Pengaruh Perubahan Orientasi Mata Pencaharian Terhadap Status Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Sudirejo Kecamatan Namorambe Kabupaten Deliserdang

(1)

Skripsi

PENGARUH PERUBAHAN ORIENTASI MATA PENCAHARIAN TERHADAP STATUS SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA SUDIREJO KECAMATAN

NAMORAMBE KABUPATEN DELISERDANG D

I S U S U N Oleh:

FRISKA PARAPAT (060901064)

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha atas segalanya, yang telah memberikan rahmat dan hidayah – Nya kepada penulis atas segala jalan yang diberikan meski tak selalu mulus namun pasti terbaik bagi saya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tiada suatu keinginan dan cita – cita yang dapat tercapai tanpa perjuangan dan ridho dari –Nya.

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana (S-1) bagi mahasiswa/I Departemen Sosiologi Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Dan penulis menyadari masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan dalam skripsi ini, semoga dengan adanya penyempurnaan berupa kritik, saran dan pendapat, dari para pembaca dapat memberikan masukan positif bagi penulis.

Enggan memungkiri bahwa dalam pengerjaan skripsi ini tidak lepas dari peran banyak pihak yang disadari ataupun tidak, langsung ataupun tidak langsung yang memberikan kontribusi atas selesainya skripsi ini. Penulis juga menyadari bahwa apa yang diraih penulis saat ini tidak terlepas dari dukungan moril dan materiil dari berbagai pihak, dan penghargaan yang setinggi – tingginya.

Selanjutnya, penulis juga mengucapkan terima kasih :

1. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. DR. Badaruddin, M,Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Drs. Sismudjito Msi selaku dosen pembimbing yang selalu menyediakan waktu dan memberikan bimbingan, saran serta sumbangan pemikiran dan ide-ide dalam penulisan skripsi ini.

4. Bapak, Ibu Dosen yang ada di FISIP USU, khususnya dosen saya yang mengajarkan mata kuliah Sosiologi atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama ini.

5. Kak Feni dan kak Betty selaku staf administrasi dan pendidikan untuk Departemen Sosiologi Fisip USU.


(3)

6. Kepada ayahanda dan ibunda tercinta B. Parapat dan D. br Purba yang selalu dan tak pernah putus memberi dorongan, dari yang bersifat material, mental, dan juga spiritual, juga selalu mendoakan kebaikan bagi saya dan memberikan dukungan dalam bentuk apapun demi kelancaran studi saya.

7. Kepada adek-adek penulis yang sangat perhatian dan kadang menyebalkan, tapi penulis sayang mereka Fernando Parapat dan Ferdinan Parapat. Semoga kalian berdua tidak ketinggalan dengan kakaknya dan sama-sama kita dapat membanggakan orang tua.Amin. 8. Kepada sahabat terdekat dan terbaik dalam hidup penulis Tota Hutabarat, special thanks buat kamu karena telah memberikan semangat yang berarti dalam bentuk apapun dan selalu ada dalam suka duka penulis.. Semoga apa yang kita cita-citakan tercapai dan direstui oleh Tuhan.Amin

9. Buat opung, bou-bou, dan Melda yang ada dirumah, Trima kasih atas dorongannya yang setiap kesempatan selalu menanyakan kapan penulis wisuda. Trimakasih juga atas kebersamaannya setiap hari dirumah yang sedikit banyak membantu penulis dalam betntuk apapun itu.

10. Kepada sahabat saya Okto Silaban (06) yang sangat membantu penulis dalam penulisan skripsi ini, Dedy Sinaga (05) dan Purnawan Harefa (05) yang telah memberi bantuan dilapangan serta memberi masukan-masukan, dan kepada sweedy saya Rizky Verina (06) dan Ira Gultom yang selalu ada dalam hari-hari penulis menjalankan aktifitas perkuliahan dan diluar perkuliahan.

11. Kepada kawan-kawan Departemen Sosiologi yang tak terlupakan kenangannya selama penulis masih tahap perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini yaitu (06), Irma (06), Agustina (06), Tantri (06), ZuLfadli (06), Ryandiko (06), Prabu Tamba (06), Rahmayani (06), Esha (06), bang Ari (05), bang Fridolin (05), Wisnu (08), Kak Nita (05), kak Riama (05), Bang Dinan (03), Leo (07), Martin (07), dan 2006, 2005, 2007, 2008, 2009 yang lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Trimakasih atas pertemanan kalian semua.


(4)

12. Kepada Teman-teman gereja penulis PP GKPI Simpang Limun (SlimVoice), Kak Juli Sitorus, Kak Tina Hutabarat, Boyke Simanjuntak, Bang Atur, Thomas, Andre, Josua, Cory, Melisa, Ririn, dan Novi Tobing dengan bernyanyi bersama-sama memuji dan memuliakan nama Tuhan, menjadikan hidup penulis lebih berarti, tenang, damai dan selalu ceria. Senang berada ditengah-tengah kalian. Trima kasih.

13. Kepada Bapak Kepala Desa dan seluruh Pegawai Kepala Desa, yang memberikan izin bagi penulis dalam meneliti di Desa Sudirejo

14. Kepada seluruh informan yang telah memberikan waktu dan dengan baik menerima penulis dalam meneliti di Desa Sudirejo.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih penuh dengan kekurangan dan jauh dari kesempurnaan yang disebabkan oleh keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh penulis. Dengan kerendahan hati penulis selalu mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun.

Medan, Oktober 2010

Penulis (Friska Parapat)


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan melihat sejauh mana hubungan antara perubahan orientasi mata pencaharian di pedesaan dengan status social ekonomi masyarakat di Desa Sudirejo, KAbipaten Deliserdang. Penelitian menggunakan teori-teori yang dianggap relevan seperti teoti modernisasi, perubahan social. Penelitian ini menggunakan metode korelasi, yaitu untuk menemukan ada tidaknya hubungan antar variable-variabel dan apabila ada, seberapa erat hubungan itu, juga berarti atau tidaknya hubungan itu, yang kelebihannya dapat mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada satu atau lebih factor lain berdasarkan pada koefisien korelasi. Sedangkan kelemahannya adalah penelitian bersifat kurang ketat dalam keterpengaruhan perubahan orientasi mata pencahariannya.

Sampael dalam penelitian ini sebanyak 68 responden, penarikan sample menggunakan sample sederhana. Pengumpulan datanya dilakukan dengan teknik penelitian lapangan yakni penyebaran kuesioner kepada responden dimana peneliti mendampingi responden pada saat pengisisn kuesioner dan penelitian ke perpustakaan yakni menghimpun data dari buku-buku sebagai bahan rujukan yang sesuai dengan penelitian ini. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan tabel tunggal, tabel silang, dan analisis korelasi produc momen.

Dari penelitian ini diperoleh 0,61, dimana jika dari skala Guilford berada pada skala 0,61>0,244 untuk tingkat signifikan hasil hipotesis dilakukan. Dengan demikian dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perubahan orientasi mata pencaharian terhadap status social ekonomi masyarakat desa dengan pengolahan nilai Rxy 0,61>0,244 maka hubungan antara variable X dengan Y, yang dipengaruhi variable Z adalah 0,61>0,244 (signifikan). Oleh karena itu hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa perubahan orientasi mata pencaharian terhadap status social ekonomi masyarakat Desa Sudirejo terdapat hubungan signifikan.


(6)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Abstrak ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Kerangka Teori ... 6

1.6 Hipotesis ... 7

1.7 Defenisi Konsep ... 8

1.8 Operasional Variabel ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 31

3.2 Lokasi Penelitian ... 31

3.3 Populasi dan Sampel ... 31

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 35

3.5 Teknik Analisis Data ... 36

3.6 Jadwal Kegiatan ... 38

3.7 Keterbatasan Penelitian ... 38

BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA 4.1 Deskripsi Daerah Lokasi Penelitian ... 40

4.2 Deskripsi Keadaan Sosial Ekonomi Desa Sudirejo ... 41

4.3 Temuan Data di Lapangan ... 47

4.4 Analisis Data ... 69

4.5 Analisis Korelasi Product Momen ... 74

4.6 Analisis Tabel Silang ... 79

4.7 Pengujian Hipotesis ... 80

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 82

5.2 Saran ... 82 Daftar Pustaka


(7)

DAFTAR TABEL

TABEL JUDUL

Tabel 1 Komposisi penduduk berdasarkan suku... 42

Tabel 2 Komposisi penduduk berdasarkan umur... 43

Tabel 3 Komposisi penduduk berdasarkan agama... 44

Tabel 4 Komposisi penduduk berdasarkan pendidikan... 44

Tabel 5 Sarana ibadah... 45

Tabel 6 Sarana pendidikan... 46

Tabel 7 Sarana kesehatan... 47

Tabel 8 Pemakaian alat bertani... 47

Tabel 9 Pemakaian pupuk... 48

Tabel 10 Subsidi Pemerintah... 49

Tabel 11 Biaya untuk pertanian... 49

Tabel 12 Kebutuhan RT dari hasil bertani... 50

Tabel 13 Masuknya pembaharuan... 50

Tabel 14 Jenis pembaharuan... 51

Tabel 15 Tanggapan terhadap pembaharuan... 52

Tabel 16 Manfaat pembaharuan... 52

Tabel 17 Keputusan melakukan pembaharuan... 53

Tabel 18 Pengaruh pendatang... 53

Tabel 19 Status lahan... 54

Tabel 20 Hanya lahan sebagai sumber penghasilan... 55

Tabel 21 Pembaharuan warga ke sektor non pertanian... 55

Tabel 22 Masuknya industri dan sektor lain... 56

Tabel 23 Keuntungan masuknya sektor non pertanian... 57

Tabel 24 Pembaharuan pengetahuan masyarakat... 57

Tabel 25 Pembaharuan masyarakat dari pertanian ke sektor lain... 58

Tabel 26 Tingkat kemauan mengembangkan diri meningkat... 59

Tabel 27 Pengalihan lahan ke sektor lain... 59

Tabel 28 Keadaan pendapatan dengan adanya pembaharuan... 60

Tabel 29 Hubungan antar masyarakat... 61

Tabel 30 Penghasilan membantu ekonomi keluarga... 61

Tabel 31 Penghasilan membantu kebutuhan makanan... 62

Tabel 32 Penghasilan mampu memenuhi kebutuhan sandang... 63

Tabel 33 Penghasilan mampu memenuhi kebutuhan pendidikan... 63

Tabel 34 Penghasilan dalam pemenuhan kebutuhan kesehatan... 64

Tabel 35 Perasaan setelah adanya pembaharuan... 65

Tabel 36 Tingkat kesejahteraan di bidang non pertanian... 65

Tabel 37 Konsumsi perhari... 66

Tabel 38 Dinding rumah... 66

Tabel 39 Lantai rumah... 67

Tabel 40 Kendaraan yang dimiliki... 67


(8)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan melihat sejauh mana hubungan antara perubahan orientasi mata pencaharian di pedesaan dengan status social ekonomi masyarakat di Desa Sudirejo, KAbipaten Deliserdang. Penelitian menggunakan teori-teori yang dianggap relevan seperti teoti modernisasi, perubahan social. Penelitian ini menggunakan metode korelasi, yaitu untuk menemukan ada tidaknya hubungan antar variable-variabel dan apabila ada, seberapa erat hubungan itu, juga berarti atau tidaknya hubungan itu, yang kelebihannya dapat mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada satu atau lebih factor lain berdasarkan pada koefisien korelasi. Sedangkan kelemahannya adalah penelitian bersifat kurang ketat dalam keterpengaruhan perubahan orientasi mata pencahariannya.

