KAJIAN TEORI Perubahan sosial masyarakat cigugur (analisis perubahan sistem mata pencaharian masyarakat Cigugur, Kuningan, Jawa Barat)

2 Perubahan kecil dan perubahan besar Agak sulit untuk merumuskan masing-masing pengertian tersebut di atas karena batas-batas pembedaannya sangat relatif. Sebagai pegangan dapatlah diaktakan bahwa perubahan-perubahan kecil merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat. 5 Perubahan mode pakaian, misalnya, tak akan membawa pengaruh apa-apa bagi masyarakat secara keseluruhan karena tidak mengakibatkan perubahan-perubahan pada lembaga kemasyarakatan. Sebaliknya, suatu proses industrialisasi yang berlangsung pada masyarakat agraris, misalnya, merupakan perubahan yang akan membawa pengaruh besar pada masyarakat. Berbagai lembaga kemasyarakatan akan ikut terpengaruh misalnya hubungan kerja, sistem milik tanah, hubungan kekeluargaan, stratifikasi masyarakat, dan seterusnya. 3 Perubahan yang dikehendaki atau perubahan yang direncanakan dan perubahan yang tidak dikehendaki atau perubahan yang tidak direncanakan. Perubahan yang dikehendaki atau direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat. 6 Pihak-pihak yang menghendaki perubahan dinamakan agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat 5 Ibid, h. 271. 6 Ibid, h. 272. kepercayaan masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. 7 Perubahan sosial yang tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan merupakan perubahan-perubahan yang terjadi tanpa dikehendaki, berlangsung di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan masyarakat. Apabila perubahan yang tidak dikehendaki tersebut berlangsung bersamaan dengan suatu perubahan yang dikehendaki, perubahan tersebut mungkin mempunyai pengaruh yang demikian besarnya terhadap perubahan- perubahan yang dikehendaki. Dengan demikian, keadaan tersebut tidak mungkin diubah tanpa mendapat halangan- halangan masyarakat itu sendiri. Atau dengan kata lain, perubahan yang dikehendaki diterima oleh masyarakat dengan cara mengadakan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada atau dengan cara membentuk yang baru.

c. Faktor Penyebab Perubahan Sosial Budaya

Pada dasarnya tidak ada satupun manusia yang normal kehidupannya yang merasakan kepuasan terhadap apa yangb ada saat itu. Ketidakpuasan ini didorong oleh keinginan hidup yang lebih mudah, lebih mapan, lebih baik, dan sebagainya. Akan tetapi, untuk mempelajari berbagai faktor penyebab perubahan tidaklah cukup hanya dengan melihat gejala-gejala tersebut. Ada berbagai sebab musabab lain yang mengakibatkan masyarakat mengalami perubahan. Faktor-faktor penyebab perubahan ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu 1 Faktor 7 Ibid, h. 272. dari dalam masyarakt itu sendiri faktor internal, dan 2 Faktor yang berasal dari luar masyarakat faktor eksternal. 8 Mengenai faktor-faktor yang berasal dari dalam dapat disebabkan oleh beberapa sumber, yaitu; 9 1 Bertambah dan berkurangnya penduduk. Pertambahan penduduk Jawa yang melaju dengan cepat dan pengurangan jumlah di Aceh dan Sumatera Utara akibat bencana alam gempa bumi dan gelombang pasang air laut tsunami merupakan contohnya. Pengurangan dan pertambahan jumlah penduduk ini akan menimbulkan perubahan pada struktur sosial. Hal yang menonjol yaitu perubahan pada system kepemilikan tanah. Bertambahnya penduduk akan memengaruhi penyempitan areal tanah, sedangkan berkurangnya penduduk akan berdampak pada perluasan areal tanah. Kondisi ini pada gilirannya akan menimbulkan perubahan pada sistem agrarian. 2 Penemuan-penemuan baru. Penemuan baru sering disebut dengan istilah inovasi. Ialah suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar, tetapi yang terjadi dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. 10 Munculnya penemuan-penemuan baru dipicu oleh beberapa hal, di antaranya: a Adanya kesadaran diri dari setiap individu atau kelompok orang akan kekurangan dalam kebudayaannya. b Kualitas para ahli dalam suatu kebudayaan. 8 Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011, h. 623-624. 9 Ibid, 10 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Pers, 1990, h. 353. c Perangsang bagi aktifitas penciptaan dalam masyarakat. 11 3 Pertentangan atau konflik dalam masyarakat. Konflik sosial merupakan pertentangan yang terjadi dalam masyarakat yang heterogen atau masyarakat majemuk yang merupakan bagian dari dinamika sosial. Pertentangan ini dapat terjadi antara individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok. Misalnya di masyarakat Batak dengan sistem kekeluargaan patrilineal murni terdapat adat istiadat bahwa apabila suami meninggal, maka keturunannya berada di bawah kekuasaan keluarga almarhum. 4 Terjadinya pemberontakkan atau revolusi di dalam tubuh masyarakat itu sendiri. Revolusi Bolsevick di Rusia pada Oktober 1917, telah menghasilkan perombakkan besar-besaran didalam stuktur pemerintahan di negeri ini yang semula berbentuk kerajaan absolute berubah menjadi diktakror proletariat yang dilandaskan pada doktrin Marxis. Perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula berasal dari luar. Adapun faktor-faktor penyebab yang berasal dari luar diantaranya: 12 1 Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada di sekitar manusia. Bencana gempa bumi dan gelombang pasang air laut yang disebut tsunami di Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara yang menelan korban jiwa ratusan ribu 11 Elly M, op.cit., h. 624. 12 Ibid, h. 629. manusia pada akhir 2004 yang lalu telah membawa dampak perubahan yang besar pada struktur sosial kemasyarakatan tersebut. 2 Peperangan Gejala peperangan yang terjadi telah mengubah struktur sosial-budaya dari skala mikro ke skala makro. Karena biasanya Negara yang menang akan memaksakan kebudayaan pada Negara yang kalah. 3 Pengaruh kebudayaan masyarakat lain Sebagaimana yang dapat disaksikan pada diri anak- anak muda perkotaan saat ini, terlihat jelas bahwa sistem dan norma bangsa telah bergeser sebagai akibat dari pengaruh globalisasi informasi. Ini dikarenakan masing- masing masyarakat mempengaruhi masyarakat lain dan pengaruhnya diterima oleh masyarakat lain tersebut. 13

d. Faktor-faktor yang Mendorong Jalannya Proses Perubahan

Di dalam masyarakat dimana terjadi suatu proses perubahan, terdapat faktor-faktor yang mendorong jalannya perubahan yg terjadi. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah sebagai berikut. 1 Kontak dengan kebudayaan lain Salah satu proses yang menyangkut hal ini adalah difussion. Difusi adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu kepada individu lain, dan dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Dengan proses tersebut, manusia mampu menghimpun penemuan- penemuan baru yang telah dihasilkan. Dengan terjadinya 13 Soerjono Soekanto, op.cit., h. 282. difusi, suatu penemuan baru yang telah diterima oleh masyarakat dapat diteruskan dan disebarkan pada masyarakat luas sampai umat manusia di dunia dapat menikmati kegunaannya. Proses tersebut merupakan pendorong pertumbuhan suatu kebudayaan dan memperkaya kebudayaan-kebudayaan masyarakat manusia. Ada dua tipe difusi, yaitu pertama difusi intramasyarakat intrasociety diffusion, dan kedua difusi antarmasyarakat inter-society diffusion. Difusi intra masyarakat terpengaruh oleh beberapa faktor, misalnya: a Suatu pengakuan bahwa unsur yang baru tersebut mempunyai kegunaan b Ada tidaknya unsur-unsur kebudayaan yang memengaruhi diterimanya atau tidak diterimanya unsur-unsur yang baru. c Unsur baru yang berlawanan dengan fungsi unsur lama, kemungkinan besar tidak akan diterima. d Kedudukan dan peranan sosial dari individu yang menemukan sesuatu yang baru tadi akan memengaruhi apakah hasil penemuannya itu dengan mudah diterima atau tidak. 14 Difusi antar masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor pula, yaitu antara lain: a Adanya kontak antara masyarakat-masyarakat tersebut. b Kemampuan untuk mendemonstrasikan kemanfaatan penemuan baru tersebut. c Pengakuan akan kegunaan penemuan baru tersebut. 14 Ibid., h. 284. d Ada-tidaknya unsur-unsur kebudayaan yang menyiangi unsur-unsur penemuan baru tersebut. e Peranan masyarakat yang menyebarkan penemuan baru di dunia ini. f Paksaan dapat juga dipergunakan untuk menerima suatu penemuan baru. 15 2 Sistem pendidikan formal yang maju Pendidikan mengajarkan aneka macam kemampuan kepada individu, pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam membuka pikirannya serta menerima hal-hal baru dan juga bagaimana cara berfikir secara ilmiah. Pendidikan mengajarkan manusia untuk dapat berfikir secara objektif, yang akan memberikan kemampuan untuk menilai apakah kebudayaan masyarakatnya akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan zaman atau tidak. 3 Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan- keinginan untuk maju Apabila sikap tersebut melembaga dalam masyarakat, masyarakat merupakan pendorong bagi usaha- usaha penemuan baru. Hadiah Nobel, misalnya, merupakan pendorong untuk menciptakan hasil-hasil karya yang baru. Di Indonesia juga dikenal sistem penghargaan tertentu, walaupun masih dalam arti yang sangat terbatas dan belum merata. 15 Ibid., 4 Sistem terbuka lapisan masyarakat open stratification Sistem terbuka memungkinkan adanya gerak sosial vertikal yang luas atau berarti memberi kesempatan kepada para individu untuk maju atas dasar kemampuan sendiri. Dalam keadaan demikian, seseorang mungkin akan mengadakan identifikasi dengan warga-warga yang mempunyai status lebih tinggi. Identifikasi merupakan tingkah laku yang sedemikian rupa sehingga seseorang merasa berkedudukan sama dengan orang atau golongan lain yang dianggap lebih tinggi dengan harapan agar diperlakukan sama dengan golongan tersebut. 5 Penduduk yang heterogen Pada masyarakat yang terdiri dari kelompok- kelompok sosial yang mempunyai latar belakang kebudayaan ras ideologi yang berbeda dan seterusnya, mudah terjadi pertentangan-pertentangan yang mengundang kegoncangan-kegoncangan. Keadaan demikian menjadi pendorong bagi terjadinya perubahan-perubahan dalam masyarakat. 6 Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu Ketidakpuasan yang berlangsung terlalu lama dalam sebuah masyarakat berkmungkinan besar akan mendatangkan revolusi. 7 Orientasi ke masa depan 8 Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya. e . Faktor-Faktor yang Menghalangi Terjadinya Perubahan Di dalam masyarakat dimana terjadi suatu proses perubahan, selain terdapat faktor-faktor yang mendorong jalannya perubahan, ada juga faktor yng menghalangi terjadinya perubahan tersebut. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah sebagai berikut. 1 Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain Kehidupan terasing menyebabkan sebuah masyarakat tidak mengetahui perkembangan- perkembangan apa yang terjadi pada masyarakat lain yang mungkin akan dapat memperkaya kebudayaannya sendiri. Hal itu juga menyebabkan para warga masyarakat terkurung pola-pola pemikirannya oleh tradisi. 2 Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat Hal ini mungkin disebabkan hidup masyarakat tersebut terasing dan tertutup atau mungkin karena lama dijajah oleh masyarakat lain. 3 Sikap masyarakat yang sangat tradisional Suatu sikap yang mengagung-agungkan tradisi dan masa lampau serta anggapan bahwa tradisi secara mutlak tak dapat diubah menghambat jalannya proses perubahan. Keadaan tersebut akan menjadi lebih parah apabila masyarakat yang bersangkutan dikuasai oleh golongan konservatif. 4 Prasangka terhadap hal-hal baru atau asing atau sikap yang tertutup Sikap yang demikian banyak dijumpai pada masyarakat-masyarakat yang pernah dijajah bangsa-bangsa Barat. Mereka sangat mencurigai sesuatu yang berasal dari Barat karena tidak pernah bisa melupakan pengalaman- pengalaman pahit selama penjajahan. 5 Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis Setiap usaha perubahan pada unsur-unsur kebudayaan rohaniah biasanya diartikan sebagai usaha yang berlawanan dengan ideologi masyarakat yang sudah menjadi dasar integrasi masyarakat tersebut. 6 Adat atau kebiasaan Adat atau kebiasaan merupakan pola-pola perilaku bagi anggota masyarakat didalam memenuhi segala kebutuhan pokoknya. 16

2. Masyarakat

a. Pengertian Masyarakat

Istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan- kesatuan hidup manusia, baik dalam tulisan ilmiah maupun dalam bahasa sehari-hari, adalah masyarakat. Dalam bahasa Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata latin socius, yang berarti “kawan”. Istilah masyarakat sendiri berasal dari akar kata Arab syaraka yang berarti “ikut serta”, berpartisipasi. 17 Menurut Koentjaraningrat, masyarakat adalah memang sekumpulan manusia yang saling “bergaul”, atau dengan istilah ilmiah, saling “berinteraksi”. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana melalui apa warga-warganya dapat saling berinteraksi. Suatu negara modern misalnya, merupakan kesatuan manusia dengan berbagai macam prasarana, yang memungkinkan 16 Ibid., h. 286-287. 17 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta, 2002, h. 143-144. para warganya untuk berinteraksi secara instensif, dan dengan frekuensi yang tinggi. Suatu negara modern mempunyai suatu jaringan komunikasi berupa jaringan perhubungan udara, jaringan telekomunikasi, sistem radio dan TV, berbagai macam surat kabar ditingkat nasional, suatu sistem upacara pada hari-hari raya nasional dan sebagainya. 18 Menurut Hartono dan Arnicun Aziz , “masyarakat dalam arti luas ialah keseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup bersama dengan tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa dan lain-lain atau semua keseluruhan dari semua hubungan dalam hidup bermasyarakat. Dalam arti sempit masyarakat dimaksud sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu, umpamanya territorial, bangsa, golongan dan sebagainya. Maka ada masyarakat Jawa, masyarakat Sunda, masyarakat Minang dan lain- lain.” 19 Pengertian masyarakat sendiri menurut Kingsley Davis, adalah sistem hubungan dalam arti hubungan antara organisasi-organisasi, dan hubungan antara sel-sel. Kebudayaan dikatakannya mencakup segenap cara berpikir dan bertingkah laku, yang timbul karena interaksi yang bersifat komunikatif seperti menyampaikan buah pikiran secara simbolis dan bukan karena warisan yang berdasarkan keturunan. 20 Masyarakat merupakan suatu pergaulan hidup, oleh karena manusia itu hidup bersama. Beberapa orang sarjana telah mencoba untuk memberikan definisi masyarakat society, misalnya seperti berikut. 1 Mac Iver dan Page yang menyatakan bahwa masyarakat ialah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok dan penggolongan, dari pengawasan tingkah laku serta 18 Ibid., h. 144. 19 Hartono dan Arnicun Aziz, Ilmu Sosial Dasar, Jakarta: Bumi Aksara, 1993, h. 89-90. 20 Ibid, h. 266. kebebasan-kebebasan manusia. Keseluruhan yang selalu berubah ini kita namakan masyarakat. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial dan masyarakat selalu berubah. 2 Ralp Linton mengemukakan, masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan berkerja sama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas. 3 Selo Soemardjan menyatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan. 21 Walaupun definisi dari sarjana-sarjana tersebut berlainan, tetapi pada dasarnya isinya sama, yaitu masyarakat yang mencakup beberapa unsur sebagai berikut. 1 Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tak ada ukuran mutlak ataupun angka pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi, secara teoritis angka minimnya adalah dua orang yang hidup bersama. 2 Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati, umpamanya kursi, meja, dan sebagainya. Oleh karena dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu juga dapat bercakap- cakap, merasa dan mengerti, mereka juga mempunyai keinginan-keinginan untuk menyampaikan kesan-kesan atau perasaan-perasaannya. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan timbullah peraturan- 21 Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia, Bandung: Alfabeta, 2013, h. 18. peraturan yang mengatur hubungan antarmanusia dalam kelompok tersebut. 3 Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan. 4 Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya. 22 Kemantapan unsur-unsur masyarakat mempengaruhi struktur sosial. Dalam hal ini struktur sosial digambarkan sebagai adanya molekul-molekul dalam susunan yang membentuk zat, yang terdiri dari bermacam susunan hubungan antarindividu dalam masyarakat. Maka terjadi integrasi masyarakat dimana tindakan individu dikendalikan, dan hanya akan nampak bila diabstrakkan secara induksi dari kenyataan hidup masyarakat yang konkret. Struktur sosial yang berperan dalam integrasi masyarakat, hidup langsung di belakang individu yang bergerak konkret menurut polanya. Dapat menyelami latar belakang seluruh kehidupan suatu masyarakat, dan sebagai kriteria dalam menentukan batas-batas suatu masyarakat melalui abstraksi dari kehidupan kekerabatan sistemnya. 23 Dalam konteks sosiologi, bahasan tentang masyarakat biasanya selalu terkait dan tidak dapat dipisahkan dengan elemen- elemen lain yang menjadi bagian dari masyarakat itu sendiri, yakni individu, keluarga, dan kelompok. Individu adalah satuan terkecil dari masyarakat, keluarga adalah kumpulan beberapa individu dan bagian dari kelompok, sedangkan kelompok adalah kumpulan dari beberapa keluarga, dan merupakan bagian dari masyarakat secara keseluruhan. Menyatunya masing-masing elemen tersebut, 22 Ibid., h. 19. 23 M. Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar: Teori dan Konsep Ilmu Sosial, Bandung: PT Eresco, 1995, h. 64. terciptalah sebuah komunitas besar yang kemudian dikatakan sebagai masyarakat”. 24 Untuk bisa bertahan hidup, semua masyarakat harus bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tertentu, yang kalangan fungsionalis menyebutnya dengan istilah prasyarat fungsional functional prerequisities. Kebutuhan-kebutuhan itu diantaranya: 1 Kebutuhan subsistens. Kebutuhan subsistens adalah kebutuhan jasmaniyah, seperti kebutuhan akan udara, makanan, air, kehangatan, tempat untuk bernaung, dan tidur, yang kesemuanya harus dipenuhi agar bisa bertahan hidup. Manusia juga membutuhkan kebutuhan jasmaniyah yang lainnya seperti kebutuhan akan rasa sayang, menghindari stress, dan keikutsertaan dalam sebuah sistem keyakinan bersama. Pemenuhan kebutuhan subsitens ini biasanya memerlukan berbagai usaha kerja, seperti berburu, mengumpulkan buah-buahan, atau memproduksi makanan, dan memerlukan tempat untuk bernaung. 2 Kebutuhan distribusi. Kepemilikan kekayaan subsistens itu perlu didistribusikan ke seluruh anggota masyarakat. Bayi dan anak kecil termasuk orang yang membutuhkan orang lain untuk memberi mereka suplai makanan yang cukup. 3 Kebutuhan reproduksi-biologis. Agar masyarakat tetap eksis dan survive maka diantara anggota masyarakatnya harus melakukan reproduksi biologis. Biasanya di kita dilakukan melalui pernikahan. 4 Kebutuhan transmisi budaya. Masyarakat perlu mentransmisikan budaya mereka-kebiasaan, nilai-nilai, ide- ide dalam masyarakat kepada anggota baru mereka agar kebudayaan bisa terus bertahan atau berlanjut. 24 Rusmin Tumanggor, Sosiologi Dalam Perspektif Islam, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004, h. 25. 5 Kebutuhan perlindungan. Anggota masyarakat perlu menghindari tindakan yang merusak satu sama lain dan mayarakat secara keseluruhan membutuhkan perlindungan dari ancaman luar. 6 Kebutuhan untuk komunikasi. Untuk memenuhi semua kebutuhan di atas, maka anggota masyarakat perlu mengkomunikasikannya dengan sesama anggota yang lainnya. 25

b. Bentuk-bentuk Masyarakat

1 Masyarakat Tradisonal Masyarakat tradisional adalah masyarakat yang kehidupannya masih banyak dikuasai oleh adat istiadat lama. Adat istiadat adalah suatu aturan yang sudah mantap dan mencakup segala konsepsi sistem budaya yang mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosialnya. Jadi, masyarakat tradisional di dalam melangsungkan kehidupannya berdasarkan pada cara-cara atau kebiasaan-kebiasaan lama yang masih diwarisi dari nenek moyangnya. Masyarakat tradisional hidup di daerah pedesaan yang secara geografis terletak di pedalaman yang jauh dari keramaian kota. Masyarakat ini dapat juga disebut masyarakat pedesaan atau masyarakat desa. 26 Menurut Sutardjo Kartohadikusuma dalam Elly M. Setiadi dan Usman Kolip “desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat “pemerintahan sendiri.” Adapun Bintaro dalam Elly M. Setiadi dan Usman Kolip memberikan batasan desa sebagai 25 Muhammad Amin Nurdin dan Ahmad Abrori, Mengerti Sosiologi, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006, h. 35-36 26 Ifzanul: http:ifzanul.blogspot.com201006masyarakat-tradisional-masyarakat.html diakses pada hari Jum’at tanggal 08 November 2013 pukul 21.40. perwujudan atas kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang terdapat di situ suatu daerah dalam hubungannya dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain. Sedangkan Paul H. Landis dalam Elly M. Setiadi dan Usman Kolip , “mendefinisikan desa sebagai wilayah yang penduduknya kurang dari 2500 jiwa, dengan ciri-ciri sebagai berikut: a Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa. b Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan. c Cara berusaha ekonomi adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam, seperti: iklim, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris yaitu bersifat sambilan. 27 Ferdinand Tonies membuat batasan tentang masyarakat pedesaan sebagai masyarakat gemeinschaft paguyuban, dan paguyubanlah yang menyebabkan orang- orang kota menilai sebagai masyarakat ini tenang, harmonis, rukun dan damai dengan julukan masyarakat yang adem ayem. Akan tetapi, bukan berarti di dalam masyarakat pedesaan tidak mengenal bermacam-macam gejala disorganisasi sosial atau sosial disorder. Gejala seperti ini juga terdapat di dalam struktur masyarakat pedesaan. Akan tetapi, bagaimana bentuk gejala sosial disorder, dapat dilihat keterangan berikut ini: a Konflik pertengkaran. Pertengkaran terjadi biasanya berkisar pada masalah sehari-hari rumah 27 Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, op.cit., h. 838. tangga dan sering menjalar ke luar rumah tangga. Sedang banyak pertengkaran ini agaknya berkisar pada masalah kedudukan dan gengsi, perkawinan, dan sebagainya. b Kontroversi pertentangan. Pertentangan ini dapat disebabkan oleh perubahan konsep-konsep kebudayaan adat istiadat, psikologi atau dalam hubungannya dengan guna-guna black magic. c Kompetisi persiapan. Masyarakat pedesaan adalah manusia-manusia yang mempunyai sifat sebagai manusia biasa dan mempunyai saingan dengan manifestasi sebagai sifat ini. Oleh karena itu, maka wujud persaingan dapat positif dan negatif. d Kegiatan pada masyarakat pedesaan. Masyarakat pedesaan memiliki penilaian yang tinggi terhadap mereka yang dapat bekerja keras tanpa bantuan orang lain. Jadi, jelas bahwa masyarakat pedesaan bukanlah masyarakat yang senang diam-diam tanpa aktivitas. 28 Menurut Soerjono Soekanto, “gemeinschaft adalah masyarakat tradisional yang memiliki hubungan personal yang dekat pada kelompok atau komunitas yang kecil”. Di dalam gemeinschaft terdapat suatu kemauan bersama common will, ada suatu pengertian understanding serta juga kaidah-kaidah yang timbul dengan sendirinya dari kelompok tersebut. Keadaan yang agak berbeda akan dijumpai pada gessellschaft, di mana terdapat public life yang artinya bahwa hubungannya bersifat untuk semua 28 Ibid., h, 839. orang. Gemeinschaft sering disebut dengan istilah paguyuban. Paguyuban memiliki beberapa tipe, yaitu: a Paguyuban karena ikatan darah gemeinschaft by blood, yaitu suatu paguyuban yang merupakan ikatan yang didasarkan pada ikatan darah atau keturunan, contoh: keluarga, kelompok kekerabatan. b Paguyuban karena tempat gemeinschaft of place, yaitu suatu paguyuban yang terdiri dari orang-orang yang berdekatan tempat tinggal sehingga dapat saling tolong-menolong, contoh: rukun tetangga, rukun warga, arisan. c Paguyuban karena jiwa-pikiran gemeinschaft of mind, yang merupakan suatu paguyuban yang terdiri dari orang-orang yang walaupun tak mempunyai hubungan darah ataupun tempat tinggalnya tidak berdekatan, tetapi mempunyai jiwa dan pikiran yang sama, ideologi yang sama. Paguyuban semacam ini biasanya ikatannya tidaklah sekuat paguyuban karena darah atau keturunan. 29 Adapun yang menjadi ciri masyarakat desa antara lain: a Di dalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas wilayahnya. b Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan. 29 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2007, h. 118. c Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian. d Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencaharian, agama, dan adat istiadat. 30 2 Masyarakat Modern Masyarakat modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban dunia masa kini. Masyarakat modern relatif bebas dari kekuasaan adat- istiadat lama. Karena mengalami perubahan dalam perkembangan zaman dewasa ini. Perubahan-Perubahan itu terjadi sebagai akibat masuknya pengaruh kebudayaan dari luar yang membawa kemajuan terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada umumnya masyarakat modern ini disebut juga masyarakat perkotaan atau masyarakat kota. 31 Kota acap kali dipahami sebagai bentuk kehidupan masyarakat yang sangat individual, penuh kemewahan, gedung-gedung yang menjulang tinggi, kendaraan yang lalu lalang hingga mengundang kemacetan, perkantoran yang mewah, dan pabrik-pabrik yang besar. Kota sering kali dianggap sebagai semua tempat tujuan masyarakat pedesaan untuk mencari pekerjaan, sebab pusat-pusat industri dan perpabrikan banyak berdiri di daerah perkotaan. 32 Banyak kota di dunia berawal dari desa. Desa sendiri adalah lokasi pemukiman yang penghuninya terikat 30 Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, op. cit., h. 840. 31 Ifzanul:http:ifzanul.blogspot.com201006masyarakat-tradisional-masyarakat.html diakses pada hari Jum’at tanggal 08 November 2013 pukul 21.40. 32 Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, op. cit., h. 852-853. dalam kehidupan pertanian, dan bergantung pada wilayah di sekelilingnya. Dalam perjalanan waktu, karena keadaan topografis dan lokasinya, desa ini berkembang menjadi kota. Masyarakat perkotaan lebih dipahami sebagai kehidupan komunitas yang memiliki sifat kehidupan dan ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Menurut Elly M. Setiadi dan Usman Kolip ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota, yaitu: a Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa. b Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Yang penting disini adalah manusia perorangan atau individu. c Pembagian kerja di antara warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas yang nyata. d Kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga desa. e Interaksi yang terjadi lebih banyak terjadi berdasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi. f Pembagian waktu yang lebih teliti dan sangat penting, untuk mendapat mengejar kebutuhan individu. Perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh dari luar. 33 33 Ibid., h, 854-855.

3. Sistem Mata Pencaharian

a. Berburu dan Meramu

Mata pencaharian Berburu dan Meramu, atau hunting and gathering, merupakan suatu mata pencaharian makhluk manusia yang paling tua, tetapi pada masa sekarang sebagian umat manusia telah beralih ke mata pencaharian lain, sehingga hanya kurang- lebih setengah juta dari 3.000 juta penduduk dunia sekarang, atau kira-kira 0,01 saja hidup dari berburu dan meramu. Kecuali itu, suku-suku bangsa yang berburu tinggal terdesak di daerah-daerah di muka bumi yang paling tidak menguntungkan bagi kehidupan manusia yang layak, yaitu daerah pantai di dekat kutub yang terlampau dingin, atau daerah gurun yang terlampau kering. 34 Walaupun suku-suku bangsa berburu dan meramu hanya tinggal sedikit dan sulit didatangi, para ahli antropologi masih tetap menaruh perhatian terhadap suatu bentuk mata pencaharian hidup umat manusia yang tertua, untuk dapat menganalisis azas masyarakat dan kebudayaan manusia secara historikal. Di Indonesia masih ada juga bangsa yang hidup dari meramu, yaitu penduduk daerah rawa-rawa di pantai-pantai Irian Jaya, yang hidup dari meramu sagu. 35

b. Beternak

Beternak secara tradisional, atau pastoralism, sebagai suatu mata pencaharian pokok yang dikerjakan dengan cara besar- besaran, pada masa sekarang dilakukan oleh kurang-lebih tujuh juta manusia, yaitu kira-kira 0.02 dari ke-3.000 juta penduduk dunia. Bangsa peternak didunia biasanya hidup di daerah-daerah gurun, sabana, atau stepa. 36 34 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Aksara Baru, 1981, h. 366. 35 Ibid, 36 Ibid, h. 367. Sepanjang sejarah, suku-suku bangsa peternak menunjukan sifat-sifat yang agresif. Hal itu dapat kita mengerti, karena mereka secara terus-menerus harus menjaga keamanan berates-ratus binatang ternak mereka terhadap serangan atau pencurian dari kelompok-kelompok tetangga. Kecuali itu, karena mereka perlu makanan lain disamping daging, susu, dan keju, tetapi karena makanan lain itu, yaitu gandum dan sayur-mayur, harus mereka peroleh dari suku-suku bangsa lain yang hidup dari bercocok tanam, maka tidak ada persoalan kalau mereka dapat tukar- menukar atau berdagang, tetapi biasanya mereka berusaha mendapatkan makanan itu dengan menguasai dan menjajah bangsa-bangsa yang hidup dari bercocok tanam. 37 Bangsa-bangsa peternak biasanyahidup mengembara sepanjang musim semi dan musim panas dalam suatu wilayah tertentu yang sangat luas, dimana mereka berkemah dijalan pada malam hari. Dalam musim dingin mereka menetap di suatu perkemahan induk atau desa induk yang tetap. 38

c. Bercocok Tanam

Bercocok tanam di ladang merupakan suatu bentuk mata pencaharian manusia yang lambat laun juga akan hilang, diganti dengan bercocok tanam menetap. Cara orang melakukan bercocok tanam di ladang adalah dengan membuka sebidang tanah dengan memotong belukar, dan menebang pohon-pohon, kemudian dahan- dahan dan batang-batang yang jatuh bertebaran dibakar setelah kering. Ladang-ladang yang dibuka dengan cara demikian itu ditanami dengan pengolahan yang minimum dan tanpa irigasi. Sesudah dua atau tiga kali memungut hasilnya tanah yang sudah kehilangan kesuburannya itu ditinggalkan. Sebuah ladang baru 37 Ibid, h. 368. 38 Ibid, dibuka dengan cara yang sama, yaitu dengan menebang dan membakar pohon-pohonnya. Setelah 10 hingga 12 tahun, merka akan kembali lagi ke ladang yang pertama, yang sementara itu sudah tertutup dengan hutan kembali. 39 Perubahan mata pencaharian atau biasa disebut transformasi pekerjaan adalah pergeseran atau perubahan dalam pekerjaan pokok yang dilakukan manusia untuk hidup dengan sumber daya yang tersedia untuk membangun kehidupan yang memuaskan peningkatan taraf hidup dengan memperhatikan faktor seperti mengawasi penggunaan sumber daya, lembaga dan hubungan politik. Perubahan mata pencaharian ini ditandai dengan adanya perubahan orientasi masyarakat mengenai mata pencaharian. Mata pencaharian masyarakat di Indonesia pada umumnya berasal dari sektor agraris. Perubahan orientasi mata pencaharian disini diartikan sebagai perubahan pemikiran masyarakat yang akan menentukan dan mempengaruhi tindakannya di kemudian hari, dari pekerjaan pokok masyarakat yang dahulunya di sektor agraris bergeser atau berubah ke sektor non-agraris. Hal ini melihat konstruk pemikiran ide yang menurut Hegel menentukan tindakan manusia. Meskipun dalam taraf konstruk pemikiran gejala pergeseran atau perubahan tersebut sudah terjadi dalam realitas di masyarakat. 40

4. Tokoh Evolusionisme Sosiologis

a. Comte dan Konsep Evolusi Idealis

Comte berasumsi bahwa untuk memahami periode kelahiran modernitas kita perlu menempatkannya dalam konteks historis yang lebih luas, yakni memperlakukannya hanya sebagai salah satu fase saja dari perjalanan panjang sejarah umat manusia. 39 Ibid, h. 369. 40 Jaya, Pajar Hatma Indra. 2003. Transformasi Tenaga Kerja Pedesaan, Surakarta, Skripsi : FISIP UNS, Tidak diterbitkan. Masyarakat kapitalis, industrial, urban, tidak muncul secara kebetulan, tetapi merupakan hasil wajar dari proses terdahulu. Mustahil orang dapat memberikan penjelasan, memprediksi dan menentukan arah perkembangan fenomena modern secara memadai tanpa merekonstruksi pola dan mekanisme seluruh sejarah terdahulu. 41 Comte bertolak dari “hukum tiga tahap perkembangan manusia”. Kekuatan pendorong perubahan historis terdapat dalam pikiran atau semangat manusia. Pemikiran manusia berkembang melalui tiga tahap: teologis, metafisik, dan positif. Di tahap teologis manusia memohon bantuan kekuatan gaib supernatural segala kejadian di dunia dianggap sebagai kehendak kekuatan gaib itu. Periode ini ditandai oleh dominasi kehidupan militer dan berkembangnya lembaga perbudakan. Kedua, tahap metafisik, muncul segera setelah manusia menggantikan Tuhan dengan zat atau penyebab yang abstrak. Prinsip-prinsip fundamental tentang realitas dipahami dengan nalar. Gagasan kedaulatan, kekuasaan hokum dan pemerintahan berdasarkan hokum dominan dalam kehidupan politik. Ketiga adalah tahap positif, yang tercapai segera setelah manusia menyerahkan diri pada hokum yang berdasarkan bukti empiris, pengamatan, perbandingan, dan eksperimen. Inilah abad pengetahuan dan industrialism. 42

b. Spencer dan Konsep Evolusi Naturalis

Menurut Spencer, evolusi menjadi prinsip umum semua realitas: alam dan sosial. Adanya sifat umum ini adalah karena realitas pada dasarnya adalah material, terdiri dari zat, energi, dan gerakan. Evolusi di definisikan sebagai perubahan dari 41 Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta: Prenada Media Group, 2008, h. 117- 118. 42 Ibid, homogenitas tak beraturan ke heterogenitas yang logis, yang diikuti kehilangan gerak dan integrasi zat. 43 Pertumbuhan tahap pertama adalah munculnya perbedaan antara dua bagian subtansi ini; atau dalam bahasa psikologi, disebut fenomena. Masing-masing bagian segera mulai membagi diri sebagai bagian yang berbeda; dan diferensiasi tahap kedua segera terjadi senyata yang aslinya. Diferensiasi ini terjadi tanpa henti dan akhirnya terciptalah dewasa. 44 Singkatnya, evolusi berlangsung melalui structural dan fungsional sebagai berikut: 1 dari yang sederhana menuju ke yang kompleks; 2 dari tanpa bentuk yang dapat dilihat ke terkaitan bagian-bagian; 3 dari keseragaman, homogenitas kespesialisasi, heterogenitas; dan 4 dari ketidakstabilan ke kestabilan. 45

c. Lewis Morgan dan Konsep Evolusi Materialis

Morgan seorang antropolog memperkenalkan gagasan evolusi yang berbeda, yang memusatkan perhatian pada bidang teknologi. Ia adalah orang pertama dari sederetan panjang penganut determinisme teknologi yang meletakkan kekuatan penggerak utama perubahan sosial dalam bidang ciptaan dan penemuan yang secara bertahap mengubah keseluruhan cara hidup manusia. Menurutnya, keseragaman dan kelangsungan evolusi berasal dari kebutuhan material manusia yang bersifat universal dan terus-menerus. 46 Sejarah manusia mengikuti tiga fase berbeda: Kebuasan, Barbarisme, dan Peradaban, dibatasi oleh terobosan teknologi yang berarti. Begitulah, dalam fase kebuasan rendah terlihat pola 43 Ibid, h. 119. 44 Ibid, 45 Ibid, 46 Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta: Prenada Media Group, 2008, h. 121. pencarian nafkah yang sangat sederhana dengan mengumpulkan buah-buahan dan biji-bijian. Di fase kebuasan tinggi, produksi tembikar merupakan kemajuan teknologi penting. Di fase barbarism menengah sudah dikenal pemeliharaan ternak dan irigasi sebagai teknik bertani baru. Di fase barbarism tinggi, produksi besi dan peralatan dari besi merupakan revolusi penting. Terakhir, kelahiran peradaban ditandai oleh penemuan huruf dan seni menulis. 47 Jenis penjelasan teknologi sebagai faktor tunggal penyebab perubahan sosial ini besar pengaruhnya. Penjelasan ini muncul kembali dalam pandangan Marxian. Salurannya disediakan Engels dengan memanfaatkan Private Property and the State 1884. Gagasan Morgan ini pun kemudian diikuti oleh wakil penganut Neoevolusionisme, seperti Leslie White dan Gerhard Lenski. 48 B. Hasil Penelitian yang Relevan 1. Implementasi Kepercayaan Sunda Wiwitan Sebagai Falsafah Dalam Kehidupan Masyarakat Cigugur Salah satu hasil penelitian yang relevan dengan skripsi ini adalah skripsi dari Didik Hariyanto Mahasiswa Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan judul ”Implementasi Kepercayaan Sunda Wiwitan Sebagai Falsafah Dalam Kehidupan Masyarakat Cigugur”. Penelitian ini bertempat di Desa Cigugur, Kuningan Jawa Barat yang dilakukan pada tahun 2013. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah, Cigugur merupakan sebuah kelurahan di Kuningan, Jawa Barat. Di dalam kehidupan masyarakat Cigugur terdapat aliran kepercayaan Sunda 47 Ibid, 48 Ibid, h. 122. Wiwitan. Sunda Wiwitan merupakan suatu aliran kepercayaan masyarakat Sunda yang masih mengukuhi, mempercayai dan mengamalkan keyakinan ajaran spritual kesundaan. Selain Kepercayaan Sunda Wiwitan, terdapat beberapa agama resmi yang dianut oleh masyarakat Cigugur seperti Islam, Katholik, Kristen, Hindu dan Budha. Hal tersebut membuat Cigugur menjadi suatu daerah yang multireligi. Kemajemukan agama tersebut dirasakan sangat dekat oleh masyarakat Cigugur, tidak hanya di lingkungan antar tetangga tetapi dalam satu keluarga pun tidak aneh bagi masyarakat Cigugur terdapat perbedaan agama dan keyakinan. Keunikan dalam masyarakat Cigugur adalah dengan sangat dekatnya perbedaan keyakinan tersebut, tetapi masyarakat Cigugur dapat hidup rukun berdampingan. Sebagai contohnya dalam aktivitas sosial, jika ada warga yang ingin membangun rumah atau merenovasi rumah, masyarakat Cigugur saling bergotong royong dan bekerja sama dalam membantu pembangunan rumah tersebut dengan mengesampingkan perbedaan agama. Selain itu dalam aspek keagamaan masyarakat Cigugur saling menghormati antar pemeluk agama, sebagai contoh jika masyarakat pemeluk kepercayaan Sunda Wiwitan merayakan hari besar keagamaan, dalam ini adalah Seren Taun. Maka masyarakat Cigugur yang memiliki kepercayaan selain Sunda Wiwitan akan turut serta membantu dan menyukseskan acara tersebut. Hal tersebut merupakan bentuk kerukunan antar umat beragama yang diwujudkan oleh masyarakat Cigugur. Kerukunan tersebut terjadi karena masyarakat Cigugur percaya Sunda Wiwitan merupakan adat atau kepercayaan dari leluhur, sehingga masyarakat Cigugur menghormati kepercayaan Sunda Wiwitan, dari menghormati tersebut kemudian terciptalah interaksi yang positif di dalam masyarakat Cigugur. Selain merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam menciptakan kerukunan, Sunda Wiwitan berkontribusi dalam memberikan pandangan bagi masyarakat Cigugur dalam memaknai pendidikan. Masyarakat Cigugur percaya adanya pendidikan sebelum dan pasca lahir dimana pandangan tersebut berasal dari budaya Sunda Wiwitan. Pendidikan sebelum lahir dalam masyarakat Cigugur dimulai jauh sebelum calon anak itu lahir, pendidikan sebelum lahir menuntut seorang bapak dan ibu dalam menjaga perilaku di kehidupan sehari-hari karena perilaku calon bapak dan ibu tersebut dapat mempengaruhi perilaku atau keadaan anaknya kelak. Jadi, Sunda Wiwitan merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam menciptakan kerukunan dan berkontribusi dalam memberikan pandangan mengenai pendidikan sebelum lahir pada masyarakat Cigugur, sehingga Sunda Wiwitan menjadi sebuah falsafah yang dijalankan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

2. Religi Lokal dan Pandangan Hidup: Kajian Masyarakat

Penganut Religi Talotang, dan Patuntung, Sipelebegu Permalim, Saminisme Dan Agama Jawa Sunda Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Hasyim tentang “Religi Lokal dan Pandangan Hidup: Kajian Masyarakat Penganut Religi Talotang, dan Patuntung, Sipelebegu Permalim, Saminisme Dan Agama Jawa Sunda”. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa selama abad 19 hingga awal abad 20 dalam sejarah Indonesia dikenal sebagai periode munculnya berbagai keagamaan dengan berbagai latar, penyebab dan orientasinya. Gerakan-gerakan itu pada umumnya cukup menggoncangkan masyarakat dan pemerintah kolonial pada masa itu. Agama Djawa Sunda dapat digolongkan gerakan sekte keagamaan. Kecocokan ciri-ciri gerakan sekte keagamaan dengan apa yang ada di dalam Agama Djawa Sunda memperkuat pendapat bahwa Agama Djawa Sunda merupakan gerakan sekte. C. Kerangka Berpikir Kehidupan masyarakat bukanlah hal yang bersifat statis, tetapi merupakan hal yang bersifat dinamis. Artinya, akan mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman. Perubahan tersebutlah yang biasa dikenal dengan istilah perubahan sosial. Perubahan sosial mengenai nilai- nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan lain sebagainya. Perubahan sosial bisa terjadi karena beberapa faktor, baik itu internal maupun eksternal. Salah satu faktor internal yan menyebabkan terjadinya perubahan sosial adalah perubahan penduduk, kita bisa lihat kondisi kota-kota besar di Indonesia, terutama Jakarta yang begitu mudah kita temukan perubahan-perubahan tersebut. Bencana alam, menjadi salah satu faktor eksteral yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial, kita bisa lihat perubahan sosial di NAD Nangroeh Aceh Darussalam yang disebabkan oleh tsunami pada Desember 2002. Layaknya masyarakat pada umumnya, masyarakat Cigugur, Kuningan Jawa Barat pun tidak bisa hidup statis. Dalam sejarahnya, masyarakat Cigugur mengalami perubahan-perubahan dalam kehidupan mereka yang bersentuhan langsung dengan unsur-unsur kebudayaan tersebut. Seperti perubahan sistem religi masyarakat Cigugur yang sekarang banyak memeluk kepercayaan sunda wiwitan ajaran Jawa Sunda. Efek modernisasi begitu dahsyat dan memakan tatanan sosial masyarakat. Maka dari itulah, tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan sosial tersebut pun dialami oleh masyarakat kecamatan Cigugur, Kuningan Jawa Barat. Perjalanan kehidupan yang dijalani oleh masyarakat Cigugur, Kuningan Jawa Barat pada kenyataannya dihiasi oleh perubahan- perubahan yang bersifat sosial, seperti perubahan sosial mengenai sistem mata pencaharian yang dialami oleh masyarakat Cigugur. Masyarakat Cigugur merupakan masyarakat plural, baik dari segi budaya, etnis maupun agama. Dalam dunia modern, banyak orang berupaya melakukan perubahan dalam kehidupannya, terutama perubahan untuk meningkatkan taraf ekonomi mereka, yang tentunya dengan memiliki sistem mata pencaharian dengan penghasilan yang mampu meningkatkan taraf ekonomi mereka. Mereka yakin bahwa hal tersebut akan membuat orang menjadi lebih bahagia. Dampak perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat Cigugur cenderung sama dengan dampak perubahan sosial yang terjadi dimana dan pada siapa saja, yakni ada yang berdampak positif dan ada yang berdampak negatif. Penyalah gunaan teknologi misalnya, menjadi contoh negatif dari perubahan sosial yang ditawarkan oleh kecanggihan teknologi tersebut. Tetapi sebaliknya, jika kemajuan dan kecanggihan teknologi tersebut dapat dipergunakan dengan baik, maka dampaknya mengarah pada hal positif, seperti semakin luasnya wawasan anak bangsa karena sering mengakses berita setiap saat lewat internet. Sistem mata pencaharian merupakan salah satu dari tujuh unsur kebudayaan yang juga tak lepas dari sentuhan perubahan sosial. Karena pada kenyataannya, seiring berjalannya waktu masyarakat Cigugur memiliki sistem mata pencaharian yang berbeda dengan sistem mata pencaharian mereka pada masa lalu, meskipun masih banyak yang bertahan dengan pekerjaan mereka pada masa lalu. 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Dusun Cipager, Desa Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2014.

