2 Perubahan kecil dan perubahan besar
Agak sulit untuk merumuskan masing-masing pengertian
tersebut di
atas karena
batas-batas pembedaannya sangat relatif. Sebagai pegangan dapatlah
diaktakan bahwa perubahan-perubahan kecil merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur-unsur
struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat.
5
Perubahan mode pakaian, misalnya, tak akan membawa pengaruh apa-apa bagi
masyarakat secara keseluruhan karena tidak mengakibatkan perubahan-perubahan pada lembaga kemasyarakatan.
Sebaliknya, suatu proses industrialisasi yang berlangsung pada masyarakat agraris, misalnya, merupakan
perubahan yang akan membawa pengaruh besar pada masyarakat. Berbagai lembaga kemasyarakatan akan ikut
terpengaruh misalnya hubungan kerja, sistem milik tanah, hubungan kekeluargaan, stratifikasi masyarakat, dan
seterusnya.
3 Perubahan yang dikehendaki atau perubahan yang
direncanakan dan perubahan yang tidak dikehendaki atau perubahan yang tidak direncanakan.
Perubahan yang dikehendaki atau direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan atau yang telah
direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat.
6
Pihak-pihak yang menghendaki perubahan dinamakan agent of change,
yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat
5
Ibid, h. 271.
6
Ibid, h. 272.
kepercayaan masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan.
7
Perubahan sosial yang tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan merupakan perubahan-perubahan yang
terjadi tanpa dikehendaki, berlangsung di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya
akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan masyarakat. Apabila perubahan yang tidak dikehendaki tersebut
berlangsung bersamaan dengan suatu perubahan yang dikehendaki, perubahan tersebut mungkin mempunyai
pengaruh yang demikian besarnya terhadap perubahan- perubahan yang dikehendaki. Dengan demikian, keadaan
tersebut tidak mungkin diubah tanpa mendapat halangan- halangan masyarakat itu sendiri. Atau dengan kata lain,
perubahan yang dikehendaki diterima oleh masyarakat dengan cara mengadakan perubahan-perubahan pada
lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada atau dengan cara membentuk yang baru.
c. Faktor Penyebab Perubahan Sosial Budaya
Pada dasarnya tidak ada satupun manusia yang normal kehidupannya yang merasakan kepuasan terhadap apa yangb ada
saat itu. Ketidakpuasan ini didorong oleh keinginan hidup yang
lebih mudah, lebih mapan, lebih baik, dan sebagainya.
Akan tetapi, untuk mempelajari berbagai faktor penyebab perubahan tidaklah cukup hanya dengan melihat gejala-gejala
tersebut. Ada berbagai sebab musabab lain yang mengakibatkan masyarakat mengalami perubahan. Faktor-faktor penyebab
perubahan ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu 1 Faktor
7
Ibid, h. 272.
dari dalam masyarakt itu sendiri faktor internal, dan 2 Faktor yang berasal dari luar masyarakat faktor eksternal.
8
Mengenai faktor-faktor yang berasal dari dalam dapat disebabkan oleh beberapa sumber, yaitu;
9
1 Bertambah dan berkurangnya penduduk.
Pertambahan penduduk Jawa yang melaju dengan cepat dan pengurangan jumlah di Aceh dan Sumatera Utara
akibat bencana alam gempa bumi dan gelombang pasang air laut tsunami merupakan contohnya. Pengurangan dan
pertambahan jumlah penduduk ini akan menimbulkan perubahan pada struktur sosial. Hal yang menonjol yaitu
perubahan pada system kepemilikan tanah. Bertambahnya penduduk akan memengaruhi penyempitan areal tanah,
sedangkan berkurangnya penduduk akan berdampak pada perluasan areal tanah. Kondisi ini pada gilirannya akan
menimbulkan perubahan pada sistem agrarian.
2 Penemuan-penemuan baru.
Penemuan baru sering disebut dengan istilah inovasi. Ialah suatu proses sosial dan kebudayaan yang
besar, tetapi yang terjadi dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama.
10
Munculnya penemuan-penemuan baru dipicu oleh beberapa hal, di antaranya:
a Adanya kesadaran diri dari setiap individu atau
kelompok orang
akan kekurangan
dalam kebudayaannya.
b Kualitas para ahli dalam suatu kebudayaan.
8
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011, h. 623-624.
9
Ibid,
10
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Pers, 1990, h. 353.
c Perangsang
bagi aktifitas
penciptaan dalam
masyarakat.
11
3 Pertentangan atau konflik dalam masyarakat.
Konflik sosial merupakan pertentangan yang terjadi dalam masyarakat yang heterogen atau masyarakat
majemuk yang merupakan bagian dari dinamika sosial. Pertentangan ini dapat terjadi antara individu dengan
kelompok atau kelompok dengan kelompok. Misalnya di masyarakat Batak dengan sistem kekeluargaan patrilineal
murni terdapat adat istiadat bahwa apabila suami meninggal, maka keturunannya berada di bawah kekuasaan
keluarga almarhum.
4 Terjadinya pemberontakkan atau revolusi di dalam tubuh
masyarakat itu sendiri. Revolusi Bolsevick di Rusia pada Oktober 1917,
telah menghasilkan perombakkan besar-besaran didalam stuktur pemerintahan di negeri ini yang semula berbentuk
kerajaan absolute berubah menjadi diktakror proletariat yang dilandaskan pada doktrin Marxis.
Perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula berasal dari luar. Adapun faktor-faktor penyebab yang berasal dari luar
diantaranya:
12
1 Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang
ada di sekitar manusia. Bencana gempa bumi dan gelombang pasang air
laut yang disebut tsunami di Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara yang menelan korban jiwa ratusan ribu
11
Elly M, op.cit., h. 624.
12
Ibid, h. 629.
manusia pada akhir 2004 yang lalu telah membawa dampak perubahan yang besar pada struktur sosial kemasyarakatan
tersebut.
2 Peperangan
Gejala peperangan yang terjadi telah mengubah struktur sosial-budaya dari skala mikro ke skala makro.
Karena biasanya Negara yang menang akan memaksakan kebudayaan pada Negara yang kalah.
3 Pengaruh kebudayaan masyarakat lain
Sebagaimana yang dapat disaksikan pada diri anak- anak muda perkotaan saat ini, terlihat jelas bahwa sistem
dan norma bangsa telah bergeser sebagai akibat dari pengaruh globalisasi informasi. Ini dikarenakan masing-
masing masyarakat mempengaruhi masyarakat lain dan pengaruhnya diterima oleh masyarakat lain tersebut.
