Perubahan Sosial Masyarakat Cigugur Analisis Terhadap Sistem

bertani ke non-agraris berternak, berdagang, wiraswasta, home industry, buruh dan lainnya. Selain kerukunan umat beragama, beragamnya sistem mata pencaharian masyarakat Cigugur menjadi hal yang cukup menarik untuk diamati. Pada awalnya, sistem mata pencaharian mayoritas masyarakat Cigugur adalah bertani, meskipun ada yang berternak, seperti ternak ikan, ayam dan bebek. Sampai sekarang, sistem mata pencaharian masyarakat Cigugur sebagian besar memang masih bertani, tetapi tidak sedikit yang berdagang, berternak, wiraswasta, buruh, membuat kerajinan batik khas Cigugur bahkan sampai ada yang membuka usaha kecil-kecilan home industry. Masuknya agama Kristen dan menjadi salah satu agama yang dianut oleh masyarakat Cigugur menjadi salah satu penyebab terjadinya perubahan sistem mata pencaharian masyarakat Cigugur, meskipun tidak merubah secara langsung, artinya tidak merubah dari satu profesi ke profsi lain. Contohnya, masyarakat Cigugur yang berprofesi sebagai peternak, sebelum Kristen masuk hewan ternak mereka adalah ayam, bebek atau budidaya ikan. Tetapi setelah Kristen masuk ada yang menjadikan babi sebagai hewan ternak mereka. 5 Banyaknya masyarakat yang mengunjungi Cigugur, baik itu untuk kepentingan penelitian terkait kerukunan antar umat beragama atau untuk rekreasi menjadii faktor dan daya tarik masyarakat setempat Cigugur mencoba profesi baru sebagai pedagang. Makanan ringan, terutama makanan khas Cigugur, yaitu tape ketan, menjadi salah satu yang paling dicari oleh pengunjung untuk dijadikan oleh-oleh. Selain itu ada juga yang menjajakan hasil kerajinan tangan masyarakat Cigugur, yaitu batik khas Cigugur yang juga bisa dijadikan pilihan untuk oleh-oleh. Seperti apa yang diutarakan oleh Bapak Kento Subarman Tokoh Sunda Wiwitan: “sistem mata pencaharian masyarakat Cigugur secara umum adalah bertani, tetapi ada juga yang berprofesi sebagai pedagang yang menjajakan 5 Wawancara pribadi dengan Bapak Aang Taufik, Guru SMP 02 Cigugur, Juli 2013 dagangannya di sekitar objek pariwisata Cigugur, seperti Kolam Ikan Dewa Cigugur. Dagangannya yang dijajakan pun bermacam-macam, dari mulai makanan ringan, seperti makanan khas daerah Cigugur, yaitu tape ketan ataupun batik khas Cigugur ” 6 Menurut Mang Didi salah satu warga Cigugur yang berprofesi sebagai petani dan pemeluk Sunda Wiwitan “Salah satu yang menyebabkan terjadinya perubahan sistem mata pencaharian masyarakat Cigugur adalah berdirinya pabrik di wilayah Cigugur. Dengan berdirinya pabrik tersebut mampu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. Disisi lain, banyak pula masyarakat Cigugur yang meninggalkan daerah mereka untuk mengadu nasib ke kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta dengan tujuan memperbaiki taraf kehidupan mereka”. 7 Perubahan sistem mata pencaharian masyarakat Cigugur sesuai dengan teori evolusi kebudayaan Lewis Henry Morgan. Menurutnya, keseragaman dan kelangsungan evolusi berasal dari kebutuhan material manusia yang bersifat universal dan terus-menerus. 8 Sejarah manusia mengikuti tiga fase berbeda: Kebuasan, Barbarisme, dan Peradaban, dibatasi oleh terobosan teknologi yang berarti. Begitulah, dalam fase kebuasan rendah terlihat pola pencarian nafkah yang sangat sederhana dengan mengumpulkan buah-buahan dan biji- bijian. Di fase kebuasan tinggi, produksi tembikar merupakan kemajuan teknologi penting. Di fase barbarism menengah sudah dikenal pemeliharaan ternak dan irigasi sebagai teknik bertani baru. Di fase barbarism tinggi, produksi besi dan peralatan dari besi merupakan revolusi penting. Terakhir, kelahiran peradaban ditandai oleh penemuan huruf dan seni menulis. 9 6 Wawancara pribadi dengan bapak Kento Subarman tokoh Sunda Wiwitan, Juli 2013. 7 Wawancara pribadi dengan Mang Didi, Petani dan Pemeluk Sunda Wiwitan, Juli 2013. 8 Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta: Prenada Media Group, 2008, h. 121. 9 Ibid, Masyarakat Cigugur adalah masyarakat Indonesia. Sistem mata pencaharian masyarakat Indonesia sebelum mengenal bertani dan sumber penghidupan lainnya adalah berburu dan meramu. Sistem mata pencaharian tersebut tentunya juga dijalani oleh masyarakat yang nantinya bakal menjadi masyarakat Cigugur. Pada tahapan selanjutnya, yang mana menurut Morgan dalam teori evolusi kebudayaannya dikenal dengan fase kebuasan tinggi, masyarakat Cigugur sudah mengenal yang namanya bertani, tetapi belum menggunakan teknik bertani yang ada pada saat ini seperti menggunakan irigasi sebagai sumber air. Selain itu, pada tahap ini masyarakat Cigugur sudah mulai membuat kerajinan-kerajinan yang kemudian melahirkan batik khas Cigugur. Pada tahap barbarism menengah, masyarakat Cigugur sudah menemukan teknologi yang lebih baik untuk sistem mata pencaharian yang ia geluti dalam hal ini bertani. Perlahan masyarakat sudah bisa mengenal bahkan membuat irigasi sebagai sumber air untuk lahan pertanian mereka. Di tahap ini pula masyarakat kelurahan Cigugur mulai menjadikan hewan-hewan peliharaannya sebagai penghasilan hidupnya, yang kita kenal dengan istilah berternak. Masyarakat Cigugur dewasa ini merupakan masyarakat yang berpradaban, banyak yang menggunakan kemampuan berpikir dan keahlian di bidang tertentu sebagai sistem mata pencahariannya, seperti PNS dan polisi. 58

