BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam perkembangannya, pembangunan ekonomi sering kali tidak merata dan menimbulkan ketimpangan pembangunan antar daerah.Adanya perbedaan
tingkat pembangunan di berbagai daerah dapat disebabkan karena adanya perbedaan potensi yang dimiiki oleh masing-masing daerah, diantaranya latar
belakang geografis, potensi sumber daya baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, infrastruktur, dan sebagainya. Perbedaan potensi tersebut
menyebabkan ketimpangan antar daerah yang satu dan daerah yang lain. Perbedaan tingkat pembangunan ini membawa dampak perbedaan tingkat
kesejahteraan antar daerah yang pada akhirnya menyebabkan ketimpangan wilayah antar daerah semakin besar.Maka dari itu untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat diperlukan pertumbuhan ekonomi yang meningkat. Pertumbuhan ekonomi yang cepat yang tidak diimbangi dengan pemerataan, akan
menimbulkan ketimpangan wilayah. Ketimpangan wilayah regional disparity tersebut, terlihat dengan adanya wilayah yang maju dangan wilayah yang
terbelakang atau kurang maju.Hal ini dikarenakan tidak memperhatikan apakah pertumbuhan tersebut lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan
penduduk atau perubahan struktur ekonomi Hadi, 2009. Ketimpangan antar daerah akan terus terjadi bahkan meningkat apabila
tidak adanya implikasi atau kebijakan dari pemerintah dalam menurunkan ketimpangan tersebut, baik dari sisi fiskal maupun distribusi pendapatan. Menurut
Nazara 2010 disparitas antar daerah adalah masalah struktural di perekonomian Indonesia.Dalam hal ini, diperlukan campur tangan pemerintah dalam
memecahkan permasalahan struktural perekonomian, salah satunya adalah dengan merancang kebijakan otonomi daerah atau desentralisasi fiskal yang diharapkan
dapat mengurangi ketimpangan pembangunan antar daerah di Indonesia. Kebijakan otonomi daerah sudah dilakukan sejak tanggal 1 Januari
2001.Melalui otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah memiliki wewenang untuk menggali pendapatan dan melakukan peran alokasi
secara mandiri dalam menetapkan prioritas pembangunan.Otonomi dan desentralisasi fiskal dapat lebih memeratakan pembangunan sesuai dengan
keinginan daerah untuk mengembangkan wilayah menurut potensi masing- masing.
Otonomi daerah tidak hanya berhenti pada pembagian dana pembangunan yang relatif adil antara pemerintah pusat dan yang diwujudkan dalam bentuk dana
perimbangan balancing fund, tetapi keberhasilan otonomi daerah juga diukur dari seberapa besar porsi sumbangan masyarakat lokal berupa pendapatan asli
daerah PAD terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dan Produk Domestik Regional Bruto PDRB. Oleh sebab itu, implementasi otonomi daerah tidak
hanya tanggung jawab penyelenggara pemerintah daerah, yakni Bupati atau Walikota serta perangkat daerah lainnya, tetapi juga seluruh masyarakat lokal di
tiap-tiap daerah Saragih, 2003. Salah satu pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya desentralisasi fiskal,
adapun kebijakan Desentralisasi fiskal
yaitu pelimpahan wewenang dalam
mengelola sumber-sumber keuangan. Selain dari pendapatan asli daerah tersebut juga dari pemberian sumber dana dari pusat yang berupa dana perimbangan.
Pendapatan Asli Daerah PAD merupakan tolok ukur dalam pelaksanaan otonomi
h daerah karena pendapatan asli daerah sebagai sumber pendapatan dan
pembiayaan pemerintah daerahyang utama.Dengan adanya peningkatan PAD diharapkan dapat mengurangi ketimpangan pembangunan yang semakin
membesar antar daerah. Selain itu pemberian dana transfer kepada pemerintah daerah yang disebut dengan dana perimbangan. Dana Perimbangan merupakan
pendanaan daerah yang bersumber dari APBN yang terdiri atas Dana Alokasi Umum DAU, Dana Alokasi Khusus DAK, serta Dana Bagi Hasil DBH.Dana
tersebut harus dapat dimanfaatkan secara maksimal dan terarah sesuai dengan kebutuhan daerah.Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu daerah
untuk mendanai kewenangannya dalam meningkatkan pembangunan, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara
Pusat dan Daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antar daerah. Sehingga tujuan dari kebijakan desentralisasi fiskal yaitu tercapainya
suatu keseimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam bentuk dana perimbangan bisa tercapai.
Dillinger 1994 dalam Hirawan 2007 tentang pelaksanaan desentralisasi di berbagai belahan dunia menemukan bahwa pemicu dilakukannya kebijakan ini
adalah keinginan atau upaya untuk memperoleh layanan publik yang lebih baik. Selain itu, Bird dan Vaillancourt 1998 menyatakan bahwa kebijakan
desentralisasi menjadi kebijakan populer akhir-akhir ini karena model kebijakan
ini menjanjikan terjadinya: efisiensi ekonomi, efektivitas biaya program, akuntabilitas, peningkatan mobilisasi sumber daya, berkurangnya tingkat
kesenjangan disparitas, peningkatan partisipasi politik, serta penguatan demokrasi.
Di Indonesia, Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi yang terdiri dari 25 kabupaten dan 8 kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi pada tahun
2011 sebesar 6,63 namun tahun selanjutnya perumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara semakin terus menurun dari tahun 2012-2013. Hal ini menujukan
bahwa di Provinsi Sumatera Utara memiliki kinerja pembangunan yang tidak baik.
