Keaslian Penulisan Metodologi Penelitian

D. Keaslian Penulisan

Tulisan yang berjudul : ”ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG STUDI DI PENGADILAN NEGERI MEDAN”, yang diangkat menjadi judul skripsi ini adalah karya asli penulis tanpa adanya suatu proses penjiplakan atas karya tulis manapun. Tulisan dengan judul : ” ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG STUDI DI PENGADILAN NEGERI MEDAN” belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya bukti uji bersih dari pihak fakultas hukum USU. Jikalau pun ada judul penulisan yang hampir sama dengan judul penulisan skripsi ini, namun isi dan pembahasan dalam penulisan skripsi ini pasti berbeda dan juga merupakan penulisan yang ditulis melalui proses dan upaya pemikiran sendiri.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengaturan Hukum Positip dalam hal pemberian advokasi terhadap

anak sebagai korban tindak pidana perdagangan orang. Negara kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak sasi manusia, dan anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, ini adalah bagian dari pembukaan UU Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan anak sebagaimana telah diubah dalam undang-undang Nomor 35 Tahun 2014. Pembentukan undang-undang ini didasarkan atas pertimbangan bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis, dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Dalam perkembangan kebijaksanaan yang telah diambilnya, pemerintah telah menyadari arah kebijakan yang mengutamakan kepentingan anak. Sepanjang periode tahun 1997 ini, sejumlah langkah konkret yang berarti bagi perlindung anak telah dilahirkan secara maju dan mendasar. Pada permulaan tahun 1997, telah di undangkan Undang-undang Pengadilan Anak yaitu Undang-undang Nomor 3 tahun 1997. Sebagai tindak pidana, perdagangan orang telah diatur dalam KUHP yang memuat ketentuan mengenai larangan memperniagakan perempuan dan anak laki- laki belum dewasa sebagaimana diatur dalam Pasal 297 KUHP, serta larangan memperniagakan budak belian sebagaimana diatur dalam Pasal 324 KUHP dan mengkualifikasikan tindakan-tindakan tersebut sebagaimana kejahatan. Pasal 297 dan Pasal 324 KUHP tidak berlaku lagi sejak disahkannya Undagng-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Sebelum undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang disahkan, digunakan KUHP Pasal 297 yang berbunyi : “Perdagangan wanita dan anak laki-laki yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun”. 14 Hanya Pasal ini yang khusus menyebutkan perdagangan orang walaupun hal itu masih sangat tidak lengkap dan belum mengakomodasi perlindungan hukum terhadap perdagangan orang. Kemajuan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang mengakselerasi terjadinya globalisasi juga dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan untuk menyabelubungi perbudakan dan penghambatan itu kedalam bentuknya yang baru yaitu perdagangan orang yang beroperasi secara tertutup dan bergerak diluar hukum. Perbudakan dan penghambaan modern dalam bentuk perdagangan orang semakin banyak dalam wujud yang terselubung dan ilegal; membujuk, merayu, menipu, ,mengancam, menculik, menggunakan kekerasan verbal dan fisik atau memanfaatkan proses kerentanan kepada kelompok rentan atau beresiko untuk direkrut dan dibawa baik antar daerah didalam negeri atau keluar negeri, untuk dipindah tangankan dan diperjualbelikan guna dipekerjakan di luar kemauannya. Seperti pekerja seks atau eksploitasi seksual termasuk phaedophilia , buruh migran legal maupun ilegal, adopsi anak, penjual organ tubuh, pengantin pesanan serta bentuk-bentuk eksploitasi lainnya. Terangkatnya isu perdagangan orang pada awalnya hanya difokuskan pada perdagangan perempuan walaupun pada kenyataanya yang menjadi korban perdagangan orang bukan hanya perempuan tetapi juga laki-laki dan anak. Pelaku perdagangan orang dengan cepat berkembang menjadi sindikat lintas batas negara dengan sangat halus menjerat korban, tetapi dengan sangat kejam 14 R. Soesilo, kitab Undang-undang hukum pidana KUHP Serta komentar- komentarnya lengkap Pasal demi Pasal , Politea, Bogor tahun 1996 mengeksploitasinya dengan berbagai cara, sehingga korban menjadi tidak berdaya untk membebaskan diri. 15 KUHP dan Peraturan perundang-undangan lainnya tersebut tidak merumuskan pengertian perdagangan orang yang tegas dan lengkap