13
d. Faktor-faktor yang Mendorong Jalannya Proses Perubahan
Di dalam masyarakat dimana terjadi suatu proses perubahan, terdapat faktor-faktor yang mendorong jalannya
perubahan yg terjadi. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
1 Kontak dengan kebudayaan lain
Salah satu proses yang menyangkut hal ini adalah difussion. Difusi adalah proses penyebaran unsur-unsur
kebudayaan dari individu kepada individu lain, dan dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Dengan proses
tersebut, manusia mampu menghimpun penemuan-
penemuan baru yang telah dihasilkan. Dengan terjadinya
13
Soerjono Soekanto, op.cit., h. 282.
difusi, suatu penemuan baru yang telah diterima oleh masyarakat dapat diteruskan dan disebarkan pada
masyarakat luas sampai umat manusia di dunia dapat menikmati kegunaannya. Proses tersebut merupakan
pendorong pertumbuhan
suatu kebudayaan
dan memperkaya kebudayaan-kebudayaan masyarakat manusia.
Ada dua tipe difusi, yaitu pertama difusi intramasyarakat intrasociety diffusion, dan kedua difusi
antarmasyarakat inter-society diffusion. Difusi intra masyarakat terpengaruh oleh beberapa faktor, misalnya:
a Suatu pengakuan bahwa unsur yang baru tersebut
mempunyai kegunaan b
Ada tidaknya unsur-unsur kebudayaan yang memengaruhi diterimanya atau tidak diterimanya
unsur-unsur yang baru. c
Unsur baru yang berlawanan dengan fungsi unsur lama, kemungkinan besar tidak akan diterima.
d Kedudukan dan peranan sosial dari individu yang
menemukan sesuatu
yang baru
tadi akan
memengaruhi apakah hasil penemuannya itu dengan mudah diterima atau tidak.
14
Difusi antar masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor pula, yaitu antara lain:
a Adanya kontak antara masyarakat-masyarakat
tersebut. b
Kemampuan untuk
mendemonstrasikan kemanfaatan penemuan baru tersebut.
c Pengakuan akan kegunaan penemuan baru tersebut.
14
Ibid., h. 284.
d Ada-tidaknya
unsur-unsur kebudayaan
yang menyiangi unsur-unsur penemuan baru tersebut.
e Peranan masyarakat yang menyebarkan penemuan
baru di dunia ini. f
Paksaan dapat juga dipergunakan untuk menerima suatu penemuan baru.
15
2 Sistem pendidikan formal yang maju
Pendidikan mengajarkan aneka macam kemampuan kepada individu, pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu
bagi manusia, terutama dalam membuka pikirannya serta menerima hal-hal baru dan juga bagaimana cara berfikir
secara ilmiah. Pendidikan mengajarkan manusia untuk dapat berfikir secara objektif, yang akan memberikan
kemampuan untuk
menilai apakah
kebudayaan masyarakatnya akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
zaman atau tidak.
3 Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-
keinginan untuk maju Apabila
sikap tersebut
melembaga dalam
masyarakat, masyarakat merupakan pendorong bagi usaha- usaha penemuan baru. Hadiah Nobel, misalnya, merupakan
pendorong untuk menciptakan hasil-hasil karya yang baru. Di Indonesia juga dikenal sistem penghargaan tertentu,
walaupun masih dalam arti yang sangat terbatas dan belum merata.
15
Ibid.,
4 Sistem terbuka lapisan masyarakat open stratification
Sistem terbuka memungkinkan adanya gerak sosial vertikal yang luas atau berarti memberi kesempatan kepada
para individu untuk maju atas dasar kemampuan sendiri. Dalam keadaan demikian, seseorang mungkin akan
mengadakan identifikasi dengan warga-warga yang mempunyai status lebih tinggi. Identifikasi merupakan
tingkah laku yang sedemikian rupa sehingga seseorang merasa berkedudukan sama dengan orang atau golongan
lain yang dianggap lebih tinggi dengan harapan agar diperlakukan sama dengan golongan tersebut.
5 Penduduk yang heterogen
Pada masyarakat yang terdiri dari kelompok- kelompok sosial
yang mempunyai latar belakang kebudayaan ras ideologi yang berbeda dan seterusnya,
mudah terjadi pertentangan-pertentangan yang mengundang kegoncangan-kegoncangan. Keadaan demikian menjadi
pendorong bagi terjadinya perubahan-perubahan dalam masyarakat.
6 Ketidakpuasan
masyarakat terhadap
bidang-bidang kehidupan tertentu
Ketidakpuasan yang berlangsung terlalu lama dalam sebuah
masyarakat berkmungkinan
besar akan
mendatangkan revolusi.
7 Orientasi ke masa depan
8 Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk
memperbaiki hidupnya.
e .
Faktor-Faktor yang Menghalangi Terjadinya Perubahan
Di dalam masyarakat dimana terjadi suatu proses perubahan, selain terdapat faktor-faktor yang mendorong jalannya
perubahan, ada juga faktor yng menghalangi terjadinya perubahan
tersebut. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
1 Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain
Kehidupan terasing
menyebabkan sebuah
masyarakat tidak
mengetahui perkembangan-
perkembangan apa yang terjadi pada masyarakat lain yang mungkin akan dapat memperkaya kebudayaannya sendiri.
Hal itu juga menyebabkan para warga masyarakat terkurung pola-pola pemikirannya oleh tradisi.
2 Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat
Hal ini mungkin disebabkan hidup masyarakat tersebut terasing dan tertutup atau mungkin karena lama
dijajah oleh masyarakat lain.
3 Sikap masyarakat yang sangat tradisional
Suatu sikap yang mengagung-agungkan tradisi dan masa lampau serta anggapan bahwa tradisi secara mutlak
tak dapat diubah menghambat jalannya proses perubahan. Keadaan tersebut akan menjadi lebih parah apabila
masyarakat yang bersangkutan dikuasai oleh golongan konservatif.
4 Prasangka terhadap hal-hal baru atau asing atau sikap yang
tertutup Sikap yang demikian banyak dijumpai pada
masyarakat-masyarakat yang pernah dijajah bangsa-bangsa
Barat. Mereka sangat mencurigai sesuatu yang berasal dari Barat karena tidak pernah bisa melupakan pengalaman-
pengalaman pahit selama penjajahan.
5 Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis
Setiap usaha
perubahan pada
unsur-unsur kebudayaan rohaniah biasanya diartikan sebagai usaha yang
berlawanan dengan ideologi masyarakat yang sudah menjadi dasar integrasi masyarakat tersebut.
6 Adat atau kebiasaan
Adat atau kebiasaan merupakan pola-pola perilaku bagi anggota masyarakat didalam memenuhi segala
kebutuhan pokoknya.
16
2. Masyarakat
a. Pengertian Masyarakat
Istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan- kesatuan hidup manusia, baik dalam tulisan ilmiah maupun dalam
bahasa sehari-hari, adalah masyarakat. Dalam bahasa Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata latin socius, yang
berarti “kawan”. Istilah masyarakat sendiri berasal dari akar kata Arab syaraka
yang berarti “ikut serta”, berpartisipasi.