Selain itu juga terlihat pada PDRB kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Utara yang sangat berbeda. Ada beberapa wilayah yang tingkat
perkembangan PDRB yang relatif cukup tinggi, dan ada beberapa wilayah di kabupaten yang memiliki tingkat perkembangan PDRB yang cukup rendah.
Contohnya adalah Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2013 yang mempunyai PDRB yang cukup tingggi dikarenakan banyaknya kegiatan di bidang
perekonomian, salah satunya adanya Bandar Udara Internasional Kualanamu sedangkan untuk Kabupaten seperti Pakpak Barat memiliki PDRB yang rendah
dikarenakan tingkat kegiatan produksi dan perekonomian masih rendah. Namun di setiap daerah dari tahun 2010-2013 PDRB selalu mengalami kenaikan. Akan
tetapi ada beberapa daerah yang memiliki perbedaan yang jauh. Jika ini masih terus berlanjut, maka tingkat ketimpangan akan semakin jauh dan pemerataan
pembangunan tidak akan merata ke seluruh wilayah Provinsi Sumatera Utara.
Tabel 1.1 PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Kabupatenkota
di Provinsi Sumatera Utara Miliar rupiah KabupateKota
2010 2011
2012 2013
Nias 510,79
545,56 579,58
616,87 Mandailing natal
2 031,96 2 161,96
2 300,54 2 447,98
Tapanuli Selatan 1 783,88
1 878,42 1 976,50
2 099,00 Tapanuli Tengah
1 198,51 1 273,80
1 354,65 1 447,37
Tapanuli Utara 1 614,37
1 703,75 1 805,19
1 914,42 Toba Samosir
1 761,93 1 854,52
1 956,87 2 057,48
Labuhanbatu 3 261,57
3 448,18 3 658,83
3 879,01 Asahan
5 389,83 5 679,51
5 995,60 6 345,25
Simalungun 5 571,10
5 894,59 6 251,83
6 531,90 Dairi
2 050,67 2 158,86
2 276,25 2 400,45
Karo 3 367,19
3 589,13 3 816,81
3 996,71 Deli Serdang
14 516,73 15 389,01
16 322,03 18 409,80
Langkat 7 210,56
7 627,00 8 058,65
8 527,34 Nias Selatan
1 231,58 1 286,52
1 360,87 1 431,03
Humbang Hasundutan 1 006,56
1 066,34 1 130,26
1 198,35 Pakpak Bharat
164,88 174,74
185,26 196,13
Samosir 1 058,49
1 121,62 1 189,69
1 266,56 Serdang Bedagai
4 550,68 4 822,99
5 112,21 5 417,22
Batubara 7 394,49
7 772,03 8 111,47
8 382,81 Padang Lawas Utara
783,76 837,15
890,59 945,20
Padang Lawas 750,29
798,26 848,65
900,59 Labuhanbatu Selatan
2 835,77 3 009,51
3 200,06 3 393,58
Labuhanbatu Utara 3 163,22
3 359,75 3 574,05
3 800,37 Nias Utara
490,12 522,87
553,64 588,25
Nias Barat 254,10
271,27 284,65
301,20 Silboga
740,04 777,72
819,28 866,83
Tanjungbalai 1 396,69
1 464,56 1 537,57
1 607,03 Pematangsiantar
2 039,00 2 161,82
2 285,31 2 403,10
Tebing Tinggi 1 165,58
1 254,37 1 327,25
1 419,00 Medan
35 822,22 38 576,23
41 519,32 43 303,96
Binjai 2 020,90
2 147,82 2 284,05
2 426,09 Padangsidimpuan
936,05 991,12
1 052,89 1 118,07
Gunungsitoli 867,97
924,07 982,09
1 044,89
Sumatera Utara 118 718,90 126 587,62 134 463,95 142 537,12
Sumber : BPS Sumut
Jika perbedaan tersebut terus berlanjut maka ketimpangan akan semakin besar. Untuk mencegah agar ketimpangan tidak terus melebar diperlukan
kebijakan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mengelola penerimaan daerahnya yaitu dengan melaksanakan kebijakan desentralisasi fiskal
berupa PAD dan Dana Perimbangan. Dana yang diterima di masing-masing daerah cukup besar, dan masing-masing daerah akan menerima dana perimbangan
yang berbeda-beda tergantung pada kapasitas fiskal. Dengan adanya pendapatan dari daerah masing masing dan pemberian dana dari pusat ini diharapkan
terjadinya pemerataan pembangunan di masing-masing daerah sehingga dapat mengurangi ketimpangan yang ada.
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar tingkat ketimpangan pembangunan yang terjadi antar daerah, serta
melihat pengaruh desentralisasi fiskal PAD dan Dana Perimbangan terhadap ketimpangan pembangunan yang terjadi selama kurun waktu 2010-2013.
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana ketimpangan pembangunan pada kabupatenkota di Provinsi
Sumatera Utara ? 2.
Bagaimana pengaruh Desentralisasi Fiskal terhadap ketimpangan pembangunan pada kabupatenkota di Provinsi Sumatera Utara ?
3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang dapat penulis simpulkan adalah sebagai berikut : 1.
Untuk menguji dan menganalisis ketimpangan pembangunan pada kabupatenkota di Provinsi Sumatera Utara.
2. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh desentralisasi fiskal terhadap
ketimpangan pembangunan di pada kabupatenkota di Provinsi Sumatera Utara.
3. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti khususnya dalam hal
masalah ketimpangan pembangunan, serta salah satu syarat bagi peneliti dalam menyelesaikan perkuliahan.
2. Sebagai tambahan informasi bagi pemerintah daerah dalam pembuatan
perencanaan dan kebijakan perumusan pengeluaran pemerintah. 3.
Menjadi referensi atau diharapkan sebagai bahan kajian peneliti-peneliti lain untuk menulis topik yang sama.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA