Pilkada Kota Depok tahun 2005

87 prinsipyang keabsahannya diharapkan bebas dari pilihan diantaranilai-nilai yang berlawanan. Putusan itu prosedural ketika menetapkansyarat-syarat bagi legitimasi proses dimana keuntungan sosial salingdipertukarkan atau terdistribusi. Dan akan substantif ketika iamenentukan hasil aktual dari keputusan distributif atau bagi penawaran-penawaran. 150

1. Pilkada Kota Depok tahun 2005

Dibawah ini akan disajikan contoh kasus dan putusan mengenai perselisihan hasil pemilukada yang tidak efektif ketika masih ditangani oleh MA maupun ketika telah ditangani oleh MK. Pilkada di Kota Depok telah diselenggarakan pada tanggal 26 Juni 2005 denganditetapkannya hasil akhir kemenangan calon pasangan Walikota, Nur Mahmudi Ismail-Yuyun Wirasaputra. Namun, pada tanggal 16 Juli 2005 calon walikota yang berada padaperingkat kedua yakni Badrul Kamal-Sihabuddin Ahmad mengajukan gugatan keberatanatas Surat Ketetapan KPUD Depok No. 18 Tahun 2005 tentang penetapan walikota danwakil walikota Depok terpilih. Kemudian pengadilan tinggi Jawa Barat mengabulkanpermohonan gugatan dan membatalkan hasil perhitungan suara pada tanggal 4 Agustus2005. Lewat pembuktian dari tim pencari fakta bahwa terdapat adanya penggelembungansuara untuk pasangan Nur Mahmudi Ismail-Yuyun Wirasaputra, dimana ada wargapemilih yang memiliki KTP luar kota Depok. Sedangkan untuk suara pasangan BadrulKamal-Sihabuddin Ahmad, didapati adanya penggembosan 150 Roberto Unger, Law in Modern Society, The Free Press, New York: 1976, hlm. 194. Universitas Sumatera Utara 88 suara, yang mana adasebagian warga yang tidak bisa memilih karena tidak diberikan surat undangan. MasalahPilkada Depok ini bukanlah masalah lokal Depok, namun bisa jadi masalah nasional yangkrusial. Apabila tidak ditangani secara serius oleh pihak yang berwenang akanmenimbulkan masalah lain yang berkepanjangan. Keputusan sengketa Pilkada Kota Depok dituangkan dalam keputusan Nomor 01Pilkada2005PTBDG. Seperti diketahui, KPUD Kota Depok menetapkan pasangan Nur Mahmudi Ismail-Yuyun Wirasaputra yang diusung Partai Keadilan Sejahtara PKS sebagai pemenang Pilkada langsung Kota Depok dengan perolehan suara 232.610 suara.Sedangkan pasangan Badrul Kamal-Syihabuddin Ahmad yang diusung Partai Golkarhanya mendapatkan 206.781 suara.Atas kekalahan itu, pasangan Badrul Kamal-Syihabuddin kemudian menggugat KPUD Kota Depok yang dinilai telah melakukan pelanggaran sehingga suara yang seharusnya mendukungnya hilang, ke Pengadilan Tinggi Jawa Barat selanjutnya ditulis PT Jabar. Menurutversi Badrul Kamal-Syihabuddin Ahmad perolehan suara pihaknya seharusnya 269.531 suara sedangkanpasangan Nur Mahmudi Ismail-Yuyun Wirasaputra hanya 195.357 suara.Melalui proses persidangan maraton, gugatan Badrul Kamal-SyihabuddinAhmad kemudian dikabulkan PT Jabar. Kemenangan Nur Mahmudi Ismail-YuyunWirasaputra yang sudah ditetapkan KPUD Kota Depok kemudian dianulir PT Jabarmelalui putusan nomor 01Pilkada2005PTBDG.Putusan yang kontroversial tersebut kontan saja memunculkan berbagai reaksikeras dari berbagai kalangan praktisi hukum, pakar hukum tata negara termasuk kaderdan simpatisan Partai Keadilan Sejahtera Universitas Sumatera Utara 89 sebagai partai pengusung calon. Bahkan Ketua Perkumpulan Bela Hukum NusantaraPBHN Effendi Saman SH yang menurunkan tim selama proses Pilkada maupunpersidangan, menilai putusan tersebut tidak masuk akal. Menurut Effendi Saman, dalammemutuskan perkara majelis hakim seharusnya jangan hanya menyandarkan kepadakeyakinannya saja, namun juga berdasarkan bukti materil. Namun yang terjadi dalamkasus sengketa Pilkada Kota Depok, majelis hakim hanya menyandarkan kepadaketerangan saksi-saksi yang diajukan pemohon tanpa dilakukan pembuktian di lapangan.Dalam perkara hukum satu saksi, seribu saksi atau sejuta saksi tetap saja statusnya hanyasatu alat bukti, katanya.Selanjutnya KPUD Kota Depok mengajukanPK keMA yang pada tanggal 16 Desember 2005 telahmemutus sengketa pemilihan wali kota Depok. Dalam amar putusannya, majelis hakim yang bersidang dalam sidang PK tersebut diketuai Parman Soeparman mengabulkan permohonan yangdiajukan KPUD Depok, sekaligus membatalkan putusan sengketa Pilkada No.12005yang diputus oleh PT Jabar 4 Agustus 2005.Menurut Harifin Tumpa, anggota majelis, salah satu pertimbangan sehinggamengabulkan permohonan KPUD Depok adalah PT Jabar dianggap melampauikewenangan yang sudah dibatasi oleh UU322004 tentang Pemerintahan Daerah. Harifin Tumpa menyatakan bahwa perselisihan hasil pilkada menurut UU 322004 tentang Pemerintahan Daerah adalah memeriksa hasil penghitungan suara yang sudahdihitung oleh KPUD.Sedangkan putusan PT Jabar yang memenangkan pasangan BadrulKamal-A. Syihabuddin, mempertimbangkan penghitungan suara di luar yang telahdibuat oleh KPUD. Penghitungan yang dipakai PT Jabar, yang menurut Harifin Tumpa adalahtentang Universitas Sumatera Utara 90 adanya penggelembungan dan pengurangan suara dalam pilkada.Senada dengan Harifin Tumpa, Djoko Sarwoko, anggota majelis lainnya menyatakan, apa yang dipertimbangkan PT Jabar tersebut hanya berupa asumsi-asumsi. Djoko Sarwoko mengatakan bahwa dengan adanya putusan MA yang membatalkan putusan PT Jabar, makakembali pada keputusan KPUD.” Pelajaran pertama dari kasus pengaduan pemilihan kepala daerah di PT Jabaradalah soal tenggang waktu. Pasal 106 ayat 1 UU322004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur soalkeberatan hasil pilkada menyebutkan: Keberatan terhadap hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepaladaerah hanya dapat diajukan oleh pasangan calon kepada Mahkamah Agung dalam waktu paling lambat 3 tiga hari setelah penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Hal serupa juga dinyatakan pada Peraturan PemerintahNo. 62005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian KepalaDaerahWakil Kepala Daerah. Konsekuensi logis dari adanya aturan main ini adalah, bilapasangan calon yang akan melayangkan keberatan atas hasil pemilihan perhitungansuara maka harus diajukan pada tenggat waktu tersebut. Di luar batas itu, berartipengajuan keberatan adalah tidak sah. Dari surat pengajuan keberatan yang dilakukan duapasangan calon pilkada Kota Depok, pengajuan keberatan dari Kota Depok dilakukan saat injury time yakni padatanggal 11 Juli 2005 dan diterima PT Jabarpada 12 Juli 2005,sedangkan penetapan hasil pemilihan kepala daerah hasil perhitungan suara dilakukanKPUD Depok pada 6 Juli 2005. Tak heran ketika kuasa hukum dari termohon yakniKPUD Depok menganggap pengajuan keberatan yang dilakukan pemohon calon WaliKota Depok tersebut dianggap lewat batas waktu. Namun tentu saja, pemohon Universitas Sumatera Utara 91 keberatanberalasan mereka masih dalam batas tiga hari seperti yang diatur Undang-Undang karenayang disebutkan dalam pasal 106 dengan batas waktu 3 tiga hari adalah diajukanbukan diterima. Selain itu tentu saja tanggal 9 dan 10 Juli 2005 tidak masuk hitungankarena Sabtu dan Minggu tidak dianggap hari kerja. Pelajaran kedua yang bisa diambil dari pengajuan keberatan yang dilakukan calondari pilkada Kota Depok adalah soal materi keberatan yang akandiajukan. Pasal 106 ayat 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang PemerintahanDaerah menyebutkan Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 satu hanyaberkenaan dengan hasil perhitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangancalon. Hal serupa juga terlihat pada Pasal 94 Peraturan Pemerintah No. 62005 tenteng Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala DaerahWakil KepalaDaerah dan juga Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2005 tentang Tata CaraPengajuan Upaya Hukum Keberatan terhadap Penetapan Hasil Pilkada dan PilwakadaDari KPUD Provinsi dan KPUD KabupatenKota. Ayat tersebut jelas dan tegasmenyatakan bahwa yang jadi pokok keberatan yang akan dilayani adalah mengenai hasilperhitungan suara yang berarti proses akhir dari pilkada. Universitas Sumatera Utara 92

2. Pemilukada KabupatenKotawaringin Barat tahun 2010