.Merck)

- Aquadest - H2SO4(p) - Etanol - Metanol

3.3 Prosedur Penelitian

3.3. 1 Pembuatan Media dan Larutan Pereaksi

3.3.1.1 Media Nutrient Agar (NA)

Sebanyak 28 gram serbuk nutrient agar dilarutkan dalam air suling steril sedikit demi sedikit kemudian volumenya dicukupkan hingga 1 L dengan bantuan pemanasan sampai semua bahan larut sempurna. Kemudian disterilkan di autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit (Difco Laboratories, 1977).


(52)

Sebanyak 13 gram serbuk nutrient broth dilarutkan dalam air suling steril sedikit demi sedikit kemudian volumenya dicukupkan hingga 1 L dengan bantuan pemanasan sampai semua bahan larut sempurna. Kemudian disterilkan di autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit (Difco Laboratories, 1997).

3.3.1.3Media Briliant Green Lactose Broth (BGLB)

Sebanyak 40 gram ditimbang serbuk BGLB dilarutkan dalam air suling sedikit demi sedikit kemudian volumenya dicukupkan hingga 1 L dengan bantuan pemanasan sampai semua bahan larut sempurna. Kemudian disterilkan di autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit (Difco Laboratories,1997).

Penanaman air limbah dengan metode gores : 1. Penanaman langsung dari limbah

Dituangkan 15 ml media nutrient agar ke dalam cawan petri steril kemudian dibiarkan hingga memadat. Disterilkan jarum ose dengan cara membakar pada bunsen hingga memijar, kemudian setelah suhu jarum ose turun dicelupkan jarum ose ke dalam air limbah. Digoreskan jarum ose pada permukaan media yang telah memadat.Diinkubasi pada suhu 35-37oC selama 24 jam. Diamati pertumbuhan bakteri pada cawan.

2. Penanaman di dalam Media Briliant Green Lactose Broth terlebih dahulu

Disediakan 5 ml BGLB yang telah steril dalam tabung reaksi. Ditambahkan 0,1 ml air limbah ke dalam media tersebut. Kemudian diinkubasi selama 3 jam pada suhu 35-37oC. Dilakukan penggoresan dari media BGLB seperti cara 1.

3.3.2 Identifikasi Golongan Bakteri Dengan Pengecatan Gram

Disterilkan objek gelas dengan menggunakan alkohol 70% kemudian difiksasi.Ditambahkan 2 tetes akuades steril. Dengan menggunakan jarum ose steril diambil koloni bakteri dan disuspensikan pada akuades steril yang ada di objek gelas,


(53)

difiksasi. Ditambahkan 1 tetes gentian violet dan 1 tetes lugol, difiksasi. Dicuci objek gelas dengan menggunakan alkohol 70% hingga tetesan terakhir tidak berwarna, difiksasi. Ditambahkan 1 tetes safranin, dibiarkan selama 15-20 detik. Dicuci objek gelas dengan menggunakan akuades sterilhingga tetesan terakhir tidak berwarna, difiksasi. Ditambahkan 1 tetes imersi oil, diamati dengan mikroskop pada perbesaran 100 kali.

3.3.3 Pembuatan Agar Miring

Kedalam tabung reaksi steril dimasukkan 3 ml media nutrient agar steril, didiamkan pada temperatur kamar sampai sediaan memadat pada posisi miring kira-kira 45o, kemudian disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 5oC.

3.3.4 Perbanyakan Bakteri Pada Agar Miring

Disterilkan jarum ose, kemudian diambil koloni kuning dari permukaan media agar dari cawan sebelumnya. Digoreskan pada permukaan agar miring. Diinkubasi pada suhu 35-37oC selama 24 jam. Dilakukan hal yang sama dengan bakteri koloni orange dan bakteri koloni krem.

3.3.5 Pembuatan Inokulum Bakteri

Koloni bakteri diambil dari stok kultur dengan jarum ose steril lalu disuspensikan ke dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml larutan nutrient broth. Kemudian diukur kekeruhan larutan pada panjang gelombang 580 nm sampai diperoleh transmitan 25% (Ditjen POM, 1995).

3.3.6 Pengujian COD air limbah dengan menambahkan bakteri yang telah dipisahkan

Diambil air limbah yang telah diukur nilai CODnya. Kemudian disterilkan pada autoklaf pada suhu 121oC selama 30 menit. Dibuat perbandingan (v/v) antara air limbah dan inokulum bakteri. Kemudian diinkubasi pada suhu 35-37oC selama 24 jam dan selanjutnya diukur nilai COD air limbah tersebut.