secara hukum. Disamping itu, juga memberikan hukuman yang ringan dan tidak sepadan dengan dampak yang dialami korban akibat perdagangn orang tersebut. Oleh karena itu, lahirlah Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang ntuk mencegah dan menanggulangu tindak pidana perdagangan orang dan melindungi korban perdagangan orang. Undang-undang ini mengatur berbagai ketentuan yang dapat mengantisipasi dan menjaring semua jenis tindak pidana perdagangn orang, mulai dari proses dan cara, sampai kepada tujuan, dalam semua bentuk eksploitasi yang mungkin terjadi dalam perdagangan orang, baik yang dilakukan antar wilayah yang dalam negeri maupun antar negara dan baik dilakukan perorangan, kelompok maupun korporasi. Undang-undang ini juga mengatur perlindungan saksi dan korban sebagai aspek penting dalam penegakan hukum untuk memberikan perlindungan terhadap korban dan atau saksi. 16 Selain itu, undang-undang ini memberikan perhatian terhadap penderitaan korban akibat tindak pidana perdagangan orang dalam bentuk hak restitusi yang harus diberikan pelaku tindak pidana perdagangan orang sebagai ganti kerugian bagi korban dan mengatur hak korban atas rehabilitasi medis, psikologis dan sosial, pemulangan serta intergrasi yang wajib dilakukan oleh negara, khususnya 15 Farhan, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia Jakarta. Sinar Grafika, 2010 Halaman 86 16 Ibid. Halaman 31 bagi mereka yang mengalami penderitaan fisik, psikis, dan sosial akibat tindak pidana perdagangan orang. Undan-undang ini juga mengatur ketentuan tentang pencegahan dan penanganan korban tindak pidana perdagangan orang sebagai tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah, masyrakat dan keluarga. Juga mengatur pembentukan gugus tugas untuk mewujudkan langkah-langkah yang terpadu dalam pelaksanaan pencegahan dan penanganan perdagangan orang Dalam era kemerdekaan terlebih di era reformasi yang sangat menghargai Hak Asasi Manusia, masalah perbudakan atau penghambaan tidak ditolerir lebih jauh keberadaannya. Secara hukum Bangsa Indonesia menyatakan bahwa perbudakaan atau penghambaan merupakan kejahatan terhadap kemerdakaan orang atau kebebasan pribadi. Hal ini terdapat dalam Pasal 20 ayat 1 Undang- undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia sedangkan ayat 2 menyebutkan bahwa perbudakan dan perhambaan, perdagangan budak, perdagangan wanita dan segala bentuk perbuatan berupa apapun yang tujuannya serupa, dilarang. Menurut undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM bahwa perdagangan orang merupakan salah satu pelanggaran HAM termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan. Kejahatan kemanusiaan adalah satu perbudakan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematis yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan langsung terhadap penduduk sipil. 17 17 Lihat Pasal 9 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM Unsur-unsur tindak pidana dalam Pasal diatas adalah serangan yang meluas atau sistematis, yang diketahuinya, ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil. Kejahatan perdagangan orang memenuhi ketiga unsur tersebut. Perdagangan manusia dilakukan oleh organisasi kejahatan yang diorganisir secara sistematis dan profesional dan dilakukan dengan sengaja serta merupakan rangkaian perbuatan yang dilakukan terhadap penduduk sipil sebagai lanjutan kebijakan yang berhubungan dengan organisasi yang melakukan kejahatan perdagangan orang. Berdasarkan Pasal 9 tersebut diatas disebutkan bahwa salah satu jenis kejahatan manusia berupa perbudakan. Dalam penjelasan undang-undang tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan perbudakan dalam ketentuan ini termasuk perdagangan manusia khususnya perdagangan wanita dan anak. Ketentuan hukum dalam Undang-undangNomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM adalah menunjukkan kemajuan ketentuan pidana dengan mengikuti perkembangan kejahatan dan pelanggaran HAM dalam masyarakat. Adapun Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Pasal 83 menyebutkan : ”Setiap anak yang diperdagangkan, menjual atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak 300 juta dan paling sedikit 60 juta rupiah” Pasal ini melarang memperdagangkan, menjual, dan menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual. Undang-undang ini cukup dapat mengakomodasi perlindungan hukum terhadap anak dari kejahatan perdagangan manusia, tetapi sama dengan KUHP, Undang-undang ini tidak cukup memerinci apa yang dimaksud dengan perdagangan anak dan untuk kepentingan apa anak itu diperjualbelikan. Undang-undangn ini menerapkan sanksi yang lebih berat dibandingkan dengan KUHP. Jika dalam KUHP ancaman hukumannya 0-6 Tahun penjara, sedangkan undang-undang perlindungan anak mengancam pelaku kejahatan perdagangan anak dengan 3-15 tahun penjara dan denda antara 60 – 300 juta rupiah. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penanggulangan perdagangan orang selain yang ditentukan dalam KUHP diantaranya juga sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindangan Anak yang mengatur perlindungan untuk perdagangan anak. Dalam undang-undang perdagangan orang terdapat kemajuan karena ancaman pidana bagi pelaku perdagangan orang menganut minimal pidana hingga maksimal pidana, serta korban juag berhak mendapat kompensasi dari negara dan restitusi serta ganti rugi dari pelaku. Undang-undang ini juga memberikan peluang adanya usaha pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi korban, sakasi maupun pelapor. Disamping itu, dikenal juga pemberatan hukuman pada kasus perdagangan orang sebagaimana dikenal dalam hukum pidana Indonesia. Hal lain adalah peran serta masyrakat untuk membantu mencegah terjadinya korban tindak pidana perdagangan orang dan diwujudkan dengan tindakan memberikan informasi danatau melaporkan adanya tindak pidana perdagangan orang. Untuk kerja sama internasional diatur juga dalam Undang-undangn Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemeberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dalam bentuk perjanjian bantuan hukum timbal balik dalam pidana danatau kerja sama teknis lainnya. Hal ini karena sifat dari tindak pidana perdagangan orang merupakan tindak pidana yang tidak saja terjadi dalam satu wilayah negara, tetapi juga antar negara. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan orang merupakan perwujudan dari komitmen bangsa Indonesia untuk melaksanakan Protokol PBB Tahun 2000 yang telah ditanda tangani pemerintah Indonesia tentang mencegah, menumpas tindak pidana perdagangan orang khususnya perempuan dan anak Protokol Palermo dan menghukum pelakunya.

2. Faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana perdagangan orang

dalam perspektif Kriminologi Sudah sejak lama orang mengkaji dan mengadakan penyelidikan untuk mengetahui latar belakang yang menyebabkan terjadinya suatu kejahatan. Dan untuk untuk itu pula sudah banyak para ahli-ahli masyarakat mengemukakan teori-teori tentang sebab-sebab kejahatan ini dan sekaligus mencoba menguraikan pendapat untuk mengurai kejahatan. Makin komplek suatu masyarakat makin sukar bagi kita dan makin banyak kegagalan yang akan kita temukan. Bertambah banyak undang-undang dan sanksi-sanksi adalah undang-undang dan sanksi- sanksi adalah makin banyak pula kejahatan Berbicara mengenai kejahatan, maka harus dibedakan terlebih dahulu mengenai kejahatan dalam arti yuridis perbuatan yang termasuk tindak pidana dan kejahatan dalam arti sosiologis perbuatan yang patut dipidana. Perbuatan yang termasuk tidnak pidana adalah perbuatan dalam arti melanggar undang- undang dan perbuatan yang patut dipidana adalah perbuatan yang melanggar norma atau kesusilaan yang ada dimasyarakat tetapi tidak diatur dalam perundang-undangan. 18 Dalam mempelajari sebab-sebab terjadinya kejahatan, dikenal adanya beberapa teori yang dapat dipergunakan untuk menganalisis permasalahan- permasalahan yang berkaitan dengan kejahatan. Teori-teori tersebut digolongkan kedalam penggolongan teori-teori kriminologi yang positip dan penggolongan teori-teori yang berkiblat pada mazhab kritis. Penggolongan teori tersebut terdiri dari : a. Mazhab Antropologi 19 Usaha untuk mencari sebab-sebab kejahatan dari ciri-ciri biologis dipelopori oleh ahli-ahli frenologi, seperti GALL 1758-1828 Spurzheim 1776- 1832, yang mencoba mencari hubungan antara bentuk tengkorak kepala dengan tingkah laku. Mereka mendasarkan pada pendapat Aristoteles yang menyatakan bahwa otak merupakan organ dari akal. Cesare Lombroso 1835-1909 seorang dokter ahli kedokteran kehakiman merupakan tokoh yang penting dalam mencari sebab-sebab kejahatan dari ciri- ciri fisik biologis penjahat dalam bukunya L’uomo Delinquente 1876. Pokok- pokok ajaran Lombroso adalah: 18 Rena Yulia, Viktimologi Perlindungan hukum terhadap korban kejahatan Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010 Halaman 86 19 I.S Susanto, Kriminologi yogyakarta. Genta Publishing, 2011 Halaman 47-48 1. Menurut Lombroso, penjahat adalah orang yang mempunyai bakat jahat 2. Bakat jahat tersebut diperoleh karena kelahiran, yaitu diwariskan dari nenek moyang borne criminal. 