17
Menurut Koentjaraningrat, masyarakat adalah memang sekumpulan manusia yang saling “bergaul”, atau dengan istilah
ilmiah, saling “berinteraksi”. Suatu kesatuan manusia dapat
mempunyai prasarana melalui apa warga-warganya dapat saling berinteraksi. Suatu negara modern misalnya, merupakan kesatuan
manusia dengan berbagai macam prasarana, yang memungkinkan
16
Ibid., h. 286-287.
17
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta, 2002, h. 143-144.
para warganya untuk berinteraksi secara instensif, dan dengan frekuensi yang tinggi. Suatu negara modern mempunyai suatu
jaringan komunikasi berupa jaringan perhubungan udara, jaringan telekomunikasi, sistem radio dan TV, berbagai macam surat kabar
ditingkat nasional, suatu sistem upacara pada hari-hari raya nasional dan sebagainya.
18
Menurut Hartono dan Arnicun Aziz , “masyarakat dalam arti
luas ialah keseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup bersama dengan tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa dan lain-lain atau
semua keseluruhan dari semua hubungan dalam hidup bermasyarakat.
Dalam arti
sempit masyarakat
dimaksud sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu,
umpamanya territorial, bangsa, golongan dan sebagainya. Maka ada masyarakat Jawa, masyarakat Sunda, masyarakat Minang dan
lain- lain.”
19
Pengertian masyarakat sendiri menurut Kingsley Davis, adalah sistem hubungan dalam arti hubungan antara organisasi-organisasi, dan
hubungan antara sel-sel. Kebudayaan dikatakannya mencakup segenap cara berpikir dan bertingkah laku, yang timbul karena interaksi yang
bersifat komunikatif seperti menyampaikan buah pikiran secara simbolis dan bukan karena warisan yang berdasarkan keturunan.
20
Masyarakat merupakan suatu pergaulan hidup, oleh karena manusia itu hidup bersama. Beberapa orang sarjana telah mencoba
untuk memberikan definisi masyarakat society, misalnya seperti berikut.
1 Mac Iver dan Page yang menyatakan bahwa masyarakat
ialah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok dan
penggolongan, dari pengawasan tingkah laku serta
18
Ibid., h. 144.
19
Hartono dan Arnicun Aziz, Ilmu Sosial Dasar, Jakarta: Bumi Aksara, 1993, h. 89-90.
20
Ibid, h. 266.
kebebasan-kebebasan manusia. Keseluruhan yang selalu berubah ini kita namakan masyarakat. Masyarakat
merupakan jalinan hubungan sosial dan masyarakat selalu berubah.
2 Ralp Linton mengemukakan, masyarakat merupakan setiap
kelompok manusia yang telah hidup dan berkerja sama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka
dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas.
3 Selo Soemardjan menyatakan bahwa masyarakat adalah
orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan.
21
Walaupun definisi dari sarjana-sarjana tersebut berlainan, tetapi pada dasarnya isinya sama, yaitu masyarakat yang mencakup
beberapa unsur sebagai berikut. 1
Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tak ada ukuran mutlak ataupun angka pasti untuk menentukan
berapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi, secara teoritis angka minimnya adalah dua orang yang hidup
bersama. 2
Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda
mati, umpamanya kursi, meja, dan sebagainya. Oleh karena dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul
manusia-manusia baru. Manusia itu juga dapat bercakap- cakap, merasa dan mengerti, mereka juga mempunyai
keinginan-keinginan untuk menyampaikan kesan-kesan atau perasaan-perasaannya. Sebagai akibat hidup bersama
itu, timbullah sistem komunikasi dan timbullah peraturan-
21
Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia, Bandung: Alfabeta, 2013, h. 18.
peraturan yang mengatur hubungan antarmanusia dalam kelompok tersebut.
3 Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan.
4 Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem
kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan
yang lainnya.
22
Kemantapan unsur-unsur
masyarakat mempengaruhi
struktur sosial. Dalam hal ini struktur sosial digambarkan sebagai adanya molekul-molekul dalam susunan yang membentuk zat,
yang terdiri dari bermacam susunan hubungan antarindividu dalam masyarakat. Maka terjadi integrasi masyarakat dimana tindakan
individu dikendalikan, dan hanya akan nampak bila diabstrakkan secara induksi dari kenyataan hidup masyarakat yang konkret.
Struktur sosial yang berperan dalam integrasi masyarakat, hidup langsung di belakang individu yang bergerak konkret menurut
polanya. Dapat menyelami latar belakang seluruh kehidupan suatu masyarakat, dan sebagai kriteria dalam menentukan batas-batas
suatu masyarakat melalui abstraksi dari kehidupan kekerabatan sistemnya.
23
Dalam konteks sosiologi, bahasan tentang masyarakat biasanya selalu terkait dan tidak dapat dipisahkan dengan elemen-
elemen lain yang menjadi bagian dari masyarakat itu sendiri, yakni individu, keluarga, dan kelompok. Individu adalah satuan terkecil
dari masyarakat, keluarga adalah kumpulan beberapa individu dan bagian dari kelompok, sedangkan kelompok adalah kumpulan dari
beberapa keluarga, dan merupakan bagian dari masyarakat secara keseluruhan. Menyatunya masing-masing elemen tersebut,
22
Ibid., h. 19.
23
M. Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar: Teori dan Konsep Ilmu Sosial, Bandung: PT Eresco, 1995, h. 64.
terciptalah sebuah komunitas besar yang kemudian dikatakan sebagai masyarakat”.
24
Untuk bisa bertahan hidup, semua masyarakat harus bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tertentu, yang kalangan
fungsionalis menyebutnya dengan istilah prasyarat fungsional functional prerequisities. Kebutuhan-kebutuhan itu diantaranya:
1 Kebutuhan subsistens. Kebutuhan subsistens adalah
kebutuhan jasmaniyah, seperti kebutuhan akan udara, makanan, air, kehangatan, tempat untuk bernaung, dan
tidur, yang kesemuanya harus dipenuhi agar bisa bertahan hidup. Manusia juga membutuhkan kebutuhan jasmaniyah
yang lainnya seperti kebutuhan akan rasa sayang, menghindari stress, dan keikutsertaan dalam sebuah sistem
keyakinan bersama. Pemenuhan kebutuhan subsitens ini biasanya memerlukan berbagai usaha kerja, seperti berburu,
mengumpulkan buah-buahan, atau memproduksi makanan, dan memerlukan tempat untuk bernaung.
2 Kebutuhan distribusi. Kepemilikan kekayaan subsistens itu
perlu didistribusikan ke seluruh anggota masyarakat. Bayi dan anak kecil termasuk orang yang membutuhkan orang
lain untuk memberi mereka suplai makanan yang cukup. 3
Kebutuhan reproduksi-biologis. Agar masyarakat tetap eksis dan survive maka diantara anggota masyarakatnya
harus melakukan reproduksi biologis. Biasanya di kita dilakukan melalui pernikahan.
4 Kebutuhan
transmisi budaya.