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Layaknya masyarakat pada umumnya, masyarakat Cigugur, Kuningan Jawa Barat pun tidak bisa hidup statis. Dalam sejarahnya, masyarakat Cigugur mengalami perubahan-perubahan dalam kehidupan mereka yang bersentuhan langsung dengan unsur-unsur kebudayaan tersebut. Seperti perubahan sistem religi masyarakat Cigugur yang sekarang banyak memeluk kepercayaan Sunda Wiwitan ajaran Jawa Sunda. Cigugur merupakan sebuah kelurahan di Kuningan, Jawa Barat. Di dalam kehidupan masyarakat Cigugur terdapat aliran kepercayaan Sunda Wiwitan. Sunda Wiwitan merupakan suatu aliran kepercayaan masyarakat Sunda yang masih mengukuhi, mempercayai dan mengamalkan keyakinan ajaran spritual kesundaan. Perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat Cigugur juga terlihat pada sistem mata pencaharian mereka. Perubahan sistem mata pencaharian tergolong ke dalam perubahan besar. Dikatakan perubahan besar karena perubahan sistem mata pencaharian akan membawa pengaruh besar pada masyarakat, seperti meningkatnya penghasilan masyarakat yang berujung pada kesejahtraan masyarakat. Selain kerukunan umat beragama, beragamnya sistem mata pencaharian masyarakat Cigugur menjadi hal yang cukup menarik untuk diamati. Pada awalnya, sistem mata pencaharian mayoritas masyarakat Cigugur adalah bertani, meskipun ada yang berternak, seperti ternak ikan, ayam dan bebek. Setelah terjadi perubahan sosial dalam masyarakat Cigugur, sistem mata pencaharian masyarakat Cigugur sebagian besar memang masih bertani, tetapi tidak sedikit yang beralih menjadi berdagang, berternak, wiraswasta, buruh, membuat kerajinan batik khas Cigugur bahkan sampai ada yang membuka usaha kecil-kecilan home industry.

B. Saran

1. Masyarakat Cigugur harus mampu untuk terus meningkatkat taraf kehidupannya yang tentunya dapat ditempuh dengan cara berkerja dengan sistem mata pencaharian yang baik. 2. Bagi pembelajaran Sosiologi, sebagai bahan pengayaan terutama mengenai konsep-konsep perubahan sosial. 3. Pemerintah harus ikut berperan dalam meningkatkan taraf kehidupan masyarakat Cigugur. Seperti membuka lapangan pekerjaan dengan upah minimum yang bisa mencukupi kebutuhan masyarakat. 60 DAFTAR PUSTAKA Amin Nurdin, Muhammad dan Ahmad Abrori, 2006, Mengerti Sosiologi: Pengantar Memahami Konsep-Konsep Sosiologi, UIN Jakarta Press, Jakarta. Aziz, Arnicun dan Hartono, 1993, MKDU Ilmu Sosial Dasar, Bumi Aksara, Jakarta. Bungin, Burhan, 2007, Analisis Data Penelitian Kualitatif, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta. Faisal, Sanapiah, 1990, Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi, Yayasan Asih Asah Asuh, Malang. Hisyam, Muhammad, 2004, Religi Lokal Dan Pandangan Hidup: Kajian Masyarakat Penganut Religi Talotang, dan Patuntung, Sipelebegu Permalim, Saminisme Dan Agama Jawa Sunda , Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya PMB, Jakarta. Jaya, Pajar Hatma Indra. 2003. Transformasi Tenaga Kerja Pedesaan, Surakarta, Skripsi : FISIP UNS, Tidak diterbitkan. Koentjaraningrat, 2002, Pengantar Ilmu Antropologi, Rineka Cipta, Jakarta. Moleong, Lexy J., 1997, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung. Munandar Soelaeman, Muhammad, 1993, Ilmu Sosial Dasar: Teori dan Konsep Ilmu Sosial, Eresco, Bandung. Nasution, 1996, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Tarsito, Bandung. 61 Ritzer, George dan Douglas J. Goodman, 2010, Teori Sosiologi Modern, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Setiadi, Elly M dan Usman Kolip, 2011, Pengantar Sosiologi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Subyantoro, Arief dan FX. Suwarto, 2007, Metode dan Teknik Penelitian Sosial, CV. Andi Offset, Yogyakarta. Soekanto, Soerjono, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta. Sunarto, Kamanto, 2004, Pengantar Sosiologi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Suyanto, Bagong dan Sutinah, 2005, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, Kencana, Jakarta. Sztompka, Piotr, 2007, Sosiologi Perubahan Sosial, Prenada Media Group, Jakarta. Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar, 2008, Metodologi Penelitian Sosial, Bumi Aksara, Jakarta. Atwar Bajari, “Mengolah data dalam Penelitian Kualitatif” http:atwarbajari.wordpress.com20090418mengolah-data-dalam-penelitian- kualitatif, diakses pada hari Minggu tanggal 03 Februari 2013 Pukul 15.09. Ifzanul, “Masyarakat Tradisonal, Transisi dan Modern”. http:ifzanul.blogspot.com201006masyarakat-tradisional-masyarakat.html diakses pada hari Jum’at tanggal 08 November 2013 pukul 21.40.