Sampael dalam penelitian ini sebanyak 68 responden, penarikan sample menggunakan sample sederhana. Pengumpulan datanya dilakukan dengan teknik penelitian lapangan yakni penyebaran kuesioner kepada responden dimana peneliti mendampingi responden pada saat pengisisn kuesioner dan penelitian ke perpustakaan yakni menghimpun data dari buku-buku sebagai bahan rujukan yang sesuai dengan penelitian ini. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan tabel tunggal, tabel silang, dan analisis korelasi produc momen.

Dari penelitian ini diperoleh 0,61, dimana jika dari skala Guilford berada pada skala 0,61>0,244 untuk tingkat signifikan hasil hipotesis dilakukan. Dengan demikian dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perubahan orientasi mata pencaharian terhadap status social ekonomi masyarakat desa dengan pengolahan nilai Rxy 0,61>0,244 maka hubungan antara variable X dengan Y, yang dipengaruhi variable Z adalah 0,61>0,244 (signifikan). Oleh karena itu hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa perubahan orientasi mata pencaharian terhadap status social ekonomi masyarakat Desa Sudirejo terdapat hubungan signifikan.


(9)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara agraris yang memiliki potensi alam melimpah ruah yang mendukung statusnya sebagai negara agraris. Dengan sebagian besar masyarakatnya bermukim di pedesaan dan bermata pencaharian disektor pertanian. Maka sumber daya fisik utama yang paling penting dalam kehidupan masyarakat pedesaan tersebut adalah tanah atau lahan pertanian. Salah satu fungsi utama sosial ekonomi masyarakat pedesaan di Indonesia adalah melakukan berbagai macam kegiatan produksi terutama disektor pertanian dengan orientasi hasil produksinya untuk memenuhi kebutuhan pasar, baik di tingkat desa itu sendiri maupun ditingkat lain yang lebih luas. Dengan demikian mudahlah dimengerti apabila sebagian besar warga masyarakat pedesaan melakukan kegiatan utamanya dalam kegiatan pengolahan dan pemanfaatan lahan pertanian (Soepono,1995:1).

Masyarakat desa dalam kehidupan sehari-harinya menggantungkan pada alam. Alam merupakan segalanya bagi penduduk desa, karena alam memberikan apa yang dibutuhkan manusia bagi kehidupannya. Mereka mengolah alam dengan peralatan yang sederhana untuk dipetik hasilnya guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Alam juga digunakan untuk tempat tinggal. Seperti diketahui masyarakat pedesaan sering diidentikkan sebagai masyarakat agraris, yaitu masyarakat yang kegiatan ekonominya terpusat pada pertanian.


(10)

tergantung pada tingkat kesuburan tanah, iklim, curah hujan dan lainnya.Tetapi ini bukan suatu keadaan yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk memperoleh hasil penelitian. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut, masyarakat pedesaan mengalihkan kegiatan ekonominya ke sektor lain. Misalnya peternakan, perdagangan dan berbagai industri kecil (Mubyarto, 1985:20).

Fenomena yang sedang berlangsung di komunitas desa tersebut dalam waktu yang berkesinambungan terjadi pergeseran pekerjaan dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian yang dirasanya dapat meningkatkan kualitas kehidupannya. Hal ini dikarenakan pelaksanaan pembangunan pemekaran kota yang mengembang ke arah pinggiran, sehingga konsekuensinya banyak mengeser lahan-lahan pertanian. Dimana terjadinya penyempitan secara relatif lahan pertanian berakibat pula pada penurunan pendapatan dan sekaligus kesejahteraan pertanian. Proses pembangunan pemekaran kota ke arah perluasan areal aktifitas sosial dan ekonomi di pedesaan, dimana terdapat pengadaan aktifitas-aktifitas ekonomi baru, merupakan salah satu ciri berkembangnya nilai-nilai modernitas di suatu masyarakat. Proses seperti ini dapat memberikan stimulus warga masyarakat pedesaan untuk mengadopsinya. Hal ini disebabkan karena mereka mulai memproyeksikan dirinya dengan menempatkan peranan orang lain yang dianggap lebih baik dari pada mereka. Proses selanjutnya mereka mulai membandingkan pola-pola yang selama ini dialami dengan pola-pola baru yang datang dari luar, yang keberadaannya dianggap dapat mendukung dinamika kemajuan dirinya, khususnya dalam tuntutan kebutuhan ekonomi.

Proses konversi yang terjadi di Indonesia dari tahun ke tahun menunjukan jumlah yang semakin meningkat. Hal ini akan berdampak pada berkurangnya jumlah lahan untuk


(11)

pertanian dan berubahnya mata pencaharian penduduk yang biasanya bertani. Perkembangan dan pertumbuhan suatu industri kecil dalam suatu wilayah pedesaan, ditopang oleh kerja keras dan jiwa kewiraswastaan yang tinggi oleh masyarakat desa pendukung industri tersebut. Disamping dari teknologi, modal, tenaga kerja dan kedisiplinan serta peran serta pemerintah. Pertumbuhan industri di daerah pedesaan itu memungkinkan daerah tersebut tumbuh menjadi daerah industri dengan segala akibat positif dan negatifnya, yang kemudian akan membawa perubahan-perubahan dalam masyarakat.

Banyak lahan-lahan sudah dijadikan pemukiman dan membawa dampak yang besar bagi masyarakat tersebut. Dimana pertanian itu sudah semakin melemah dan pertanian itu tidak menjadi prioritas lagi dalam mata pencaharian. Semakin berkembangnya zaman maka desa ini akan mengalami perubahan dan mengarah kearah modernisasi atau pembangunan kearah yang lebih maju. Dilihat dari bentuknya, perkampungan di desa memiliki pola yang berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi geografis setempat seperti adanya sungai atau jalan sebagai sarana transportasi utama dan kondsi topografi yang berbukit atau datar. Pertumbuhan penduduk suatu daerah dapat mengidentifikasikan bahwa daerah tersebut mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Populasi penduduk yang cenderung meningkat dapat mempengaruhi perkembangan sosial dan ekonomi yang diprediksi akan meningkat dalam arti kuantitas maupun kualitasnya. Masalah yang timbul adalah persediaan lahan menjadi semakin terbatas, sedangkan kebutuhan permukiman sebagai tempat tinggal menjadi kebutuhan yang sangat mendesak, karena rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang berfungsi sebagai tempat bernaung, tidur, istirahat dan berkumpul bersama keluarga.


(12)

Semakin sempitnya lahan pertanian dalam sebuah daerah pedesaan membuat sebagian masyarakat tidak mampu untuk bertahan atau beralih dari pertanian menjadi ke non pertanian. Terjadinya peralihan lahan pertanian menjadi lahan pemukiman mengakibatkan lahan itu menjadi sangat sempit dan semakin banyaknya sector-sektor lain yang masuk dalam wilayah tersebut yang bukan lagi merupakan sector pertanian

Desa Sudirejo, kecamatan Namorambe, merupakan wilayah yang masih memiliki banyak lahan pertanian yang produktif. Pemandangan pertama yang terlihat saat memasuki wilayah Sudirejo adalah puluhan petak sawah yang terhampar luas di samping kiri dan kanan. Desa ini berpotensi pada bidang pertanian, terlihat dari luas lahan yang diamati yang sebagian besar berupa lahan yang layak bagi pertanian. Secara geografis, desa ini juga mendukung pada proses dalam bidang pertanian, baik dari segi suhu rata-rata keseharian dan topografi tempat yang ada. Daerah yang berada pada ketinggian yang strategis cocok bagi tanaman-tanaman pertanian, khususnya tanaman pangan. Belakangan ini luasan lahan pertanian di Desa Sudirejo semakin berkurang. Hal ini disebabkan oleh semakin maraknya fenomena konversi lahan di wilayah tersebut.

Seperti masyarakat desa di Indonesia pada umumnya, masyarakat Desa Sudirejo mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Desa Sudirejo termasuk ke dalam kecamatan Namorambe yaitu merupakan sebuah kecamatan yang terletak di sebelah utara dari kota Medan, dan juga Namorambe merupakan salah satu kecamatan yang berada di bawah naungan dari pemerintahan Kabupaten Deliserdang yang beribukotakan Lubuk Pakam. Namorambe adalah sebuah kecamatan dimana dalam


(13)

kecamaaatan itu terdapat 39 desa dan 65 dusun. Penduduk di kecamatan Namorambe mayoritas suku karo sekitar 59%.

Tetapi seiring dengan perkembangan yang terliat saat ini, masyarakat Desa Sudirejo tidak saja beraktivitas mengelola lahan pertanian (bertani), selebihnya ada yang menjadi pedagang, buruh, dan lain-lain. Mereka yang bermata pencaharian sebagai petani, biasanya mengelola lahan pertanian mereka dengan menanam padi dan palawija. Dan dewasa ini mereka mulai melepaskan mata pencaharian mereka untuk kemudian pindah ke mata pencaharian lain yang dirasa dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. Mereka banyak yang beralih ke sektor informal.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis mengenai pengaruh perubahan orientasi mata pencaharian yang ditimbulkan dari adanya konversi lahan pertanian bagi masyarakat.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

“Apakah terdapat pengaruh perubahan orientasi mata pencaharian terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat Desa Sudirejo Kecamatan Namoramabe Deliserdang?”

1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum kegiatan penelitian dilakukan dengan suatu tujuan pokok yaitu mengetahui dan melihat pengaruh perubahan orientasi mata pencaharian terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat Desa Sudirejo Kecamatan Namorambe, untuk


(14)

mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi perubahan orientasi mata pencaharian penduduk Desa Sudirejo, untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konversi lahan.

1.4. Manfaat Penelitian

Dalam melakukan selalu penelitian pastinya penelitian ini mempunyai manfaat bagi si peneliti.

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah:

1.4.1. Manfaat Teoritis

1. Untuk meningkatkan kemampuan berfikir peneliti melalui kary ilmiah,sekaligus penerapan ilmu pengetahuan yang telah di peroleh.

2. Untuk lebih memahami factor-faktor yang membuat lahan di namorambe sebagian besar beralih ke lahan non pertanian dan pengaruhnya pada kehidupan social ekonomi masyarakat tersbut.

1.4.2. Manfaat praktis

1. Hasil penelitian ini di harapkan dapat menghasilkan suatu informasi yang berisikan tentang beralihnya lahan pertanian menjadi lahan permukiman di desa sudirejo namorambe dan informasi tesebut dapat di manfatkan oleh masyarakat.


(15)

1.5. Kerangka Teori

Modernisasi yang dialami berbagai kawasan dwasa ini menunjukkan terlibatnya masyarakat desa dalam proses tersebut. Realisasi dari modernisasi ini adalah beberapa bentuk perkembangan yang menyangkut aspek sosial ekonomi. Perkembangan modernisasi sangat pesat, apabila ditandai dengan perkembangan tekhnologi dan ilmu pengetahuan yang dari waktu ke waktu semakin bertambah dan trut ambil bagian dalam perkembangan desa.

Menurut Rogers Everett,1981:25, modernisasi adalah proses dengan mana individu berubah dari cara hidup tradisional menuju gaya hidup lebih kompleks dan maju secara teknologi seta cepat berubah. Disini hendak dilanjutkan modernisasi mempelajari dan meneliti sikap dan pendapat atau bertujuan untuk perubahan, yakni perubahan ekonomi masyarakat. Defenisi modernisasi dikembangkan dari berbagai ilmu. Modernisasi mengandung makna perubahan. Istilah modernisasi berasal dari bahasa latin yaitu modern yang berarti maju dan berkembang.

Jadi modernisasi berasal dari kata modern yang artinya sesuatu yang baru sebelum tidak ada kemajuan menjadi ada, sesuatu yang ada itu kemudian diperbaiki dan diperbaharui jadi modernisasi modern, teori modern melaksanakan tata cara dan kerja modern dan mempengaruhi kehidupan.

