Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi di Pengadilan Negeri Medan)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Alfitra, Modus Operandi pidana khusus diluar KUHP, Jakarta : Penebar Swadaya Grup, 2014

Arief, Barda Nawawi Beberapa aspek kebijakan penegakan dan pengembangan hukum pidana, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2005

---Bunga Rampai Kebijakan hukum pidana (perkembangan penyusunan konsep KUHP baru), Jakarta : Sinar Grafika, 2008

Bonger W.A, Pengantar Tentang Kriminologi, Jakarta : PT.Pembangunan Ghalia Indonesia, 1982

Ediwarman, Monograf Metodologi Penelitian Hukum, Medan : PT. Sofmedia, 2015

Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2010

Mansur, Dikdik M. Arief dan Gultom, Elisatris, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan antara Norma dan Realita, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007

Gultom Maidin, Perlindungan hukum terhadap anak dan perempuan, Bandung : PT.Refika Aditama, 2012

Hendrojono, Kriminologi Pengaruh perubahan masyarakat dan hukum, Surabaya : Srikandi, 2005


(2)

Maya Indah, Perlindungan Korban dalam prespektif Victimology dan Kriminologi, Jakarta : Kahrisma Putra Utama, 2014

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung : Alumni, 1992

---Teori-teori dan kebijakan hukum pidana, Bandung : Alumni, 1995

Darmawan, Moh. Kemal, dan Purnianti, Mazhab dan Penggolongan Teori Dalam Kriminologi, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1994

Mozasa, Chairul Bariah, Aturan-aturan hukum trafficking (perdagangan perempuan dan anak), Medan : USU Press, 2005

Nuraeny Henny, Tindak Pidana Perdagangan Orang, Jakarta : Sinar Grafika : 2011

R. Sugandhi, Kitab undang-undang hukum pidana dengan penyelesaiannya, Surabaya : Usaha Nasional, 1980

R. Soesilo, Kitab Undang-undang hukum pidana (KUHP) (serta komentar-komentarnya lengkap Pasal demi Pasal), Bogor : Politeia, 1996

Soekamto Soerjono, Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004

Syamsuddin Aziz, Tindak Pidana Khusus, Jakarta : Sinar Grafika : 2012

Yulia Rena, Viktimologi Perlindungan hukum terhadap korban kejahatan, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010


(3)

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Peraturan Daerah (Perda) Sumatera Utara Nomor 6 tahun 2004 Tentang Pencegahan Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak Sumatera utara

C. Internet

www.okezone.com www.kompasiana.com http://www.unic-jakarta.org


(4)

BAB III

FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KORBAN TERHADAP ANAK DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

Setiap manusia disamping sebagai makhluk pribadi juga sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk sosial tentunya mempunyai suatu hubungan erat ataupun memiliki keterkaitan dalam kehidupannya. Didalam kehidupan bermasyarakat ada kalanya terjadi suatu benturan kepentingan satu dengan lainnya dan juga terdapat penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma hukum yang dikenal dengan sebutan kejahatan. Kejahatan merupakan masalah sosial yaitu masalah yang timbul ditengah-tengah masyarakat dimana pelaku dan korbannya adalah anggota masyarakat itu sendiri.

Kejahatan di seluruh dunia selalu mengalami perkembangan yang sangat cepat sejalan dengan cepatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan mengenai masalah-masalah kejahatan, baik dilihat secara kuantitatif maupun kualitatifnya tetap memerlukan suatu pembahasan dan pengamatan sesuai dengan aktivitas permasalahannya. Tanpa mempelajari sebab-sebab terjadinya kejahatan sangat sulit untuk dimengerti alasan kejahatan itu terjadi apalagi untuk menentukan tindakan yang tepat dalam menghadapi pelaku kejahatan.

Telah banyak usaha yang dilakukan untuk mempelajari dan meneliti sebab-sebab yang mempengaruhi manusia itu melakukan kejahatan. Sesuai dengan sifat dan hakikat dari kejahatan yang dilakukan sukar sekali untuk menentukan faktor-faktor yang pasti penyebab seseorang melakukan kejahatan.


(5)

Faktor-faktor terjadinya perdagangan anak dapat dikategorikan ke dalam 2 (dua) faktor yaitu faktor intern dan faktor ekstern.69

A. Faktor Intern 1. Faktor Individual

Setiap individu pada dasarnya telah pernah menjadi korban dari satu atau lebih bentuk kekerasan ataupun eksploitasi, karena manusia pada dasarnya makhluk sosial, makhluk yang selalu berada dalam berbagai interaksi dan relasi dengan individu-individu yang lain dan dibesarkan dalam suatu kelompok atau golongan sosial tertentu dan dengan pola budaya tertentu pula. Setiap orang memiliki kepribadian dak karakteristik tingkah laku yang berbeda satu sama lainnya. Kepribadian seseorang ini dapat dilihat dari tingkah laku seseorang dalam pergaulannya ditengah masyarakat. Seseorang yang tingkah lakunya baik akan mengakibatkan orang tersebut mendapat penghargaan dari masyarakat. Akan tetapi sebaliknya jika seseorang bertingkah laku tidak baik maka orang itu akan menimbulkan kekacauan dalam masyarakat.

Dalam perdagangan perempuan dan anak untuk tujuan prostitusi atau pelacuran, terjerumusnya anak-anak dalam pentas pelacuran bukan merupakan pilihan anak semata, oleh karena anak tidak dalam kapasitas yang kuat untuk memberikan persetujuan untuk menjadikannya sebagai pelacur. Meningkatnya perdagangan anak untuk tujuan prostitusi atau pelacuran ini, anak cenderung tidak menggunakan nalarnya dalam mengambil keputusan, mereka lebih menggunakan

69


(6)

emosinya sehingga anak-anak ini terjebak dalam lingkaran prostitusi atau pelacuran.

Disamping kurang menggunakan akal pikirannya, karena disebabkan adanya keinginan pada diri perempuan dan anak-anak itu sendiri untuk memperolah atau mendapatkan uang yang cukup besar sehingga mereka kurang hati-hati di dalam menerima tawaran pekerjaan dengan gaji yang cukup tinggi. Hal ini yang pada akhirnya membawa anak-anak tersebut ke dalam kehancuran masa depan.

2. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi adalah pendorong terjadinya kejahatan sekaligus dapat menjadikan seseorang itu korban kejahatn itu sendiri, karena adanya tekanan ekonomi maka sebagian anak dijadikan pelacur. Dijadikannya anak sebagai pelacur maka dapat menghasilkan keuntungan yang besar sehingga kebutuhan yang diinginkan terpenuhi.

Disamping itu, minimnya lapangan pekerjaan bagi orang tua ataupun orang lain sehinga untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, para orangtua dengan sangat mudahnya menjual anak kepada para trafficker sehingga akan mendapatkan keuntungandari perbuatan tersebut tanpa memikirkan lagi kelangsungan hidup dan masa depan anak itu sendiri. Dengan demikian , karena keadaan yang tidak memuaskan bagi keluarga ataupun dalam memenuhi kebutuhan keluarga itu dijerat hutang yang begitu besar sehingga faktor ekonomi


(7)

inilah yang menyebabkan meningkatnya perdagangan terhadap anak yang dijadikan pelacur.

Kemiskinan yang begitu berat dan langkanya kesempatan kerja mendorong jutaan penduduk Indonesia melakukan migrasi didalam dan luar negeri guna menemukan cara agar dapat menghidupi diri mereka dan keluarga mereka sendiri. Kebijakan di bidang ketenagakerjaan, keimigrasian, dan kependudukan yang diharapkan dapat menjadi kontrol untuk melindungi pekerja migran dan pencari kerja ternyata tdak dapat diharapkan, belum lagi oknum-oknum aparat yang menyalahgunakan kewenangan. Berbagai perbuatan melwan hukum seperti pemalsuan dokumen, mulai dari KTP, Surat jalan sampai dengan paspor banyak terjadi.

Kemiskinan bukan satu-satunya indikator kerentanan seseorang terhadap perdagangan orang. Karena masih ada jutaan penduduk Indonesia yang hidup dam kemiskinan tidak menjadi korban perdagangan orang, akan tetapi ada penduduk yang relatif baik dan tidak hidup dalam kemiskinan malah menjadi korban perdagangan orang. Hal ini disebabkan mereka bermigrasi untuk mencari pekerjaan bukan semata karena tidak mempunyai uang, tetapi mereka ingin memperbaiki ekonomi serta menambah kekayaan materil. Kenyataan ini didukung oleh media yang menyajikan tontonan yang glamour d komsumtif, sehingga membentuk gaya hidup yang materialisme dan konsumtif.70

Materialis adalah stereotip yang selalu ditujukan kepada mereka yang memiliki sifat menjadikan materi sebagai orientasi atau tujuan hidup. Untuk

70


(8)

mendapatkan materi sebagai orientasia atau tujuan hidup. Untuk mendapatkan materi sering menghalalkan segala cara, termasuk mendapatkannya melaluli cara pertukaran nilai jasa dan/atau dirinya.

Dewasa ini, gaya hidup elite dengan budaya konsumtif sudah mewarnai sebagian masyarakat terutama yang bermukim di perkotaan. Golongn masyarakat ini, terutama gadis belia cendurung memksakan diri untuk berkeinginan menikmati kemewahan hidup tanpa perlu perjuangan dalam mencapainya. Cenderung menempuh jalur cepat atau instan menuju kemewahan hidup walaupun tidak memiliki pekerjaan atau penghasilan ang memungkinkan mereka mendapatkan angan-angan itu. Bagi para pelaku perdagangan orang, kondisi ni selalu akan menjadi peluang untuk menjaring korban untuk diperdagangkan.71

Dengan demikian, pengaruh kemiskinan dan kemakmuran dapat merupakan salah satu faktor terjadinya perdagangan orang. Oleh karena itu kemiskinan dan keinginan untuk memperbaiki ekonomi seseorang masih menjadi faktor yang perlu dipertimbangkan oleh pemerintah dalam rangka mengentaskan kemiskinan.

