Pengaturan Hukum Positip dalam hal pemberian advokasi terhadap

D. Keaslian Penulisan

Tulisan yang berjudul : ”ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG STUDI DI PENGADILAN NEGERI MEDAN”, yang diangkat menjadi judul skripsi ini adalah karya asli penulis tanpa adanya suatu proses penjiplakan atas karya tulis manapun. Tulisan dengan judul : ” ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG STUDI DI PENGADILAN NEGERI MEDAN” belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya bukti uji bersih dari pihak fakultas hukum USU. Jikalau pun ada judul penulisan yang hampir sama dengan judul penulisan skripsi ini, namun isi dan pembahasan dalam penulisan skripsi ini pasti berbeda dan juga merupakan penulisan yang ditulis melalui proses dan upaya pemikiran sendiri.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengaturan Hukum Positip dalam hal pemberian advokasi terhadap

anak sebagai korban tindak pidana perdagangan orang. Negara kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak sasi manusia, dan anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, ini adalah bagian dari pembukaan UU Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan anak sebagaimana telah diubah dalam undang-undang Nomor 35 Tahun 2014. Pembentukan undang-undang ini didasarkan atas pertimbangan bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis, dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Dalam perkembangan kebijaksanaan yang telah diambilnya, pemerintah telah menyadari arah kebijakan yang mengutamakan kepentingan anak. Sepanjang periode tahun 1997 ini, sejumlah langkah konkret yang berarti bagi perlindung anak telah dilahirkan secara maju dan mendasar. Pada permulaan tahun 1997, telah di undangkan Undang-undang Pengadilan Anak yaitu Undang-undang Nomor 3 tahun 1997. Sebagai tindak pidana, perdagangan orang telah diatur dalam KUHP yang memuat ketentuan mengenai larangan memperniagakan perempuan dan anak laki- laki belum dewasa sebagaimana diatur dalam Pasal 297 KUHP, serta larangan memperniagakan budak belian sebagaimana diatur dalam Pasal 324 KUHP dan mengkualifikasikan tindakan-tindakan tersebut sebagaimana kejahatan. Pasal 297 dan Pasal 324 KUHP tidak berlaku lagi sejak disahkannya Undagng-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Sebelum undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang disahkan, digunakan KUHP Pasal 297 yang berbunyi : “Perdagangan wanita dan anak laki-laki yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun”. 14 Hanya Pasal ini yang khusus menyebutkan perdagangan orang walaupun hal itu masih sangat tidak lengkap dan belum mengakomodasi perlindungan hukum terhadap perdagangan orang. Kemajuan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang mengakselerasi terjadinya globalisasi juga dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan untuk menyabelubungi perbudakan dan penghambatan itu kedalam bentuknya yang baru yaitu perdagangan orang yang beroperasi secara tertutup dan bergerak diluar hukum. Perbudakan dan penghambaan modern dalam bentuk perdagangan orang semakin banyak dalam wujud yang terselubung dan ilegal; membujuk, merayu, menipu, ,mengancam, menculik, menggunakan kekerasan verbal dan fisik atau memanfaatkan proses kerentanan kepada kelompok rentan atau beresiko untuk direkrut dan dibawa baik antar daerah didalam negeri atau keluar negeri, untuk dipindah tangankan dan diperjualbelikan guna dipekerjakan di luar kemauannya. Seperti pekerja seks atau eksploitasi seksual termasuk phaedophilia , buruh migran legal maupun ilegal, adopsi anak, penjual organ tubuh, pengantin pesanan serta bentuk-bentuk eksploitasi lainnya. Terangkatnya isu perdagangan orang pada awalnya hanya difokuskan pada perdagangan perempuan walaupun pada kenyataanya yang menjadi korban perdagangan orang bukan hanya perempuan tetapi juga laki-laki dan anak. Pelaku perdagangan orang dengan cepat berkembang menjadi sindikat lintas batas negara dengan sangat halus menjerat korban, tetapi dengan sangat kejam 14 R. Soesilo, kitab Undang-undang hukum pidana KUHP Serta komentar- komentarnya lengkap Pasal demi Pasal , Politea, Bogor tahun 1996 mengeksploitasinya dengan berbagai cara, sehingga korban menjadi tidak berdaya untk membebaskan diri. 15 KUHP dan Peraturan perundang-undangan lainnya tersebut tidak merumuskan pengertian perdagangan orang yang tegas dan lengkap secara hukum. Disamping itu, juga memberikan hukuman yang ringan dan tidak sepadan dengan dampak yang dialami korban akibat perdagangn orang tersebut. Oleh karena itu, lahirlah Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang ntuk mencegah dan menanggulangu tindak pidana perdagangan orang dan melindungi korban perdagangan orang. Undang-undang ini mengatur berbagai ketentuan yang dapat mengantisipasi dan menjaring semua jenis tindak pidana perdagangn orang, mulai dari proses dan cara, sampai kepada tujuan, dalam semua bentuk eksploitasi yang mungkin terjadi dalam perdagangan orang, baik yang dilakukan antar wilayah yang dalam negeri maupun antar negara dan baik dilakukan perorangan, kelompok maupun korporasi. Undang-undang ini juga mengatur perlindungan saksi dan korban sebagai aspek penting dalam penegakan hukum untuk memberikan perlindungan terhadap korban dan atau saksi. 