B. Latar Penelitian

Pengamatan awal dilakukan untuk mamahami situasi, mempelajari keadaan dan latar subjek penelitian pada lokasi penelitian, dalam hal ini adalah tradisi Dusun Cipager, Desa Cigugur, Kuningan Jawa Barat. Pemilihan subjek peneliti akan dikemukakan secukupnya tentang pengenalan lapangan untuk menilai keadaan sosial, lokasi dan keadaan geografis. Desa Cigugur terletak di lereng Gunung Ciremai, Secara administratif, Cigugur terletak di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat yang berjarak sekitar 35 km ke arah selatan kota Cirebon, atau sekitar 168 km dari kota Bandung. Cigugur berada pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut. Aktivitas yang diteliti adalah pekerjaan atau sistem mata pencaharian masyarakat Cigugur.

C. Metode Penelitian

Penelitian pada hakikatnya merupakan wahana untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. 1 Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Pengertian penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan 1 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997, h.30. data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti. 2 Penelitian kualitatif dilakukan dalam situasi yang wajar natural setting dan data yang dikumpulkan umumnya bersifat kualitatif. Oleh karena itu, penelitian ini disebut metode kualitatif. Metode kualitatif lebih berdasarkan pada filsafat fenomenologis yang mengutamakan penghayatan verstehen. Metode kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri. 3 Responden dalam metode kualitatif berkembang terus snowball secara bertujuan purposive sampai data yang dikumpulkan dianggap memuaskan. Alat pengumpul data atau instrumen penelitian dalam metode kualitatif ialah si peneliti sendiri. Jadi, peneliti merupakan key instrument, dalam mengumpulkan data, si peneliti harus terjun sendiri ke lapangan secara aktif. Teknik pengumpulan data yang sering digunakan ialah observasi partisipasi, wawancara, dan dokumentasi. 4 Jenis penelitiannya adalah Deskriptif, Penelitian Deskriptif analisis bertujuan untuk pengumpulan informasi mengenai sejumlah besar orang dengan mewawancarai segelintir orang dari mereka. 5 Peneliti menggunakan penelitian deskriptif kualitatif untuk mendeskripsikan fenomena sosial yang terjadi dengan cara mewawancarai masyarakat yang berhubungan dengan fenomena sosial tersebut sebagai sumber data. 2 Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, Jakarta: Kencana, 2005, h. 166. 3 Husaini Usman, Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, h.78. 4 Ibid., 78-79. 5 James A. Black dan Dean J. Champion, Metode dan Masalah Penelitian Sosial, Bandung: PT. Eresco, 1992, h. 73

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data lazimnya menggunakan observasi dan wawancara. Juga tidak diabaikan penggunaan sumber-sumber non-manusia non-human source information, seperti dokumen dan rekaman atau catatan record yang tersedia. Metode yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

a. Wawancara

Dalam penelitian kualitatif biasanya digunakan teknik wawancara sebagai cara utama untuk mengumpulkan data atau informasi. Ini bisa dimengerti, setidak-tidaknya karena dua alasan. Pertama, dengan wawancara peneliti dapat menggali tidak saja apa yang diketahui dan dialami oleh seseorang atau subjek yang diteliti, tetapi apa juga yang tersembunyi jauh di dalam diri subjek penelitian explicit knowledge maupun tacit knowledge. Kedua, apa yang ditanyakan kepada informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu yang berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang, dan juga masa mendatang. 6 Teknik pengumpulan data melalui wawancara dibutuhkan untuk mengetahui dan mengumpulkan informasi mengenai perubahan sosial masyarakat Cigugur dengan fokus penelitian sistem mata pencaharian masyarakat Cigugur yang akan melengkapi hasil penelitian. Penelitian ini melakukan wawancara terbuka dan terstruktur terhadap beberapa informan penelitian yakni beberapa tokoh masyarakat Cigugur dengan sebelumnya didahului pembicaraan informal untuk menciptakan hubungan yang akrab dengan informan. Hubungan yang akrab ini diperlukan agar bisa 6 Sanapiah Faisal. Penelitian Kualitatif : Dasar-Dasar Dan Aplikasi, Malang: Yayasan Asih Asah Asuh, 1990, H.61-62. memudahkan dalam mendapatkan umpan balik dalam proses selanjutnya. Perlu diingat bahwa untuk mencapai suasana santai dan akrab diperlukan waktu agar lebih saling mengenal. Oleh karena itu, wawancara yang pertama lebih banyak ditujukan untuk membina keakraban hubungan. Lambat laun wawancara yang semula bersifat informal beralih menjadi lebih formal walaupun keakraban senantiasa dipelihara. Digunakan pula pedoman wawancara yang berupa garis-garis besar pokok pertanyaan yang dinyatakan dalam proses wawancara dan disusun sebelum wawancara dimulai. 7 Pokok pertanyaan yang nantinya akan ditanyakan peneliti kepada narasumber mengarah kepada sistem mata pencaharian masyarakat Cigugur. Setelah pokok pertanyaan disusun dan siap untuk ditanyakan, langkah peneliti selanjutnya adalah menentukan narasumber yaitu dengan memilih terlebih dahulu narasumber utama yang nantinya akan merekomendasikan narasumber selanjutnya kedua, begitupun seterusnya. Setelah mendapatkan narasumber terpilih, selanjutnya peneliti meminta kesediaan narasumber untuk membantu penelitian ini dengan menjawab pokok pertanyaan yang telah dibuat dan memberikan alasan atau penjelasan dari jawaban tersebut. Jika narasumber bersedia untuk membantu penelitian ini, yang perlu disepakati antara peneliti dan narasumber adalah waktu dan tempat berlangsungnya wawancara. Terkait dengan hal ini, peneliti langsung mendatangi narasumber di kediamannya yang tentunya berada di Desa Cigugur.

b. Observasi

Observasi, seperti halnya wawancara, termasuk teknik pengumpulan data yang utama dalam kebanyakan penelitian kualitatif. Dengan wawancara, peneliti dapat menanyakan pada 7 Ibid.,