3. Faktor Keluarga 72

Keluarga mempunyai peranan yang cukup besar dalam menentukan pola tingkah laku anak sekaligus bagi perkembangan anak, karena tidak seorang pun dilahirkan langsung mempunyai sifat yang jahat tetapi keluargalah yang mempunyai sumber pertama yang mempengaruhi perkembangan anak. Didalam

71

Ibid, Halaman 53

72


(9)

keluarga, pembinaan terhadap anak haruslah sebaik mungkin dilakukan. Akibat kurangnya pemahaman keluarga terhadap anak sehingga anak tersebut mudah terpengaruh pada lingkungan disekelilingnya, tanpa menggunakan nalarnya secara baik akan tetapi emosi yang dimiliki anak itu sangat berpengaruh pada lingkungan disekelilingnya, tanpa menggunakan nalarnya secara baik akan tetapi emosi yang dimiliki anak itu sangat berpengaruh dan dengan mudahnya terikat pada tawaran pekerjaan dengandiimingi gaji yang besar. Disamping itu, ketidaktahuan orang tua dan keluarga tentang hak-hak yang harus dilindungi, sehingga dalam keluarga itu juga sering terjadi pelanggaran terhadap hak-hak anak itu sendiri tentang cara-cara mendidik anak yang baik.

Hubungan yang tidak harmonis dengan orang tua membuat anak melarikan diri dari keluarga dan mencari pelampiasan kepada teman-temannya, merupakan faktor yang sangat penting bagi kejiwaan anak tersebut, apabila terjadi perubahan kondisi rumah tangga seperti perceraian, sehingga membuat anak mengalami broken home. Faktor lain didalam keluarga yang dapat mendorong anak menjadi korban perdagangan untuk prostitusi atau pelacuran adalah penerapan disiplin didalam keluarga itu sendiri.

Kurangnya kedisiplinan dalam keluarga disebabkan oleh : a. Perbedaan antara orang tua dan anak dalam hal kedisiplinan;

b. Kelemahan moral, fisik dan kecerdasan orang tua yang membuat lemahnya disiplin ;

c. Kurang disiplin karena tidak adanya orang tua;


(10)

e. Karena penerapan kedisiplinan yang kurang ketat

f. Orang tua dalam membagi cinta dan kasih sayang terhadap anak kurang merata atau pilih kasih dalam penerapan kedisiplinan didalam rumah tangga.

Kepatuhan pada orang tua juga merupakan hal yang sangat penting untuk dicermati. Adanya ketidakpatuhan terhadap orang tua membuat anak ini tidak lagi memerhatikan nasihat ataupun bimbingan dari orangtuanya, sehingga anak ini bertindak dan berperilaku hanya berdasarkan emosionalnya semata. Hal ini yang membuat anak tersebut terjebak dalam lingkaran perdagangan ornag, dan hal ini mungkin tidak pernah diinginkan oleh anak tersebut.

Dengan demikian betapa besar pengaruh faktor keluarga atas diri anak dalam perkembangan mental dan tingkah laku anak itu sendiri. Hal inilah yang seharusnya diperhatikan oleh orangtua didalam memberikan pengawasan agar anak tidak menjadi korban perdagangan orang.

4. Faktor Pendidikan

Salah satu penyebab terjadinya perdagangan anak untuk tujuan prostitusi atau pelacuran adalah faktor pendidikan dari korban ataupun pelaku itu sendiri. Peran pendidikan dari korban ataupun pelaku itu sendiri akan sangat berpengaruh menumbuhkan perilaku yang rasional dan menurunkan atau mengurangi bertindak secara rasional.

Salah satu faktor yang menyebabkan anak menjadi korban perdagangan orang pada umumnya adalah dikarenakan pendidikan anak tersebut sangat kurang,


(11)

baik pendidikan formal maupun pendidikan informal.73 Dalam hal pendidikan anak kebanyakan orang tua menyerahkan pendidikan anak mutlak kepada sekolah tanpa memberi perhatian yang cukup terhadap kepentingan pendidikan anak, sedangkan kemampuan pendidikan di sekolah terbatas.

Disamping itu kurangnya pendidikan formal berupa pendidikan agama juga merupakan faktor penyebab meningkatnya perdagangan anak untuk tujuan prostitusi atau pelacuran. Hal ini mungkin disebabkan keterbatasan pengetahuan tentang keagamaan ataupun kurangnya rasa iman pada diri anak tersebut dalam mengendalikan dirinya, dan lebih memudahkan trafficker untuk merekrut anak-anak itu untuk dijadikan korban perdagangan anak-anak.

B. Faktor Ekstern 1. Faktor Sosial Budaya

Dalam masyarakat terdapat sedikit kesepakatan dan lebih banyak memancing timbulnya konflik – konflik, diantaranya konflik kebudayaan, yaitu menjelaskan kaitan antara konflik-konflik yang terjadi didalam masyarakat dengan kejahatan yang timbul. Norma yang dipelajari oleh setiap individu, diatur oleh budaya dimana individu berada. Dalam sebuah masyarakat homogen yang sehat, hal tersebut diatas dilakukan dalam jalur hukum dan ditegakkan oleh anggota-anggota masyarakat, mereka menerima norma itu sebagai suatu hal yang

73


(12)

benar. Apabila hal ini tidak terjadi, maka konflik budaya akan muncul dengan dua bentuk konflik, yakni primary dan secondary conflict.74

Primary conflict adalah konflik yang timbul diantara dua budaya yang berbeda. Teori primary kulture conflict ini, masalah kejahatan muncul karena adanya imigrasi. Adapun secondary conflict adalah konflik muncul dalam satu budaya, khususnya ketika budaya itu mengembangkan subkebudayaan masing-masing dengan norma tingkah lakunya sendiri. Hukum biasanya akan mewakili aturan atau norma budaya dominan. Norma kelompok lain ( subkebudayaan ) sering kali tidak hanya berbeda, tetapi berlawanan dengan norma dominan. Sehingga dapat merupakan norma kejahatan dibawah hukum. Dengan individu yang hidup dengan norma tingkah laku subkebudayaan macam itu, mereka dapat melanggar hukum dari budaya dominan.

Tidak saja konflik kebudayaan yang dapat memunculkan kejahatan, tetapi juga disebabkan oleh faktor sosial, dimana ada perbedaan antara budaya dan sosial, maka hal itu dapat memunculkan konflik. Kedua jenis konflik tersebut telah mempunyai banyak faktor penyebab yang mengakibatkan terjadinya kekerasan dan terusirnya penduduk dari tempat tinggal mereka. Salah satu dari sekian banyak faktor penyebab ini adalah kebijakan transmigrasi yang diberlakukan oleh pemerintah.

Kebijakan pemerintah ini telah mendorong penduduk untuk pindah dari tempat asal mereka, dengan harapan dapat memperoleh penghasilan lebih tinggi. Oleh karena itu, penduduk yang miskin ini mungkin akan lebih rentan terhadap

74


(13)

perdagangan orang, tidak hanya karena lebih sedikitnya pilihan yang tersedia untuk mencari nafkah, tetapi juga karena mereka memegang kekuasaan sosial yang lebih kecil, sehingga mereka tidak mempunyai terlalu banyak akses untuk memperoleh ganti rugi. Meskipun bukan merupakan satu-satunya faktor bahwa kemiskinan penyebab kerentanan perdagangan orang.

Menurut Irwanto, Farid, dan Anwar bahwa adanya kepercayaan dalam masyarakat bahwa berhubungan seks dengan anak-anak secara homoseksual ataupun heteroseksual akan meningkatkan kekuatan magis seseorang (misalnya di Ponorogo), atau adanya kepercayaan bahwa berhubungan seks dengan anak-anak membuat awet muda, telah membuat masyrakat melegitimasi kekerasan seksual dan bahkan memperkuatnya.75

Adapun menurut Sutherland, semua tingkah laku dipelajari dengan berbagai cara. Dengan kata lain tingkah laku kejahatan yang dipelajari dalam kelompok melalui interaksi dan komunikasi. Hal ini disebutkan dengan teori asosiasi diferensial.76

Munculnya teori ini diatas didasarkan pada 3 hal, yaitu :

a. Setiap orang akan menerima dan mengikuti pola-pola perilaku yang dapat dilaksanakan ;

b. Kegagalan untuk mengikuti pola tingkah laku menimbulkan inkonsistensi dan ketidakharmonisan ;

c. Konflik budaya (conflic of cultures) merupakan prinsip dasar dalam menjelaskan kejahatan.

75

Ibid, Halaman 58

76

Hendrojono, Kriminologi Pengaruh Perubahan masyarakat dan Hukum, Surabaya : Srikandi, 2005, Halaman 78


(14)

Ketiga hal tersebut yang menjadi dasar pengembangan teori Sutherland. Versi pertama tahun 1939 dalam bukunya Principles of Criminology, memfokuskan pada konflik budaya dan disorganisasi sosial serta asosiasi differensial yang diartikan sebagai the contest of the patterns presented in association. Hal ini tidak berarti bahwa hanya kelompok pergaulan dengan penjahat akan mengakibatkan perilaku kejahatan, tetapi yang terpenting adalah isi dari proses komunikasi dengan orang lain.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa menurut teori asosiasi diferensial, tingah laku jahat dipelajari dalam kelompok – kelompok tersebut adalah teknik untuk melakukan kejahatan dan alasan (nilai, motif) yang mendukung perbuatan jahat tersebut. Sebagaimana telah diungkapkan diatas bahwa teori differential association, merupakan salah satu penyebab terjadinya kejahatan.

Dari apa yang telah diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa kaitan teori ini dengan perdagangan orang tidak terlepas penyebab terjadinya melalui interaksi dan komunikasi baik dengan orang atau melalui media. Motif seseorang berubah dengan melihat perilaku orang lain melalui interaksi langung maupun melalui media, sehingga seseorang berusaha unutk memenuhi dorongan melalui jalan pintas. Hal ini berkembang di tengah-tengah masyarakat dengan bentuk-bentuk perdagangan ornag yang beraneka ragam


(15)

2. Ketidakadaan kesetaraan gender

Nilai sosial budaya patriarki yang masih kuat ini menempatkan laki-laki dan perempuan pada kedudukan dan peran yang berbeda dan tidak setara. Hal ini ditandai dengan adanya pembekuan peran, yaitu sebagai istri, sebagai ibu, pengelolaan rumah tangga, dan pendidikan anak-anak di rumah, serta pencari nafkah tambahan dan jenis pekerjaannya pun serupa dengan tugas didalam rumah tangga, misalnya menjadi pembantu rumah tangga dan mengasuh anak. Selain peran perempuan tersebut, perempuan juga mempunyai beban ganda, subordinasi, marjinalisasi, dan kekerasan terhadap perempuan, yang kesemuanya itu berawal dari diskriminasi terhadap perempuan yang menyebabkan mereka tidak atau kurang memiliki akses, kesempatan dan kontrol atas pembangunan, serta tidak atau kurang memperoleh manfaat pembangunan yang adil dan setara dengan laki-laki. Oleh sebab itu, disinyalir bahwa faktor sosial budaya yang merupakan penyebab yerjadinya kesenjangn gender, antara lain dalam hal berikut :

a. Lemahnya pemberdayaan ekonomi perempuan dibandingkan dengan laki-laki, yang ditandai dengan masih rendahnya peluang perempuan untuk bekerja dan berusaha, serta rendahnya akses sumber daya ekonomi seperti teknologi, informasi, pasar, kredit, dan modal kerja.

b. Ketidaktahuan perempuan dan anak-anak tentang apa yang sebenarnya terjadi di era globalisasi


(16)

d. Perempuan kurang mempunyai hak untuk mengambil keputusan dalam keluarga atau masyarakat dibanding kan laki-laki.77

Sekarang sudah terjadi perubahan terhadap peran perempuan yang didukung pemerintah. Perempuan sudah banyak yang berhasil dalam pendidikan yang tinggi dan bekerja dengan menduduki posisi yang strategis. Akan tetapi kesempatan ini hanya dirasakan oleh golongan menengah keatas, sementara golongan dibawah terutama di pedesaan masih terbatas untuk mengikuti pendidikan yang tinggi . hal ini karena lembaga pendidikan, yaitu sekolah masih dirasakan mahal

Kondisi ini bertambah parah karena masih ada ungkapan di masyarakat bahwa perempuan tidak usah sekolah tinggi karena pada akhirnya hanya ke dapur dan mengurus suami dan anak sehingga kebutuhan pendidikan bagi anak perempuan akhirnya terabaikan.