(54)

3.3.7 Pembuatan Pereaksi 3.3.7.1 Larutan K2Cr2O7 0,25 N

Sebanyak 12,259 gram kristal K2Cr2O7yang telah diaktifkan (dikeringkan dalam oven pada suhu ±105oC selama 2 jam dan didinginkan di dalam desikator untuk menghilangkan kelembaban) ditimbang dalam botol timbang dan dimasukkan secara kuantitatif dalam labu takar 1000ml, dilarutkan dengan aquadest, lalu diencerkan sampai garis tanda.

3.3.7.2 Larutan Indikator Fenantrolin Fero Sulfat (Feroin)

Sebanyak 1,485 gram kristal 1,10-ortofenantrolin monohidrat dan 0,695 gr FeSO4.7H2O ditimbang dalam botol timbang dan dimasukkan secara kuantitatif dalam labu takar 100 ml, dilarutkan dengan aquadest lalu diencerkan sampai garis tanda.

3.3.7.3 Larutan Ferro Ammonium Sulfat 0,1N

Dilarutkan sebanyak 40 gram Fe(NH4)2(SO4).6H2O dalam aquadest dan ditambahkan 20 ml H2SO4(p) lalu didinginkan dan diencerkan dengan aquadest sampai 1L.

Standarisasi Larutan Titran Ferro Ammonium Sulfat (FAS)

Sebanyak 10 ml larutan K2Cr2O70,25N dimasukkan kedalam erlenmeyer, ditambahkan aquadest sebanyak 50 ml, kemudian melalui dinding erlenmeyer ditambahkan secara perlahan 30 ml H2SO4(P) sambil diaduk dan didinginkan. Kemudian ditambahkan 2-3 tetes indikator Ferroin ke dalam larutan dan selanjutnya dititrasikan dengan larutan standar Ferro Ammonium Sulfat hingga warna larutan berubah dari hijau kebiru-biruan menjadi coklat kemerahan. Dicatat banyaknya volume standart FAS yang digunakan.

Normalitas FAS = ml K2Cr2O7 x N K2Cr2O7 ml FAS yang digunakan


(55)

= 10 ml x 0,25 N

= 0,1002 N 24,95

3.3.8 Penentuan Nilai COD dari Larutan blanko

Sebanyak 0,5 gram Hg2SO4 ditimbang di dalam erlenmeyer 500 ml kemudian dipipet 10 ml K2Cr2O7, ditambahkan batu didih. Selanjutnya dipipet 25 ml aquadest. Ditambahkan 30 ml H2SO4(p) secara perlahan-lahan dan didiamkan sementara. Kemudian larutan direfluks selama ± 2 jam. Larutan didinginkan dan ditambahkan aquadest hingga garis tanda. Rangkaian alat refluks dilepas. Ditambahkan 2-3 tetes indikator Ferroin dan dititrasi dengan larutan standar Ferro Ammonium Sulfat 0,1002 N hingga warna larutan berubah dari hijau-kebiru biruan menjadi coklat kemerahan. Dicatat banyaknya volume larutan standart FAS yang digunakan.

3.3.9 Penentuan Nilai COD dari Larutan sampel

Sebanyak 0,5 gram Hg2SO4 ditimbang di dalam erlenmeyer 500 ml kemudian dipipet 10 ml K2Cr2O7, ditambahkan batu didih. Selanjutnya dipipet 25 ml air limbah. Ditambahkan 30 ml H2SO4(p) secara perlahan-lahan dan didiamkan sementara. Kemudian larutan direfluks selama ± 2 jam. Larutan didinginkan dan ditambahkan aquadest hingga garis tanda. Rangkaian alat refluks dilepas. Ditambahkan 2-3 tetes indikator Ferroin dan dititrasi dengan larutan standar Ferro Ammonium Sulfat 0,1002 N hingga warna larutan berubah dari hijau-kebiru biruan menjadi coklat kemerahan. Dicatat banyaknya volume larutan standart FAS yang digunakan.