Walaupun demikian tidak semua modernisasi itu sesuai dengan apa yang diharapkan bahkan perlu perubahan yang bertahap suatu modernisasi yang efektif. Perubahan dalam rangka meningkatkan penghasilan disebabkan oleh permintaan kebutuhan masyarakat yang senantiasa meningkat. Dalam hal ini diperlukan kemampuan menerima sesuatu oleh anggota masyarakat dan daya terima masyarakat pada umumnya.


(16)

Pada dasarnya setiap masyarakat dalam hidupnya akan mengalami perubahan, perubahan ini akan dapat diketahui apabila dilakukan perbandingan artinya menelaah keadaan masyarakat itu pada masa yanglalu dan masa kini. Bahwa setiap masyarakat pada kenyataannya akan mengalami perubahan akan tetapi perubahan antara masyarakat yang satu dengan yang lain terdapat perbedaan secara mendasr artinya ada perubahan yang menyangkut perubahan sosial ekonomi dalam masyarakat pertanian di desa Sudirejo anatara lain masyarakat mulai mengadosi perubahan, tingkat kemauan masyarakat pedesaan makin meningkat, pendapatan masyarakat pedesaan makin bertambah, tingkat pendidikan masyarakat makin diperhatikan, dan kebutuhan masyarakat makin terpenuhi.

1.6. Hipotesis Penelitian

Hipotesa adalah generalisasi atau rumusan kesimpulan yang bersifat tentative (sementara), yang hanya akan berlaku apabila setelah terbukti kebenarannya. (Nawawi 2001 : 161).

Adapun hipotesis yang peneliti ajukan dalam penelitian ini adalah:

Ho : Tidak terdapat pengaruh antara perubahan orientasi mata pencaharian dan status sosial ekonomi penduduk desa Sudirejo.

Ha : Terdapat pengaruh antara perubahan orientasi mata pencaharian dan status sosial ekonomi penduduk desa Sudirejo.


(17)

1.7 Defenisi Konsep

Defenisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Dengan membaca defenisi operasional dalam suatu penelitian, dapat diketahui pengukuran suatu konsep.

Dalam penelitian ini defenisi operasional variabelnya adalah:

1. Variabel bebas (X) merupakan sejumlah gejala, faktor, atau unsur-unsur yang menentukan atau mempengaruhi munculnya gejala atau faktor lain yang pada gilirannya gejala atau faktor kedua itu disebut variabel terikat. (Nawawi, 1995:56). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perubahan orientasi mata pencaharian.

• Modernisasi adalah sesuatu yang baru sebelum tidak adsa kemajuan menjadi ada, dansesuatu yang ada itu kemudian diperbaiki dan diperbaharui jadi modernisasi modern.

• Tekhnologi, yaitu pemanfaatan alat-alat atau sarana-sarana yang lebih maju dan berkembang yang menolong penduduk menyelesaikan masalahnya.

• Pertumbuhan penduduk, yaitu perubahan jumlah penduduk desa Sudirejo pada waktu tertentu di bandingkan pada waktu sebelumnya.

• Investasi swasta adalah ada atau tidaknya pihak luar yang berkepentingan untuk membangun usaha di sektor industri Pengukuran 1. Ada : Ada investor menemui responden untuk negoisasai, 2. Tidak ada : tidak ada investor yang menemui responden.


(18)

2. Variabel Antara (Ketergantungan), berada diantara variabel bebas dan variabel terikat, yang berfungsi sebagai penguat atau pelemah pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat. Variabel antara dalam penelitian ini adalah status sosial ekonomi.

• Masuknya industri, yaitu masuknya suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan.

• Pemilikan lahan, yaitu penguasaan atas tanah penduduk dalam suatu wilayah.

• Perubahan struktur agraria adalah berubahnya pola hubungan berbagai pihak yang terkait terhadap sumber- sumber agraria yang mencakup pola hubungan kepemilikan lahan, penguasaan lahan, dan pengusahaan lahan. Pengukuran : 1. sempit : < 0,25 hektar, 2. sedang : 0,25-0,49 hektar, 3. luas : ≥ 0,5 hektar

• Masalah ekonomi, yaitu adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas.

• Sikap inovatif, yaitu sikap yang menerima masuknya ide, praktek, atau objek oleh masyarakat yang dianggap sebagai sesuatu yang baru.

3. Variabel Terikat (Status Sosial Ekonomi), sejumlah gejala atau faktor yang dipengaruhi oleh adanya variabel bebas dan bukan karena adanya variabel lain. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah ketergantungan..


(19)

• Tingkat Pendapatan, yaitu jumlah uang yang diterima oleh penduduk dari aktifitasnya.

Pengukuran :

1. Tinggi : > Rp 2.000.000

2. Sedang : Rp 1000.000 – Rp 2.000.000 3. Rendah : < Rp 1000.000

• Tingkat Pendidikan, yaitu jenjang formal terakhir yang pernah ditempuh oleh responden.

Pengukuran : 1. tidak sekolah 2. tamat SD/sederajat 3. tamat SMP/sederajat 4. tamat SMA/sederajat

• Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. • Tingkat kesejahteraan adalah kemampuan sebuah keluarga untuk

mencukupi kebutuhan sehari- hari rumah tangganya.

• Kondisi tempat tinggal : adalah keadaan fisik rumah yang dihuni oleh sebuah keluarga.

Pengukuran :

1. Layak : Luas bangunan memadai untuk seluruh anggota keluarga, dan fisik bangunan permanen serta berlantai semen.


(20)

2. Tidak layak : Luas bangunan tidak memadai untuk seluruh anggota keluarga dan fisik bangunan tidak permanen serta berlantai tanah. Bagan Alur Pemikiran dari Variabel yang Dioperasionalkan

Berdasarkan kerangka konsep yang ada, maka akan dibentuk menjadi suatu model teoritis sebagai berikut :

Bagan 1. Model Teoritis

Keterangan :

X = Variabel Bebas Y = Variabel Terikat Z = Variabel Antara

1.8 Operasional Variabel

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep di atas, maka lebih memudahkan dalam operasionalnya di dalam memecahkan masalah maka dibuatlah operasionalisasi variabelnya agar jelas penggunaannya di lapangan sebagai berikut:

Variabel Terikat (Y) Status Sosial Ekonomi Variabel Bebas (X)

Perubahan Orientasi Mata Pencaharian

Variabel Antara (Z) Ketergantungan


(21)

Bagan 2. Operasional Variabel Variabel Teoritis Variabel Operasional

Variabel Bebas (X)

Perubahan Orientasi Mata Pencaharian

1. Modernisasi 2. Tekhnologi

3. Pertumbuhan Penduduk

4. Investasi swasta Variabel Antara

(Z) Ketergantungan

1. Masuknya industri 2. Pemilikan lahan 3. Perubahan Struktur

Agraria

4. Masalah ekonomi 5. Sikap inovatif

Variabel Terikat (Y)

Status Sosial Ekonomi

1. Tingkat pendapatan 2. Pendidikan meningkat 3. Kesehatan meningkat 4. Tingkat kesejahteraan 5. Perumahan meningkat


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Modernisasi

Semangat pembangunan dengan latar belakang Teori Modernisasi adalah ingin memodernisasikan negara berkembang agar negara-negara berkembang meniru negara maju dalam segala aspek, terutama tentu saja dalam mode of proction kapitalisnya. Jiwa modernisasi yang didasari oleh Revolusi Industri adalah mulainya manusia dianggap sebagai factor produksi, sehingga terjadi penghisapan tenaga kerja manusia oleh manusia. Secara ringkas dapat dikatakan, apa yang dimaksud dengan modern tersebut memiliki banyak kesamaan dengan paham kapitalisme. Yaitu misalnya teknologi maju yang efisien yang tentu saja untuk mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya. Nilai-nilai ekonomis dan efisien yang ada dalam modernisasi adalah nilai-nilai kapitalisme juga. Intinya adalah, hanya dengan membentuk masyarakat kapitalis modern-lah negara-negara terbelakang bisa meraih kemajuan

Usaha modernisasi oleh Amerika Serikat adalah usaha menjalarnya pola-pola ekonomi kapitalis ke seluruh dunia, dengan mencita-citakan masyarakat yang mengandung semua yang baik dan sempurna. Modernisasi yang lahir di Barat akan cenderung ke arah Westernisasi, memiliki tekanan yang kuat meskipun unsur-unsur tertentu dalam kebudayaan asli negara ketiga dapat selalu eksis, namun setidaknya akan muncul ciri kebudayaan Barat dalam kebudayaannya (Schoorl, 1988). Modernisasi yang masuk melalui change agents (Harison, 1988), akan cenderung kepada homogenisasi sistem ekonomi, sehingga akhirnya modernisas, pembangunan, dan kapitalisme satu sama


(23)

lain akan memiliki arti yang semakin konvergen. Teori utama yang dipakai dalam modernisasi adalah teori Rostow tentang tahap-tahap pertumbuhan ekonomi. (Swarsono Alvins, 2004)

Modernisasi yang melanda berbagai kawasan dewasa ini mengidentifikasi terlibatnya masyarakat desa dalam proses tersebut. Realisasi dari modernisasi tersebut adalah bentuk perkembangan yang menyangkut aspek sosial ekonomi.

Agar dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang otonom perlu melakukan mobilisasi seluruh kemampuan modal dan sumberdaya alamnya. Investasi adalah suatu kemutlakan yang dapat diperoleh dari luar maupun dalam. Artinya, pendapat ini mengundang masuknya institusi permodalan kapitalisme dengan bunga yang tinggi sehingga akhirnya terjadi ketergantungan (Budiman Arif, 1995)

Menurut Harison (1988), modernisasi akan berpengaruh terhadap perubahan susunan dan pola masyarakat, dengan terjadinya diferensiasi struktural. Demikian juga dengan kapitalisme yang telah dibuktikan sejarah, serta dikritik oleh Marx, akan menimbulkan struktur yang penuh konflik.( Soekanto,2006)

Teori Modernisasi yang berlandaskan teori evolusi, mengharapkan suatu perubahan masyarakat secara bertahap, dari keadaan serba sama kepada semakin terdiferensiasi tokoh modernisasi klasik, misalnya Colleman meninginginkan bahwa individu yang modern diharapkan akan memiliki kebutuhan berprestasi yang tinggi.

Dalam hal ini aksesbilitas adalah kemampuan menerima sesuatu oleh anggota masyarakat dan daya terima masyarakat pada umumnya(Morris,1981:8). Inovasi diartikan sebagai masuknya ide, praktek atau objek yang dianggap sebagai sesuatu yang baru oleh masyarakat(Rogers,1981:29). Masuknya nilai perilaku dan teknologi baru ke


(24)

dalam suatu putaran budaya masyarakat dan setiap anggota menerima dengan kesadaran sehingga terjadi internalisasi. Sedangkan internalisasi adalah proses perluasan identitas. Identitas itu diartikan kedalam siatu kristalisasi konsep yang disebut sebagai empati dan konsep mempunyai pengertian kurang lebih adalah sebagai akibat dari padanya dalam aspek sosial ekonomi tumbuh motivasi untuk mewujudkan aspek tersebut. Kemampuan psikis seperti diatas berkaitan pada peningkatan kemampuan memperbandingkan ke dalam diri sendiri dengan keadaan orang lain. Fenomena itu mengajawantah di dalam kemampuan melihat potensi diri dengan tolak ukur dari luar.