3. Faktor Menikah Muda

Salah satu faktor pendorong yang membuat anak perempuan berhenti sekolah adalah adanya kepercayaan bahwa anak perempuan sebaiknya menikah pada usia muda. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memperboleh anak perempuan untuk menikah pada usia 16 (enam belas) tahun atau lebih muda asalkan diizinkan orang tua dan disahkan oleh kantor catatan sipil.

77

Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Penghapusan Perdagangan Orang Trafficking in Persons in Indonesia tahun 2003-2004, hal.8


(17)

Perkawinan usia muda ini banyak mengandung masalah, karena perkawinan beresiko tingi, terutama ketika diikuti dengan kehamilan. Secara sosial, anak perempuan yang menikah pada usia muda cenderung mengalami banyak kesulitan terutama bila mereka diceraikan oelh suami. Ketika seorang anak perempuan bercerai, ia kehilangan status haknya sebagai anak. Hal ini menghalanginya untuk memasuki sistem pendidikan formal apabila ia menginginkannya. Lebih buruk lagi adalah sejak ia menikah, seorang perempuan sudah dianggap dewasa yang mandiri dan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang tua.

Akibat banyaknya perempuan yang menikah muda namun harus berakhir dengan perceraian akan cenderung memberanikan diri pergi ke kota-kota besar untuk mendapatkan kesempatan kerja yang lebih baik dan untuk bertahan hidup. Sayangnya anak perempuan itu tidak mempunyai keterampilan atau ijazah yang memungkinkan mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga mereka akhirnya masuk ke lingkungan prostitusi atau pelacuran.78

4. Faktor Penegakan Hukum

Inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan sikap tindakan sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.79

78

Ibid. Halaman 27

79

Soerjono Soekamto, Faktor-Faktor yang mempengaruhi penegakan Hukum, Cet. Kelima, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004. Halaman 5


(18)

Kaidah-kaidah tersebut menjadi pedoman bagi perilaku atau sikap tindak yang dianggap pantas atau yang seharusnya. Perilaku atau sikap tindak tersebut bertujuan untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian. Dapat juga dikatakan bahwa penegakan hukum dalam masyarakat berarti membicarakan daya kerja hukum dalam mengatur dan memaksa masyarakat untuk taat kepada hukum. Penegakan hukum tidak terjadi dalam masyarakat karena ketidak serasian antara nilai, kaidah, dan pola perilaku. Oleh karena itu, permasalahan dalam penegakan hukum terletak pada faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum itu sendiri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi faktor penegakan Hukum adalah faktor hukumnya sendiri, faktor Penegakan hukum, faktor sarana atau fasilitas, faktor masyrakat, dan faktor Kebudayaan.80

Kelima faktor diatas saling berkaitan dengan eratnya karena merupakan esensi dari penegakan hukumk. Ada pun faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum dalam perdagangan orang yaitu sebagai berikut :

a. Faktor Hukumnya Sendiri

Sebelum disahkannnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, tidak ada peraturan perundang undangan yang dengan tegas mengatur hal ini. Kebanyakan pelaku perdagangan orang yang tertangkap pun tidak semuanya dijatuhi hukuman yang setimpal dengan jenis dan akibat kejahatan tersebut, akibat lemahnya piranti hukum yang tersedia. Selama itu ketentuan hukum positif yang mengatur tentang larangan perdagangan orang

80


(19)

tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan seperti dalam Pasal 297. Pasal tersebut tidak menyebutkan dengan jelas tentang defenisi perdagangan orang, sehingga tidak dapat dirumusakan dengan jelas unsur-unsur tindak pidana yang dapat digunakan penegak hukum untuk melakukan penuntutan dan pembuktian adanya tindak pidana. Pasal ini dapat dikatakan mengandung diskriminasi terhadap jenis kelamin karena Pasal ini menyebutkan hanya wanita dan anak laki dibawah umur, artinya hanya perempuan dewasa dan anak laki-laki yang masih dibawah umur yang mendapat perlindungan hukum

Juga interpretasi hukum yang berkembang terhadap Pasal 297 KUHP menyempitkan makna tindak pidana tentang perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak. Dengan tidak jelasnya definisi tentang perdagangan orang dalam Pasal 297 KUHP, maka terjadi interpretasi hukum yang sempit. Sebagaimana disebutkan dalam penjelasan KUHP yang disusun R. Sugandhi yang menyatakan bahwa perdagangan wanita dan anak laki-laki dibawah umur hanya sebatas pada eksploitasi pelacuran dan pelacuran paksa.81 Akan tetapi interpretasi ini adalah interpretasi tidak resmi. Berarti penjelasan bukan penjelasan dari negara yang merupakan penjelasan dari KUHP.

Adapun asas Hukum Pidana menentukan bahwa Hukum Pidana menganut sistem interpretasi negatif yang tidak boleh ada interpretasi lain selain yang ada dalam KUHP itu sendiri. Pasal ini juga bersifat umum, sehingga tidak mampu mewadahi kasus yang sifatnya lebih spesifik, karena dilapangan banyak ditemukan bentuk-bentuk kejahatan lebih spesifik yng tidak mampu dijerat Pasal

81

R. Sugandhi, KUHP dengan Penjelasnnya, Surabaya : Usaha Nasioanal, 1980, Halaman 314


(20)

tersebut. Contohnya adalah modus jerat utang. Banyak perempuan dana anak harus menjadi pekrja seks komersil karena terjerat utang pada majikan atau germo.

Dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga terkait dengan perdagangan manusia. Ketentuan hkum dalam undang-undang ini menunjukkan kemajuan ketentuan pidana dengan mengikuti perkembangan kejahatan dan pelanggaran hak asasi manusia dalam masyarakat dan tidak ada diskriminasi perlindungan hukum dari tindak pidana terhadap jenis kelamin atau usia, karena perdagangan manusia mencakup semua orang termasuk laki-laki dan anak meliputi anak laki-laki dan perempuan. Ketentuan dalam undang-undang ini juga memberikan ruang lingkup perlindungan yang lebih luas terhadap segala bentuk tindak pidana yang biasanya merupakan bagian eksploitasi dalam perdagangan orang seperti penyekapan. Tetapi defenisi perdagangan ormag dalam undang-undang ini tidak ada.

Disahkannya Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 83 telah mencantumkan larangan memperdagangkan , menjual, ata menculik anak untuk diri sendiri atau dijual. Akan tetapi, undang-undang ini juga sama seperti halnya dalam KUHP tidak merinci apa yang dimaksud dengan perdagangan anak dan untuk tujuan apa anak itu dijual. Namun demikian, undang-undang ini cukup melindungi anak dari ancaman penjualan anak dengan memberi sanksi yang lebih berat dibandingkan dengan KUHP yang ancamannya 0-6 tahun penjara, sedangkan Undang-undang Perlindungan Anak mengancam pelaku kejahatan perdagangan oanak 3-15 tahun penjara dan denda antara Rp60 juta


(21)

sampai Rp300 Juta. Undang-undang ini sering digunakan sebagai dasar untuk menangkap pelaku perdagangan anak.

b. Faktor Penegakan Hukum

Penegakan hukum di dalam masyrakat selain dipengaruhi oleh peraturan atau undang-undang (kaidah-kaidah) juga ditentukan oleh para penegak hukum, sering terjadi beberapa peraturan tidak dapat terlaksana dengan baik karena ada penegak hukum yang tidak melaksanakan suatu peraturan dengan cara bagaimana semestinya. Terjadinya korupsi dalam pengurusan-pengurusan dokumen seperti terjadinya pemalsuan informasi pada dokumen-dokumen resmi seperti KTP, akta kelahiran, dan paspor.

Lemahnya penegakan hukum tersebut disebabkan kurang atau tidaknya keterbukaan berkenaan dengan aturan-aturan serta prosedur yang berlaku termasuk jug tidak adanya akuntabilitas dari pejabat negara serta petugas lainnya yang antara lain terung dari tidak tersedianya mekanisme kontrol, pengawasan, dan penerimaan pengaduan baik internal maupun eksternal.82

Penegak hukum lebih sering memperlakukan korban sebagai pelaku tindak pidana dan terdapat kecenderungan yang menunjukan bahwa korban tidak yakin akan reaksi penegak hukum terhadap yang dialami korban. Ini tidak terlepas dari kekhawatiran tidak dipercayanya para korban oleh penegak hukum. Hal ini terjadi karena perbedaan interpretasi dan lemahnya koordinasi antar penegak hukum.

82

Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang mempengaruhi penegaan hukum, cet. Kelima, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004, Halaman 5


(22)

c. Faktor Sarana dan Fasilitas 83

Sarana dan Fasilitas mempengaruhi penegak hukum. Tidak mungkin penegak hukum akan berlangsung dengan lancar tanpa adanya sarana atau fasilitas. Sarana atau fasilitas antara lain mencakup sumber daya manusia yang berpendidikan dan terampil, terorganisasi yang baik, peralatan yang memadai, dan keuangan yang cukup.84

Terjadinya perbedaan interpretasi pada penegak hukum tentang defenisi perdagangan orang sangat berpengaruh terhadap penuntutan, pembuktian, dan penghukuman. Sering terjadi kasus kejahatan perdagangan manusia lepas dari penuntutan karena adanya perbedaan interpretasi. Hal ini terjadi karena terbatasnya pemahaman dan keahlian penegak hukum dalam menangani kasus perdagangan manusia, sehingga berdampak luas dalam memprosesnya. Dapat dikatakan juga bahwa kurangnya pelatihan pada penegak hukum mengenai perdagangan manusia, ketiadaan prosedur baku yang khusus dirancang untuk menangani tindak pidanan ini, sehingga sangat bergantung pada persepsi dan kemampuan individu penegak hukum.

Lemahnya koordinasi antar penegak hukum, polisi tidak pernah mengetahui hasil putusan hakim sehubungan dengan kasus-kasus yang diajukan ke kejaksaan dan pengadilan. Demikian juga kejaksaan tidak mengetahui hasil putusan pengadilan. Keadaan ini sangat menghambat proses monitoring dan evaluasi peneak hukum.

83

Farhana, Op.Cit Halaman 67

84


(23)

Sistem pendataan dan dokumentasi kasus dan penanganan perdagangan manusia yang tidak memadai, sehingga data tidak terdokumentasi secara lengkap. Ini mengakibatkan adanya anggapan bahwa upaya penanganan kasus perdagangan orang tidak merupakan prioritas.

d. Faktor Masyarakat

Kesadaran masyarakat terhadap hukum belum terbangun dengan baik. Disamping itu, sebagian masyrakat masih mengalami krisis kepercayaan kepada hukum dan aparat penegak hukum. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap ketaatan terhadap hukum dan jaminan pelaksanaan hak asasi manusia, khususnya dalam hal pencegahan dan penanggulangan tindak kejahatan perdagangan orang terutama anak-anak. Pemahaman masyrakat tentang tindak pidana perdagagan manusia masih sangat rendah. Masyrakat tidak tahu bahwa mereka sedang melakukan salah satu bentuk kejahatan perdagangan manusai dan masyrakat yang mengetahui adanya kejahatan perdagangan manusia tidak melaporkan kepada kepolisian atau telah menjadi korban perdagangan manusia.

e. Faktor Kebudayaan

Dalam kehidupan sehari-hari, anak laki-laki dan perempuan telah memperoleh pembagian peran, tugas, dan nilai-nilai serta aturan yang berbeda. Perempuan karena fungsi reproduksi ditempatkan domestik (rumah tangga), sedangan laki-laki ditempatkan diruang publik. Pembagian peran, tugas, dan nilai-nilai serta aturan-aturan diberikan melalui aturan sosial masyarakat adat.


(24)

Dalaam sebuah keluarga, perempuan selalu diberikan rela berkorban untuk keluarga, sehingga banyak perempuan yang bekerja bukan untuk mengaktualisasikan dirinya atau melaksanakan haknya, tetapi sekedar untuk membantu keluarga atau menambah penghasilan keluarga. Oleh sebab itu, anak perempuan rentan terhadap perdagangan orang.

Faktor-faktor yang diuraikan diatas merupakan faktor penyebab kejahatan perdagangan orang. Jika dilihat dari kenyataan yang ada bahwa faktor-faktor tersebut tidak berdiri sendirian. Dengan kata lain, faktor-faktor yang dalam hubungan dengan sejumlah faktor lain akan menghasilkan kejahatan. Dicari faktor-faktor yang necessary but not sufficient untuk timbulnya kejahatan. Maksudnya faktor-faktor yang selalu merupakan sebab dari suatu akibat atau kejahatan bersama-sama dengan faktor –faktor lain yang disebut dengan multifactor theory.


(25)

BAB IV

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN

TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DALAM PUTUSAN NOMOR : 1033/Pid.B/2013/PN.Mdn

A. Kebijakan Hukum Pidana dalam memberikan Perlindunga hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana perdagangan orang

Kebijakan Hukum Pidana adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan paraturan hukum positip dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang, tetapi juga kepada para penyelenggara negara atau pelaksana putusan pengadilan.85 Pada hakikatnya masalah kebijakan hukum pidana bukanlah semata-mata pekerjaan teknik perundang-undangan yang dapat dilakukan secara yuridis faktual yang dapat berupa pendekatan sosiologis, historis, dan komparatif. Bahkan memerlukan pula pendekatan komprehensif dari berbagai disipin ilmu sosial lainnya dan pendekatan integral dengan kebijakan sosial dan pembangunan nasional pada umumnya.

Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang baik pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan kejahatan. Jadi kebijakan atau politik hukum pidana juga merupakan bagian dari politik kriminil. Dengan perkataan lain, dilihat dari sudut pandang politik kriminal, maka

politik hukum pidana identik dengan pengertian “kebijakan penanggulangan dengan hukum pidana”.86

85

Barda Nawawi Arief, Bunga rampai Kebijakan Hukum Pidana (perkembangan

Penyusunan Konsep KUHP baru), (Jakarta, Kencana. 2008). Hal aman 19

86


(26)

Usaha penangulangan kejahatan dengan hukum pidana pada hakikatnya juga merupakan bagian dari usaha penegakan hukum (khususnya penegakan hukum pidana). Oleh karena itu, sering pula dikatakan bahwa politik atau kebijakan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy).

Disamping itu, usaha penanggulangan kejahatan lewat pembuatan undang-undang (hukum) pidana pada hakikatnya juga merupakan bagian dari integral dari usaha perlindungan masyarakat (social welfare). Oleh karen itu, wajar apabila kebijakan atau politik hukum pidana juga merupakan bagian dari kebijakan atau politik sosial (social policy).

Menurut G.P. Hoefnagels upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan :

a. Penerapan hukum Pidana (criminal law application);

b. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment); dan

c. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media (influenching views of society on crime and punishment/mass media).87

Salah satu bentuk kejahatan yang dilakukan melintasi batas dan dalam wilayah negara, adalah kejahatan perdagangan orang. Tindak pidana perdagangan orang sudah menjadi agenda dalam penegakan hukum dan menjadi pusat perhatian dunia Internasional, karena dampaknya dapat mengganggu kesejahteraan sosial. Mengingat ruang lingkup dan dimensinya sudah meluas,

87


(27)

maka kegiatan tindak pidana perdagangan orang dapat dimasukkan sebagai organized crime (kejahatan terorganisir), white collar crime (kejahatan kerah putih), corporate crime (kejahatan korporasi), cyber crime (kejahatan dunia maya) dan bahkan transnational crime (kejahatan transnasional). Berbagai upaya untuk melakukan pencegahan kejahatan perdagangan orang sudah dilakukan dengan berbagai cara namun hasilnya dianggap belum memuaskan, bahkan upaya dengan menggunakan sarana hukum juga masih belum menunjukkan hasil yang signifikan. Penggunaan upaya hukum pidana sebagai ultimatum remedium, dimaksudkan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah sosial, termasuk bidang kebijakan penegkan hukum, sebagai upaya yang rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.88

Pembangunan hukum atau pembaharuan hukum memiliki hubungan yang sangat kuat dengan politik, oleh karena suatu dan kebutuhan pembaharuan hukum yang diawali dari pembuatan sampai pelembagaannya dilaksanakan oleh lembaga politik, yang merupakan lembaga yang memiliki kekuatan dalam masyarakat. Suatu proses pembentukan peraturan perundang-undangan dilaksanakan melalui kebijakan formulasi/legislasi, sedangkan proses penegakan hukum atau pelembagaan dilakukan melalui kebijakan aplikasi/yudikasi dan proses pelaksanaan pidana dilakukan dengan kebijakan eksekusi/administrasi. Ketiga tahapan kebijakan hukum pidana yang dilakukan dalam pencegahan tindak pidana perdagangan orang adalah sebagai berikut :89

88

Henny Nuraeny, Tindak pidana Perdagangan Orang (Jakarta : sinar grafika, 2011) Halaman 275

89

Barda Nwawi Arief, Beberapa aspek kebijakan penegakan dan pengembangan hukum


(28)

1. Tahap kebijakan Formulasi/Legislasi 2. Tahap kebijakan Yudikatif/aplikatif 3. Tahap kebijakan Eksekutif/administrasif

Bertolak dari uraian tersebut dapatlah dikatakan bahwa dalam ketiga tahap

kebijakan penegakan hukum pidana itu terkandung didalamnya 3

kekuasaan/kewenangan, yaitu kekuasaan legislatif/formulatif dalam menentukan

atau merumuskan perbuatan apa yang dapat dipidana dan sanksi apa yang dapat

dikenakan; kekuasaan yudikatif/aplikatif dalama menerapkan hukum pidana; dan

kekuasaan eksekutif/administratif dalam melaksanakan hukum pidana.

Dengan demikian, upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu lewat jalur “ penal “ (hukum pidana) dan lewat jalur “ non

penal “ (bukan/diluar hukum pidana). Upaya penanggulangan lewat jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat “repressive” (penindasan / pemberantasan /

penumpasan) sesudah kejahatan terjadi.

A. Upaya Penal

Pada dasarnya kepada pelaku suatu tindak pidana dikenakan suatu akibat hukum. Akibat hukum itu pada umumnya berupa hukuman pidana atau sanksi. Berdasarkan Pasal 10 KUHP jenis hukuman pidana dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Pidana pokok yang terdiri dari pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, pidana tutupan ;


(29)

2. Pidana tambahan, terdiri dari pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim.

Jenis pidana terhadap tindak pidana perdagangan orang berupa sanksi pidana penjara, pidana denda, dan pidana tambahan. Menurut KUHP ada beberapa jenis pemberian pidana dalam undang-undang yang mengatur pidana terhadap tindak pidana perdagangan orang atau berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang, yaitu :90

1. Ada Pasal-Pasal yang menggunakan sanksi pidana minimal-maksimal dan denda minimal-maksimal

2. Ada Pasal-Pasal menggunakan sanksi pidana saja, tetapi tetap ada minimal dan maksimal

3. Ada Pasal-Pasal menggunakan sanksi pidana maksimal dan denda maksimal 4. Ada Pasal-Pasal menggunakan sanksi pidana maksimal saja.

Dalam KUHP Pasal 297 memberikan ancaman pidana maksimal 6 tahun penjara bagi pelakunya dirasakan terlalu ringan dan tidak memenuhi rasa keadilan. Selain itu, dalam ketentuan tersebut tidak diatur ancaman pidana minimalnya. Ancaman pidana tersebut dirasakan tidak memenuhi rasa keadilan, mengingat penderitaan yang dialami para korban, harga diri dan martabatnya sebagai manusia yang telah dirampas dan diinjak sedemikian rupa. Pada umumnya para korban berasal dari golongan tidak mampu untuk memperoleh pekerjaan yang dijanjikan tersebut, telah mengeluarkan materi dalam jumlah yang tidak sedikit. Hal ini memungkinkan pelaku bebas. Unsur-unsur didalam Pasal

90


(30)

297 tersebut menunjukkan bahw laki-laki dewasa tidak terlindungi oleh hukum apabila dia menjadi korban perdagangan manusia.

Tindak pidana lain yang berhubungan dengan eksploitasi seksual kecuali yang mengakibatkan kematian korban memberikan ancaman hukumannya 1 sampai 7 tahun tergantung pada usia korban dan tingkat kejahatannya. Walaupun Pasal 297 KUHP cakupannya hanya wanita dan anak laki-laki dibawah umur. Kenyataan saat ini perdagangan perempuan dan anak tidak ditujukan untuk eksploitasi seksual saja, tetapi juga untuk tujuan lain seperti pekerja paksa, adopsi ilegal, implantasi organ, yang mana belum terakomodasi dalam Pasal 297 KUHP yang sekarang tidak berlaku lagi.

Ancaman hukuman untuk pelaku perdagangan orang lebih berat dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Dalam Pasal 17 disebutkan bahwa jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dilakukan terhadap anak, maka ancaman pidananya ditambah sepertiga. Jadi, ancaman pidana penjara paling singkat selama 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp160.000.00,00 dan paling banyak Rp800.000.000,00.

Adapaun penyelenggara negara atau aparat melakukan tindak pidana perdagangan orang dengan cara menyalahgunakan kekuasaan, maka ancaman hukumannya ditambah sepertiga dari ancaman Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5,


(31)

Pasal 6 , dan dapat dikenakan pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak hormat dari jabatannya, ini tercantum dalam Pasal 8.

Ketentuan yang mengatur secara khusus tentang perdagangan orang yang baru disahkan sehingga belum terlihat efektivitasnya, sebelumnya digunakan KUHP Pasal 297 yang dirasakan secara komprehensif dan memadai untuk melakukan upaya-upaya pencegahan, pemberantasan, penghukuman terhadap pelaku, perlindungan terhadap korban tindak pidana perdagangan orang. Jika berhadapan dengan kasus-kasus perdagangan orang yang sudah melewati batas wilayah negara, keterbatasan jangkauan hukum yang ada telah menjadi hambatan. Terutama dalam menentukan unsur-unsur perbuaan atau jenis tindak pidana perdagangan orang dan ketentuan-ketentuan kerja sama internasional dalam proses pidananya.91

Dalam hal ini pemberian sanksi terhadap pelaku perdagangan orang akan dikenakan sesuai konsep hukum pembangunan yaitu bersumber pada undang-undang, yurisprudensi, atau gabungan antara undang-undang dan yurisprudensi, maka akan merujuk pada Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, atau pada yurisprudensi. Dalam menjatuhkan sanksi, hakim di Indonesia lebih sering menjatuhkan sanksi sesuai dengan aturan dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.92

Pengenaan sanksi yang lebih berat tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku, bahkan pelaku cendurung lebih berani melakukannya, karena tindak

91

Ibid, Halaman 137

92


(32)

pidana perdagangan orang dianggap sebagai bisnis/usaha yang menguntungkan dari segi ekonomi. Selain itu, dari sisi penegakan hukum upaya yang dilakukan belum berjalan optimal. Kendala yang dihadapi aparat penegak hukum adalah sulitnya melacak tindak pidana perdagangan orang, karena dalam tindak pidana perdagangan orang kasusnya baru terungkap apabila ada pengaduan dari korban atau keluarganya.93

B. Upaya Non Penal

Usaha-usaha yang rasional untuk menanggulangi kejahatan tidak hanya cukup dengan menggunakan sarana hukum pidana (penal), tetapi juga menggunakan sarana-sarana diluar hukum pidana (non penal). Sarana non penal adalah menentukan :

1. Perbuatan apa yang harusnya dijadikan tindak pidana

2. Sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan kepada pelanggar. 94

Mengingat upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur non penal lebih

bersifat tindakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya

adalah menangani faktor-faktor kondusif itu antara lain, berpusat pada

masalah-masalah atau kondisi sosial yang secara langsung dan tidak langsung dapat

menimbulkan atau menumbuhkan kejahatan. Dengan demikian, dilihat dari sudut

93

Ibid, Halaman 314

94

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan kebijakan pidana (Bandung : Alumni, 1984) Halaman 159


(33)

politik kriminal secara makro dan global, maka upaya-upaya non penal

menduduki posisi kunci dan strategis dari keseluruhan upaya politik krimninal.

Upaya pencegahan merupakan suatu pencegahan kejahatan, dimana

dilakukan sebelum kejahatan itu terjadi, upaya ini seharusnya lebih diutamakan

daripada upaya yang lebih bersifat represif. W. A. Bonger mengatakan bahwa,

dilihat dari efisiensi dan efektifitas upaya pencegahan lebih baik dari upaya

represif. Dalam dunia kedokteran kriminal telah disepakati suatu pemikiran

mencegah kejahatan adalah lebih baik dari pada mencoba mendidik penjahat

menjadi baik kembali, lebih baik disini juga berarti lebih mudah, lebih murah dan

lebih mencapai tujuannya.95

Pencegahan sebelum terjadinya tindak pidana perdagangan orang merupakan suatu upaya untuk memberikan dan menghindari masyarakat menjadi korban perdagangan orang. Pemerintah harus memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai modus terjadinya tindak pidana perdagangan orang, mulai dari pola perekrutan sampai janji-janji manis yang digunakan oleh pelaku perdagangan manusia untuk memperdaya korbannya.

Untuk mengatasi tindak pidana perdagangan orang, maka upaya pencegahannya tidak dapat terlepas dari bekerjanya hukum dalam masyarakat, dan kepatuhan serta kesadaran hukum masyarakat, yang pada prinsipnya

95

W.A. Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi Pembangunan.(Jakarta, Ghalia Indonesia. 1995), Halaman 167


(34)

merupakan bagian dari politik kriminal. Komitmen dari pemerintah dalam pencegahan tindak pidana perdagangan orang telah diwujudkan dalam beberapa produk hukum yang merupakan pembaharuan terhadap tindak pidana perdagangan orang. Hal ini membuktikan bahwa hukum belum bekerja sesuai dengan harapan. Pembaharuan hukum biasanya diakhiri dengan diundangkannya suatu peraturan hukum. Setiap peraturan hukum hendaknya didasarkan pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang meliputi kebutuhan sosial, politik, ekonomi. Namun dalam kenyataannya, hukum sering mengedepankan kepentingan politik dan ekonomi saja, tetapi dipisahkan dari kebutuhan sosial, sehingga dalam penegakan hukum tidak dapat berjalan optimal. Pembaharuan hukum harus lebih memperhatikan kepentingan sosial masyarakat, karena hukum diberlakukan utuk kehidupan bermasyarakat. Pembaharuan hukum pidana merupakan hasil keputusan bersama dari berbagai kewenangan dalam negara yang bekerja bersama-sama dalam menanggulangi masalah pidana. Untuk itu upaya menanggulangi kejahatan/tindak pidana tidak cukup dengan menggunakan sarana hukum, tetapi juga dapat melalui upaya-upaya sosial lainnya, seperti pendidikan, perbaikan taraf hidup anggota masyarakat yang tergolong ekonomi lemah, mengurangi penganguran, perbaikan lingkungan, dan strategi-strategi sosial lainnya.96

Pihak Kepolisian diharapkan ikut mencegah terjadinya tindak pidana perdagangan orang dengan bentuk eksploitasi seksual, dengan melakukan razia-razia ketempat hiburan, hotel, atau tempat yang dianggap sangat rawan berpotensi

96


(35)

terjadinya perdagangan orang, biasanya baik perempuan maupun anak perempuan, misalnya dengan bentuk eksploitasi seksual seperti mempekerjakan perempuan dan anak perempuan sebagai pekerja seks komersil.

Disamping itu juga melakukan pengawasan secara ketat ditempat lain yang terindikasi dapat melancarkan lalu lintas perdagangan orang seperti pelabuhan laut, pelabuhan udara, pintu gerbang perbatasan dengan negara lain dan patroli perairan untuk mengawasi kapal/perahu yang diduga membawa tenaga kerja dengan tujuan mencegah lalu lintas manusia yang diperdagangkan secara ilegal dari desa ke kota maupun dari satu kota ke kota lainnya serta dri dalam negeri ke negara tujuan.

Dan yang kalah tidak penting adalah pembinaan oleh orang tua terhadap anak dengan menerapkan ajaran agama. Dimana norma-norma agama berfungsi sebagai benteng terakhir yang sudah diperoleh anak semenjak lahir.

B. Analisis kasus terhadap putusan nomor : 1033 / Pid.B / 2013 / PN.Mdn 1. Posisi kasus

Bermula pada hari Minggu tanggal 13 Januari 2013, seorang laki-laki bernama Candra menghubungi Terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky meminta dicarikan dua orang perempuan yang masih perawan dan masih sekolah, untuk digunakan jasa seksnya. Kemudian terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky mengatakan kepada Candra bahwa harga 2 (dua) orang perempuan tersebut adalah Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).


(36)

Selanjutnya pada tanggal 16 Januari 2013 Candra kembali menghubungi terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky melalui handphone dan mengatakan apakah sudah ada cewek perawan yang telah dipesan, jika sudah ada agar dibawa ke hotel Grand Elite Jl. Gatot Subroto, kemudian terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky mengatakan mau menanyakan dulu kepada teman terdakwa yaitu Terdakwa Ramki Als Ram. Selanjutnya terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky menghubungi terdakwa Ramki Als Ram dan memesan agar membawa 2 (dua) orang perempuan yang masih perawan dan masih sekolah ke Hotel Grand Elite Jalan Gatot Subroto.

Selanjutnya terdakwa Ramki Als Ram menghubungi saksi Novi dan menawarkan agar membawa teman saksi yang mau menjual perawannya seharga Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta). Lalu saksi Novi mengatakan kepada Saksi Korban Runia Als Nia untuk menjual perawan saksi korban Runia Als Nia. Selanjutnya saksi Novi memperkenalkan saksi korban Runia Als Nia kepada terdakwa Ramki Als Ram dijalan Mangkubumi. Ditempat tersebut saksi Novi mengatakan kepada saksi korban Runia Als Nia, bahwasannya terdakwa Ramki Als Ram yang akan memperkenalkan saksi korban Runia Als Nia kepada yang akan beli keperawanannya seharga Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta). Selanjutnya terdakwa Ramki Als Ram bersama dengan saksi Novi dan saksi dan saksi korban Runia Als Nia pergi menuju Hotel Grand Elite jl. Gatot Subroto Medan untuk menjumpai terdakwa Lambok Pulungun Als Rizky.

Setelah sampai di hotel selanjutnya masuk ke Lobby hotel dan ditempat tersebut berjumpa dengan terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky, sedangkan


(37)

saksi Novi langsung meninggalkan hotel tersebut. Pada saat itu terdakwa Lambok Pulungan Pulungan Als Rizky menghubungi saksi Amanda Lubis Als Manda agar datang ke Hotel Grand Elite, kemudian saksi Amanda Lubis datang bersama saksi Sartika Dewi Als Friska, lalu terdakwa Ramki Als Ram mengatakan kepada terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky bahwa 1 (satu) orang lagi perempuan yang masih perawan sedang dalam perjalanan.

Selanjutnya terdakwa Ramki Als Ram menyuruh saksi korban Runia Als

Nia membuat surat dengan tulis tangan dikertas bermaterai yang isinya “dengan hormat, tanggal 16 Januari 2013 saya bernama Runia dengan ini memberikan jawaban sejujurnya tanpa ada paksaan dari pihak manapun, saya melakukan hal ini dengan pikiran sehat untuk menjual perawan saya, demikian saya ucapkan tanpa ada paksaan dari pihak manapun, terima kasih wassalam”. Lalu surat tersebut diserahkan oleh terdakwa Ramki Als Ram kepada terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky. Beberapa saat kemudian Candra tiba di Lobby Hotel lalu menanyakan kepada terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky mana 2 (dua) orang perempuan perempuan perawan dan masih sekolah yang sudah dipesan, lalu terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky menunjuk kepada saksi Runia Als Nia dan mengatakan bahwa yang satu lagi, sedang dalam perjalanan.

Selanjutnya Candra menanyakan bagaimana pembayarannya, lalu dijawab oleh terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky bahwa untuk pembayaran perawan harus pakai uang tunai, lalu candra mengatakan bahwa yang akan memakai perempuan yang masih perawan itu adalah teman Candra, kemudian Candra menanyakan yang mana yang tidak perawan, lau terdakwa Lambok Pulungan Als


(38)

Rizky menunjuk saksi Amanda Lubis alias Manda, selanjutnya terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky bersama-sama dengan saksi Amanda Lubis Als Manda, Candra dan Sartika Dewi Als Friska, naik ke lantai 2 (dua) lalu masuk ke kamar nomor 220, didalam kamar Candra memberikan uang sebesar Rp. 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) kepada terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky. Kemudian Terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky menyerahkan uang sebesar Rp. 800.000,00 (delapan ratus ribu rupiah) kepada saksi Amanda Als Manda. Akan tetapi saksi Amanda Lubis Als Manda mengatakan agar uang tersebut dititipkan saja kepada temannya di lobby, sedangkan sisanya sebesar Rp 700.000,00 (tujuh ratus ribu rupiah) adalah untuk terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky.

Selanjutnya Terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky turun ke lobby menemui terdakwa Ramki Als Ram di Lobby hotel. Setelah sampai di lobby hotel tiba-tiba datang beberapa orang Polisi yang berpakaian preman menangkap terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky dan terdakwa Ramki Als Ram. Kemudian membawanya ke Polda Sumut untuk diproses lebih lanjut.

Jaksa Penuntut Umum Mendakwa Terdakwa LAMBOK PULUNGAN ALS RIZKY dan Terdakwa RAMKI ALS RAM sebagaimana dalam Surat Dakwaan dengan nomor register perkara : PDM-421 / Euh.2 / MDN / 05 / 2013

a. Dakwaan Pertama

Bahwa mereka terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky bersama-sama dengan Rizky Als Ram, pada hari Rabu tanggal 16 Januari 2013 sekitar pukul 13.50 wib atau setidak-tidaknya pada waktu lain pada bulan Januari tahun 2013 bertempat di Lobby Grand Elite Hotel jl. Gatot Subroto Medan,


(39)

atau pada tempat lain yang masih termasuk dalam daerah Hukum Pengadilan Negeri Medan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan hutang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain mengeksploitasi orang tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia.

Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

b. Dakwaan Kedua

Bahwa mereka terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky bersama-sama dengan Rizky Als Ram, pada hari Rabu tanggal 16 Januari 2013 sekitar pukul 13.50 wib atau setidak-tidaknya pada waktu lain pada bulan Januari tahun 2013 bertempat di Lobby Grand Elite Hotel jl. Gatot Subroto Medan, atau pada tempat lain yang masih termasuk dalam daerah Hukum Pengadilan Negeri Medan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan membantu atau melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana perdagangan orang


(40)

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana

c. Dakwaan Ketiga

Bahwa mereka terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky bersama-sama dengan Rizky Als Ram, pada hari Rabu tanggal 16 Januari 2013 sekitar pukul 13.50 wib atau setidak-tidaknya pada waktu lain pada bulan Januari tahun 2013 bertempat di Lobby Grand Elite Hotel jl. Gatot Subroto Medan, atau pada tempat lain yang masih termasuk dalam daerah Hukum Pengadilan Negeri Medan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan memperdagangkan, menjual atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 83 undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

d. Dakwaan Keempat

Bahwa mereka terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky bersama-sama dengan Rizky Als Ram, pada hari Rabu tanggal 16 Januari 2013 sekitar pukul 13.50 wib atau setidak-tidaknya pada waktu lain pada bulan Januari tahun 2013 bertempat di Lobby Grand Elite Hotel jl. Gatot Subroto Medan, atau pada tempat lain yang masih termasuk dalam daerah Hukum


(41)

Pengadilan Negeri Medan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan pencaharian atau kebiasaannya yaitu dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain . Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 296 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Fakta-fakta yang terungkap di depan persidangan secara berturut-turut berupa keterangan saksi, surat, petunjuk, keterangan terdakwa dan adanya barang bukti adalah :

I. Keterangan Saksi

a. Saksi Korban RUNIA Als NIA, setelah disumpah pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :

− Bahwa pada tanggal 16 Januari 2013 saksi Novi mengatakan kepda saksi korban Runia Als Nia untuk menjual keperawanannya dan saksi korban RUNIA Als NIA menyetujuinya. Selanjutnya saksi Novi memperkenalkan saksi korban Runia Als Nia kepada Terdakwa Ramki Als Ram di jalan Mangkubumi ditempat tersebut saksi novi mengatakan kepada saksi korban Runia Als Nia, bahwa Ramki Als Ram yang akan memperkenalkan saksi Korban Runia Als Nia kepada yang akan beli keperawanannya seharga Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), selanjutnya terdakwa Ramki Als Ram bersama dengan saksi novi dan saksi korban Runia Als Nia pergi menuju hotel Grand Elite di Jalan Gatot Subroto untuk menjumpai terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky. Setelah sampai


(42)

di hotel selanjutnya masuk ke lobby Hotel dan ditempat tersebut berjumpa dengan kawan terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky, sedangkan saksi Novi langsung meninggalkan hotel tersebut. Kemudian terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky menemui terdakwa Ramki Als Ram, kemudian saksi Amanda Lubis Als Manda datang bersama dengan saksi Sartika Dewi Als Friska, alau terdakwa Ramki Als Ram mengatakan kepada kepada Terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky bahwa 1 (satu) orang algi perempuan yang masih perawan sedang dalam perjalanan.

− Benar bahwa Terdakwa Ramki Als Ram menyuruh saksi korban Runia Als Nia membuat surat dengan ditulis tangan dikertas

bermaterai yang isinya ”Dengan hormat, tanggal 16 Januari 2013

saya bernama Runia dengan ini memberikan jawaban sejujurnya tanpa ada paksaan dari pihak manapun, saya melakukan hal ini dengan pikiran sehat untuk menjual perawan saya, demikian saya ucapkan tanpa ada paksaan dari pihak manapun, terima kasih

wassalam”. Lalu surat tersebut diserahkan oleh terdakwa Ramki

Als Ram kepada terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky. Beberapa saat kemudian saksi Ican tiba di lobby hotel lalu menanyakan kepada Lambok Pulungan Als Rizky mana 2 (dua) orang perempuan perawan yang sudah dipesan, lalu terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky menunjukkan saksi Runia Als Nia dan mengatakan bahwa yang satu lagi sedang dalam perjalanan.


(43)

Selanjutnya Candra menanyakan bagaimana pembayarannya, lalu dijawab oleh terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky bahwa untuk pembayaran perawan harus pakai uang tunai, lalu candra mengatakan bahwa yang akan memakai perempuan yang masih perawan itu adalah teman Candra, kemudian Candra menanyakan yang mana yang tidak perawan, lau terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky menunjuk saksi Amanda Lubis alias Manda, selanjutnya terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky bersama-sama dengan saksi Amanda Lubis Als Manda, Candra dan Sartika Dewi Als Friska, naik ke lantai 2 (dua) lalu masuk ke kamar nomor 220, didalam kamar Candra memberikan uang sebesar Rp. 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) kepada terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky. Kemudian Terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky menyerahkan uang sebesar Rp. 800.000,00 (delapan ratus ribu rupiah) kepada saksi Amanda Als Manda. Akan tetapi saksi Amanda Lubis Als Manda mengatakan agar uang tersebut dititipkan saja kepada temannya di lobby, sedangkan sisanya sebesar Rp 700.000,00 (tujuh ratus ribu rupiah) adalah untuk terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky. Selanjutnya Terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky turun ke lobby menemui terdakwa Ramki Als Ram di Lobby hotel. Setelah sampai di lobby hotel tiba-tiba datang beberapa orang Polisi yang berpakaian preman menangkap terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky dan terdakwa


(44)

Ramki Als Ram. Kemudian membawanya ke Polda Sumut untuk diproses lebih lanjut.

b. Saksi Amanda Lubis Als Manda, menerangkan sebagai berikut :

− Bahwa pada tanggal 16 Januari 2013 terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky menghubungi saksi Amanda Lubis Als Manda agar datang ke Hotel Grand Elite, kemudian Terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky bertemu dengan terdakwa Ramki Als Ram yang telah membawa saksi Sartika Dewi Als Friska. Lalu terdakwa Ramki Als Ram mengatakan kepada Terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky bahwa satu (1) orang lagi perempuan yang masih perawan sedang dalam perjalanan. Terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky menunjuk saksi Amanda Lubis Als Manda, menunjuk saksi Amanda Lubis alias Manda, selanjutnya terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky bersama-sama dengan saksi Amanda Lubis Als Manda, Candra dan Sartika Dewi Als Friska, naik ke lantai 2 (dua) lalu masuk ke kamar nomor 220, didalam kamar Candra memberikan uang sebesar Rp. 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) kepada terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky. Kemudian Terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky menyerahkan uang sebesar Rp. 800.000,00 (delapan ratus ribu rupiah) kepada saksi Amanda Als Manda. Akan tetapi saksi Amanda Lubis Als Manda mengatakan agar uang tersebut dititipkan saja kepada temannya di lobby, sedangkan sisanya sebesar Rp 700.000,00


(45)

(tujuh ratus ribu rupiah) adalah untuk terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky. Selanjutnya Terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky turun ke lobby menemui terdakwa Ramki Als Ram di Lobby hotel. Setelah sampai di lobby hotel tiba-tiba datang beberapa orang Polisi yang berpakaian preman menangkap terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky dan terdakwa Ramki Als Ram. Kemudian membawanya ke Polda Sumut untuk diproses lebih lanjut

c. Saksi Ican Dedi Kesuma, setelah disumpah menerangkan sebagai berikut

− Bahwa pada hari Minggu tanggal 13 Januari 2013 saksi ada menelpon terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky dan menyamar sebagai pengusaha dan memesan dua orang perempuan yang masih perawan untuk digunakan jasa seksnya oleh terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky mengatakan kepada saksi bahwa ada perempuan yang masih perawan untuk digunakan jasa seksnya dengan harga Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah), kemudian saksi memberitahukan kepada saksi Irfan Afandi Siregar (petugas kepolisian) menyatakan bahwa akan ada dua orang perempuan yang masih perawan yang akan diperdagangkan jasa seksnya oleh terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky.

− Benar pada tanggal 16 Januari 2013 saksi Irfan Afandi Siregar dan saksi menyamara sebagai laki-laki hidung belang yang berpura-pura memesan perempuan untuk digunakan jasa seksnya dan


(46)

diperintahka memesan sebuah kamar hotel Grand Elite Jl. Gatot Subroto, setelah itu saksi menghubungi terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky dan mengatakan untuk membawa dua orang perempuan perawan yang saksi pesan ke Hotel Grand Elite sekitar pukul 13.00 wib terdakwa Pulungan Als Rizky menelpon saksi yang sedang menunggu di dalam kamar No.220 hotel Grand Elite. − Benar terdakwa Ramki Als Ram mengubungi saksi Novi dan

menawarkan agar membawa teman saksi Novi yang mau menjual keperawanannya seharg Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). d. Saksi PONIKEM, setelah disumpah menerangkan sebagai berikut :

− Bahwa pada tanggal 16 Januari 2013 seperti biasanya anak saksi yang bernama Runia Als Nia akan berangkat ke sekolah akan tetapi sebelum berangkat ke sekolah anak saksi Runia Als Nia dijemput oleh teman sekolahnya yang bernama Novi. Mereka berangkat ke sekolah bersama-sama selanjutnya saksi tidak mengetahui dan menurut dari keterangan anak saksi Runia Als Nia saat menaiki angkutan umum saksi Novi menarik tangan Runia Als Nia dengan

mengatakan “nggak usah sekolah kita” kemudian Runia Als Nia menjawab “ngak mau aku Novi, aku mau sekolah”.

− Benar saksi Runia Als Nia menangis karena dipaksa oleh Novi untuk pergi ke Hotel Grand Elite untuk dijual atau ditawarkan kepada bencong dengan harga Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah), selanjutnya Novi pergi ntah kemana dan pada saat


(47)

transaksi di Hotel Grand Elite, petugas kepolisian melakukan penangkapan terhadap saksi Runia Als Nia selanjutnya kami dibawa ke kantor Polda Sumut

− Benar sampai larut malam Runia Als Nia belum pulang sekolah, saksi dan keluarga mendatangi saksi Novi dan bertanya “mana si

NiaNovi,” dan Novi menjawab “saya tidak tahu”, kemudian saksi tanya kembali “tadi pagi kau yang jemput Runia Als Nia ke sekolah” akhirnya Novi mengaku dengan mengatakan kepada saksi

kalau Runia Als Nia ditangkap Polisi dan sekarang berada di Polda Sumut.

e. Saksi IRFAN AFANDI SIREGAR, Setelah disumpah menerangkan sebagai berikut :

− Bahwa pada hari Minggu tanggal 13 Januari 2013 saksi mendapat informasi dari saksi Ican Dedi Kesuma menyatakan bahwa akan ada dua orang Perempuan yang masih perawan yang akan diperdagangkan jasa seksnya oleh terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky

− Benar pada tanggal 16 Januari 2013 saksi Irfan Afandi Siregar dan saksi Ican Dedi Kesuma menyamar sebagai laki-laki hidung belang yang berpura-pura memesan perempuan untuk digunakan jasa seksnya dan kemudian diperintahkan memesan sebuah kamar hotel Grand Elite Jl. Gatot Subroto , setelah itu saksi Ican Dedi Kusuma menghubungi terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky dan


(48)

mengatakan untuk membawa dua orang perempuan perawan yang saksi Ican Dedi Kusama pesan ke Hotel Grand Elite sekitar Pukul 13.00 wib. Terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky menelpon saksi Ican Dedi Kusuma yang sedang menunggu di dalam kamar No. 220 Hotel Grand Elite

− Benar terdakwa Ramki Als Ram menghubungi saksi Novi dan menawarkan agar membawa teman saksi Novi yang mau menjual keperawanannya seharga Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta)

− Benar terdakwa tiba di Lobby Hotel lalu menanyakan kepada terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky mana 2 (dua) orang perempuan perawan yang sudah dipesan, lalu terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky menunjuk kepada saksi Runia Als Nia dan mengatakan bahwa yang satu lagi sedang dalam perjalanan

− Benar terdakwa menanyakan kepada terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky bagaimana mengenai pembayarannya. Lalu dijawab oleh terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky bahwa untuk pembayaran perawan harus pakai uang tunai

II. Keterangan Terdakwa :

Terdakwa LAMBOK PULUNGAN ALS RIZKY dan terdakwa RAMKI ALS RAM menerangkan yang pada pokoknya adalah :

− Bermula pada hari Minggu tanggal 13 Januari 2013, saksi Ican menghubungi Terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky meminta dicarikan dua orang perempuan yang masih perawan dan masih


(49)

sekolah, untuk digunakan jasa seksnya. Kemudian terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky mengatakan kepada Candra bahwa harga 2 (dua) orang perempuan tersebut adalah Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).

− Benar pada tanggal 16 Januari 2013 sasi Ican kembali menghubungi terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky melalui handphone dan mengatakan apakah sudah ada cewek perawan yang telah dipesan, jika sudah ada agar dibawa ke hotel Grand Elite Jl. Gatot Subroto, kemudian terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky mengatakan mau menanyakan dulu kepada teman terdakwa yaitu Terdakwa Ramki Als Ram. Selanjutnya terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky menghubungi terdakwa Ramki Als Ram dan memesan agar membawa 2 (dua) orang perempuan yang masih perawan dan masih sekolah ke Hotel Grand Elite Jalan Gatot Subroto.

III. Barang Bukti

− 7 (tujuh) lembar uang pecahan Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) − 8 (delapan) lembar uang pecahan Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) − 1 (satu) unit handphone Blackberry Gemini warna Abu-abu type 8520

dengan Sim card 087807460576

− 1 (satu) unit Handphone Blackberry Gemini warna Abu-abu type 8520 dengan Sim Card 081269492073


(50)

Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan yang bersangkutan, maka Jaksa Penuntut Umum Menuntut terdakwa LAMBOK PULUNGAN ALS RIZKY dan terdakwa RAMKI ALS RAM sebagai berikut :

a. Menyatakan bahwa Terdakwa LAMBOK PULUNGAN ALS RIZKY dan

terdakwa RAMKI ALS RAM, bersalah melakukan tindak pidana “secara

bersama-sama melakukan perdagangan orang” sebagaimna diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana

b. Menjatuhkan pidana terhadap diri terdakwa LAMBOK PULUNGAN ALS RIZKY dan terdakwa RAMKI ALS RAM dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan 6 (enam) bulan penjara dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, dan denda sebesar Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) subsidair 2 (dua) bulan kurungan

c. Menyatakan barang bukti berupa:

7 (tujuh) lembar uang pecahan Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah), 8 (delapan) lembar uang pecahan Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah), dikembalikan kepada saksi IRFAN ANFANDI SIREGAR 1 (satu) unit Hand Phone Blackberry Gemini warna abu-abu type 8520 dengan Sim Card 087807460576, 1 (satu) unit Hand Phone Blackberry Gemini warna abu-abu type 8520 dengan Sim Card 081269492073, dirampas untuk dimusnahkan 1


(51)

(satu) lembar Surat Runia bermaterai Rp. 6000 tanggal 16 Januari 2013 terlampir dalam berkas perkara

d. Menyatakan terdakwa dibebani untuk membayar ongkos perkara sebesar Rp. 1000,- (seribu rupiah)

2. Pertimbangan Hukum

Adapun pertimbangan Hukumnya adalah :

a. Menimbang, bahwa atas tuntutan pidana tersebut, Para Terdakwa telah mengajukan permohonan yang pada pokoknya memohon agar dijatuhi hukuman yang seringan-ringannya;

b. Menimbang, Bahwa para terdakwa dipersidangan telah memberikan keterangan yang pada pokoknya sama dengan keterangan dalam Berita Acara yang dibuat oleh Penyidik;

c. Menimbang, Bahwa berdasarkan keterangan saksi dan keterangan para terdakwa dihubungan dengan barang bukti, hakim berpendapat bahwa para terdakwa telah melakukan perbuatan yang memenuhi semua unsur dari Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Jo Paal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana ;

d. Menimbang, Bahwa oleh karena itu para terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, dan oleh karenanya harus dijatuhi pidana sebagaimana disebutkan dalam amar putusan ini ;


(52)

e. Menimbang, Bahwa hakim dalam persidangan tidak menemukan adanya alasan pemaaf atau alasan pembenar dan para terdakwa dapat dipertanggungawabkan atas perbuatan yang telah dilakukan, karena itu para terdakwa harus dijatuhi pidana ;

f. Menimbang, Bahwa karena para terdakwa berada dalam tahanan, maka masa penahanan yang telah dijalani para terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan dan memerintahkan pula agar para terdakwa tetap berada dalam tahanan ;

g. Menimbang, Bahwa mengenai barang bukti yang diajukan oleh penuntut umum di persidangan akan ditetapkan dalam amar putusan dibawah ini ; h. Menimbang, Bahwa oleh karena para terdakwa dinyatakan bersalah, maka

para terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara ini ;

i. Menimbang, Bahwa sebelum para terdakwa dijatuhi pidana perlu dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan.

Hal-hal yang memberatkan :

− Perbuatan Terdakwa meresahkan masyarakat ;

− Perbuatan terdakwa telah menghancurkan masa depan saksi korban,yang mengakibatan saksi korban merasa malu dan tertipu;

Hal-hal yang meringankan :

− Para Terdakwa mengaku terus terang dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya dan merasa menyesal


(53)

3. Putusan

Terhadap Pertimbangan Hukum tersebut diatas, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan Putusan sebagai berikut :

a. Menyatakan bahwa Terdakwa LAMBOK PULUNGAN ALS RIZKY dan Terdakwa RAMKI ALS RAM sebagaimana identitas diatas telah terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “secara

bersama-sama melakukan perdagangan orang”.

b. Menjatuhkan pidana penjara terhadap Terdakwa masing-masing selama 3 (tiga) tahun dan pidana denda sebesar Rp. 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dengan ketentuan jika denda tidak dibayar harus diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan.

c. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh para terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan

d. Memerintahkan supaya para terdakwa tetap berada dalam tahanan e. Menetapkan barang bukti berupa :

− 7 (tujuh) lembar uang pecahan Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah), 8 (delapan) lembar uang pecahan Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah), dikembalikan kepada saksi IRFAN ANFANDI SIREGAR

− 1 (satu) unit Hand Phone Blackberry Gemini warna abu-abu type 8520 dengan Sim Card 087807460576, 1 (satu) unit Hand Phone Blackberry Gemini warna abu-abu type 8520 dengan Sim Card 081269492073, dirampas untuk dimusnahkan


(54)

f. 1 (satu) lembar Surat Runia bermaterai Rp. 6000 tanggal 16 Januari 2013 terlampir dalam berkas perkara

g. Membebankan para Terdakwa untuk membayar biaya perkara masing-masing sebesar Rp. 1.000,00 (seribu rupiah).

4. Analisis Hukum Terhadap Putusan Nomor : 1033/Pid.B/2013/PN.Mdn Setelah menganalisa dakwaan penuntut umum dalam perkara tersebut diatas, penulis mendapat bahwa Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini berbentuk dakwaan alternatif, dimana dalam hal ini terdakwa dikenakan dakwaan pertama yaitu Pasal 2 ayat (1) UU RI Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dimana bentuk surat dakwaan ini bersifat mengeculikan dakwaan. Bentuk dakwaan ini digunakan bila belum didapatkan kepastian tentang tindak pidana yang paling tepat dibuktikan.

Untuk membuktikan tuntutan Jaksa Penuntut Umum bahwa Terdakwa melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) undang-undang nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, maka unsur-unsur tentang tindak pidana tersebut harus terpenuhi seluruhnya.

Ada pun unsur-unsur tindak pidana tersebut adalah sebagai berikut : a. Barang siapa ;

b. Melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan,


(55)

penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratanhutang, atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain mengeksploitasi orang tersebut di wilayah Negara Republik indonesia ;

c. Menyuruh melakukan, dan yang serta melakukan.

Untuk membuktikannya, penulis akan mengkaji satu persatu unsur-unsur tersebut.

a. Barang siapa

Barang siapa disini adalah subjek hukum yang memiliki kemampuan bertanggung jawab yang didasarkan atas keadaan dan kemampuan jiwanya (geetelijke vermogens), yang dalam doktrin hukum pidana ditafsirkan sebagai

‘dalam keadaan sadar”.

Berdasarkan fakta yang muncul di persidangan terungkap bahwa terdakwa Lambok Pulungan Als Rizky dan Ramki Als Ram adalah subjek hukum yang dalam keadaan dan kemampuan jiwanya menunjukkan kondisi sehat dan tidak terganggu jiwanya sehingga oleh hukum dianggap cakap atau mampu bertanggung jawab, dan sesuai dengan keterangan saksi-saksi dan dihubungkan dengan barang bukti, maka unsur “barang siapa” ini telah terbukti.

b. Melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan,


(1)

7. Ibu Rafiqoh Lubis, S.H, M.Hum., selaku dosen Penasehat Akademik atas bimbingan dan motivasinya selama penulis kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

8. Bapak Prof. Dr. Ediwarman, S.H, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan koreksi dalam penulisan skripsi ini

9. Ibu Nurmalawaty, S.H, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II juga telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan koreksi sehingga penulisan skripsi ini menjadi sempurna

10. Seluruh Dosen dan Seluruh Pegawai Tata Usaha dan Administrasi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan

11. Yang Teristimewa dan Terkasih kedua Orang tua saya, Ayahanda St. B. Situmorang dan Ibunda O. Sihombing yang setiap waktu dan Sepanjang masa memberikan motivasi dan mendoakan Penulis agar dapat mencapai cita-cita yang setinggi-tingginya.

12. Kepada Kakak Saya, Sulastri Situmorang dan Suaminya E. Limbong, Prima Lestari Situmorang S.Pd, dan Adik saya Dean very Situmorang. Beserta Keponakan saya (bere) Junita Evelyn Limbong dan Samuel Limbong yang senantiasa memberikan dorongan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini 13. Kepada sahabat saya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara :

Yuristia Eka Erwanda, Nurul Basiroh, Arnold Sihombing, Jekson Pakpahan, Sabrina Amanda, Rizky Novia, Samitha Andimas Putri, Charlene Fortuna, Aan Febrianto, Reza Siregar, Rahmad Kharisman Nasution, Kardopa


(2)

Nababan, Hans Sutera Nadapdap, Deddy Siagian, Sandro Pandiangan, Ervin Barus, Boby Acen Simangunsong dan seluruh teman-teman di grup H Fakultas Hukum Angkatan 2011. Terimakasih telah menjadi kawan yang terbaik selama saya kuliah dan Teman yang saling mendukung dalam hal proses perkuliahan selama di Fakultas Hukum Sumatera Utara, Terkhusus kepada sahabat saya yang tergabung dalam Tolping Samosir Touring : Dedy Syahputra Lubis, Kayaruddin Hasibuan, Jhonny Hutabarat, Andana Zwary Limbeng, Hengky Simanjuntak, dan Hendriawan yang senantiasa mendukung, menghibur serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga dilain waktu kita masih bisa melanjutkan acara Touring untuk menikmati keindahan alam Sumatera Utara.

14. Kepada teman Kelompok Kecil saya “Pro deo et patria” : Arnold Sihombing, Jekson Pakpahan, Hans Sutera Nadapdap, Kardopa Nababan, serta kakak kelompok kak Juliana Hutasoit S.H, kelompok yang selalu tumbuh bersama dan terima kasih buat Kebersamaan dan pertemanan yang berlandaskan kasih dari Tuhan. Mudah-mudahan di lain waktu kita masih bisa bersekutu dan sharing untuk menguatkan iman kepercayaan kita.

15. Kepada teman saya sesama Alumni SMA N.1 Sidikalang Tahun 2010 di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan : Febri Andista Hasibuan, Roulinta Sinaga, dan Deddy Siagian, Hans Sutera Nadapdap sukses buat kita kedepannya.

16. Kepada Rekan-rekan di Ikatan Mahasiswa/I Siempat Nempu Hilir - Medan (IMSHi-Medan) Terkhusus Kepada BPH 2013-2015 : Rinaldi Simamora,


(3)

Ivan Sitorus, Sades Sitorus, Harlina Sitohang, terimakasih telah menjadi partner dalam bertukar pikiran sehingga program yang kita susun bisa tercapai dan Organisasi kita bisa kembali eksis. Kepada adik-adik BPH baru : Halasson Sianturi, Dean Situmorang, Novelia Silaen, Erni Simbolon, Leonardo Butar-butar, Supinno Nababan, Gunawan Situmorang, Roni Nadeak dan anggota yang yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu namanya untuk tetap semangat menjalankan program yang telah disusun sehingga IMSHi-Medan ini bermanfaat untuk kemajuan daerah kelahiran kita. 17. Kepada rekan-rekan seperjuangan Stambuk 2011 dan seluruh rekan-rekan

lainnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan

Mudah-mudahan skripsi ini dapat memberikan kontribusi kepada berbagai pihak, namun Penulis juga menyadari ketidaksempurnaannya. Oleh sebab itu diharapkan kritik yang membangun untuk kesempurnaan penelitian selanjutnya.

Medan, September 2015 Penulis,


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ...v

ABSTRAK ... viii

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. LATAR BELAKANG ...1

B. PERUMUSAN MASALAH ...10

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN ...10

D. KEASLIAN PENULISAN ...12

E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN ...12

1. Pengaturan Hukum Terhadap Perlindungan Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang ...12

2. Faktor-faktor Penyebab terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang dalam Prespektif Kriminologi...19

3. Kebijakan Hukum Pidana dalam Memberikan Perlindungan Hukum terhadap anak sebagai Korban Perdagangan Orang ...27

F. METODE PENELITIAN ...34

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG ...37

A. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang ...37

B. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak ...54


(5)

C. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang

Perlindungan Saksi dan Korban ...58

D. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia ...66

E. Peraturan Daerah (Perda) Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Pencegahan Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak Sumatera Utara ...67

BAB III FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG ...70

A. Faktor Intern ...71

1. Faktor Individual ...71

2. Faktor Ekonomi ...72

3. Faktor Keluarga ...74

4. Faktor Pendidikan ...76

B. Faktor Ekstern ...77

1. Faktor Sosial Budaya ...77

2. Faktor Ketidakadaan setaraan Gender ...81

3. Faktor Menikah Muda ...82

4. Faktor Lemahnya Penegakan Hukum ...83

5. Faktor Masyarakat ...89

6. Faktor Kebudayaan ...89 BAB IV KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM MEMBERIKAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG


(6)

DALAM PUTUSAN NOMOR : 1033 / Pid. B / 2013 / PN.Mdn

...91

A. Kebijakan hukum pidana dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana perdagangan orang . ...91

1. Upaya Penal ...94

2. Upaya Non Penal...98

B. Analisis Kasus Terhadap Putusan Nomor : 1033 / Pid.B / 2013 / PN.Mdn... 101

1. Posis Kasus ... 101

2. Pertimbangan Hukum ... 117

3. Putusan... 119

4. Analisis Hukum terhadap putusan ... 120

BAB V PENUTUP... 131

A. Kesimpulan ... 131

B. Saran ... 133