16 Selain itu, undang-undang ini memberikan perhatian terhadap penderitaan korban akibat tindak pidana perdagangan orang dalam bentuk hak restitusi yang harus diberikan pelaku tindak pidana perdagangan orang sebagai ganti kerugian bagi korban dan mengatur hak korban atas rehabilitasi medis, psikologis dan sosial, pemulangan serta intergrasi yang wajib dilakukan oleh negara, khususnya 15 Farhan, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia Jakarta. Sinar Grafika, 2010 Halaman 86 16 Ibid. Halaman 31 bagi mereka yang mengalami penderitaan fisik, psikis, dan sosial akibat tindak pidana perdagangan orang. Undan-undang ini juga mengatur ketentuan tentang pencegahan dan penanganan korban tindak pidana perdagangan orang sebagai tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah, masyrakat dan keluarga. Juga mengatur pembentukan gugus tugas untuk mewujudkan langkah-langkah yang terpadu dalam pelaksanaan pencegahan dan penanganan perdagangan orang Dalam era kemerdekaan terlebih di era reformasi yang sangat menghargai Hak Asasi Manusia, masalah perbudakan atau penghambaan tidak ditolerir lebih jauh keberadaannya. Secara hukum Bangsa Indonesia menyatakan bahwa perbudakaan atau penghambaan merupakan kejahatan terhadap kemerdakaan orang atau kebebasan pribadi. Hal ini terdapat dalam Pasal 20 ayat 1 Undang- undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia sedangkan ayat 2 menyebutkan bahwa perbudakan dan perhambaan, perdagangan budak, perdagangan wanita dan segala bentuk perbuatan berupa apapun yang tujuannya serupa, dilarang. Menurut undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM bahwa perdagangan orang merupakan salah satu pelanggaran HAM termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan. Kejahatan kemanusiaan adalah satu perbudakan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematis yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan langsung terhadap penduduk sipil. 17 17 Lihat Pasal 9 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM Unsur-unsur tindak pidana dalam Pasal diatas adalah serangan yang meluas atau sistematis, yang diketahuinya, ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil. Kejahatan perdagangan orang memenuhi ketiga unsur tersebut. Perdagangan manusia dilakukan oleh organisasi kejahatan yang diorganisir secara sistematis dan profesional dan dilakukan dengan sengaja serta merupakan rangkaian perbuatan yang dilakukan terhadap penduduk sipil sebagai lanjutan kebijakan yang berhubungan dengan organisasi yang melakukan kejahatan perdagangan orang. Berdasarkan Pasal 9 tersebut diatas disebutkan bahwa salah satu jenis kejahatan manusia berupa perbudakan. Dalam penjelasan undang-undang tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan perbudakan dalam ketentuan ini termasuk perdagangan manusia khususnya perdagangan wanita dan anak. Ketentuan hukum dalam Undang-undangNomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM adalah menunjukkan kemajuan ketentuan pidana dengan mengikuti perkembangan kejahatan dan pelanggaran HAM dalam masyarakat. Adapun Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Pasal 83 menyebutkan : ”Setiap anak yang diperdagangkan, menjual atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak 300 juta dan paling sedikit 60 juta rupiah” Pasal ini melarang memperdagangkan, menjual, dan menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual. Undang-undang ini cukup dapat mengakomodasi perlindungan hukum terhadap anak dari kejahatan perdagangan manusia, tetapi sama dengan KUHP, Undang-undang ini tidak cukup memerinci apa yang dimaksud dengan perdagangan anak dan untuk kepentingan apa anak itu diperjualbelikan. Undang-undangn ini menerapkan sanksi yang lebih berat dibandingkan dengan KUHP. Jika dalam KUHP ancaman hukumannya 0-6 Tahun penjara, sedangkan undang-undang perlindungan anak mengancam pelaku kejahatan perdagangan anak dengan 3-15 tahun penjara dan denda antara 60 – 300 juta rupiah. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penanggulangan perdagangan orang selain yang ditentukan dalam KUHP diantaranya juga sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindangan Anak yang mengatur perlindungan untuk perdagangan anak. Dalam undang-undang perdagangan orang terdapat kemajuan karena ancaman pidana bagi pelaku perdagangan orang menganut minimal pidana hingga maksimal pidana, serta korban juag berhak mendapat kompensasi dari negara dan restitusi serta ganti rugi dari pelaku. Undang-undang ini juga memberikan peluang adanya usaha pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi korban, sakasi maupun pelapor. Disamping itu, dikenal juga pemberatan hukuman pada kasus perdagangan orang sebagaimana dikenal dalam hukum pidana Indonesia. Hal lain adalah peran serta masyrakat untuk membantu mencegah terjadinya korban tindak pidana perdagangan orang dan diwujudkan dengan tindakan memberikan informasi danatau melaporkan adanya tindak pidana perdagangan orang. Untuk kerja sama internasional diatur juga dalam Undang-undangn Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemeberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dalam bentuk perjanjian bantuan hukum timbal balik dalam pidana danatau kerja sama teknis lainnya. Hal ini karena sifat dari tindak pidana perdagangan orang merupakan tindak pidana yang tidak saja terjadi dalam satu wilayah negara, tetapi juga antar negara. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan orang merupakan perwujudan dari komitmen bangsa Indonesia untuk melaksanakan Protokol PBB Tahun 2000 yang telah ditanda tangani pemerintah Indonesia tentang mencegah, menumpas tindak pidana perdagangan orang khususnya perempuan dan anak Protokol Palermo dan menghukum pelakunya.

2. Faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana perdagangan orang