Lebih jauh, Inkeles menyatakan manusia modern adalah terbuka terhadap pengalaman baru, independen terhadap bentuk otoritas tradisional, dan percaya terhadap ilmu pengetahuan. Jika kita lihat, bahwa apa yang diinginkannya adalah sesuai dengan pribadi dan pola hidup masyarakat kapitalis. Intinya, apa yang dimaksud dengan modernisasi adalah juga nilai-nilai kapitalisme itu sendiri, yaitu mengejar kemajuan, konsumsi tinggi, efisiensi, ekonomi uang, dan lain-lain.( Budiman Arif, 2000)

2.2 Perubahan Sosial

Setiap masyarakat selama hidup pasti mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang mencolok. Ada pula perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun luas serta perubahan-perubahan yang lambat sekali, dan ada juga yang berjalan dengan cepat. Pada masyarakat desa, proses perubahan sosial biasanya berlaku lambat dan memakan waktu yang lama. Seperti Pasurdi Suparlan (dalam Makalah Perubahan Sosial.2003:107) memberikan batasan perubahan sosial sebagai perubahan dalam struktur sosial dan dalam pola-pola


(25)

hubungan sosial, yang antara lain mencakup sistem status, hubungan-hubungan dalam keluarga, sistem politik dan kekuasaan serta persebaran penduduk.

Pendapat lain dinyatakan oleh Wilbert Moore (dalam Laur, 2001:15) yang mendefinisikan perubahan sosial sebagai perubahan penting dari struktur sosial, dan yang dimaksud dengan stukstur sosial adalah pola-pola perilaku dan interaksi sosial.Sedangkan Selo Soemardjan mendefinisikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok di dalam masyarakat (dalam Soekanto,2001:305). Lebih lanjut, Liliweri (2003:219) berpendapat bahwa suatu perubahan dapat dikatakan sebagai perubahan stuktural apabila perubahan tersebut mengandung diferensiasi sosial, yakni perubahan yang menghasilkan peran-peran yang lebih khusus (ada pengembangan spesialisasi).

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut diatas, maka disimpulkan bahwa perubahan-perubahan dalam masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku, susunan lembaga kemasyarakatan, status dan peran, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang serta interaksi sosial dan lain sebagainya. Persoalan yang dibicarakan oleh teori perubahan sosial antara lain sebagai berikut. Pertama, bagaimana kecepatan suatu perubahan terjadi, ke mana arah dan bentuk perubahan, serta bagaimana hambatan-hambatannya. Dalam kasus masyarakat Indonesia, hal ini dapat dilakukan dengan melihat sejarah perkembangan sosialnya. Seperti diketahui, Indonesia mengalami proses percepatan pembangunan, atau modernisasi awal terutama setelah tahun 1900-an, yakni ketika Belanda memperkenalkan kebijakan politik etis. Akan tetapi, seperti akan dijelaskan kemudian, percepatan perubahan di Indonesia


(26)

terutama terjadi setelah tahun 1980-an. Hal itu berkaitan dengan pengaruh timbal balik perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta beberapa kemudahan yang disebabkan faktor tersebut. Kedua, faktor apa yang berpengaruh terhadap perubahan sosial. Dalam hal ini terdapat enam faktor yang berpengaruh terhadap perubahan sosial; (1) penyebaraan informasi, meliputi pengaruh dan mekanisme media dalam menyampaikan pesan-pesan ataupun gagasan (pemikiran); (2) modal, antara lain SDM ataupun modal finansial; (3) teknologi, suatu unsur dan sekaligus faktor yang cepat berubah sesusai dengan perkembangan ilmu pengetahuan; (4) ideologi atau agama, bagaimana agama atau ideologi tertentu berpengaruh terhadap porses perubahan sosial; (5) birokrasi, terutama berkaitan dengan berbagai kebijakan pemerintahan tertentu dalam membangun kekuasaannya; (6) agen atau aktor. Hal ini secara umum termasuk dalam modal SDM, tetapi secara spesifik yang dimaksudkan adalah inisiatif-inisiatif individual dalam “mencari” kehidupan yang lebih baik.

Ketiga, dari mana perubahan terjadi, dari negara, atau dari pasar bebas (kekuatan luar negeri), atau justru dari dalam diri masyarakat itu sendiri. Keempat, hal-hal apa saja yang berubah dan bagaimana perubahan itu terjadi. Seperti diketahui, perubahan dapat sesuatu yang berbentuk fisik (tampak/material), misalnya terjadinya pembangunan dalam pengertian fisik, tetapi ada pula hal-hal yang tidak tampak (nonmaterial), seperti pemikiran, kesadaran, dan sebagainya. Kelima, hal-hal atau wacana-wacana apa saja yang dominan dalam proses perubahan sosial tersebut? Misalnya, untuk kasus Indonesia di antara enam faktor perubahan seperti disinggung di atas, mana di antaranya yang dominan, dan mengapa hal tersebut terjadi. Keenam, bagaimana membedakan konteks-konteks perubahan dalam setiap masyarakat dan bagaimana proses sosial tersebut


(27)

berlangsung. Dalam masalah ini, pertama, ada yang disebut proses reproduksi, yakni proses pengulangan-pengulangan dalam ruang dan waktu yang berbeda seperti halnya warisan sosial dan budaya dari masyarakat sebelumnya. Kedua, apa yang disebut sebagai proses transformasi, yakni suatu proses perubahan bentuk atau penciptaan yang baru, atau

yang berbeda dari sebelumnya (http://www.google.co.id/#q=perubahan+sosial+masyarakat+pedesaan)

Perubahan sosial yang terjadi dalam suatu masyarakat dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Baik dari dalam masyarakat itu sendiri (faktor internal) maupun dari luar masyarakat (faktor eksternal). Sebab-sebab perubahan sosial yang bersumber dari dalam masyarakat itu itu antara lain: bertambah dan berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan atau konflik dalam masyarakat serta terjadinya pemberontakan atau revolusi. Sedangkan sebab-sebab perubahan yang terjadi dari luar masyarakat antara lain: sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada disekitar manusia, peperangan dan pengaruh kebudayaan masyarakat luar (Pelly,1994:191-194 ). Faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya suatu proses perubahan antara lain: kontak dengan kebudayaan lain, sistem pendidikan formal yang maju, sikap menghargai hasil karya orang lain dan keinginan-keinginan untuk maju, toleransi terhadap perbuatan-perbuatan menyimpang, sistem terbuka lapisan masyarakat, penduduk yang heterogen, ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu, serta orientasi kemasa depan dan nilai-nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiyar untuk memperbaiki dirinya (Soekanto,2001:326-330).

Perubahan sosial yang dimaksud di sini adalah perubahan yang disebabkan oleh aspek ekonomi akibat dari perkembangan industri. Namun tidak menutup kemungkinan


(28)

perubahan tersebut akan saling terkait dengan aspek-aspek lain. Seperti yang dikatakan Agus Salim, bahwa perubahan sosial yang berasal dari aspek ekonomi akan selalu terkait dengan perubahan perilaku yang berasal dari aspek non-ekonomis seperti politik, pendidikan dan lain-lain (Salim,2002:19).

Senada dengan pendapat tersebut, William F.Orgburn (dalam Soekanto,2001:303) mengemukakan ruang lingkup perubahan-perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun yang immaterial. Sedangkan Ritzer mengemukakan bahwa perubahan sosial mengacu pada variasi hubungan antar individu, kelompok, organisasi, kultur dan masyarakat pada waktu tertentu (dalam Sztompa,2004:5). Dengan demikian maka perubahan-perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Perubahan kebudayaan mencakup semua bagian yaitu kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat bahkan perubahan-perubahan dalam bentuk aturan-aturan organisasi sosial (Kingsley Davis dalam Soekanto,2001:308).

Jadi jelaslah bahwa perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan mempunyai suatu aspek yang sama. Yaitu kedua-duanya bersangkut paut dengan suatu penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dari uraian diatas jelas tampak bahwa masyarakat senantiasa berubah di semua tingkat kompleksitas internalnya. Di tingkat makro terjadi perubahan ekonomi, politik, dan kultur. Di tingkat mezo terjadi perubahan kelompok, komunitas dan organisasi. Di tingkat mikro terjadi perubahan interaksi dan perilaku individual. Masyarakat bukan sebuah kesatuan fisik (entity), tetapi seperangkat proses yang saling terkait bertingkat ganda.


(29)

Secara gradual, lahan pertanian produktif mengalami penyusutan sebagai konsekuensi berkembangnya aktivitas sektor perekonomian nasional yang juga menuntut ketersediaan lahan dan infrastruktur yang relatif memadai. Konflik antar sektor ekonomi dalam penggunaan lahan masih terus berlangsung seiring dengan pelaksanaan proses pembangunan, dan fenomena ini sementara menempatkan sektor pertanian pada posisi yang relatif kurang menguntungkan (Syafa’at, Nizwar dkk, 2007)

Lahan pertanian subur makin terbatas karena tidak terkontrolnya alih fungsi lahan pertanian. Sementara itu pewarisan dalam masyarakat cenderung ke arah fragmentasi lahan, sehingga lahan yang terbatas itu dibagi-bagi dalam luasan yang sempit. Kondisi ini menyebabkan ketimpangan penguasaan lahan masyarakat makin melebar, karena lahan-lahan yang luasannya kecil cenderung terakumulasi pada beberapa petani kaya, sehingga terjadi polarisasi. Secara umum, alih fungsi lahan berdampak negatif terhadap petani kecil yang diindikasikan oleh luas pemilikan lahan yang menurun dan hanya sebagian kecil petani yang dapat memanfaatkan kesempatan ekonomi yang muncul dengan adanya alih fungsi lahan tersebut.

Lahan merupakan aset yang sangat penting bagi masyarakat perdesaan, khususnya bagi desa-desa yang kegiatan produksinya bersifat “landbase”. Dengan demikian tingkat dan distribusi pemilikan lahan seringkali dapat dijadikan gambaran pemerataan faktor produksi sebagi sumber pendapatan dan sering pula sebagai indicator tingkat kesejahteraan masyarakat, meskipun tidak sepenuhnya dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan yang sebenarnya. Beberapa hasil penelitian memperlihatkan bahwa luas pemilikan lahan berkorelasi positif dengan pendapatan rumah tangga (Syafa’at, Nizwar dkk, 2007)


(30)

Fenomena yang selama ini terjadi menunjukkan bahwa pembangunan perdesaan yang salah satunya ditandai dengan berkembangnya sektor non-pertanian umumnya diikuti dengan meningkatnya permintaan terhadap aset produktif lahan. Kompetisi yang meningkat dalam penggunaan lahan mengakibatkan realokasi lahan kepada bentuk penggunaan lahan yang memberikan penerimaan tertinggi kepada aset lahan.

Dengan meningkatnya laju alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan lain, terutama di pedesaan yang lokasinya dekat dengan pusat pertumbuhan ekonomi, mengakibatkan ketersediaan lahan pertanian semakin terbatas. Kesemua ini mengakibatkan perubahan pola dan distribusi penguasaan lahan. Terdapat kecenderungan semakin tinggi tingkat aksesibilitas suatu wilayah, maka distribusi pemilikan lahan akan semakin timpang. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi lahan bahwa peningkatan aksesibilitas wilayah akan meningkatkan nilai ekonomi dari lahan, dan pada gilirannya akan memicu terjadinya ketimpangan pemilikan dan penguasaan lahan di wilayah tersebut. Fenomena ini memperlihatkan bahwa di samping memberikan dampak positif, keterbukaan wilayah juga memberikan dampak negative terhadap distribusi penguasaan lahan.

Semakin sempitnya lahan pertanian sebagai akibat dari terus bertambahnya jumlah lahan pertanian yang beralih fungsi, akan mengurangi jumlah garapan, dan pada akhirnya akan berdampak pada berkurangnya lapangan kerja buruh tani. Secara umum, alih fungsi lahan berdampak negatif terhadap petani kecil, yang diindikasikan oleh luas pemilikan lahan yang menurun dan hanya sebagian kecil petani yang dapat memanfaatkan ekonomi yang muncul dengan adanya alih fungsi lahan.