(56)

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Penentuan Nilai COD dari Larutan Blanko

Ditimbang 0,5 gram ke dalam erlenmeyer 500 ml Dipipet 10 ml K2Cr2O7 0,25N

Ditambahkan aquadest 25 ml

Ditambahkan 30 ml H2SO4 (p) secara perlahan Dipasang alat refluks

Direfluks selama ± 2 jam

Didiamkan

Ditambahkan aquadest secara perlahan Ditambahkan indikator Ferroin 2-3 tetes Dititrasi dengan larutan Ferro Ammonium Sulfat 0,1002N

Dicatat volume larutan Ferro Ammonium Sulfat 0,1002N Hg2SO4

Larutan Kuning

Larutan Coklat Kemerahan


(57)

3.4.2 Penentuan Nilai COD dari Larutan Sampel

Dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml lalu diencerkan dengan aquadest hingga garis tanda dan diaduk

Dipipet sebanyak 25 ml

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml yang telah berisi batu didih

Ditambahkan Hg2SO40,5 gram Ditambahkan 10 ml K2Cr2O7 0,25N

Ditambahkan 30 ml H2SO4(p) secara perlahan Dipasang alat refluks

Direfluks selama ± 2 jam

Didiamkan

Ditambahkan aquadest secara perlahan Ditambahkan indikator Ferroin 2-3 tetes

Dititrasi dengan larutan Ferro Ammonium Sulfat 0,1002N 50 ml sampel

Larutan Kuning


(58)

Dicatat volume larutan Ferro Ammonium Sulfat 0,1002N

3.4.3Isolasi Bakteri dengan penanaman langsung dari AirLimbah

Dituang ke cawan petri yang telah steril

Disterilkan jarum ose

Dicelupkan jarum ose ke dalam lumpur aktif Digoreskan jarum ose pada permukaan media Diinkubasi pada suhu 35-37ºC ± 24 jam Diamati pertumbuhan bakteri

3.4.4 Isolasi Bakteri padaMedia Briliant Green Lactose Broth (BGLB)

Dituang ke dalam tabung reaksi Ditambahkan 0,1 ml lumpur aktif Diinkubasi ± 3 jam pada suhu 35-37ºC Hasil

15 ml Media Nutrient Agar

Media padat

Hasil


(59)

Disterilkan jarum ose

Digoreskan jarum ose pada permukaan media NA Diinkubasi pada suhu 35-37ºC ± 24 jam

Diamati pertumbuhan bakteri

3.4.5 Pengukuran Nilai COD dari Air Limbah

Diukur nilai CODnya terlebih dahulu

Disterilkan pada autoklaf pada suhu 121ºC ± 30 menit

Dibuat perbandingan (v/v) antara air limbah dan inokulum bakteri

Diinkubasi pada suhu 35-37ºC ± 24 jam Diukur nilai CODnya

Air Limbah

Hasil


(60)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Isolasi Bakteri dari Lumpur Aktif

Hasil Isolasi bakteri dari lumpur aktif yang berasal dari tempat pembuangan limbah akhir di PT. Socimas terdapat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Jenis dan Karakteristik Bakteri Hasil Isolasi dari Tempat Pembuangan Limbah Akhir

sp1 sp2 sp3 sp4

Warna Kuning Orange Krem Krem

Bentuk Koloni Batang Circular Rantai Rantai Tepi Koloni Entire Entire Entire Entire

Elevasi Flat Flat Flat Flat

Jenis Bakteri Gram (-) Gram(-) Gram (-) Gram (-)


(61)

4.1.2 Data volume Ferro Ammonium Sulfat (FAS) 0,1002 N yang dibutuhkan dalam Penentuan Nilai COD dari Sampel

Hasil data volume FAS 0,1002 N yang dibutuhkan dalam penentuan nilai COD dari sampel terdapat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2Data volume FAS 0,1002 N yang dibutuhkan dalam Penentuan Nilai COD dari Sampel

No. Perlakuan pH Volume

blangko

fp Volume FAS 0,1002 N (ml)

Hari 1 Hari 2 Hari 3

1 Blanko 24,95

2 Sampel 7,34 2 10,21 10,21 10,21

3 Sp 1 1: 10 dengan variasi volume 1 ml

2

12,54 12,90 13,41 4 Sp 2 1:10 dengan variasi

volume 1 ml

2

12,63 13,00 13,57 5 Sp 3 1: 10 dengan variasi

volume 1 ml

2

13,10 13,60 13,88 6 Sp 4 1:10 dengan variasi

volume 1 ml

2

13,16 13,70 13,99 7 Sp 1 1: 100 dengan variasi

volume 1 ml

2

16,25 16,56 16,78 8 Sp 2 1:100 dengan variasi

volume 1 ml

2

17,01 17,34 17,70 9 Sp 3 1: 100 dengan variasi

volume 1 ml

2

17,62 17,84 18,15 10 Sp 4 1:100 dengan variasi

volume 1 ml

2

17,82 18,01 18,31 11 Sp 1 : Sp 4 1:1: 100 dengan

variasi volume masing-masing 1 ml

2

14,35 14,75 15,20 12 Sp 2 : Sp 4 1:1: 100 dengan

variasi volume masing-masing 1 ml

2

14,72 15,11 15,44 13 Sp 3 : Sp 4 1:1: 100 dengan

variasi volume masing-masing 1 ml

2


(62)