3. Bakat jahat tersebut dapat dilihat dari ciri-ciri biologis tertentu, seperti muka yang tidak simetris, bibir tebal, hidung pesek, dan lain-lain 4. Bakat jahat tersebut tidak diubah, artinya bakat jahat tersebut tidak dapat dipengaruhi Lamboroso juga menggolongkan para penjahat dalam beberapa golongan seperti : 20 1. Antroplogi Penjahat : Penjahat umumnya dipandang dari segi antroplogi merupakan suatu jenis manusia tersendiri genus home delinguenes, seperti halnya dengan negro. Mereka dilahiran demikian ildelinguente nato mereka tidak mempunyai predis posisi untuk kejahatan, tetapi suatau prodistinasi, dan tidak ada pengaruh lingkungan yang dapat merubahnya. Sifat batin sejak lahir dapat dikenal dari adanya stigma-stigma lahir, suatu tipe penjahat yang dapat dikenal. 2. Hypothese atavisme : Persoalannya ialah bagaimana caranya menerangkan terjadinya mahkluk yang abnormal itu penjahat sejak lahir. Lambroso dalam memecahkan soal tersebut, memajukan hypothase yang sangat cerdik, diterima bahwa orang masih sederhana peradapannya sifatnya adalah amoral, kemudian dengan berjalannya waktu dapat memperoleh sifat asusila moral, maka orang penjahat merupakan suatu gejala atavistis, artinya ia dengan 20 H.M Ridwan dan Ediwarman, Asas-asas Kriminologi Medan, USU Press, 1994 Halaman 65-66 sekonyong-konyong dapat kembali menerima sifat-sifat yang sudah tidak dimiliki nenek moyangnya yang lebih jauh yang dinamakan pewarisan sifat secara jauh kembali. 3. Hypothese Pathology : Berpendapat bahwa penjahat adalah seseorang penderita epilepsi 4. Type penjahat : ciri-ciri yang dikemukakan oleh Lambroso terlihat pada penjaha, sedemikian sifatnya, sehingga dapat dikatakan tipe penjahat. Para penjahat dipandang dari segi antroplogi mempunyai tanda-tanda tertentu, umpamanya sis tengkoraknya pencuri kurang lebih dibandingkan dengan orang lain, dan terdapat kelainan-kelainan pada tengkoraknya. Dalam tengkoraknya terdapat keganjilan yang seakan-akan mengingatkan kepada otak-otak hewan, biar pun tidak dapat ditunjukkan adanya kelainan-kelainan penjahat khusus. Roman mukanya juga laindari pada orang biasa, tulang rahang lebar, muka menceng, tulang dahi melengkung ke belakang. b. Mazhab Perancis atau Mazhab Lingkungan Mazhab ini timbul terutama sebagai penentang mazhab ajaran Lambroso. Pemuka-pemukanya adalah para dokter yang mengemukakan arti penting dari pada milieu sebagai penerbit dari macam-macam penyakit infeksi dan etiologi dari pada penyakit-penyakit infeksi. Para dokter ini terutama telah lebih menonjolkan teori milleu dengan menyangkal kebenaran ajaran tentang kriminalitas sejak lahir. Walaupun mereka adalah dokter dan bukan ahli-ahali sosiologi, namun mereka mempunyai pengertian yang tepat mengenai sebab- sebab sosial dari pada kriminalitas. Pemuka-pemukanya adalah Lacassagne dokter, Manouvrier anthropolog dan G. Tarde yuridis dan sosiolog. Menurut Tarde, kriminalitas bukan gejala antroplogis, melainkan karena gejala sosial, seperti juga lain-lain gejala sosial yang dipengaruhi oleh imitasi. 21 Menurut mazhab lingkungan ekonomi yang mulai berpengaruh pada abad ke-18 dan permulaan abad ke-19 mengangap bahwa keadaan ekonomi yang menyebabkan timbulnya perbuatan jahat. Menurut F. Turati, ia menyatakan tidak hanya kekurangan dan kesengsaraan saja yang dapat menimbulkan kejahatan, tetapi juga didorong oleh nafsu ingin memiliki yang berhubungan erat dengan sistem ekonomi pada waktu sekarang yang mendorong kejahatan ekonomi. Menurut N. Collajani, menunjukkan bahwa timbulnya kejahatan ekonomi dengan gejala patologis sosial yang berasal dari kejahatan politik mempunyai hubugan dengan keadaan kritis. Ia menekankan bahwa antara sistem ekonomi dan faktor- faktor umum dalam kejahatan hak milik mendorong untuk mementingkan diri sendiri yang mendekatkan pada kejahatan. 