(31)

Di tengah perubahan struktur perekonomian seperti sekarang ini, studi tentang struktur penguasaan lahan di perdesaan cukup penting, karena lahan bukan lagi sekedar faktor produksi, tetapi telah berkembang sebagai komoditas, sehingga konflik-konflik sosial yang terjadi semakin sering dan rumit. Lahan dibutuhkan oleh hampir semua aktivitas ekonomi. Program pengembangan komoditas membutuhkan data dan informasi tentang struktur penguasaan lahan agar implementasi program tidak mengalami hambatan sosial ekonomi, karena sebagian besar proses produksi pertanian bersifat landbase

2.3 Konversi Lahan

Menurut Utomo, dkk (1992), konversi lahan dapat diartikan sebagai berubahnya fungsi sebagian atau seluruh kawasan dari fungsinya semula seperti direncanakan menjadi fungsi lain yang berdampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Sebagai contoh yaitu berubahnya peruntukan fungsi lahan persawahan beririgasi menjadi lahan industri, dan fungsi lindung menjadi lahan pemukiman. Hal ini sejalan dengan penelitian di Desa Sintuwu dan Desa Berdikari dimana lahan yang dikonversi merupakan kawasan hutan lindung yang kemudian dijadikan kawasan pemukiman oleh mereka.

Menurut Kustiawan (2000), konversi lahan berarti alih fungsi atau mutasi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Secara umum kasus yang tercantum pada bagian sebelumnya menjelaskan hal yang serupa seperti pengubahan fungsi sawah menjadi kawasan pemukiman.


(32)

Indonesia merupakan Negara yang kaya dengan sumberdaya alamnya dan sebagian besar dimanfaatkan sebagai lahan agrarian. Tak salah jika kemudian kurang lebih enampuluh persen penduduknya berkecimpung di dunia pertanian dan umumnya berada di pedesaan. Dengan demikian, masyarakat desa yang agraris menjadi sasaran utama introduksi tekhnologi segala kepentingan, kemajuan pertanian sangat melibatkan unsur-unsur pokok tersebut. Oleh sebab itu, masyarakat agrarislah yang pertama menderita perubahan sosial. Lahan dibutuhkan oleh hampir semua aktivitas ekonomi, sehingga kelangkaannya meningkat dengan pesat. Fakta membuktikan bahwa di antara berbagai jenis sumberdaya, lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat strategis. Lahan mempunyai implikasi sosial ekonomi yang sangat luas dan penuh komplikasi. Derivasi permasalahannya yang terkait dengan struktur penguasaan lahan tidak hanya menyangkut permasalahan efisiensi produksi, tetapi juga aspek keadilan social.

Berdasarkan fakta empirik di lapangan, ada dua jenis proses konversi lahan sawah, yaitu konversi sawah yang langsung dilakukan oleh petani pemilik lahan dan yang dilakukan oleh bukan petani lewat proses penjualan. Sebagian besar konversi lahan sawah tidak dilakukan secara langsung oleh petani tetapi oleh pihak lain yaitu pembeli. Konversi yang dilakukan langsung oleh petani luasannya sangat kecil. Hampir 70 persen proses jual beli lahan sawah melibatkan pemerintah, yaitu ijin lokasi dan ijin pembebasan lahan.

Proses konversi yang melalui proses penjualan lahan sawah berlangsung melalui dua pola, yaitu pola dimana kedudukan petani sebagai penjual bersifat monopoli sedang pembeli bersifat monopsoni, hal ini terjadi karena pasar lahan adalah sangat tersegmentasi bahkan cenderung terjadi asimetrik informasi diantara keduanya. Sehingga


(33)

struktur pasar yang terbentuk lebih menekankan pada kekuatan bargaining. Sedangkan tipe yang kedua adalah konversi lahan dengan bentuk monopsoni. Keterlibatan pemerintah dimungkinkan karena kedudukan pemerintah sebagai planner yang bertugas mengalokasikan lahan, dimana secara teoritis harus disesuaikan dengan data kesesuaian lahan suatu daerah lewat rencana tata ruang wilayahnya.

Berdasarkan faktor-faktor penggerak utama konversi lahan, pelaku, pemanfaatan dan proses konversi, maka tipologi konversi terbagi menjadi tujuh tipologi, yaitu (Sihaloho, 2004):

1. Konversi gradual-berpola sporadik, pola konversi yang diakibatkan oleh dua faktor penggerak utama yaitu lahan yang tidak/kurang produktif/bermanfaat secara ekonomi dan keterdesakan pelaku konversi.

2. Konversi sisitematik berpola enclave, pola konversi yang mencakup wilayah dalam bentuk sehamparan tanah secara serentak dalam waktu yang relatif sama.

3. Konversi adaptif demografi, pola konversi yang terjadi karena kebutuhan tempat tinggal/pemukiman akibat adanya pertumbuhan pendudukan.

4. Konversi yang disebabkan oleh masalah sosial, pola konversi yang terjadi karena motivasi untuk berubah dari kondisi lama untuk keluar dari sektor pertanian utama. 5. Konversi tanpa beban, pola konversi yang dilakukan oleh pelaku untuk melakukan

aktivitas menjual tanah kepada pihak pemanfaat yang selanjutnya dimanfaatkan untuk peruntukan lain.

6. Konversi adaptasi agraris, pola konversi yang terjadi karena keinginan untuk meningkatkan hasil pertanian dan membeli tanah baru ditempat tertentu.


(34)

7. Konversi multi bentuk atau tanpa pola, konversi yang diakibatkan berbagai faktor peruntukan seperti pembangunan perkantoran, sekolah, koperasi, perdagangan, dan sebagainya.

2.4 Ketergantungan (Dependensi)

Teori Ketergantungan merupakan analisis tandingan terhadap Teori Modernisasi. Teori ini didasari fakta lambatnya pembangunan dan adanya ketergantungan dari negara dunia ketiga, khususnya di Amerika Latin. Teori ketergantungan memiliki saran yang radikal, karena teori ini berada dalam paradigma neo-Marxis. Sikap radikal ini analog dengan perkiraan Marx tentang akan adanya pemberontakan kaum buruh terhadap kaum majikan dalam industri yang bersistem kapitalisme.

Analisa Marxis terhadap Teori Dependensi ini secara umum tampak hanya mengangkat analisanya dari permasalahan tataran individual majikan-buruh ke tingkat antar negara. Sehingga negara pusat dapat dianggap kelas majikan, dan negara dunia ketiga sebagai buruhnya. Sebagaimana buruh, ia juga menyarankan, negara pinggiran mestinya menuntut hubungan yang seimbang dengan negara maju yang selama ini telah memperoleh surplus lebih banyak (konsep sosialisme). Analisis Neo- Marxis yang digunakannya memiliki sudut pandang dari negara pinggiran. Asumsi dasar teori ketergantungan ini menganggap ketergantungan sebagai gejala yang sangat umum ditemui pada negara-negara dunia ketiga, disebabkan faktor eksternal, lebih sebagai masalah ekonomi dan polarisasi regional ekonomi global (Barat dan Non Barat, atau industri dan Negara ketiga), dan kondisi ketergantungan adalah anti pembangunan atau tak akan pernah melahirkan pembangunan. Terbelakang adalah label untuk negara


(35)

dengan kondisi teknologi dan ekonomi yang rendah diukur dari sistem kapitalis. ( Mansur Fakih, 2000)

Frank adalah penyebar pertama dependensi. Dalam Frank (1984), terlihat bagaimana ia menyerang Rostow, karena menurutnya Rostow mengabaikan sejarah (ahistoris). Karena itulah Rostow, yang kapitalisme, telah mengabaikan kenyataan hancurnya struktur masyarakat dunia ketiga. Frank mengumpamakan hubungan hubungan negara-negara industri Barat dengan non-industri dunia ketiga sebagai rangkaian hubungan dominasi dan eksploitasi antara metropolis dengan satelit-satelitnya, Frank kurang memberikan perhatian pada peranan struktur kelas di negara dunia ketiga yang juga berperan dalam hubungan dominasi tersebut. (Budiman Arif, 2000)

Hal ini dikoreksi Santos (1970) dengan saran bahwa ketergantungan tersebut tak dapat diatasi tanpa perubahan kualitatif dalam hubungan struktur internal dan eksternal. Selanjutnya Santos (1970) menyatakan, bahwa ada tiga bentuk keterantungan, yaitu: ketergantungan kolonial, ketergantungan industry keuangan, dan ketergantungan teknologi industri. Pada ketergantungan kolonial, negara dominan, yang bekerja sama dengan elit negara tergantung, memonopoli pemilikan tanah, pertambangan, tenaga kerja, serta ekspor barang galian dan hasil bumi dari negara jajahan. Indonesia telah mengalami kondisi seperti ini selama tiga abad lebih, yaitu ketika pemerintahan kolonial Belanda bekerjasama dengan para bupati dan kerajaan-kerajaan mengeruk hasil bumi, baik dengan program “Tanam Paksa” maupun pajak tanah, sehingga para petani tetap tinggal dalam kesengsaraan yang panjang.

Sementara itu, jenis ketergantungan industri keuangan yang lahir pada akhir abad 19, maka ekonomi negara tergantung lebih terpusat pada ekspor bahan mentah dan


(36)

produk pertanian. Ekspor bahan mentah menyebabkan terkurasnya sumber daya negara, sementara nilai tambah yang diperoleh kecil. Karena itulah, Indonesia misalnya menerapkan kebijakan pelarangan ekspor kayu gelondongan pada sektor kehutanan. Pada sektor pertanian, hal ini tampak dari himbauan agar petani mengembangan agroindustri sehingga nilia tambah jatuh kepada para petani itu sendiri.

Sumbangan pemikiran Santos terhadap teori dependensi sebenarnya berada pada bentuk ketergantungan teknologi industri. Dampak dari ketergantungan ini terhadap dunia ketiga adalah ketimpangan pembangunan, ketimpangan kekayaan, eksploitasi tenaga kerja, serta terbatasnya perkembangan pasar domestik negara dunia ketiga itu sendiri. Indonesia sampai saat ini masih bergantung kepada teknologi dari negaranegara maju.

Dalam bidang pertanian, kita masih lemah misalnya dalam teknologi perbenihan dan sarana produksi (pestisida). Apa yang terjadi sekarang, adalah karena dampak lanjutan dari imprealisme yang kita alami dulu yang hidup bersama-sama dengan kapitalisme. Struktur ketergantungan secara bertingkat mulai dari negara pusat sampai periperi dismpaikan oleh Galtung (1980). Imprealisme ditandai satu jalur kuat antara pusat di pusat dengan pusat di periperi (cC-cP). Ditambahkan Frank (1984), bahwa daerah desa yang terbelakang akan menjadi penghalang untuk maju bagi negara bersangkutan. Struktur kapitalisme juga dapat dikaitkan dengan Cardoso (1982) tentang dependensi ekonomi. Ketergantungan ekonomi terjadi melalui perbedaan produk dan kebijakan hutang yang menyebabkan eksploitasi finansial. Roxborough sebagai tokoh dependensi, menjelaskan bahwa pengaruh kapitalisme terhadap perubahan struktur sosial


(37)

pedesaan akan lebih baik bila menggunakan analisa kelas. Eksistensi kapitalisme sangat terkait dengan peran kelas.

2.5 Status Ekonomi Sosial

Dalam masyarakat selalu dibedakan stratifikasi sosial karena terjadinya kelompok-kelompok dan struktur yang berbeda. Sebagai anggota kelompok, seseorang mempunyai suatu kedudukan tertentu yang merupakan hak baginya. Menurut Garna (1996: 178) status adalah kedudukan sosial seseorang dalam suatu sistem sosial, yang pada umumnya merupakan suatu kumpulan hak, kewajiban, dan tidak harus memiliki hirarki. Walaupun demikian lebih lanjut dijelaskan bahwa, biasanya kedudukan sosial dalam suatu masyarakat itu memperhitungkan segi superioritas, yang lebih tinggi, ataukah inferioritas yang lebih rendah, karena itu status juga dihubungkan dengan derajat, penghormatan, dan kedudukan yang disusun secara hirarki. Sejak pandangan Marx berkembang, pengertian kelas sosialpun terus berkembang ketingkat yang lebih jelas.

Menurut Marx kelas sebagai kelompok yang mempunyai peranan yang sama dalam proses produksi (Bottomore, 1956: 51). Dengan demikian dapat diketahui bahwa Marx memandang dimensi kehidupan ekonomi sangat menentukan kehidupan aspek-aspek lainnya. Lebih jauh dijelaskan bahwa perubahan ekonomi masyarakat akan diikuti oleh perubahan cara atau teknik produksinya, perubahan dalam hubungan sosialnya, perubahan dalam bidang politik, hukum serta idiologi dan kebudayaannya. Kemudian Marx-pun menjelaskan bahwa kelas yang mendominasi kekuatan materiil di masyarakat, pada saat yang sama akan mendominasi kekuatan intelektual yang ada pada


(38)

masyarakatnya. Dengan demikian kelas yang mempunyai sarana-sarana produksi meteriil pada saat yang sama akan mengendalikan sarana-sarana produksi mental yang ada, sehingga ide-ide dari kelas yang tidak mempunyai sarana produksi akan menjadi terbawahi oleh ide-ide yang berasal dari kelas yang memiliki sarana produksi (Bottomore, 1956: 78). Hal ini dimungkinkan karena perubahan dimensi ekonomi terlahir dari peningkatan pendapatan masyarakat. Peningkatan pendapatan masyarakat dikarakterkan pada pemilikan alat produksi. Status sosial ini kemudian menggolongkan masyarakat itu menjadi lapisan-lapisan sosial tertentu seperti status sosial tinggi, menengah, dan rendah. Pembedaan ini disebut stratifikasi sosial yang terjadi karena adanya kelompok-kelompok dan struktur yang berbeda dalam masyarakat. Sebagai anggota kelompok seseorang mempunyai suatu kedudukan tertentu dalam kelompoknya. Kedudukan tersebut merupakan status seseorang di dalam kelompoknya.

Ross (dalam Susanto, 1995: 62) mengatakan bahwa: adanya prestise dan derajat sosial itu membentuk pula apa yang dikenal sebagai status dan peranan. Status merupakan kedudukan seseorang yang dapat ditinjau terlepas dari individunya; status merupakan kedudukan objektif yang memberi hak dan kewajiban kepada seseorang yang menempati kedudukan itu, sedangkan peranan (role) merupakan dinamika dari status atau penggunaan dari hak dan kewajiban atau dapat juga disebut sebagai status subjektif. Peranan dan status itu saling kait mengkait yaitu karena status merupakan kedudukan yang memberi hak dan kewajiban kepada orang, hanya saja kedua unsur ini tidak akan ada artinya jika tidak dipergunakan. Status itu hanya mempunyai arti dalam masyarakat apabila ditinjau dari status yang lebih tinggi atau lebih rendah.


(39)

Menurut Jay Robert (dalam Rindarjono, 1994: 48) status sosial merupakan gejala yang ditangkap pada level individual, dengan unit analisisnya adalah kepala keluarga. Status sosial ini menunjuk pada posisi relatif seseorang dalam masyarakat berdasarkan atas penghargaan sosial berkenaan dengan rasa hormat, hak istimewa dan prestise sosial. Penghargaan ini membentuk tingkat sosial yang bersifat personal dan situasional. Sifat pertama melekat pada seseorang, sifat kedua tergantung penilaian relatif seseorang terhadap lainnya. Kedua sifat tersebut dilihat pada bagaimana orang mempresentasikan diri terhadap dirinya sendiri dan terhadap sesamanya. Ungkapan perilaku ini dapat dilihat pada gaya hidup yang tercermin dalam kehormatan sosial yang dibawa dalam interaksi pada peristiwa sosial yang diwujudkan dalam penggunaan gaya bahasa, besarnya imbangan pertukaran dalam sumbangan yang diberikan pada peristiwa sosial penting misalnya perkawinan dan banyaknya bantuan ekonomi dan bantuan sosial yang diberikan pada orang lain, serta kedudukan seseorang dalam elit lapisan atas desa serta tingkat pendidikannya.

Triyono dan Nasikun (1992: 30-31), melihat status sosial di dalam dimensi gaya hidup dan dimensi kehormatan sosial. Sebagai indikatornya, gaya hidup yang dimaksud dilihat dari gaya bangunan rumah, sebagai hasil pengkonsumsian benda-benda materi yang melekat pada komponen bangunan rumah. Dalam hal ini yang dilihat adalah, tipe rumah, model kerangka atap, jenis dinding, jumlah ruangan, spesialisasi fungsi ruangan, jenis jendela dan pintu, jenis genteng, dan jenis lantai. Secara garis besar model atap bangunan tradisional di Kabupaten Banyumas ada 5 (lima) jenis yaitu: panggangpe, kampung, tajug, limasan, dan joglo (Koderi, 1991: 140; Ambari, dkk, 1996: 92). Hasil penelitian Triyono dan Nasikun (1992: 33) di desa Jawa menemukan bahwa tinggi


(40)

rendahnya kelas ekonomi menentukan tinggi rendahnya prestise gaya bangunan rumah. Temuan ini menunjukkan bahwa gaya bangunan rumah merupakan lambang identitas status sosial antar kelas ekonomi. Ini berarti penampakan identitas lewat gaya bangunan rumah merupakan usaha dari kelas-kelas ekonomi untuk menempatkan diri di dalam tatanan sosial yang ada. Dilihat dari model kerangka atap rumah antar kelas ekonomi, tampak bahwa rumah model paris, joglo dan limasan banyak ditempati oleh kelas ekonomi kaya dan cukup (kelas I). Sebaliknya, rumah model kampung dan panggangpe banyak ditempati oleh kelas ekonomi agak cukup dan kelas ekonomi kurang (kelas II dan III). Kenyataan ini sejalan dengan pendapat Kodiran (1992: 314) yang menyatakan bahwa di daerah pedesaan di Jawa tipe rumah joglo dan limasan banyak ditempati orang yang memiliki status sosial ekonomi yang tinggi di mata masyarakat.

Sedangkan Arsyad (1997: 412), melihat bahwa kelengkapan perabot rumah tangga yang meliputi kepemilikan barang-barang mebeler, alat komunikasi elektronika, sarana transportasi serta peralatan dapur yang ada, akan membawa serta gaya hidup pemiliknya dan juga akan menumbuhkan kualitas kedudukan ekonomi dan kedudukan sosial tersendiri dalam masyarakat. Selanjutnya Triyono dan Nasikun (1992: 31), menyatakan bahwa indikator kehormatan sosial dilihat pada bagaimana seseorang membawakan diri dalam pergaulan sosial sebagai usaha untuk menempatkan diri dalam pergaulan sosial dan tatanan sosial yang ada. Cerminan kehormatan sosial dilihat dari solidaritas sosial seseorang dalam proses pertukaran sosial, banyaknya sumbangan yang dikeluarkan untuk menolong atau membantu orang lain, dan gaya bahasa dalam keluarga atau kerabat.


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode korelasional, yaitu metode yang bertujuan meneliti sejauh mana variasi pada suatu variabel berhubungan dengan variasi-variasi pada variabel lain (Rahmat, 1997 : 27)

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Sudirejo Kecamatan Namorambe Kabupaten Deliserdang. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah : lokasi ini merupakan daerah yang penduduknya mempunyai mata pencaharian adalah petani dan didaerah tersebut mempunyai sebuah kasus dimana, telah terjadi peralihan lahan pertanian dan peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan dan tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai test, atau peristiwa-peristiwa, sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian (Nawawi, 1995 : 141). Dalam penelitian ini yang menjadi populasinya adalah penduduk di Desa Sudirejo Kecamatan Namorambe berdasarkan jenis pekerjaannya yang berjumlah 213 orang.


(42)

3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi untuk mewakili seluruh populasi (Nawawi, 1995 : 144).

Untuk menentukan jumlah sampel dari populasi tersebut di atas, maka digunakan rumus Taroyamane dengan presisi 10% dan dengan tingkat kepercayaan 90% (Rahmat, 1997 : 82).

n =

Keterangan : n = sampel

N = jumlah populasi

d = presisi 10% atau 0,1

Berdasarkan data yang ada maka peneliti ini memerlukan sampel sebanyak:

n =

n =

n =

n = 68,05


(43)

Jadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 68 orang.

Setelah jumlah sampel ditentukan, kemudian diproporsionalkan untuk memperoleh jumlah sampel berdasarkan jenis pekerjaan dengan menggunakan rumus (Arikunto, 1998:120)

n =

Keterangan:

n = jumlah sampel tiap pekerjaan

nl = jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan

ni = jumlah sampel keseluruhan

N = jumlah populasi

Maka jumlah sampel tiap jenis pekerjaan sebagai berikut :

Petani = n =

=

=

47,88 = 48 orang

Pedagang = n =

=

8,93 = 9 orang

Mocok-mocok = n =

=

=

11,17 = 11 orang


(44)

Jenis Pekerjaan Jumlah Penduduk Jumlah Sampel

Petani 150 48

Pedagang 28 9

Mocok-mocok 35 11

Jumlah 213 68

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampling

Teknik yang digunakan untuk menarik sampel adalah accidental sampling, yakni siapa saja yang ada atau kebetulan ditemui dan memenuhi syarat atau kriteria yang akan ditentukan. Hal ini dilakukan agar jumlah sampel yang diperlukan dapat terpenuhi (Nawawi, 1995: 156).

3.3.4 Teknik Penentuan Skor

Untuk membantu dalam menganalisa data yang diperoleh dalam penelitian, maka penelitian ini menggunakan teknik penentuan skor. Teknik pengukuran skor yang akan digunakan adalah dengan skala ordinal untuk menilai jawaban kuesioner responden. Adapun skor yang ditentukan untuk setiap pertanyaan adalah :

1. Untuk alternatif jawaban A diberi skor 3 2. Untuk alternatif jawaban B diberi skor 2 3. Untuk alternatif jawaban C diberi skor 1

Untuk mengetahui atau menentukan kategori jawaban responden dari masing-masing variabel apakah tergolong tinggi, sedang atau rendah maka terlebih dahulu ditentukan skala interval dengan cara


(45)

Banyaknya Bilangan Skor Tertinggi – Skor Terendah

Maka diperoleh : 3 – 1 3

= 0,70

Sehingga dengan demikian dapat diketahui kategori jawaban responden masing-masing variabel yaitu :

Skor untuk kategori tinggi = 2.41 – 3.00 Skor untuk kategori sedang = 1.71 – 2.40 Skor untuk kategori rendah = 1.00 – 1.70 3.4. Tekhnik Pengumpulan Data

Data penelitian dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data primer

• Observasi, yaitu pengamatan langsung terhadap berbagai gejala yang tampak pada saat penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti mengamati langsung di lapangan. Data yang diperoleh melalui observasi tediri dari rincian tentang kegiatan, perilaku, tindalan orang serta keseluruhan kemungkinan interaksi interpersonal dan proses penataan yang merupakan bagian dari lapangan manusia yang dapat diamati. Hasil observasi ini kemudian dituangkan dalam bentuk catatan lapangan.

• Wawancara Mendalam, yaitu peneliti mengadakan Tanya Jawab secara langsung dengan para informan di lokasi dilapangan. Agar wawancara lebih terarah maka


(46)

digunakan instrument berupa pedoman wawancara(interview guide) yakni urutan-urutan daptar petanyaan sebagai acuan bagi peneliti untuk memperoleh data yang diperlukan. Dalam penelitian ini digunakan juga instrument penunjang lainnya dalam wawancara yaitu alat bantu rekam ( tape recorder) yang membantu peneliti dalam menganalisa data dari hasil wawancara.

• Kuisioner, yaitu alat pengumpul data dalam bentuk sejumlah pertanyaan tertulis yang dijawab tertulis oleh responden (Nawawi, 1995:17)

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara langsung dari obyek penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi pustaka dan pencatatan dokumen yaitu dengan mengumpulkan data dari buku-buku referensi, dokumen, majalah, jurnal dan internet yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti.

3.5. Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh dalam penelitian akan dianalisa dalam beberapa tahap yaitu:

a. Analisa tabel tunggal, yaitu suatu analisa yang dilakukan dengan membagi variabel penelitian ke dalam sejumlah frekuensi dan persentase.

b. Uji hipotesa yaitu pengujian dan statistik untuk mengetahui data hipotesa yang diajukan dapat diterima atau ditolak. Untuk mengetahui korelasi antara variabel bebas dengan variabel terikat dalam rangka pembuktian benar atau tidaknya


(47)

hipotesis yang diajukan dengan penelitian ini adalah dengan menggunakan rumus koefisien product moment yaitu:

Keterangan: = koefisien korelasi antara x dan y

x = skor pengaruh orientasi mata pencaharian

y = skor status sosial ekonomi penduduk

n = jumlah sampel

c. Analisis tabel tunggal

Merupakan salah satu teknik yang dipergunakan untuk menganalisis dan mengetahui variabel yang satu memiliki hubungan dengan yang lainnya, sehungga diketahui variabel tersebut bernilai positif atau negatif. (Singarimbun, 1995:237). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perubahan orientasi mata pencaharian, sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah status sosial ekonomi masyarakat.


(48)

3.6. Jadwal Kegiatan

No Kegiatan Bulan ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1. Pra Observasi

2. ACC judul

3. Penyusunan Proposal

penelitian

4. Seminar Proposal Penelitian

5. Revisi Proposal Penelitian

6. Penelitian ke Lapangan

7. Pengumpulan dan Analisis

Data

8. Bimbingan

9. Penulisan Laporan Akhir

10. Sidang Meja Hijau

3.7. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian adalah permasalahan-permasalahan atau hambatan-hambatan yang dihadapi peneliti selama menjalankan dan melakukan penelitian di lapangan. Dalam hal ini peneliti juga mengalami beberapa kendala di dalam melakukan penelitian kendala-kendala yang dihadapi antara lain

1. Proses pengumpulan data di lapangan agak sukar, karena pada saat dilakukan penelitian (berupa pembagian kuesioner) masyarakat Desa Sudirejo dalam masa menjelang Lebaran sehingga cenderung sibuk, sulit dijumpai dan sangat berbelit-belit dalam mengisi kuesioner.

2. Adanya item pertanyaan yang responden tidak dapat dijawab oleh responden dengan alasan-alasan yang tidak jelas atau mungkin lupa.

3. Masyarakat desa kurang terbuka dengan penelitian mahasiswa, atau ada pula yang mulai jenuh. Mereka umumnya lebih terbuka dengan hal-hal seperti : bantuan


(49)

pemerintah, dan hal-hal yang bersifat memberikan mereka sumbangan berupa dana dan materi.

4. Pada saat dilakukan pengumpulan data (pengisian kuesioner), cuaca tidak mendukung disebabkan musim hujan.

5. Keterbatasan pengatahuan penelitian mengenai metode penelitian menyebabkan lambatnya proses penelitian yang dilakukan dan ketrbatasan data melalui bukuatau dokumen yang mendukung penelitian. Namun teknik pengumpulan data yang ditentukan baik observasi maupun wawancara mendalam telah mampu menjawab permasalahan yang dimaksud peneliti.


(50)

BAB IV

HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

4.1 Deskripsi Daerah Lokasi Penelitian

Namorambe merupakan sebuah kecamatan yang terletak di sebelah utara dari kota Medan, dan juga Namorambe juga merupakan salah satu kecamatan yang berada di bawah naungan dari pemerintahan kabupaten Deliserdang yang beribukotakan lubuk pakam. Namorambe adalah sebuah kecamatan dimana dalam kecamaaatan itu terdapat 39 desa dan 65 dusun. Penduduk di kecamatan namorambe mayoritas suku karo sekitar 59%. Salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Namorambe adalah desa Sudirejo. Desa merupakan yang jumlah penduduknya sekitar 1500-an orang. Desa Sudirejo merupakan desa yang masyarakatnya adalah mayoritas bertani. Luas desa sudirejo ini berkisar 110 Ha dan memiliki 3 buah dusun yaitu dusun asah,dusun asih dan dusun asuh. 4.1.1 Batas Wilayah

Adapun batasan-batasan wilayah desa Sudirejo adalah : a. sebelah utara berbatasan dengan desa Kuta tualah b. sebelah selatan berbtasan dengan desa Jaba

c. sebelah timur berbatasan dengan desa Namombelin d. sebelah barat berbatasan dengan desa Bat Penjemuran

Berdasarkan topografi kemiringan tanah desa sudirejo berada pada dataran tinggi sehingga menyebabkan masyarakat desa sudirejo cenrung menjadi petani.

Luas wilayah desa sudirejo menurut penggunaannya dapat di bagi atas: a. luas pemukiman 33 Ha/ m2


(51)

c. luas sawah tadah hujan 0,7 Ha/m2 d. luas sawah pasang surut 0,2 ha/m2 e. luas ladang 46,5 Ha/m2

4.1.2 Iklim

Desa sudirejo memiliki curah hujan 120 mm dengan kelembapan 0,7%.suhu rata-rata desa sudirejo adalah berkisar 27 ◦C. Tinggi tempat dari permukaan laut adalah 1000 mdl.

4.2 Deskripsi Keadaan Sosial Ekonomi Desa Sudirejo Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa

Mayoritas penduduk desa Sudirejo adalah suku Jawa.hal ini di karenakan yang pertama menempati daerah desa Sudirejo ini adalah suku Jawa. Akan tetapi ada sesuatu yang menarik di desa Sudirejo ini. Walaupun masyarakatnya mayoritas adalah suku Jawa tapi pada umumnya masyarakat fasis menggunakan bahasa Karo. Hal ini dikarenakan desa Sudirejo ini berdekatan dengan desa yang mayoritas penduduknya adalah suku Karo seperti desa kuta Tualah, desa Nomombelin, desa Batu Penjemuran dan desa Jaba.

Selain dari pada suku Jawa masyarakat desa Sudirejo ada juga yang bersuku batak Toba dan batak Simalungun. Yang jumlahnya bisa di hitung dengan jari.karena jumlahnya yang sangat sedikit. Hampir sama dengan masyarakat yang bersuku jawa begitu juga dengan masyrakat yang bersuku batak toba dan batak Simalungun juga fasih menggunakan bahasa Karo.


(52)

TABEL I

Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku

NO SUKU JUMLAH JIWA

1. Aceh 1 orang

2 Batak 35 orang

3 Melayu 4 orang

4 Minang 1 orang

5 Sunda 1 orang

6 Jawa 1492 orang

7 Madura 1 orang

8 Banjar 1 orang

Sumber : kantor kepala desa sudirejo 2009

Dari tabel di atas , ada beberapa suku bangsa yang terdapat di desa Sudirejo yaitu dengan jumlah yang paling banyak atau dengan jumlah mayoritas penduduknya adalah suku jawa yaitu sebanyak 1492 jiwa. Dan kemudian di ikuti dengan suku batak baik itu batak toba, batak simalungun dan batak karo dengan jumlah 35 jiwa. Suku melayu dengan jumlah 4 orang jiwa, suku aceh 1 jiwa, minang 1 jiwa, sunda 1 jiwa, madura 1 jiwa dan banjar dengan 1jiwa.

Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur

Dengan memperhatikan data yang diperoleh peneliti dari data statistik dari lapangan ( kantor kepala desa sudirejo) maka komposisi penduduk terdiri dari beberapa klasifikasi menurut umur dan kelompok kerja. Berdasarkan jumlah penduduk yang sebanyak 1563 jiwa, dengan jumlah laki-laki adalah sebanyak 780 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 783 jiwa. Berdasarkan jumlah ini maka dapat terlihat jelas bahwa jumlah antara laki dengan jumlah perempuan itu hampir sebanding yaitu jumlah laki-laki sekitar 780 jiwa dan jumlah perempuan sekitar 783 jiwa.


(53)

Jumlah PUS (pria usia subur) berkisar sekitar 314 jiwa, jumlah WUS ( wanita usia subur) berkisar 507 jiwa. Jumlah masyarakat yanh sudah lanjut usia laki-laki berkisar 28 jiwa dan jumlah lanjut usia perempuan berkisar 36 jiwa. Dan jumlah balita 218 orang TABEL II

Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur

NO UMUR JUMLAH

1. Balita 218 jiwa

2. Pus 314 jiwa

3. Wus 507 jiwa

4. Lansia laki-laki 28 jiwa 5. Lansiaperempuan 36 jiwa 6. AkseptorKb aktif 210 jiwa 7 Ibu hamil 36 jiwa 8 Ibu menyusui 38 jiwa Sumber : kantor kepala desa sudirejo 2009 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

Desa sudirejo merupakan sebuah daerah yang penduduknya adalah mayoritas jawa. Sejak jaman dahulu pertama sekali suku jawa menempati daerah sudirejo ini sudah menganut agama islam. Yang kemudian ada sebagian warag yang menganut agama lain. Seperti yang dapat di lihat pada tabel berikut ini :

TABEL III

Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

No Agama Laki-laki Perempuan

1 Islam 753 800

2 Protestan _ _

3 Khatolik 3 3

4 Hindu _ _

5 Budha _ _

6 Konghucu _ _

7 Ajaran lainnya _ _

8 Jumlah 756 803


(54)

Dari tabel di atas dapat di simpulkan bahwa komposisi penduduk desa sudirejo berdasarkan agama didominasi oleh agama islam yang mayaoritasnya adalah suku jawa. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan

Untuk melihat komposisi penduduk berdasarkan tingkatan pendidikannya dapat dilihat melalui tabel di bawah ini :

TABEL IV

Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan No Tingkat pendidikan Jumlah 1 Tidak/ belum sekolah 328 jiwa 2 Tidak tamat SD 659 jiwa

3 SD 60 jiwa

4 SLTP 49

5 SMA 32

6 Perguruan tinggi 5

7 Lain-lain 426

8 Jumlah 1559

Sumber : kantor kepala desa sudirejo 2009

Di lihat dari tabel di atas, komposisi penduduk berdasarkan pendidikan di desa sudirejo dapat di lihat bahwa tingkat pendidikan masih rendah. Masyarakat desa sudirejo kebanyakan tidak tamat SD dan warga masyarakt yang mengecap perguruan tinggi dapat dihitung dengan jari.

Sarana Ibadah

Dilihat dari hubungan antara manusia dengan penciptanya, maka setiap daerah tentunya punya sarana seperti rumah ibadah. Walaupun di desa sudirejo ini terdapat dua agama yang berkembang tetapt tidak semua memiliki sarana ibadah, misalnya agama khatolik. Adapun sarana ibadah yang ada di desa sudirejo adalah sebagai berikut :


(55)

TABEL V Sarana Ibadah

NO Sarana ibadah Jumlah

1 Mesjid 1

2 Mushola 2

3 Gereja protestan -

4 Gereja khatolik -

5 Wihara -

6 Pura -

Sumber : kantor kepala desa sudirejo 2009

Dari tabel di atas dapat di ketahui bahwa jumlah saran ibadah yang lebih banyak adalah sarana ibadah agama islam. Hal ini di karenakan mayoritas penduduk desa sudirejo menganut agama islam. Sedangkan untuk sarana ibadah agama khatolik tidak ada. Penduduk yang beragama khatolik biasanya ibadah atau ke gereja di desa kuta tualah,ataupun desa lainnya yang berdekatan dengan desa sudirejo.

