17 1964:17. Masyarakat Batak juga percaya bahwa roh dan jiwa juga mempunyai
kekuatan. Roh dan jiwa pada masyarakat Batak Toba dibagi yakni: tondi, sahala, dan begu. Sesuatu yang sentral dalam praktek
hasipelebeguon adalah apa yang dikenal dengan tondi secara harafiah berarti “roh” atau “jiwa” yang dimiliki manusia hidup, manusia yang sudah meninggal,
tumbuh-tumbuhan dan hewan Vergouwen 1986:82. Tondi merupakan kekuatan dari penggerak tubuh. Tondi ini didapat dari Mulajadi Nabolon baik yang hidup
dan yang sudah mati Tobing, 1956:97-98. Sahala adalah kekuatan tondi yakni kekuatan untuk mempunyai banyak keturunan, kepintaran, pengetahuan atau
talenta Lumbantobing 1992:21. Sahala pada orang Batak Toba percaya bahwa orang yang hidup dan orang yang sudah mati dapat mengalihkan sahala kepada
orang lain pedersen1970:29-30. Begu adalah arwah atau roh orang meninggal yang mendiami suatu tempat, begu dibagi dua yaitu, begu yang jahat
dan begu yang baik. Praktek hasipelebeguon ini adalah penyembahan berhala boleh saja patung
buatan tangan manusia yang dipercayai berhakekat illahi. Berhala itu juga boleh begu, roh orang mati, arwah yang dianggap dapat bertinggal di tempat angker,
gunung, lembah, sungai dan rumah. Semua kuasa-kuasa ini dibujuk, disembah, diberi makanan atau persembahan tonggo atau mantra-mantra Sianipar, 1989.
Praktek hasipelebeguan pada masyarakat Batak Toba juga berkaitan dengan tradisi penyajian gondang sabangunan dan tor-tor
2.1.2 Sistem Kekerabatan Masyarakat Batak Toba
18 Sistem kekerabatan pada masyarakat Batak Toba sangat erat kaitannya
dengan istilah “marga” yang merupakan nama dari nenek moyang yang selalu diturunkan kepada keturunan dengan garis keturunan patriakal. Kekerabatan
adalah suatu tata cara yang mengatur hubungan sosial kemasyarakatan. Sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba yaitu berlandaskan dalihan na tolu yang
secara harafiah dalam bahasa Indonesia disebut sebagai “tungku yang tiga”. Dalihan na tolu merupakan sebuah sistem hubungan sosial yang
berlandaskan pada tiga pilar kemasyarakatan, yakni hula-hula, dongan tubu dongan sabutuha dan
boru. Dalihan natolu diciptakan Mulajadi Nabolon dengan menurunkan kepada dewa yang tiga yakni: Batara Guru sebagai
simbol dari hula-hula, Debata Soripada simbol dari dongan sabutuha dan Debata Mangala Bulan simbol dari boru Sinaga 1981:71-76 Hula-hula merupakan
kedudukan tertinggi dalam sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba. Hal ini dapat kita lihat dalam posisi dalam suatu acara dan penghormatan yang
diberikan. Hula-hula merupakan status sebuah marga pemberi istri bagi marga lain. Sedangkan status boru merupakan pihak marga yang mengambil istri dari
pihak hula- hula. Istilah dongan sabutuha untuk menunjukkan sistem kekerabatan yang sederajat. Biasanya untuk menyatakan hubungan dalam satu marga yang
sama. Dalihan Natolu pun diuraikan dengan pepatah “somba marhula-hula, manat mardongan tubu, elek marboru”. Pengertian dari pepatah ini secara
harafiah “patuh dan berikanlah sembah pada hula-hula, menjaga hubungan dengan dongan tubu,
19 kelemah lembutan dengan boru. Pepatah ini bukan hanya sekedar ungkapan tetapi
dapat kita lihat dalam suatu acara pesta. Ketiga kelompok memiliki peranan yang penting dan saling melengkapi
dalam adat. Ketika dalam suatu pesta, hula-hula tidak begitu repot karena dianggap sebagai posisi yang paling di hormati menjadi pemberi berkat dan
restu. Dongan tubu berperan sebagai pihak yang turut bertanggung jawab dan mensukseskan acara tersebut. Biasanya dongan tubu ini, menjadi tempat
berdiskusi, dan menjalankan acara. Biasanya istilah untuk dongan tubu dalam satu acara adat disebut dengan dongan saulaon teman bekerja. Tidak kalah
pentingnya juga peranan boru dalam satu perayaan acara adat istiadat pada masyarakat Batak Toba. Dalam setiap upacara adat pihak boru bertanggung-jawab
dalam setiap hal yang sifatnya teknis pada upacara tersebut. Misalnya, mempersiapkan tempat, menyebarkan undangan, menyediakan kebutuhan acara,
dan menyediakan konsumsi selama jalannya upacara marhobas. Dapat disimpulkan bahwa dalam dalihan na tolu, hula-hula dianggap sebagai pihak yang
kedudukannya paling tinggi, dongan tubu sebagai pihak yang sederajat dan boru merupakan pihak yang kedudukannya paling rendah. Namun istimewanya,
setiap orang dalam sistem kekerabatan Batak Toba akan berada dalam ketiga kedudukan tersebut. Artinya seseorang itu akan pernah sebagai hula-hula, dongan
tubu dan sebagai boru. Sehingga tidak akan pernah timbul perbedaan martabat dalam sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba.
20
2.2 Sejarah Singkat dan Letak Geografis desa Turpuk Limbong