22 c. Mazhab Bio-Sosiologi Ferri memberikan suatu rumus tentang timbulnya tiap-tiap kejahatan adalah resultan dari keadaan individu, fisik dan sosial. Pada suatu waktu unsur individu yang paling penting, keadaan sosial memberi bentuk kejahatan, tetapi ini bakatnya berasal dari bakatya yang anti sosial organis dan psikis. Diantara 21 Purnianti, Moh. Kemal Darmawan, Mazhab dan Penggolongan Teori Dalam Kriminologi , Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 1994, Halaman 40-41 22 W.A Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi , Jakarta, PT.Pembangunan Ghalia Indonesia, 1982, Halaman 95 semua penganut dari Lambroso, Ferri yang paling berjasa dalam menyebarkan ajarannya. Sebagai seorang ahli ilmu pengetahuan, ia sudah mengetahui bahwa ajaran Lambroso dalam bentuk aslinya tidak dapat dipertahankan. Dengan tidak mengubah intinya, Ferri mengubah bentuknya, sehingga tidak lagi begitu berat sebelah, dengan mengakui pengaruh lingkungan. Dari uraian diatas aliran bio-sosiologi ini bersintetis kepada aliran antroplogi yaitu keadaan lingkungan yang menjadi sebab kejahatan, dan ini berasal dari Ferri. Rumusnya berbunyi ; “tiap kejahatan adalah hasil dari unsur- unsur yang terdapat dalam individu yaitu seperti unsur-unsur yang diterangan oleh Lambroso”. 23 d. Mazhab Spritualis Mazhab ini mencari sebab-musabab kejahatan dalam ketidak adanya kepercayaan agama. Pendapat ini dibuatnya atas dasar penemuan, bahwa makin banyak orang yang tidak pergi ke gereja, makin bertambah kejahatan. Jadi terdapat hubungan kausal antara kedua hal tersebut. 24 Diantara aliran-aliran kriminologi yang mempunyai kedudukan sendiri, adalah aliran yang dulu mencari sebab terpenting dari kejahatan dalam tidak beragamanya seseorang. Menurut Kampe aliran ini mengalami bermacam-macam perubahan dan kehalusan, oleh karena itu mungkin pada waktu sekarang lebih tepat jika dinamakan aliran neo spiritualis, mempunyai kecenderungan 23 H.M. Ridwan dan Ediwarman, Op. Cit, Halaman 67 24 Purnianti, Moh.Kemal Darmawan, Op.Cit, Halaman 44 mementingkan unsur kerohanian dalam mencegah terjadinya kejahatan- kejahatan. 25 e. Mazhab Mr. Paul Moedikno Moeliono Menurut mazhab ini membagi kepada 5 lima golongan antara lain ialah : 1. Golongan salahmu sendiri SS Aliran ini berpendapat bahwa kejahatan timbul disebabkan kemauan bebas individu free of the will. Kejahatan disebabkan oleh kemauan maka perlu hukuman untuk jangan lagi berbuat jahat. 2. Golongan Tiada yang salah TOS Aliran ini mengemukakan sebab-sebab kejahatan itu disebabkan Hereditas Biologis, kultur lingkungan, bakat ditambah lingkungan, perasaan keagamaan. Jadi kejahatan itu ekspresi dari pressi faktor biologis kulturil, Bio-sosiologis, spritualis. 3. Golongan salah Lingkungan Aliran ini menyatakan timbulnya kejahatan disebabkan oleh faktor lingkungan. 4. Golongan Kombinasi Aliran kombinasi ini menyatakan bahwa struktur personal individu terdapat 3 bagian : a. Das Es = Id 25 H.M Ridwan dan Ediwarman, Op. Cit, Halaman 67-68 Das Es berisi nafsu hewani yang jika meminta harus direalisir, dan sepenuhnya berada dalam alam tak sadar. Dalam lapisan ini nafsu bersifat konstruktif dan ada bersifat destruktif. b. Das Ich = Ego Das Ich terletak dalam kesadaran dan merupakan inti, berfungsi menyelaraskan tuntutan Das Es sesuai dengan norma kehidupan. Lapisan ini menyeleksi keinginan Das Es. c. Uber Ich = Super Ego Uber Ich merupakan instansi yang tertinggi dalam mengatur tindakan manusia serta bernilai moral. Norma yang mempengaruhi ego membekas dalam super ego. Super ego mengontrol ego dan memberi celaan dan pujian terhadap tindakan Ego. Orang beriman bila super ego membatasi nafsu dan mengarahkan ke hal yang normatif tinggi, sehinga terbentuknya “iman” ini terlebih dahulu ada pertentangan antara Das ich dan Das Es 5. Golongan Dialog Golongan ini menyatakan manusia adalah dialog maka dia adalah pusat hubungan. Karena manusia berdialog dengan lingkungan, maka dia dipengaruhi lingkungan. Mempengaruh lingkungan maksudnya memberi struktur pada lingkungan sedangkan dipengaruhi lingkungan maksudnya manusia yang dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. 26 26 Ibid, Halaman 67-72

3. Kebijakan Hukum Pidana dalam memberikan Perlindungan Hukum

Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang Perlindungan hukum terhadap korban kejahatan secara memadai tidak saja merupakan isu nasional, tetapi juga internasional, karena itu hal ini perlu memperoleh perhatian yang serius. Oleh karena itu, masalah ini perlu memperoleh perhatian yang serius. Pentingnya perlindungan korban kejahatan memperoleh perhatian yang serius, dapat dilihat dalam Delcaration of Basic Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power oleh Perserikatan Bangsa-bangsa sebagai hasil dari The Seventh United Nation Conggres on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders yang berlangsung di Milan Italia pada September 1985. 27 Dalam satu rekomendasinya disebutkan : Offenders or third pa rties resposible for their behaviour should, where appropriated, make fair restitution to victims, their families or dependants. Such restitution should include the return of property or payment for the harm or loss suffered, reimbursement of expenses incurred as a result of the victimization, the provision of services and retoration of rights . Sepanjang menyangkut korban kejahatan dalam deklarasi PBB tersebut telah menganjurkan agar paling sedikit diperhatikan 4 empat hal sebagai berikut: a. Jalan masuk untuk memperoleh keadilan dan diperlakukan secara adil access to justice and fair treatment ; b. Pembayaran ganti rugi restitution oleh pelaku tindak pidana kepada korban, keluarganya atau orang lain yang kehidupannya dirumuskan dalam bentuk sanksi pidana dalam perundang-undangan yang berlaku; 27 Rena Yulia,Op. Cit Halaman. 177 c. Apabila terpidana tidak mampu, negara diharapkan membayar santunan compensation finansial kepada korban, keluarganya atau mereka yang menjadi tanggungan korban; d. Bantuan materiil, medis, psikologis dan sosial kepada korban, baik melalui negara, sukarelawan, masyarakat assistance. 28 Dalam deklarasi tersebut, bentuk perlindungan yang diberikan mengalami perluasan tidak hanya ditujukan pada korban kejahatan victims of crime, tetapi juga korban akibat penyalahgunaan kekuasaan abuse of power. Keadilan dan hak asasi manusia dalam kaitannya dengan penegakan hukum pidana memang bukan merupakan pekerjaan yang sederhana untuk direalisasikan. Banyak peristiwa dalam kehidupan masyarakat menunjukkan kedua hal tersebut kurang memperoleh perhatian yang serius dari pemerintah, padahal sangat jelas dalam Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia, perikemanusiaan dan perikeadilan mendapat tempat yang sangat penting sebagai perwujudan dari sila kemanusian yang adil dan beradab serta sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Selama ini perlindungan hukum terhadap korban kejahatan kurang diperhatikan dalam penegakan hukum. Menurut Muladi dan Barda Nawawi Arief, ada dua model Perlindungan Hukum, yaitu sebagai berikut : 29 a. Model hak-hak prosedural the procedural rights model Model ini diperancis disebut partie civile model civil action sistem . Model ini menekankan dimungkinkan berperan aktifnya korban dalam 28 Ibid, Halaman 178 29 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana Bandung : Alumni. 1992, hal aman 79-80 proses peradilan pidana seperti membantu jaksa, dilibatkan dalam setiap tingkat pemeriksaan perkara, wajib didengar pendapatnya apabila terpidana dilepas bersyarat dan lain-lain. Model ini melihat korban sebagai subjek yang harus diberi hak-hak yuridis yang luas untuk menuntut dan mengejar kepentingan-kepentingannya. Keuntungan model ini adalah model ini dianggap dapat memenuhi perasaan untuk membalas si korban maupun masyarakat. Selain itu, keterlibatan korban seperti ini memungkinkan korban untuk memperoleh kembali rasa percaya diri dan harga diri dan meningkatkan arus informasi yang berkualitas kepada hakim sebab biasanya arus informasi ini didominasi terdakwa yang melalui kuasa hukumnya yang dapat menekan korban sebagai saksi korban dalam persidangan. Model ini juga memiliki kelemahan, bahwa model ini dapat menimbulkan konflik antara kepentingan umum dan kepentingan pribadi. Partisipasi korban dalam administrasi peradilan pidana dapat menempatkan kepentingan umum dibawah kepentingan pribadi, padahal sistem peradilan pidana harus berlandaskan pada kepentingan umum. Kerugian lain adalah ada kemungkinan hak-hak yang diberikan pada korban dapat menimbulkan beban mental bagi yang bersangkutan dan membuka peluang untuk menjadikannya sebagai sasaran tindakan-tindakan yang bersifat menekan dari pelaku tindak pidana. Secara psikologis, praktis dan finansial kadang-kadang dianggap juga tidak menguntungkan. Kegelisahan, depresi, dan sikap masa bodoh korban tidak memungkinkan baginya berbuat secara wajar, dan berpendidikan rendah. Jadwal persidangan yang ketat dan berkali-kali akan mengganggunya baik secara praktis maupun finansial dan dapat juga dikatakan bahwa suasana peradilan yang bebas yang dilandasi asas praduga tak bersalah dapat terganggu oleh pendapat korban tentang pemidanaan yang akan dijatuhkan dan hal ini didasarkan atas pemikiran yang emosional dalam rangka pembalasan. b. Model pelayanan the services model Model ini menekankan pada pemberian ganti kerugian dalam bentuk kompensasi, restitusi, dan upaya pengembalian kondisi korban yang mengalami trauma, rasa takut, dan tertekan akibat kejahatan, sehingga diperlukan standar baku bagi pembinaan korban yang dapat digunakan polisi. Pendekatan ini melihat korban kejahatan sebagai sasaran khusus untuk melayani dalm kerangka para penegak hukum. Keuntungan model ini adalah model ini dapat digunakan sebagai sarana pengembalian kondisi korban yang dinamakan integrity of the sistem of institutionalized trust , dalam kerangka perspektif komunal. Korban akan merasa dijamin kembali kepentingannya dalam suasana tertib sosial yang adil. Suasana tertib, terkendali dan saling mempercayai dapat diciptakan kembali. Model ini dapat menghemat biaya sebab dengan bantuan pedoman yang baku, peradilan pidana dapat mempertimbangkan kerugian- kerugian yang diderita korban dalam rangka menentukan kompensasi bagi korban. Kelemahan model ini antara lain, kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada polisi, jaksa dan pengadilan untuk selalu melakukan tindakan- tindakan tertentu kepada korban, dianggap akan membebani penegak hukum karena semua didasarkan atas sarana dan prasarana yang sama. Efisiensi dianggap juga akan terganggu, sebab pekerjaan yang bersifat profesional tidak mungkin digabungkan dengan urusan-urusan yang dianggap dapat mengganggu efisiensi. Dengan adanya kelemahan- kelemahan tersebut, maka perlindungan hukum di Indonesia yang berkaitan dengan korban kejahatan perdagangan orang haruslah berimbang antara kepentingan pelaku masyarakat, negara, dan kepentingan umum. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 30 Perlindungan anak dapat juga diartikan sebagai segala upaya yang ditujukan untuk mencegah, rehabilitasi dan memberdayakan anak yang mengalami tindak perlakuan salah, eksploitasi dan penelantaran, agar dapat menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh kembang secara wajar, baik fisik, mental maupun sosialnya. Perlindungan anak adalah suatu usaha melindungi anak agar dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. 31 Dasar pelaksanaan Perlindungan Anak adalah : 30 Lihat Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak 31 Maidin Gultom, Op.cit Halaman 70 a. Dasar Filosofis, Pancasila dasar kegiatan dalam berbagai bidang kehidupan keluarga, bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa, dan dasar filosofis pelaksana perlindungan anak b. Dasar Etis, Pelaksanaan perlindungan anak harus sesuai dengan etika profesi yang berkaitan, untuk mencegah perilaku menyimpang dalam pelaksanan kewenangan, dan kekuatan dalam pelaksanaan Perlindungan Anak c. Dasar Yuridis, Pelaksanaan perlindungan anak harus didasarkan pada UUD 1945 dan berbagai peraturan Perundang-undangan lainnya yang berlaku. Penerapan dasar yuridis ini harus secara integratif, yaitu penerapan terpadu menyangkut peraturan perundang-undangan dari berbagai bidang hukum yang berkaitan. 32 Prinsip-prinsip Perlindungan Anak adalah : a. Anak tidak dapat berjuang sendiri; Salah satu prinsip yang digunakan dalam perlidungan anak adalah anak itu modal utama kelangsungan hidup manusia, bangsa dan keluarga, untuk itu hak-haknya harus dilindungi. Anak tidak dapat melindungi sendiri hak-haknya, banyak pihak yang memperngaruhi kehidupannya. Negara dan masyarakat berkepentingan untuk mengusahakan perlindungan hak-hak anak. b. Kepentingan terbaik anak the best interest of the child ; agar perlindungan anak dapat diselenggarakan dengan baik, dianut prinsip yang menyatakan bahwa kepentingan terbaik anak harus dipandang sebagai of 32 Ibid, Halaman 71 paramount importence memperoleh prioritas tertinggi dalam setiap keputusan yang menyangkut anak. Tanpa prinsip ini perjuangan untuk melindungi anak akan mengalami banyak batu sandungan. Prinsip the best interest of the child digunakan karena dalam banyak hal anak “korban”, disebabkan