Sarana Pendidikan

Sebagai sebuah desa, desa Sudirejo mempunyai saran pendidikan yang bisa di bilang cukup. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel di bawah ini:

TABEL VI

Sarana Pendidikan di Desa Sudirejo

no Jenis Sekolah Jumlah

1 TK 1

2 SD 1

3 Lembaga Pendidikan Agama 1 Sumber : kantor kepala desa sudirejo 2009 Sarana Kesehatan

Jika di lihat dari tingkat kesehatannya , maka desa sudirejo dapat dikatakan sebagai masyarakat yang peduli akan kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari sarana


(56)

hanya berkisar 1500 an. Untuk lebih jelasnya mengenai sarana dan prasarana kesehatan di desa sudirejo dapat dilihat pada tabel berikut ini :

TABEL VII Sarana Kesehatan

NO Sarana Kesehatan Jumlah 1 Puskesmas Pembantu 1

2 Poliklinik 1

3 Posyandu 2

4 Rumah bersalin 1

5 Balai kesehatan ibu dan anak 1 Sumber : kantor kepala desa sudirejo 2009

4.3Temuan Data di Lapangan

Temuan data dilapangan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk mengetahui persentase jawaban responden berdasarkan kuesioner. Berikut hasilnya: 4.3.1 Data Variabel Bebas X

Tabel 8. Pemakaian Alat Bertani

No Alat yang Digunakan F %

1. Traktor 4 5,88

2. Tenaga manusia 60 88,24

3. Tenaga hewan 4 5,88

Jumlah 68 100

Sumber: P.02

Berdasarkan tabel 8 diatas menunjukkan bahwa hampir seluruh responden sebanyak 60 orang atau 88,24% menyatakan bahwa kegiatan bertani mereka dilakukan dengan mengandalkan tenaga manusia atau tenaga mereka sendiri. Sedangkan yang memberikan jawaban menggunakan traktor sebanyak 4 orang dan yang menjawab menggunakan tenaga hewan sebanyak 4 orang. Hal ini menunjukkan bahwa responden


(57)

sangat kesulitan dengan keterbatasan alat dan tenaga yang digunakan sehingga hasil yang dicapai dari lahan tidak maksimal.

Tabel 9. Pemakaian Pupuk

No Pupuk yang Digunakan F %

1. Pupuk Kandang 38 55,88

2 Pupuk Buatan 20 29,41

3 Pupuk Kompos 10 14,71

Jumlah 68 100

Sumber: P.03

Berdasarkan tabel 9 diatas bahwa pupuk berguna untuk meningkatkan kesuburan tanah. Tanaman yang ditanami disebidang tanah secara terus menerus dapat mengakibatkan kesuburan tanah semakin berkurang. Selain untuk tanaman itu sendiri, untuk mengembalikan kesuburan tanah itu harus dibantu dengan pupuk, sehingga tanah subur kembali. Para warga di desa Sudirejo, dapat dilihat dari tabel diatas, diketahui bahwa responden sebanyak 38 orang atau 55,88% menggunakan pupuk kandang. Dan yang menggunakan pupuk buatan sebanyak 20 orang atau 29,41%, sedangkan yang menggunakan pupuk kompos sebanyak 10 orang atau 14,71%. Dari tabel dapat digambarkan bahwa pemakaian pupuk kandang lebih terjangkau di desa Sudirejo karena tidak mengeluarkan banyak biaya.

Tabel 10. Subsidi Pemerintah No Subsidi dari Pemerintah F %

1 Ada 38 55,88

2 Tidak ada 30 44,12

Jumlah 68 100

Sumber: P.04

Berdasarkan tabel 10 diatas menunjukkan bahwa responden sebanyak 38 orang atau 55,88% mengatakan jika masih ada subsidi dari pemerintah untuk desa mereka.


(1)

Tabel 44

Hubungan antara manfaat pembaharuan dengan masuknya sector lain non pertanian Manfaat

pembaharuan

Masuknya berbagai sector non pertanian Total Sangat setuju Setuju Tidak setuju

F % F % F % F %

Ya - - 52 76,47 - - 52 76,47

Tidak 9 13,23 5 7,35 2 2,95 16 23.53

TOTAL 9 1,47 57 83,82 2 2,95 68 100

Sumber P.10 dan P.16

Pada tabel 44 memperlihatkan hubungan antara masuknya sector-sektor lain non pertanian dengan manfaat dari pembaharuan itu. Berdasarkan data tersebut terlihat jumlah pilihan responden yang paling banyak adalah responden yang mengatakan adanya manfaat pembaharuan sebanyak 52 orang. Dimana dengan adanya pembaharuan, masyarakat menjadi punya kesempatan untuk meningkatkan diri dengan masuknya sector-sektor non pertanian. Masuknya sector-sektor lain itu membawa pengaruh pada kehidupan social ekonomi masyarakat. Hal ini menunjukkan ada perubahan yang terjadi pada masyarakat khususnya bidang pekerjaan.

4.7. Pengujian Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini ditolak atau diterima dengan asumsi sebagai berikut:

Ho: Tidak terdapat hubungan korelasi antara variable perubahan orientasi mata pencaharian (X) dengan variable status social ekonomi masyarakat (Y)

Ada korelasi antara variable ketergantungan (Z) dengan status social ekonomi masyarakat (Y).


(2)

Ha: Terdapat hubungan korelasi positif antara variable perubahan orientasi mata pencaharian (X) dengan variable status social ekonomi (Y) melalui bekerjanya variable ketergantungan (Z).

Hipotesis diatas terdiri dari dua variable. Kedua variable tersebut adalah variable bebas (X) dan variable terikat (Y), dengan rumus yang digunakan:

n∑xy – (∑x)( ∑y) rxy =

√n∑x2

– (∑x)2 n ∑y2 – (∑y)2

Kalau indeks korelasi ditukar dengan besar kuat penentu (X) menentukan perubahan Y), maka kuat penentu yang diharapkan adalah:

R = (

r

xy )² x 100%

= ( 0.61 )² x 100% = 0.3721 x 100 %

= 37,21 % ( Hipotesis diterima/signifikan)

Jika r test > r tabel , maka koefisien signifikan, atau hipotesis diterima.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Masyarakat di Desa Sudirejo Kecamatan Namorambe secara mayoritas telah melakukan pembaharuan terutama dalam bidang pekerjaan. Pada awalnya mereka adalah seorang petani yang hanya mengandalkan lahan saja. Alat-alat yang mereka gunakan pun umumnya masih sederhana yaitu peralatan tradisional. Bahan-bahan seperti pupuk dan bibit memerlukan biaya yang tidak sedikit seiring dengan perkembangan masa. Mereka juga melihat bahwa bergerak disektor pertanian itu tidak begitu menjanjikan lagi. Hal ini berdampak pada tingkat kesejahteraan mereka.

Masuknya berbagai sektor-sektor diluar pertanian seperti industri-industri atau pabrik ke desa membuat peluang bagi penduduk Desa Sudirejo untuk beralih mata pencaharian. Mereka mulai melihat pembaharuan yang sedang berlangsung di desa mereka yang lebih menjanjikan. Terbukanya wawasan dan pengetahuan setelah banyak berdatangan orang-orang dari luar yang bermukim di desa mereka, menjadikan warga lebih terampil, mengambil sikap dan terbuka dalam berbagai bidang. Tetapi walaupun mereka sudah beralih mata pencaharian, mereka masih banyak yang menggunakan lahannya sebagai penghasilan sampingan. Hal ini berarti tidak sepenuhnya para warga meninggalkan lahan mereka. Dengan beralihnya penduduk ke sektor lain, pendapatan yang mereka dapat mampu memenuhi kebutuhan keluarga baik dalam segi pangan, sandang, pendidikan, maupun kesehatan.

Dengan demikian, dapat pula disebutkan bahwa antara perubahan orientasi mata pencaharian berpengaruh terhadap status sosial ekonomi masyarakat di Desa Sudirejo.


(4)

Hubungan tersebut signifikan. Hai ini dapat diketahui dari hasil perolehan rtabel atau

0.61>0,244. dengan demikian, apabila lebih besar dari rtabel maka hubungan antara variabel X

terhadap variabel Y, yang dipengaruhi variabel Z adalah signifikan. Oleh karena itu, dapat pula disebutkan peningkatan status sosial ekonomi masyarakat di Desa Sudirejo dipengaruhi oleh perubahan orientasi mata pencaharian.

• Pembaharuan di Desa Sudirejo membawa pengaruh positif bagi responden atau masyarakat di dalam meningkatkan taraf hidup dalam sosial ekonomi masyarakat desa.

• Dari hasil pengujian dengan menggunakan rumus persons dapat membuktikan adanya hubungan antara perubahan orientasi mata pencaharian terhadap status sosial ekonomi masyarakat dengan korelasi = 0,61 yang artinya korelasi yang cukup berarti.

• Bahwa terdapat hubungan antara perubahan orientasi mata pencaharian terhadap status sosial ekonomi masyarakat Desa Sudirejo, hal ini ditunjukkan dengan harga Rxyz = 0,73

5.2. Saran

Kiranya dengan masuknya pembaharuan dapat memberikan wawasan yang lebih baik lagi ke arah yang positif untuk kemajuan desa dan masyarakatnya. Diharapkan masyarkat lebih berkembang lagi dan dapat menyaring segala sesuatu yang dapat bersifat merusak apa yang sudah tercipta sebelumnya didesa. Dalam hal ini para warga sebagai orang yang melakukan pembaharuan dapat menangkap secara teliti peluang-peluang yang ada jika ingin melakukan pembaharuan dalam bidang pekerjaan dan memikirkan lebih dulu secara benar-benar jika ingin meninggalkan sektor pertanian dan beralih ke sektor mata pencaharian lain diluar kegiatan bertani.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Alvin dan Suwarsono.2006.Perubahan Sosial Dan Pembangunan.Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia

Arikunto,Suharsimi.1997.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Abstrak.Jakarta : PT.Asdy Mahasatya

Budiman, Arief. 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. Budiaman, Arif. 2000. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta:Gavindo

Fakih, Mansour 2001. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta: Insist Press. Hett

Frank, Andre Gunder. 1984. Sosiologi Pembangunan dan Keterbelakangan Sosiologi Pustaka Pulsar.

Nawawi, Hadari. 1993. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Ritzer,George.2004.Teori Sosiologi Modern.Jakarta : Prenada Media

Rogers, Everett dan Flayd Shoemaks, 1981. Komunikasi, Inovasi, Kelompok Diskusi “Erosi Mahasiswa” UGM. Yogyakarta.

Roxborough, Ian. 1986. Teori-Teori Keterbelakangan. LP3ES, Jakarta

Schoorl, J.W. 1988. Modernisasi: Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-negara Sedang Berkembang. PT Gramedia, Jakarta.

Soekanto, Soerjono . 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo

Supadi dan Sri Hery Susilowati Dinamika penguasaan lahan pertanian Di Indonesia Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian

(Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian

Suwarsono, dan So, Alvins Y.2004. Perubahan Sosial dan Pembangunan. Penerbit PT. Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta.


(6)

Syafa’at, Nizwar, dkk. 2007 . I ndikator Makro Pertanian Indonesia. Prosiding: Kinerja dan prospek pertanian indonesia. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Balitbang Pertanian. Bogo

http//www.wikipedia//Ekonomi Perdesaaan Dan Masyarakat Tertinggal.