Catatan : fp = Faktor pengenceran Sp1 = Bakteri koloni Kuning

Sp2 = Bakteri koloni Orange Sp3 = Bakteri koloni Krem

Sp4 = Bakteri koloni Krem dari media BGLB

4.1.3 Penentuan dan % Penurunan Nilai COD

Penentuan Nilai COD dalam sampel dapat dihitung sebagai berikut: Nilai COD (mgO2/L) = (a-b) ml x N x8000 x fp

(Hammer, 1977)

ml sampel

Dimana: a= ml FAS yang digunakan untuk titrasi blanko b = ml FAS yang digunakan untuk titrasi sampel

N= Normalitas FAS standarisasi fp= Faktor pengenceran

Pengukuran sebelum penambahan bakteri

Nilai COD sampel =

25 ml

(24,95 – 10,21) ml x 0,1002 N x 8000 x 2

= 945 mg/L Pengukuran sesudah penambahan bakteri Nilai COD sampel =

25 ml

(24,95 – 12,54) ml x 0,1002 N x 8000 x 2


(63)

Dan % penurunan Nilai COD diperoleh dari hasil perhitungan dengan rumus sebagai berikut:

Persen Penurunan = Nilai COD awal – Nilai COD akhirx 100 % Nilai COD awal

Hasil data penentuan nilai COD dan % penurunan nilai COD terdapat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Data Penentuan Nilai COD dan % Penurunan Nilai COD

No .

Perlakuan Nilai COD (mg O2/L)

% Penurunan Nilai COD

% Penurunan Nilai COD Rata-rata Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 1 Hari 2 Hari 3

1. Sampel 945 945 945

2. Sp 1 1: 10 dengan variasi

volume 1 ml 796 772 740 15,77 18,31 21,69

18,59 3. Sp 2 1:10 dengan variasi

volume 1 ml 790 765 730 16,40 19,05 22,75

19,40 4. Sp 3 1: 10 dengan variasi

volume 1 ml 760 731 710 19,58 22,65 24,87

22,36 5. Sp 4 1:10 dengan variasi

volume 1 ml 756 720 703 20,00 23,81 25,61

23,14 6. Sp 1 1: 100 dengan

variasi volume 1 ml 558 538 524 40,95 43,07 44,55

42,86 7. Sp 2 1:100 dengan

variasi volume 1 ml 509 488 465 46,14 48,36 50,79

48,43 8. Sp 3 1: 100 dengan

variasi volume 1 ml 470 456 436 50,26 51,75 53,86

51,96 9. Sp 4 1:100 dengan

variasi volume 1 ml 457 445 426 51,64 52,91 54,92

53,16 10. Sp 1 : Sp 4 1:1: 100

dengan variasi volume

masing-masing 1 ml 680 654 625 28,04 30,79 33,86

30,90

11. Sp 2 : Sp 4 1:1: 100 dengan variasi volume

masing-masing 1 ml 656 631 610 30,58 33,23 35,45

33,09

12. Sp 3 : Sp 4 1:1: 100 dengan variasi volume

masing-masing 1 ml 640 606 588 32,28 35,87 37,78

35,31

Hasil data perbandingan nilai COD air limbah dengan menggunakan bakteri hasil isolasi dan dengan menggunakan lumpur aktif terdapat pada tabel 4.4.