Masyarakat perlu
mentransmisikan budaya mereka-kebiasaan, nilai-nilai, ide- ide dalam masyarakat kepada anggota baru mereka agar
kebudayaan bisa terus bertahan atau berlanjut.
24
Rusmin Tumanggor, Sosiologi Dalam Perspektif Islam, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004, h. 25.
5 Kebutuhan perlindungan. Anggota masyarakat perlu
menghindari tindakan yang merusak satu sama lain dan mayarakat secara keseluruhan membutuhkan perlindungan
dari ancaman luar. 6
Kebutuhan untuk komunikasi. Untuk memenuhi semua kebutuhan di atas, maka anggota masyarakat perlu
mengkomunikasikannya dengan sesama anggota yang lainnya.
25
b. Bentuk-bentuk Masyarakat
1 Masyarakat Tradisonal
Masyarakat tradisional adalah masyarakat yang kehidupannya masih banyak dikuasai oleh adat istiadat
lama. Adat istiadat adalah suatu aturan yang sudah mantap dan mencakup segala konsepsi sistem budaya yang
mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosialnya. Jadi, masyarakat tradisional di dalam
melangsungkan kehidupannya berdasarkan pada cara-cara atau kebiasaan-kebiasaan lama yang masih diwarisi dari
nenek moyangnya. Masyarakat tradisional hidup di daerah pedesaan yang secara geografis terletak di pedalaman yang
jauh dari keramaian kota. Masyarakat ini dapat juga disebut masyarakat pedesaan atau masyarakat desa.
26
Menurut Sutardjo Kartohadikusuma dalam Elly M. Setiadi dan Usman Kolip
“desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat
“pemerintahan sendiri.” Adapun Bintaro dalam Elly M. Setiadi dan Usman Kolip memberikan batasan desa sebagai
25
Muhammad Amin Nurdin dan Ahmad Abrori, Mengerti Sosiologi, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006, h. 35-36
26
Ifzanul: http:ifzanul.blogspot.com201006masyarakat-tradisional-masyarakat.html diakses pada hari Jum’at tanggal 08 November 2013 pukul 21.40.
perwujudan atas kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang terdapat di situ suatu daerah dalam
hubungannya dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.
Sedangkan Paul H. Landis dalam Elly M. Setiadi dan Usman Kolip
, “mendefinisikan desa sebagai wilayah yang penduduknya kurang dari 2500 jiwa, dengan ciri-ciri
sebagai berikut: a
Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.
b Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan
terhadap kebiasaan. c
Cara berusaha ekonomi adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam, seperti: iklim,
kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris yaitu bersifat sambilan.
27
Ferdinand Tonies membuat batasan tentang masyarakat pedesaan sebagai masyarakat gemeinschaft
paguyuban, dan paguyubanlah yang menyebabkan orang- orang kota menilai sebagai masyarakat ini tenang,
harmonis, rukun dan damai dengan julukan masyarakat yang adem ayem. Akan tetapi, bukan berarti di dalam
masyarakat pedesaan tidak mengenal bermacam-macam gejala disorganisasi sosial atau sosial disorder. Gejala
seperti ini juga terdapat di dalam struktur masyarakat pedesaan. Akan tetapi, bagaimana bentuk gejala sosial
disorder, dapat dilihat keterangan berikut ini: a
Konflik pertengkaran.
Pertengkaran terjadi
biasanya berkisar pada masalah sehari-hari rumah
27
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, op.cit., h. 838.
tangga dan sering menjalar ke luar rumah tangga. Sedang banyak pertengkaran ini agaknya berkisar
pada masalah kedudukan dan gengsi, perkawinan, dan sebagainya.
b Kontroversi pertentangan. Pertentangan ini dapat
disebabkan oleh
perubahan konsep-konsep
kebudayaan adat istiadat, psikologi atau dalam hubungannya dengan guna-guna black magic.
c Kompetisi persiapan. Masyarakat pedesaan adalah
manusia-manusia yang mempunyai sifat sebagai manusia biasa dan mempunyai saingan dengan
manifestasi sebagai sifat ini. Oleh karena itu, maka wujud persaingan dapat positif dan negatif.
d Kegiatan pada masyarakat pedesaan. Masyarakat
pedesaan memiliki penilaian yang tinggi terhadap mereka yang dapat bekerja keras tanpa bantuan
orang lain. Jadi, jelas bahwa masyarakat pedesaan bukanlah masyarakat yang senang diam-diam tanpa
aktivitas.
28
Menurut Soerjono Soekanto, “gemeinschaft adalah
masyarakat tradisional yang memiliki hubungan personal yang dekat pada kelompok atau komunitas yang kecil”. Di
dalam gemeinschaft terdapat suatu kemauan bersama common will, ada suatu pengertian understanding serta
juga kaidah-kaidah yang timbul dengan sendirinya dari kelompok tersebut. Keadaan yang agak berbeda akan
dijumpai pada gessellschaft, di mana terdapat public life yang artinya bahwa hubungannya bersifat untuk semua
28
Ibid., h, 839.
orang. Gemeinschaft sering disebut dengan istilah paguyuban. Paguyuban memiliki beberapa tipe, yaitu:
a Paguyuban karena ikatan darah gemeinschaft by
blood, yaitu suatu paguyuban yang merupakan ikatan yang didasarkan pada ikatan darah atau
keturunan, contoh: keluarga, kelompok kekerabatan. b
Paguyuban karena tempat gemeinschaft of place, yaitu suatu paguyuban yang terdiri dari orang-orang
yang berdekatan tempat tinggal sehingga dapat saling tolong-menolong, contoh: rukun tetangga,
rukun warga, arisan. c
Paguyuban karena jiwa-pikiran gemeinschaft of mind, yang merupakan suatu paguyuban yang
terdiri dari orang-orang yang walaupun tak mempunyai hubungan darah ataupun tempat
tinggalnya tidak berdekatan, tetapi mempunyai jiwa dan pikiran yang sama, ideologi yang sama.
Paguyuban semacam ini biasanya ikatannya tidaklah sekuat paguyuban karena darah atau
keturunan.
29
Adapun yang menjadi ciri masyarakat desa antara lain: a
Di dalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan
erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas wilayahnya.
b Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan
dasar kekeluargaan.
29
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2007, h. 118.
c Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup
dari pertanian. d
Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencaharian, agama, dan adat istiadat.
30
2 Masyarakat Modern
Masyarakat modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya mempunyai orientasi nilai budaya
yang terarah ke kehidupan dalam peradaban dunia masa kini. Masyarakat modern relatif bebas dari kekuasaan adat-
istiadat lama. Karena mengalami perubahan dalam perkembangan zaman dewasa ini. Perubahan-Perubahan itu
terjadi sebagai akibat masuknya pengaruh kebudayaan dari luar yang membawa kemajuan terutama dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Pada umumnya masyarakat modern ini disebut juga masyarakat perkotaan atau
masyarakat kota.
