Qabul, yaitu ucapan penerimaan pernikahan dari calon mempelai pria atau

Artinya : Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. Q.S. Adzariyat : 49 Menurut Kompilasi Hukum Islam, Syarat sah dan Rukun untuk melaksanakan perkawinan harus ada : 16 Syarat-syarat perkawinan atau pernikahan : 1. Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 yakni calon suami sekurang- kuangnya berumur 19 tahun dan calon isteri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun. 2. Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat 2, 3, 4 dan 5 UU No. 1 Tahun 1974. 3. Perkawinan didasarkan atas persetujuan calon mempelai. 4. Bentuk persetujuan calon mempelai wanita, dapat berupa pernyataan tegas dan nyata dengan tulisan, lisan atau isyarat tapi dapat juga berupa diam dalam arti selama tidak ada penolakan yang tegas. 5. Sebelum berlangsungnya perkawinan, Pegawai Pencatat Nikah menanyakan lebih dahulu persetujuan calon mempelai di hadapan dua saksi nikah. 16 Kompilasi Hukum Islam, Buku I : Hukum Perkawinan, Jakarta: Fokusmedia , 2007, h. 10 6. Bila ternyata perkawinan tidak disetujui oleh salah seorang calon mempelai maka perkawinan itu tidak dapat dilangsungkan. 7. Bagi calon mempelai yang menderita tuna wicara atau tuna rungu persetujuan dapat dinyatakan dengan tulisan atau isyarat yang dapat dimengerti. Adapun rukun perkawinan atau pernikahan, yaitu :  Calon suami.  Calon isteri.  Wali nikah.  Dua orang saksi.  Ijab dan Qabul. Selain itu, dari sebuah perkawinan yang dilaksanakan akan ada hikmah yang terkandung di dalamnya. Hikmah perkawinan antara lain : 1. Menyalurkan Naluri Seks. 2. Jalan Mendapatkan Keturunan yang Sah. 3. Penyaluran Naluri Kebapaan dan keibuan. 4. Dorongan Untuk Bekerja Keras. 5. Pengaturan Hak dan Kewajiban Dalam Rumah Tangga.

C. Pentingnya Pencatatan Perkawinan dan Dasar Hukumnya

1. Pentingnya Pencatatan Perkawinan

Sebagaimana disebutkan dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan bahwa perkawinan yang sah adalah apabila dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing dan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan Perkawinan dilakukan ketika atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua belah pihak atas persetujuan bersama mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Nikah, yang mana isinya berlaku pula terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut. Akan tetapi pencatatan perkawinan tidak dapat disahkan jika melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan. Pencatatan perkawinan dalam pelaksanaanya diatur dengan PP. No. 9 Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama No. 3 dan 4 Tahun 1975. Bab II pasal 2 ayat 1 PP. No. 9 Tahun 1975, Pencatatan Perkawinan dari mereka yang melangsungkannya menurut Agama Islam dilakukan oleh Pegawai Pencatat, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 32 Tahun 1954, tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk. Seperti diketahui pelaksanaan perkawinan itu didahului kegiatan-kegiatan, baik yang dilakukan oleh calon mempelai maupun oleh pegawai Pencatat Perkawinan. Calon mempelai atau orang tuanya atau wakilnya memberitahukan kehendak melangsungkan perkawinan kepada Pegawai Pencatat Perkawinan pasal 3 dan 4 PP. Selanjutnya Pegawai tersebut meneliti apakah syarat-syarat perkawinan telah dipenuhi, dan apakah tidak terdapat halangan menurut Undang- undang. Demikian pula meneliti surat-surat yang diperlukan Pasal 5 dan 6 PP buku ini. Apabila ternyata dari hasil penelitian itu terdapat halangan perkawinan atau belum dipenuhi syarat-syarat yang diperlukan maka keadaan itu segera diberitahukan kepada calon mempelai atau kepada orang tua atau kepada wakilnya pasal 7 ayat 2 – PP. Bila pemberitahuan itu telah dipandang cukup dan memenuhi syarat-syarat yang diperlukan serta tidak terdapat halangan untuk kawin, maka Pegawai Pencatat membuat pengetahuan tentang pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan, menurut formulir yang telah ditetapkan, dan menempelnya di Kantor Pencatatan yang mudah dibaca oleh umum. Pengumuman serupa itu juga dilakukan di Kantor Pencatatan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman masing-masing calon mempelai pasal 8 dan Penjelasan pasal 9 PP. 17 Bab III pasal 7 dijelaskan bahwa Pegawai Pencatat Nikah PPN atau P3NTR yang menerima pemberitahuan kehendak Nikah memeriksa calon suami, calon isteri dan wali Nikah, tentang ada atau tidaknya halangan pernikahan itu dilangsungkan baik halangan karena melanggar hukum munakahat atau karena melanggar Peraturan Perundang-undangan tentang Perkawinan. 18 17 Nasir Muchtar, KH. Pelaksanaan Undang-undang perkawinan Suatu Tinjauan Administratif, Jakarta,Jakarta: Dirjen Bimas Islam seminar, h. 3 18 Ibid, h. 5.