(64)

Tabel 4.4 Data Perbandingan Nilai COD Air Limbah dengan

menggunakan Bakteri Hasil Isolasi dan dengan menggunakan Lumpur Aktif

No. Perlakuan Nilai COD (mg O2/L) dengan Bakteri Hasil Isolasi Nilai COD dengan Lumpur Aktif Hari 1

Hari 2 Hari 3

1. Sampel 945 945 945

2. Sp 1 1: 10 dengan variasi

volume 1 ml 796 772 740 540

3. Sp 2 1:10 dengan variasi

volume 1 ml 790 765 730 540

4. Sp 3 1: 10 dengan variasi

volume 1 ml 760 731 710 540

5. Sp 4 1:10 dengan variasi

volume 1 ml 756 720 703 540

6. Sp 1 1: 100 dengan variasi

volume 1 ml 558 538 524 540

7. Sp 2 1:100 dengan

variasi volume 1 ml 509 488 465 540 8. Sp 3 1: 100 dengan variasi

volume 1 ml 470 456 436 540

9. Sp 4 1:100 dengan

variasi volume 1 ml 457 445 426 540 10. Sp 1 : Sp 4 1:1: 100 dengan

variasi volume

masing-masing 1 ml 680 654 625 540

11. Sp 2 : Sp 4 1:1: 100 dengan variasi volume

masing-masing 1 ml 656 631 610 540

12. Sp 3 : Sp 4 1:1: 100 dengan variasi volume


(1)

Lampiran1 .Tempat Pembuangan Akhir Limbah Cair Industri Oleokimia di PT. Socimas


(2)

(3)

Lampiran 3. Tampakan Mikroskop Hasil Uji Pewarnaan Gram Bakteri

Bakteri Koloni Kuning = Basil Bakteri Koloni Orange =

Bakteri sp1, Gram (-), Basil Bakteri sp2, Gram (-), Coccus

Bakteri Koloni Krem = Bakteri Koloni Krem =


(4)

Lampiran 4. Baku Mutu Limbah Cair

BAKU MUTU LIMBAH CAIR

Baku mutu limbah cair bagi kegiatan yang telah beroperasi menurut Surat Keputusan Menteri Negara KLH Nomor KEP 03/MENKLH/II/1991, tanggal Februari 1991

No. Parameter Satuan

Golongan Baku Mutu Air Limbah

I II II IV

FISIKA

1. Temperatur oC 35 38 40 45

2. Zat Padat Terlarut mg/l 1500 2000 4000 5000

3. Zat padat tersuspensi mg/l 100 200 400 500

KIMIA

4. pH - 6-9 6-9 6-9 6-9

5. Besi Terlarut

mg/l

1 5 10 20

6. Mangan Terlarut

mg/l

0,5 2 5 10

7. Barium

mg/l

1 2 3 5

8. Tembaga

mg/l

1 2 3 5

9. Seng

mg/l

2 5 10 15

10. Khrom hexavalen

mg/l

0,05 0,1 0,5 1

11. Khrom total

mg/l

0,1 0,5 1 2

12. Kadmium

mg/l

0,01 0,05 0,1 0,5

13. Raksa

mg/l


(5)

14. Timbal 0,03 0,1 1 2 15. Stanum

mg/l

1 2 3 5

16. Arsen

mg/l

0,05 0,1 0,5 1

17. Selenium

mg/l

0,01 0,05 0,5 1

18. Nikel

mg/l

0,1 0,2 0,5 1

19. Kobalt

mg/l

0,2 0,4 0,6 1

20. Sianida

mg/l

0,02 0,05 0,5 1

21. Sulfida

mg/l

0,01 0,05 0,1 1

22. Fluorida

mg/l

1,5 2 3 5

23. Khlorin bebas

mg/l

0,5 1 2 5

24. Amoniak bebas

mg/l

0,02 1 5 20

25. Nitrat

mg/l

10 20 30 50

26. Nitrit

mg/l

0,06 1 3 5

27. BOD5

mg/l

20 50 150 300

28. COD

mg/l

40 100 300 600

29. Senyawa aktif biru metilen mg/l

0,5 5 10 15

30 Fenol

mg/l

0,01 0,5 1 2

31. Minyak nabati

mg/l

1 5 10 20

32. Minyak mineral

mg/l

1 10 50 100

33. Radioaktivitas **)

mg/l 34. Pestisida, termasuk PCB***) mg/l

*) kadar limbah yang memenuhi persyaratan baku mutu air limbah tersebut

tidak diperbolehkan dengan cara pengenceran yang airnya langsung diambil dari sumber air. Kadar bahan limbah tersebut adalah kadar maksimal yang diperbolehkan, kecuali pH yang meliputi juga kadar yang minimal.


(6)

***) limbah pestisida yang berasal dari industri yang memformulasi atau memproduksi dan dari konsumen yang mempergunakan untuk pertanian dan lain–lain tidak boleh menyebabkan pencemaran air yang mengganggu pemanfaatannya.