31
Kota acap kali dipahami sebagai bentuk kehidupan masyarakat yang sangat individual, penuh kemewahan,
gedung-gedung yang menjulang tinggi, kendaraan yang lalu lalang hingga mengundang kemacetan, perkantoran yang
mewah, dan pabrik-pabrik yang besar. Kota sering kali dianggap sebagai semua tempat tujuan masyarakat
pedesaan untuk mencari pekerjaan, sebab pusat-pusat industri dan perpabrikan banyak berdiri di daerah
perkotaan.
32
Banyak kota di dunia berawal dari desa. Desa sendiri adalah lokasi pemukiman yang penghuninya terikat
30
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, op. cit., h. 840.
31
Ifzanul:http:ifzanul.blogspot.com201006masyarakat-tradisional-masyarakat.html diakses pada hari Jum’at tanggal 08 November 2013 pukul 21.40.
32
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, op. cit., h. 852-853.
dalam kehidupan pertanian, dan bergantung pada wilayah di sekelilingnya. Dalam perjalanan waktu, karena keadaan
topografis dan lokasinya, desa ini berkembang menjadi kota. Masyarakat perkotaan lebih dipahami sebagai
kehidupan komunitas yang memiliki sifat kehidupan dan ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat
pedesaan. Menurut Elly M. Setiadi dan Usman Kolip ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota, yaitu:
a Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan
dengan kehidupan keagamaan di desa. b
Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain.
Yang penting disini adalah manusia perorangan atau individu.
c Pembagian kerja di antara warga kota juga lebih
tegas dan mempunyai batas yang nyata. d
Kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga
desa. e
Interaksi yang terjadi lebih banyak terjadi berdasarkan pada faktor kepentingan daripada
faktor pribadi. f
Pembagian waktu yang lebih teliti dan sangat penting, untuk mendapat mengejar kebutuhan
individu. Perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota biasanya terbuka dalam
menerima pengaruh dari luar.
33
33
Ibid., h, 854-855.
3. Sistem Mata Pencaharian
a. Berburu dan Meramu
Mata pencaharian Berburu dan Meramu, atau hunting and gathering, merupakan suatu mata pencaharian makhluk manusia
yang paling tua, tetapi pada masa sekarang sebagian umat manusia telah beralih ke mata pencaharian lain, sehingga hanya kurang-
lebih setengah juta dari 3.000 juta penduduk dunia sekarang, atau kira-kira 0,01 saja hidup dari berburu dan meramu. Kecuali itu,
suku-suku bangsa yang berburu tinggal terdesak di daerah-daerah di muka bumi yang paling tidak menguntungkan bagi kehidupan
manusia yang layak, yaitu daerah pantai di dekat kutub yang terlampau dingin, atau daerah gurun yang terlampau kering.
34
Walaupun suku-suku bangsa berburu dan meramu hanya tinggal sedikit dan sulit didatangi, para ahli antropologi masih tetap
menaruh perhatian terhadap suatu bentuk mata pencaharian hidup umat manusia yang tertua, untuk dapat menganalisis azas
masyarakat dan kebudayaan manusia secara historikal. Di Indonesia masih ada juga bangsa yang hidup dari meramu, yaitu
penduduk daerah rawa-rawa di pantai-pantai Irian Jaya, yang hidup dari meramu sagu.
35
b. Beternak
Beternak secara tradisional, atau pastoralism, sebagai suatu mata pencaharian pokok yang dikerjakan dengan cara besar-
besaran, pada masa sekarang dilakukan oleh kurang-lebih tujuh juta manusia, yaitu kira-kira 0.02 dari ke-3.000 juta penduduk
dunia. Bangsa peternak didunia biasanya hidup di daerah-daerah gurun, sabana, atau stepa.
36
34
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Aksara Baru, 1981, h. 366.
35
Ibid,
36
Ibid, h. 367.
Sepanjang sejarah, suku-suku bangsa peternak menunjukan sifat-sifat yang agresif. Hal itu dapat kita mengerti, karena mereka
secara terus-menerus harus menjaga keamanan berates-ratus binatang ternak mereka terhadap serangan atau pencurian dari
kelompok-kelompok tetangga. Kecuali itu, karena mereka perlu makanan lain disamping daging, susu, dan keju, tetapi karena
makanan lain itu, yaitu gandum dan sayur-mayur, harus mereka peroleh dari suku-suku bangsa lain yang hidup dari bercocok
tanam, maka tidak ada persoalan kalau mereka dapat tukar- menukar atau berdagang, tetapi biasanya mereka berusaha
mendapatkan makanan itu dengan menguasai dan menjajah bangsa-bangsa yang hidup dari bercocok tanam.
37
Bangsa-bangsa peternak biasanyahidup mengembara sepanjang musim semi dan musim panas dalam suatu wilayah
tertentu yang sangat luas, dimana mereka berkemah dijalan pada malam hari. Dalam musim dingin mereka menetap di suatu
perkemahan induk atau desa induk yang tetap.
38
c. Bercocok Tanam
Bercocok tanam di ladang merupakan suatu bentuk mata pencaharian manusia yang lambat laun juga akan hilang, diganti
dengan bercocok tanam menetap. Cara orang melakukan bercocok tanam di ladang adalah dengan membuka sebidang tanah dengan
memotong belukar, dan menebang pohon-pohon, kemudian dahan- dahan dan batang-batang yang jatuh bertebaran dibakar setelah
kering. Ladang-ladang yang dibuka dengan cara demikian itu ditanami dengan pengolahan yang minimum dan tanpa irigasi.
Sesudah dua atau tiga kali memungut hasilnya tanah yang sudah kehilangan kesuburannya itu ditinggalkan. Sebuah ladang baru
37
Ibid, h. 368.
38
Ibid,
dibuka dengan cara yang sama, yaitu dengan menebang dan membakar pohon-pohonnya. Setelah 10 hingga 12 tahun, merka
akan kembali lagi ke ladang yang pertama, yang sementara itu sudah tertutup dengan hutan kembali.
39
Perubahan mata
pencaharian atau
biasa disebut
transformasi pekerjaan adalah pergeseran atau perubahan dalam pekerjaan pokok yang dilakukan manusia untuk hidup dengan
sumber daya yang tersedia untuk membangun kehidupan yang memuaskan peningkatan taraf hidup dengan memperhatikan
faktor seperti mengawasi penggunaan sumber daya, lembaga dan hubungan politik. Perubahan mata pencaharian ini ditandai dengan
adanya perubahan
orientasi masyarakat
mengenai mata
pencaharian. Mata pencaharian masyarakat di Indonesia pada umumnya berasal dari sektor agraris.
Perubahan orientasi mata pencaharian disini diartikan sebagai perubahan pemikiran masyarakat yang akan menentukan
dan mempengaruhi tindakannya di kemudian hari, dari pekerjaan pokok masyarakat yang dahulunya di sektor agraris bergeser atau
berubah ke sektor non-agraris. Hal ini melihat konstruk pemikiran ide yang menurut Hegel menentukan tindakan manusia.
Meskipun dalam taraf konstruk pemikiran gejala pergeseran atau perubahan tersebut sudah terjadi dalam realitas di masyarakat.
40
4. Tokoh Evolusionisme Sosiologis
a. Comte dan Konsep Evolusi Idealis
Comte berasumsi bahwa untuk memahami periode kelahiran modernitas kita perlu menempatkannya dalam konteks
historis yang lebih luas, yakni memperlakukannya hanya sebagai salah satu fase saja dari perjalanan panjang sejarah umat manusia.
39
Ibid, h. 369.
40
Jaya, Pajar Hatma Indra. 2003. Transformasi Tenaga Kerja Pedesaan, Surakarta, Skripsi : FISIP UNS, Tidak diterbitkan.
Masyarakat kapitalis, industrial, urban, tidak muncul secara kebetulan, tetapi merupakan hasil wajar dari proses terdahulu.
Mustahil orang dapat memberikan penjelasan, memprediksi dan menentukan arah perkembangan fenomena modern secara
memadai tanpa merekonstruksi pola dan mekanisme seluruh sejarah terdahulu.
41
Comte bertolak dari “hukum tiga tahap perkembangan manusia”. Kekuatan pendorong perubahan historis terdapat dalam
pikiran atau semangat manusia. Pemikiran manusia berkembang melalui tiga tahap: teologis, metafisik, dan positif. Di tahap teologis
manusia memohon bantuan kekuatan gaib supernatural segala kejadian di dunia dianggap sebagai kehendak kekuatan gaib itu.
Periode ini ditandai oleh dominasi kehidupan militer dan berkembangnya lembaga perbudakan. Kedua, tahap metafisik,
muncul segera setelah manusia menggantikan Tuhan dengan zat atau penyebab yang abstrak. Prinsip-prinsip fundamental tentang
realitas dipahami dengan nalar. Gagasan kedaulatan, kekuasaan hokum dan pemerintahan berdasarkan hokum dominan dalam
kehidupan politik. Ketiga adalah tahap positif, yang tercapai segera setelah manusia menyerahkan diri pada hokum yang berdasarkan
bukti empiris, pengamatan, perbandingan, dan eksperimen. Inilah abad pengetahuan dan industrialism.
42
b. Spencer dan Konsep Evolusi Naturalis
Menurut Spencer, evolusi menjadi prinsip umum semua realitas: alam dan sosial. Adanya sifat umum ini adalah karena
realitas pada dasarnya adalah material, terdiri dari zat, energi, dan gerakan. Evolusi di definisikan sebagai perubahan dari
41
Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta: Prenada Media Group, 2008, h. 117- 118.
42
Ibid,
homogenitas tak beraturan ke heterogenitas yang logis, yang diikuti kehilangan gerak dan integrasi zat.
43
Pertumbuhan tahap pertama adalah munculnya perbedaan antara dua bagian subtansi ini; atau dalam bahasa psikologi,
disebut fenomena. Masing-masing bagian segera mulai membagi diri sebagai bagian yang berbeda; dan diferensiasi tahap kedua
segera terjadi senyata yang aslinya. Diferensiasi ini terjadi tanpa henti dan akhirnya terciptalah dewasa.
44
Singkatnya, evolusi berlangsung melalui structural dan fungsional sebagai berikut: 1 dari yang sederhana menuju ke
yang kompleks; 2 dari tanpa bentuk yang dapat dilihat ke terkaitan bagian-bagian; 3 dari keseragaman, homogenitas
kespesialisasi, heterogenitas; dan 4 dari ketidakstabilan ke kestabilan.
45
c. Lewis Morgan dan Konsep Evolusi Materialis
Morgan seorang antropolog memperkenalkan gagasan evolusi yang berbeda, yang memusatkan perhatian pada bidang
teknologi. Ia adalah orang pertama dari sederetan panjang penganut determinisme teknologi yang meletakkan kekuatan
penggerak utama perubahan sosial dalam bidang ciptaan dan penemuan yang secara bertahap mengubah keseluruhan cara hidup
manusia. Menurutnya, keseragaman dan kelangsungan evolusi berasal dari kebutuhan material manusia yang bersifat universal
dan terus-menerus.
46
Sejarah manusia mengikuti tiga fase berbeda: Kebuasan, Barbarisme, dan Peradaban, dibatasi oleh terobosan teknologi yang
berarti. Begitulah, dalam fase kebuasan rendah terlihat pola
43
Ibid, h. 119.
44
Ibid,
45
Ibid,
46
Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta: Prenada Media Group, 2008, h. 121.
pencarian nafkah yang sangat sederhana dengan mengumpulkan buah-buahan dan biji-bijian. Di fase kebuasan tinggi, produksi
tembikar merupakan kemajuan teknologi penting. Di fase barbarism menengah sudah dikenal pemeliharaan ternak dan
irigasi sebagai teknik bertani baru. Di fase barbarism tinggi, produksi besi dan peralatan dari besi merupakan revolusi penting.
Terakhir, kelahiran peradaban ditandai oleh penemuan huruf dan seni menulis.
47
Jenis penjelasan teknologi sebagai faktor tunggal penyebab perubahan sosial ini besar pengaruhnya. Penjelasan ini muncul
kembali dalam pandangan Marxian. Salurannya disediakan Engels dengan memanfaatkan Private Property and the State 1884.
Gagasan Morgan ini pun kemudian diikuti oleh wakil penganut Neoevolusionisme, seperti Leslie White dan Gerhard Lenski.
48
B.
Hasil Penelitian yang Relevan 1.
Implementasi Kepercayaan Sunda Wiwitan Sebagai Falsafah Dalam Kehidupan Masyarakat Cigugur
Salah satu hasil penelitian yang relevan dengan skripsi ini adalah skripsi dari Didik Hariyanto Mahasiswa Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial, Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dengan judul ”Implementasi Kepercayaan Sunda Wiwitan Sebagai Falsafah Dalam Kehidupan Masyarakat
Cigugur”. Penelitian ini bertempat di Desa Cigugur, Kuningan Jawa Barat yang dilakukan pada tahun 2013.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah, Cigugur merupakan sebuah kelurahan di Kuningan, Jawa Barat. Di dalam
kehidupan masyarakat Cigugur terdapat aliran kepercayaan Sunda
47
Ibid,
48
Ibid, h. 122.
Wiwitan. Sunda Wiwitan merupakan suatu aliran kepercayaan masyarakat Sunda yang masih mengukuhi, mempercayai dan
mengamalkan keyakinan ajaran spritual kesundaan. Selain Kepercayaan Sunda Wiwitan, terdapat beberapa
agama resmi yang dianut oleh masyarakat Cigugur seperti Islam, Katholik, Kristen, Hindu dan Budha. Hal tersebut membuat
Cigugur menjadi suatu daerah yang multireligi. Kemajemukan agama tersebut dirasakan sangat dekat oleh masyarakat Cigugur,
tidak hanya di lingkungan antar tetangga tetapi dalam satu keluarga pun tidak aneh bagi masyarakat Cigugur terdapat perbedaan agama
dan keyakinan. Keunikan dalam masyarakat Cigugur adalah dengan sangat
dekatnya perbedaan keyakinan tersebut, tetapi masyarakat Cigugur dapat hidup rukun berdampingan. Sebagai contohnya dalam
aktivitas sosial, jika ada warga yang ingin membangun rumah atau merenovasi rumah, masyarakat Cigugur saling bergotong royong
dan bekerja sama dalam membantu pembangunan rumah tersebut dengan mengesampingkan perbedaan agama. Selain itu dalam
aspek keagamaan masyarakat Cigugur saling menghormati antar pemeluk agama, sebagai contoh jika masyarakat pemeluk
kepercayaan Sunda Wiwitan merayakan hari besar keagamaan, dalam ini adalah Seren Taun. Maka masyarakat Cigugur yang
memiliki kepercayaan selain Sunda Wiwitan akan turut serta membantu dan menyukseskan acara tersebut.
Hal tersebut merupakan bentuk kerukunan antar umat beragama yang diwujudkan oleh masyarakat Cigugur. Kerukunan
tersebut terjadi karena masyarakat Cigugur percaya Sunda Wiwitan merupakan adat atau kepercayaan dari leluhur, sehingga
masyarakat Cigugur menghormati kepercayaan Sunda Wiwitan, dari menghormati tersebut kemudian terciptalah interaksi yang
positif di dalam masyarakat Cigugur.
Selain merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam menciptakan kerukunan, Sunda Wiwitan berkontribusi dalam
memberikan pandangan bagi masyarakat Cigugur dalam memaknai pendidikan. Masyarakat Cigugur percaya adanya pendidikan
sebelum dan pasca lahir dimana pandangan tersebut berasal dari budaya Sunda Wiwitan. Pendidikan sebelum lahir dalam
masyarakat Cigugur dimulai jauh sebelum calon anak itu lahir, pendidikan sebelum lahir menuntut seorang bapak dan ibu dalam
menjaga perilaku di kehidupan sehari-hari karena perilaku calon bapak dan ibu tersebut dapat mempengaruhi perilaku atau keadaan
anaknya kelak. Jadi, Sunda Wiwitan merupakan faktor yang paling
berpengaruh dalam menciptakan kerukunan dan berkontribusi dalam memberikan pandangan mengenai pendidikan sebelum lahir
pada masyarakat Cigugur, sehingga Sunda Wiwitan menjadi sebuah falsafah yang dijalankan masyarakat dalam kehidupan
sehari-hari baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
2. Religi Lokal dan Pandangan Hidup: Kajian Masyarakat
Penganut Religi Talotang, dan Patuntung, Sipelebegu Permalim, Saminisme Dan Agama Jawa Sunda
Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Hasyim tentang “Religi Lokal dan Pandangan Hidup: Kajian Masyarakat
Penganut Religi Talotang, dan Patuntung, Sipelebegu Permalim, Saminisme Dan Agama Jawa Sunda”. Hasil penelitiannya
menunjukan bahwa selama abad 19 hingga awal abad 20 dalam sejarah Indonesia dikenal sebagai periode munculnya berbagai
keagamaan dengan berbagai latar, penyebab dan orientasinya. Gerakan-gerakan itu pada umumnya cukup menggoncangkan
masyarakat dan pemerintah kolonial pada masa itu. Agama Djawa Sunda dapat digolongkan gerakan sekte keagamaan. Kecocokan
ciri-ciri gerakan sekte keagamaan dengan apa yang ada di dalam Agama Djawa Sunda memperkuat pendapat bahwa Agama Djawa
Sunda merupakan gerakan sekte.
C.
Kerangka Berpikir
Kehidupan masyarakat bukanlah hal yang bersifat statis, tetapi merupakan hal yang bersifat dinamis. Artinya, akan mengalami perubahan
sesuai dengan perkembangan zaman. Perubahan tersebutlah yang biasa dikenal dengan istilah perubahan sosial. Perubahan sosial mengenai nilai-
nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan
dan wewenang, interaksi sosial dan lain sebagainya. Perubahan sosial bisa terjadi karena beberapa faktor, baik itu
internal maupun eksternal. Salah satu faktor internal yan menyebabkan terjadinya perubahan sosial adalah perubahan penduduk, kita bisa lihat
kondisi kota-kota besar di Indonesia, terutama Jakarta yang begitu mudah kita temukan perubahan-perubahan tersebut. Bencana alam, menjadi salah
satu faktor eksteral yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial, kita bisa lihat perubahan sosial di NAD Nangroeh Aceh Darussalam yang
disebabkan oleh tsunami pada Desember 2002. Layaknya masyarakat pada umumnya, masyarakat Cigugur,
Kuningan Jawa Barat pun tidak bisa hidup statis. Dalam sejarahnya, masyarakat Cigugur mengalami perubahan-perubahan dalam kehidupan
mereka yang bersentuhan langsung dengan unsur-unsur kebudayaan tersebut. Seperti perubahan sistem religi masyarakat Cigugur yang
sekarang banyak memeluk kepercayaan sunda wiwitan ajaran Jawa Sunda.
Efek modernisasi begitu dahsyat dan memakan tatanan sosial masyarakat. Maka dari itulah, tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan
sosial tersebut pun dialami oleh masyarakat kecamatan Cigugur, Kuningan Jawa Barat. Perjalanan kehidupan yang dijalani oleh masyarakat Cigugur,
Kuningan Jawa Barat pada kenyataannya dihiasi oleh perubahan- perubahan yang bersifat sosial, seperti perubahan sosial mengenai sistem
mata pencaharian yang dialami oleh masyarakat Cigugur. Masyarakat Cigugur merupakan masyarakat plural, baik dari segi
budaya, etnis maupun agama. Dalam dunia modern, banyak orang berupaya melakukan perubahan dalam kehidupannya, terutama perubahan
untuk meningkatkan taraf ekonomi mereka, yang tentunya dengan memiliki sistem mata pencaharian dengan penghasilan yang mampu
meningkatkan taraf ekonomi mereka. Mereka yakin bahwa hal tersebut akan membuat orang menjadi lebih bahagia.
Dampak perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat Cigugur cenderung sama dengan dampak perubahan sosial yang terjadi dimana dan
pada siapa saja, yakni ada yang berdampak positif dan ada yang berdampak negatif. Penyalah gunaan teknologi misalnya, menjadi contoh
negatif dari perubahan sosial yang ditawarkan oleh kecanggihan teknologi tersebut. Tetapi sebaliknya, jika kemajuan dan kecanggihan teknologi
tersebut dapat dipergunakan dengan baik, maka dampaknya mengarah pada hal positif, seperti semakin luasnya wawasan anak bangsa karena
sering mengakses berita setiap saat lewat internet. Sistem mata pencaharian merupakan salah satu dari tujuh unsur
kebudayaan yang juga tak lepas dari sentuhan perubahan sosial. Karena pada kenyataannya, seiring berjalannya waktu masyarakat Cigugur
memiliki sistem mata pencaharian yang berbeda dengan sistem mata pencaharian mereka pada masa lalu, meskipun masih banyak yang
bertahan dengan pekerjaan mereka pada masa lalu.
40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Dusun Cipager, Desa Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Februari 2014.
B. Latar Penelitian
Pengamatan awal dilakukan untuk mamahami situasi, mempelajari keadaan dan latar subjek penelitian pada lokasi penelitian, dalam hal ini
adalah tradisi Dusun Cipager, Desa Cigugur, Kuningan Jawa Barat. Pemilihan subjek peneliti akan dikemukakan secukupnya tentang
pengenalan lapangan untuk menilai keadaan sosial, lokasi dan keadaan geografis.
Desa Cigugur terletak di lereng Gunung Ciremai, Secara
administratif, Cigugur terletak di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat yang berjarak sekitar 35 km ke arah selatan kota Cirebon, atau sekitar 168 km
dari kota Bandung. Cigugur berada pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut. Aktivitas yang diteliti adalah pekerjaan atau sistem mata
pencaharian masyarakat Cigugur.
C. Metode Penelitian
Penelitian pada hakikatnya merupakan wahana untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran.
1
Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Pengertian
penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan
1
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997, h.30.
data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti.
2
Penelitian kualitatif dilakukan dalam situasi yang wajar natural setting dan data yang dikumpulkan umumnya bersifat kualitatif. Oleh
karena itu, penelitian ini disebut metode kualitatif. Metode kualitatif lebih berdasarkan pada filsafat fenomenologis yang mengutamakan penghayatan
verstehen. Metode kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi
tertentu menurut perspektif peneliti sendiri.
3
Responden dalam metode kualitatif berkembang terus snowball secara bertujuan purposive sampai data yang dikumpulkan dianggap
memuaskan. Alat pengumpul data atau instrumen penelitian dalam metode kualitatif ialah si peneliti sendiri. Jadi, peneliti merupakan key instrument,
dalam mengumpulkan data, si peneliti harus terjun sendiri ke lapangan secara aktif. Teknik pengumpulan data yang sering digunakan ialah
observasi partisipasi, wawancara, dan dokumentasi.
4
Jenis penelitiannya adalah Deskriptif, Penelitian Deskriptif analisis bertujuan untuk pengumpulan informasi mengenai sejumlah besar orang
dengan mewawancarai segelintir orang dari mereka.
5
Peneliti menggunakan penelitian deskriptif kualitatif untuk mendeskripsikan fenomena sosial yang terjadi dengan cara mewawancarai
masyarakat yang berhubungan dengan fenomena sosial tersebut sebagai sumber data.
2
Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, Jakarta: Kencana, 2005, h. 166.
3
Husaini Usman, Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, h.78.
4
Ibid., 78-79.
5
James A. Black dan Dean J. Champion, Metode dan Masalah Penelitian Sosial, Bandung: PT. Eresco, 1992, h. 73
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Pengumpulan Data
Dalam penelitian
kualitatif, pengumpulan
data lazimnya
menggunakan observasi dan wawancara. Juga tidak diabaikan penggunaan sumber-sumber non-manusia non-human source information, seperti
dokumen dan rekaman atau catatan record yang tersedia. Metode yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah:
a. Wawancara
Dalam penelitian kualitatif biasanya digunakan teknik wawancara sebagai cara utama untuk mengumpulkan data atau
informasi. Ini bisa dimengerti, setidak-tidaknya karena dua alasan. Pertama, dengan wawancara peneliti dapat menggali tidak saja apa
yang diketahui dan dialami oleh seseorang atau subjek yang diteliti, tetapi apa juga yang tersembunyi jauh di dalam diri subjek
penelitian explicit knowledge maupun tacit knowledge. Kedua, apa yang ditanyakan kepada informan bisa
mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu yang berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang, dan juga masa mendatang.
6
Teknik pengumpulan data melalui wawancara dibutuhkan untuk mengetahui dan mengumpulkan informasi mengenai
perubahan sosial masyarakat Cigugur dengan fokus penelitian sistem mata pencaharian masyarakat Cigugur yang akan
melengkapi hasil penelitian. Penelitian ini melakukan wawancara terbuka dan terstruktur
terhadap beberapa informan penelitian yakni beberapa tokoh masyarakat Cigugur dengan sebelumnya didahului pembicaraan
informal untuk menciptakan hubungan yang akrab dengan informan. Hubungan yang akrab ini diperlukan agar bisa
6
Sanapiah Faisal. Penelitian Kualitatif : Dasar-Dasar Dan Aplikasi, Malang: Yayasan Asih Asah Asuh, 1990, H.61-62.
memudahkan dalam mendapatkan umpan balik dalam proses selanjutnya. Perlu diingat bahwa untuk mencapai suasana santai
dan akrab diperlukan waktu agar lebih saling mengenal. Oleh karena itu, wawancara yang pertama lebih banyak ditujukan untuk
membina keakraban hubungan. Lambat laun wawancara yang semula bersifat informal beralih menjadi lebih formal walaupun
keakraban senantiasa dipelihara. Digunakan pula pedoman wawancara yang berupa garis-garis besar pokok pertanyaan yang
dinyatakan dalam proses wawancara dan disusun sebelum wawancara dimulai.
7
Pokok pertanyaan yang nantinya akan ditanyakan peneliti kepada narasumber mengarah kepada sistem mata pencaharian
masyarakat Cigugur. Setelah pokok pertanyaan disusun dan siap untuk ditanyakan, langkah peneliti selanjutnya adalah menentukan
narasumber yaitu dengan memilih terlebih dahulu narasumber utama yang nantinya akan merekomendasikan narasumber
selanjutnya kedua, begitupun seterusnya. Setelah mendapatkan narasumber terpilih, selanjutnya peneliti meminta kesediaan
narasumber untuk membantu penelitian ini dengan menjawab pokok pertanyaan yang telah dibuat dan memberikan alasan atau
penjelasan dari jawaban tersebut. Jika narasumber bersedia untuk membantu penelitian ini, yang perlu disepakati antara peneliti dan
narasumber adalah waktu dan tempat berlangsungnya wawancara. Terkait dengan hal ini, peneliti langsung mendatangi narasumber di
kediamannya yang tentunya berada di Desa Cigugur.
b. Observasi
Observasi, seperti halnya wawancara, termasuk teknik pengumpulan data yang utama dalam kebanyakan penelitian
kualitatif. Dengan wawancara, peneliti dapat menanyakan pada
7
Ibid.,