ketidaktahuan anak, karena usia perkembangannya. Jika prinsip ini diabaikan, maka masyarakat menciptakan monster-monster yang lebih buruk di kemudian hari. c. Ancaman daur kehidupan life-circle approach; Perlindungan anak mengacu pada pemahaman bahwa perlindungn anak harus dimulai sejak dini dan terus menerus. Perlindungan hak-hak anak yang mendasar bagi pradewasa juga diperlukan agar generasi penerus tetap bermutu. Orang tua yang terdidik mementingkan sekolah anak-anak mereka. Orang tua yang sehat jasmani dan rohaninya, selalu menjaga tingkah laku kebutuhan, baik fisik maupun emosional anak-anak mereka. d. Lintas Sektoral; Nasib anak tergantung dari berbagai faktor lain yang mikro maupun makro, yang langsung maupun tidak langsung. Kemiskinan, perencanaan kota dan segala penggusuran, sistem pendidikan yang menekankan hafalan dan bahan-bahan yang tidak relevan, komunitas yang penuh dengan ketidakadilan, dan sebagainya, tidak dapat ditangani oleh sektor terlebih keluarga atau anak itu sendiri. Perlindungan terhadap anak adalah perjuangan yang membutuhkan sumbangan semua orang di semua tingkatan. 33 33 Ibid, Halaman 71-72

F. Metodologi Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini metode yuridis Normatif yaitu penelitian yang dilakukan degan cara meneliti bahan pustaka data sekunder atau penelitian hukum perpustakaan. Pada penelitian normatif data sekunder sebagai sumberbahan informasi dapat merupakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tirtier. Pelaksanaan penelitian normatif secara garis besar ditujukan kepada : 34 a. Penelitian Terhadap Asas-asas Hukum b. Penelitian terhadap sistematika hukum c. Penelitian terhadap sinkronisasi hukum d. Penelitian terhadap sejarah hukum e. Penelitian Terhadap Perbandingan hukum Dalam hal ini penulis menggunakan penelitian yuridis normatif untuk meneliti bahan pustaka yang berhubungan dengan permasalahan skripsi ini dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku hukum positip, putusan pengadilan, serta literature yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi. 2. Metode Pendekatan Metode Pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan sosiologis, yang dimulai dari berlakunya Undang-undang yang mengatur Anak sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang dan pengaruh berlakunya 34 Ediwarman, Monograf Metodologi Penelitian Hukum.Panduan Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi Medan. PT.Sofmedia, 2015, Halaman 25 peraturan perundang-undangan tersebut terhadap kehidupan masyarakat serta faktor non hukum terhadap berlakunya ketentuan hukum positif. 3. Lokasi Penelitian, Populasi dan Sampel Lokasi penelitian penulis dalam menyusun skripsi ini adalah Pengadilan Negeri Medan. 4. Alat Pengumpul Data Pada umumnya para peneliti mempergunakan alat pengumpul data berupa: 35 a. Studi kepustakaanstudi dokumen Documentary Study b. Wawancara Interview c. Daftar pertanyaan Kuesioner angket d. Pengamatan Observasi Alat pengumpul data dalam penelitian ini berupa Studi Kepustakaanstudi dokumen Documentary Study yaitu dengan melakukan penelitian terhadap data sekunder yang meliputi: Peraturan- peraturan nasional yang berhubungan dengan tulisan ini, Yurisprudensi yaitu putusan pengadilan Negeri Medan No.1033Pid.B2013PN.Mdn, serta penelitian terhadap Bahan Hukum Sekunder, yang meliputi karya penelitian, karya dari kalangan hukum lainnya, dan hasil penelitian. dan bahan-bahan penunjang yang mencakup bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti: kamus hukum, ensiklopedia dan sebagainya. 35 Ibid, Halaman 113 5. Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data Prosedur pengambilan dan pengumpulan data diperoleh dengan cara melakukan studi kepustakaan libra ry research dengan tujuan mencari konsep- konsep, teori-teori, pendapat-pendapat atau penemuan-penemuan yang relevan dengan pokok permasalahan melalui peraturan perundang-undangan yang mengatur perlindungan terhadap anak sebagai korban tindak pidana perdagangan orang. 6. Analisis data Analisi data dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif yaitu dengan menganalisis melalui data lalu diorganisasikan dalam pendapat atau tanggapan dan data-data sekunder yang diperoleh dari pustaka kemudian dianalisis sehingga diperoleh data yang dapat menjawab permasalahan dalam skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan